Pendahuluan Abstrak Abstract Kedudukan

advertisement
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
1
Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Terhadap Anak Perusahaan
( LEGAL POSITION OF THE BANKCRUPT HOLDING COMPANY OF THE SUBSIDIARIES)
Disca Triana Dewi, Iswi Hariyani, Yusuf Adiwibowo
Hukum Perdata Ekonomi, Fakultas Hukum,
Universitas Jember (UNEJ)
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
E-mail: [email protected]
Abstrak
Bisnis dari suatu perusahaan adakalanya sudah sedemikian besar dan melebar sehingga perusahaan itu sendiri perlu dipecahpecah menurut penggolongan bisnisnya. Tetapi merupakan kebutuhan pula agar bisnis yang telah dipecah-pecah tersebut,
yang masing-masing akan menjadi Perseroan Terbatas yang mandiri masih dalam kepemilikan yang sama dengan
pengontrolan yang masih tersentralisasi dalam batas-batas tertentu. Untuk itu, pecahan-pecahan perusahaan tersebut
bersama-sama dengan perusahaan-perusahaan lain yang telah terlebih dahulu ada, dengan pemilik yang sama atau minimal
ada hubungan khusus, dimiliki dan dikomandoi oleh suatu perusahaan yang mandiri pula. Dalam dunia usaha, suatu
perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik, dan seringkali keadaan keuangannya semakin memburuk, sehingga perusahaan
tersebut tidak lagi sanggup membayar hutang-hutangnya.
Kata kunci: Induk Perusahaan, Pailit, Anak Perusahaan
Abstract
Business of a company sometimes is so big and broad that the company itself needs to be broken down according to
business classification. But it is also a requirement that the business has been broken down, which would each be an
independent Limited Company is still in the same ownership with centralized control that is still within certain limits. To
that end, the fragments of the company together with other companies that have been there first, with the same owner, or at
least there is a special relationship, owned and commanded by an independent company as well. In the business world, a
company does not always go well, and often deteriorating financial situation, so that the company is no longer able to pay
its debts.
Keyword: Holding Company, Bankrupt, Subsidiary
Pendahuluan
Bisnis dari suatu perusahaan adakalanya sudah
sedemikian besar dan melebar sehingga perusahaan itu
sendiri perlu dipecah-pecah menurut penggolongan
bisnisnya. Tetapi merupakan kebutuhan pula agar bisnis
yang telah dipecah-pecah tersebut, yang masing-masing
akan menjadi Perseroan Terbatas yang mandiri masih dalam
kepemilikan yang sama dengan pengontrolan yang masih
tersentralisasi dalam batas-batas tertentu. Untuk itu,
pecahan-pecahan perusahaan tersebut bersama-sama dengan
perusahaan-perusahaan lain yang telah terlebih dahulu ada,
dengan pemilik yang sama atau minimal ada hubungan
khusus, dimiliki dan dikomandoi oleh suatu perusahaan yang
mandiri pula. Perusahaan pemilik (dan pengomando) ini
yang disebut dengan perusahaan holding atau perusahaan
induk1.
Berkembangnya grup-grup usaha konglomerat di
Indonesia sejak dasawarsa tujuh puluhan, maka
pengendalian usaha lewat perusahaan holding sudah
1
Munir Fuady. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum
Bisnis. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2002). Hlm. 83
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
merupakan trend dan kebutuhan bisnis yang tidak dapat
dihindari. Perusahaan holding sering juga disebut holding
company, parent company, atau controlling company. Yang
dimaksud dengan perusahaan holding adalah suatu
perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu
atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih
perusahaan lain tersebut. Biasanya (walaupun tidak
selamanya), suatu perusahaan holding memiliki banyak
perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang bisnis yang
sangat berbeda-beda2.
Dalam dunia usaha, suatu perusahaan tidak selalu
berjalan dengan baik, dan seringkali keadaan keuangannya
semakin memburuk, sehingga perusahaan tersebut tidak lagi
sanggup membayar hutang-hutangnya. Dapat dikatakan
bahwa kehidupan suatu perusahaan dapat saja dalam kondisi
untung atau keadaan rugi. Kalau keadaan untung,
perusahaan berkembang dan berkembang terus, sehingga
menjadi perusahaan yang maju pesat. Sebaliknya, apabila
kondisi perusahaan menderita rugi, maka garis hidupnya
menurun.
Dalam rangka pengembangan suatu perusahaan
mungkin atau pasti mempunyai hutang. Bagi suatu
Ibid.
2
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
perusahaan, hutang bukanlah merupakan suatu hal yang
buruk, asal perusahaan itu masih dapat membayar kembali.
Suatu perusahaan yang garis hidupnya terus menurun, ada
kemungkinan perusahaan itu sampai pada suatu “keadaan
berhenti membayar”, yakni suatu keadaan dimana si
pengusaha tidak mampu lagi membayar hutang-hutangnya3.
Adakalanya, sudah sejak semula orang-orang bisnis
telah sadar akan pentingnya perusahaan holding. Sehingga
awal awal bisnis sudah terpikir untuk membentuk suatu
perusahaan holding. Karenanya, perusahaan yang pertama
sekali didirikan dalam grup-grupnya adalah perusahaan
holding. Kemudian untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan
dibentuk dan diakuisisi perusahaan lain, dimana perusahaan
holding sebagai pemegang saham biasanya bersama–sama
dengan pihak lain sebagai partner bisnis. Demikianlah, maka
jumlah perusahaan baru sebagai anak perusahaan dapat terus
berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan
bisnis dari grup usaha yang bersangkutan4.
Eksistensi suatu grup usaha konglomerat cenderung
untuk mempunyai perusahaan holding, tetapi keberadaan
dari perusahaan holding itu sendiri mempunyai keuntungan
dan kerugian. Keuntungan dari perusahaan holding
misalnya, perusahaan mendapatkan laba dari anak
perusahaan meskipun perusahaan induk tidak ikut langsung
mengelola anak perusahaan. Kerugian dari perusahaan
induk, misalnya pada asset induk perusahaan dan anak
perusahaan terisolasi pada kerugian potensial (potential
losses) yang akan dialami oleh salah satu diantaranya.
Variasi hubungan hukum antara perusahaan holding dengan
anak perusahaan juga terlihat dari terdapatnya klasifikasi
perusahaan holding. Klasifikasi perusahaan holding tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai kriteria
berupa tinjauan dari keterlibatannya dalam berbisnis,
keterlibatannya dalam hal pengambilan keputusan, dan
keterlibatannya dalam saham5.
Dalam berbagai kasus yang pernah ada di dalam
dunia bisnis, masih jarang sekali terjadi adanya perusahaan
induk yang pailit. Dan masih belum ada literatur yang
menjelaskan secara lengkap dan mendetail tentang cara
penyelesaiannya. Belum ada maksudnya adalah penulis
belum menemukan literature yang menjelaskan secara
lengkap dan mendetail tentang kasus yang ada di dalam
holding company. Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dalam sebuah
karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul
“KEDUDUKAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN
YANG PAILIT TERHADAP ANAK PERUSAHAAN”.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
A. Bagaimana kedudukan hukum induk perusahaan
terhadap anak perusahaan?
B. Bagaimana hubungan hukum induk perusahaan
dengan anak perusahaan?
3
Victor M Situmorang dan Hendri Soekarso.Pengantar Hukum
Kepailitan. (Jakarta: Rineka Cipta. 1994). Hlm. 4
4
Munir Fuady. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum
Bisnis. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2002). Hlm. 88
5
Ibid. Hlm. 95
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
2
C. Bagaimana akibat hukum dari kepailitan induk
perusahaan terhadap anak perusahaan?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak diperoleh penulis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tujuan Umum
1. Guna melengkapi dan memenuhi salah satu
persyaratan akademis untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Jember;
2. Sebagai sarana penerapan dan pengembangan ilmu
hukum yang telah diperoleh selama mengikuti
perkuliahan berdasarkan realita yang ada di
masyarakat di Fakultas Hukum Universitas Jember;
3. Dapat memberikan kontribusi atau sumbangan
pemikiran dan wawasan yang dapat berguna bagi
Negara, almamater, masyarakat pada umumnya
juga bagi mahasiswa Fakultas Hukum.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami mengenai kedudukan
hukum induk perusahaan terhadap anak
perusahaan;
2. Mengetahui dan memahami hubungan hukum induk
perusahaan dengan anak perusahaan;
3. Mengetahui dan memahami akibat hukum dari
kepailitan induk perusahaan terhadap anak
perusahaan.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut
1. Secara teori sebagai sarana pengembangan ilmu
hukum terutama dalam rangka membangun pola
pikir mengenai hukum normatif yang ada dengan
realita yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan
penagihan hutang kartu kredit;
2. Secara praktis, penulisan penelitian skripsi ini dapat
direkomendasikan kepada masyarakat dengan
memberikan option solusi terhadap adanya
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
penagih hutang yang terjadi pada mekanisme
penagihan kartu kredit yang merupakan objek
dalam penelitian ini maupun kepada pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap objek penelitian ini.
Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan faktor penting dalam
penulisan atau penyusunan karya tulis yang bersifat ilmiah
agar pengkajian dan analisa terhadap suatu permasalahan
dapat dilakukan dengan benar.Penggunaan metode penulisan
karya ilmiah digunakan untuk menggali, mengolah, dan
merumuskan bahan-bahan hukum sehingga mendapat
kesimpulan
akhir
yang
relevan
dan
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian merupakan
sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan
maupun teknologi sedangkan penelitian hukum adalah suatu
proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
hukum, maupun doktrin-doktrin guna menjawab isu hukum
yang dihadapi6.
Tipe Penelitian
Penulisan skripsi ini, menggunakan tipe penelitian
yuridis normatif (legal research). Hukum sebagai konsep
normatif adalah hukum sebagai norma, baik yang
diidentikkan dengan keadilan yang harus diwujudkan atau
norma yang telah terwujud sebagai perintah yang eksplisit
dan secara positif telah terumus jelas untuk menjamin
kepastiannya dan juga berupa norma-norma yang merupakan
produk dari seorang hakim memutuskan suatu perkara
dengan memperhatikan terwujudnya kemanfaatan dan
kemaslahatan bagi para pihak yang berperkara7.
3
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
diperoleh dari semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang
hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,
jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan
pengadilan.9
Bahan Non Hukum
Bahan non hukum sebagai penunjang dari sumber bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, bahan hukum
yang memberikan petunjuk maupun memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
yaitu bahan yang diambil dari internet, kamus10.
Pendekatan Masalah
Pendekatan-pendakatan yang digunakan penulis
dalam skripsi ini diantaranya adalah:
a. Pendekatan undang-undang
(statute approach)
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan
regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
sedang ditangani. Hasil dari telaah merupakan suatu
argumen untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi
penulis.
b. Pendekatan konseptual (conceptual approach), adalah
pendekatan yang beranjak pada pandangan-pandangan
dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam ilmu
hukum. Penulis akan menemukan ide-ide yang
melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsepkonsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan
dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut
merupakan sandaran bagi penulis dalam membangun
suatu argumentasi hukum dan memecahkan isu yang
dihadapi8.
Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum adalah proses untuk menemukan
jawaban dari permasalahan. Saat melakukan penelitian
hukum, dilakukan dengan beberapa cara:
1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal
yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang
hendak dipecahkan;
2. Pengumpulan bahan-bahan hukum yang sekiranya
dipandang mempunyai relevansi juga bahan- bahan non
hukum;
3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan
berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan;
4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang
menjawab isu hukum;
5. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang
telas digunakan dalam kesimpulan.
Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan
metode deduktif yaitu menyimpulkan pembahasan menuju
hal-hal yang bersifat khusus dan diharapkan memberikan
preskripsi tentang apa yang seharusnya diterapkan berkaitan
dengan permasalahan yang terkait.11
Bahan Hukum
Pembahasan
Bahan Hukum Primer
Bahan-bahan hukum primer yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2). Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
3). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal;
4). Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang;
5). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas.
1. Kedudukan Induk Perusahaan Terhadap Anak
Perusahaan
a. Status Hukum Perusahaan
Perusahaan-perusahaan yang berada dalam
perusahaan grup dimiliki oleh pemilik modal yang sama
sehingga dapat dikatakan sebagai satu kesatuan
kelompok kegiatan ekonomi. Meskipun dari sudut
kegiatan ekonomi perusahaan dalam grup merupakan
satu kesatuan, namun dari segi yuridis masing-masing
perusahaan anggota grup tersebut mempunyai
karakteristik tersendiri, yaitu masing-masing perusahaan
yang bergabung dalam perusahaan grup adalah
merupakan badan hukum-badan hukum yang berdiri
sendiri. Yang memiliki kewajiban dan tanggungjawab
secara tersendiri.
Bahan Hukum Sekunder
6
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana
Persada. 2010). Hlm.35
9
Ibid. Hlm. 143
7
Ashofa Burhan. 2000. Metode Penelitian Hukum. (Jakarta:
Renika Cipta. 2000). Hlm. 33
8
Peter Mahmud Marzuki. Op.Cit. Hlm. 93
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
10
11
Ibid. Hlm. 165
Ibid. Hlm.171
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
Perusahaan dalam hal ini perseroan terbatas,
pendiriannya diatur didalam KUHD dan UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (PT), harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Sebagai syarat formil, yang diatur dalam Pasal 7 hingga
Pasal 14 UU PT.
PT harus didirikan dengan akta otentik di
muka notaris yang dibuat menggunakan bahasa
Indonesia. Meskipun demikian PT tersebut belum
menjadi suatu badan hukum. Untuk mendapatkan
kedudukan badan hukum, akta pendirian tersebut
disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri untuk
mendapatkan pengesahannya. Jadi jelaslah, bahwa
kedudukan badan hukum baru diperoleh dengan adanya
pengesahan dari Menteri. Pasal 9 ayat (1) menjelaskan
bahwa pendiri bersama- sama mengajukan permohonan
melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi
badan hukum secara elektronik kepada Menteri dengan
mengisi format isian yang memuat:
a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b. jangka waktu berdirinya Perseroan;
c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal
disetor;
e. alamat lengkap Perseroan.
Pasal 38 KUHD
Akta perseroan itu harus dibuat dalam
bentuk otentik dengan ancaman akan
batal. Para persero diwajibkan untuk
mendaftarkan
akte
itu
dalam
keseluruhannya beserta izin yang
diperolehnya dalam register yang
diadakan untuk itu pada panitera raad
van justice dari daerah hukum tempat
kedudukan perseroan itu, dan
mengumumkannya dalam surat kabar
resmi. Segala sesuatu yang tersebut
diatas berlaku terhadap perubahanperubahan dalam syarat-syarat, atau
pada perpanjangan waktu perseroan.
Pengesahan harus diberikan jika perseroan itu tidak
berlawanan dengan kesusilaan yang baik atau dengan
ketertiban umum, dan untuk selainnya pun tiada
keberatan yang penting terhadap pendiriannya.
Sedangkan akta pendiriannya pula tidak memuat
ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan segala
apa yang diatur dalam Pasal 38 KUHD. Dimana Pasal
38 KUHD menjelaskan bahwa akta perseroan itu harus
dibuat dalam bentuk otentik.
Ditinjau dari status hukumnya, perusahaan
dibedakan menjadi dua (2) jenis, pertama perusahaan
yang berstatus badan hukum (meliputi PT, koperasi,
yayasan), dan perusahaan yang tidak berstatus badan
hukum (meliputi perusahaan perseorangan, firma/Fa,
Persekutuan Komanditer/CV). Dasar hukum dari status
badan hukum PT tersebut tercantum di dalam Pasal 1
angka (1) UUPT, sebagai berikut:
Perseroan
Terbatas,
yang
selanjutnya disebut perseroan,
adalah badan hukum yang
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
4
merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya
terbagi
dalam
saham
dan
memenuhi
persyaratan
yang
ditetapkan dalam undang-undang
ini serta peraturan pelaksanaannya.
Pasal 7 angka (4)
Perseroan memperoleh status
badan hukum pada tanggal
diterbitkannya keputusan menteri
mengenai
pengesahan
badan
hukum Perseroan.
Sejak PT berstatus sebagai badan hukum,
maka hukum memperlakukan PT sebagai perusahaan
mandiri yang dapat bertanggung jawab sendiri atas
perbuatan PT. Tinggal persoalannya sekarang adalah
kapan PT mulai berstatus sebagai badan hukum? Di
dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT ditentukan bahwa
perseroan memperoleh status badan hukum setelah Akta
Pendirian disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
Pengesahan akta pendirian ini tidak hanya semata-mata
sebagai kontrol administrasi atau wujud campur tangan
pemerintah terhadap dunia usaha, tetapi juga dalam
rangka tugas umum pemerintah untuk menjaga
ketertiban dan ketenteraman usaha, serta dicegahnya
hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan umum
dan kesusilaan.
Pasal 7 ayat (4) UUPT itu merupakan dasar hukum
mulainya status badan hukum PT. Dengan demikian, ini
adalah suatu kepastian hukum yang diberikan UUPT
bahwa PT berstatus sebagai badan hukum sejak setelah
akta pendirian PT disahkan oleh Menteri.
Berdasarkan uraian diatas, maka sebuah perusahaan
berbentuk PT dapat dikatakan sebagai badan hukum,
dan dapat melakukan perbuatan hukum apabila telah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu Pasal 7 UUPT.
b. Perbedaan Status Hukum Induk Perusahaan dengan
Anak Perusahaan
Anak perusahaan dalam urusan bisnis adalah sebuah
perusahaan yang dikendalikan oleh sebuah perusahaan yang
terpisah yang lebih tinggi. Perusahaan yang dikendalikan
oleh perusahaan yang lebih tinggi disebut induknya atau
induk perusahaan. Sebuah perusahaan induk tidak harus
menjadi perusahaan lebih besar atau "lebih kuat", itu
mungkin bagi perusahaan induk untuk lebih kecil dari anak
perusahaan, atau orangtua dapat lebih besar dari beberapa
atau seluruh anak perusahaannya (jika memiliki lebih dari
satu).
Induk perusahaan dan anak perusahaan tidak selalu
harus beroperasi di lokasi yang sama, atau mengoperasikan
bisnis yang sama, tetapi juga mungkin bahwa mereka bisa
bersaing di pasar. Juga, karena perusahaan induk dan anak
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
perusahaan adalah entitas yang terpisah, sangatlah mungkin
untuk salah satu dari mereka untuk terlibat dalam proses
hukum, kepailitan, kenakalan pajak, dakwaan dan/atau
dalam penyelidikan, sementara yang lain tidak.12
Dalam hal status hukum, induk perusahaan dan anak
perusahaan dalam hal status badan hukumnya tidak memiliki
perbedaan yang sangat signifikan. Karena sebagai anak
perusahaan yang telah didirikan, didaftarkan dan
diumumkan sebagaimana telah diatur dalam UUPT pada
BAB II Tentang Pendirian, Anggaran Dasar dan Perubahan
Anggaran Dasar, Daftar Perseroan dan Pengumuman, Pasal
7 hingga Pasal 14.
Perusahaan perseroan didirikan berdasarkan perjanjian
antara dua (2) orang atau lebih yang dibuat dalam bahasa
Indonesia dengan akta notaris. Akta pendirian tersebut
memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan
dengan pendirian perseroan. Perusahaan perseroan dapat
dikatakan sebagai badan hukum, apabila telah didaftarkan
dan disahkan kepada Menteri Hukum dan HAM,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) yaitu
“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal
diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan
badan hukum Perseroan.”
Anak perusahaan yang telah disahkan oleh Menteri
Hukum dan HAM, maka anak perusahaan tersebut dapat
dikatakan sebagai perusahaan yang mandiri. Mandiri yang
dimaksud diatas adalah dapat mengelola dan mengatur
semua urusan dalam perusahaan, tanpa adanya campur
tangan dari induk perusahaan.
Perusahaan holding yang merupakan suatu badan
hukum (legal entity) yang mandiri dan terpisah dengan
badan hukum lainnya, maka anak perusahaan juga pada
umumnya berbentuk Perseroan Terbatas, yang tentu juga
mempunyai kedudukan yang mandiri. Sebagai badan hukum,
maka anak perusahaan merupakan penyandang hak dan
kewajiban sendiri. Dan juga mempunyai kekayaan sendiri,
yang terpisah secara yuridis dengan harta kekayaan
pemegang sahamnya. Tidak kecuali apakah pemegang
sahamnya itu merupakan perusahaan holding ataupun
tidak13.
Berdasarkan prinsip kemandirian badan hukum
tersebut, maka pada prinsipnya secara hukum (yang
konvensional),
maka
perusahaan
holding
dalam
kedudukannya sebagai induk perusahaan tidak punya
kewenangan hukum untuk mencampuri manajemen dan
policy anak perusahaan. Menurut teori ilmu hukum (yang
konvensional) maka keterlibatan perusahaan holding
terhadap bisnisnya anak perusahaan hanya dimungkinkan
dalam hal-hal sebagai berikut:
(a) Melalui direktur dan komisaris yang diangkat oleh
perusahaan holding sebagai pemegang pemegang
saham,sejauh tidak bertentangan dengan anggaran dasar
perusahaan.
12
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_perusahaan. Tanggal 31
Januari Pukul: 15.52
13
http://kuliahonline.unikom.ac.id/?listmateri/
&detail=2966&file=/ANAK-PERUSAHAAN.html
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
5
(b) Melalui hubungan yang kontraktual. Juga sejauh tidak
bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan14.
Anak perusahaan dapat menjalankan perusahaan
sebagaimana perusahaan mandiri melakukan bisnis usahanya
dan mengembangkannya untuk mendapatkan keuntungan
bagi perusahaan dan pemegang saham, tanpa ada campur
tangan dari induk perusahaan.
2. Hubungan Hukum Induk Perusahaan dengan Anak
Perusahaan
Induk perusahaan dengan anak perusahaan
memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan.
Keberadaan anak perusahaan tidak dapat lepas dari
adanya induk perusahaan. Jika tidak ada induk
perusahaan, maka tidak akan mungkin akan lahir sebuah
anak perusahaan. Hubungan hukum tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
2.1. Hak dan Kewajiban Induk Perusahaan
Klasifikasi induk perusahaan tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai kriteria berupa
tinjauan dari keterlibatannya dalam berbisnis,
keterlibatannya dalam hal pengambilan keputusan, dan
keterlibatan dalam hal equity.15
A. Ditinjau dari segi keterlibatan perusahaan induk
dalam berbisnis
Apabila dipakai sebagai kriterianya berupa
keterlibatan perusahaan induk dalam berbisnis sendiri
(tidak lewat anak perusahaan), maka perusahaan induk
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(a) Perusahaan induk semata-mata
Jenis perusahaan induk semata-mata ini
secara de facto tidak melakukan bisnis sendiri
dalam praktek, terlepas dari bagaimana
pengaturan dalam anggaran dasarnya. Sebab,
jarang ada anggaran dasar perusahaan yang
menyebutkan bahwa maksud dan tujuan
perusahaan
semata-mata
untuk
menjadi
perusahaan induk. Akan tetapi disebutkan bahwa
perusahaan induk tersebut mempunyai maksud
dan tujuan umumnya di berbagai bisnis. Jadi
perusahaan induk semata-mata sebenarnya
memang dimaksudkan hanya untuk memegang
saham dan mengontrol anak perusahaannya.
Tidak lebih dari itu.
(b) Perusahaan induk beroperasi
Berbeda dengan perusahaan induk sematamata, perusahaan induk beroperasi disamping
bertugas memegang saham dan mengontrol anak
perusahaan, juga melakukan bisnis sendiri.
Biasanya perusahaan induk seperti ini memang
dari semula, sebelum menjadi perusahaan induk,
sudah terlebih dahulu aktif berbisnis sendiri.
Sebab, dikhawatirkan akan menjadi masalah jika
14
Ibid.
15
Munir Fuady. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum
Bisnis. (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1999). Hlm. 95
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
dengan menjadi perusahaan induk kemudian
dihentikan usaha bisnisnya yang sudah terlebih
dahulu dilakukannya. Yakni, disamping harus
memenuhi prosedur hukum tertentu yang kadang
tidak mudah jika bisnisnya dihentikan atau
dialihkan kepada pihak lain, apalagi jika banyak
ongoing transaction (transaksi berjalan) dengan
pihak mitra bisnis tersebut. Disamping
kekhawatiran akan menurunnya perkembangan
bisnis jika bisnisnya itu dialihkan ke perusahaan
lain.16
Ditinjau dari segi keterlibatan induk perusahaan
terhadap anak perusahaan dalam berbisnis yaitu untuk
sebagai pemegang saham dan mengontrol anak
perusahaannya, dan memang sebelum menjadi induk
perusahaan, perusahaan telah melakukan bisnis sendiri
hingga usahanya menjadi semakin besar dan berkembang,
sehingga perusahaan itu mendirikan anak perusahaannya.
B. Ditinjau dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan
Dilihat dari faktor sejauh mana perusahaan induk
ikut terlibat dalam pengambilan keputusan oleh anak
perusahaan, maka perusahaan induk dapat dibeda-bedakan
ke dalam dua (2) kategori, yaitu:
1) Induk Perusahaan Investasi
Tinjauan dari perusahaan induk investasi dalam
hal ini memiliki saham pada anak perusahaan sematamata hanya untuk investasi dalam bentuk saham, tanpa
perlu mencampuri soal manajemen dari anak
perusahaan. Biasanya dalam praktek, eksistensi dari
perusahaan induk investasi disebabkan karena faktorfaktor sebagai berikut:
a. Perusahaan induk tidak mempunyai kemauan /
kemampuan / pengalaman / pengetahuan terhadap
bisnis anak perusahaannya;
b. Perusahaan induk hanya memegang saham
minoritas pada anak perusahaan, biasanya
perusahaan induk lebih membiarkan modal dan
saham yang masuk ke dalam anak perusahaan dari
luar induk perusahaan;
c. Mitra usaha dalam anak perusahaan lebih mampu
dan lebih terkenal dalam bidang bisnis usahanya.
17
Contoh induk perusahaan investasi dalam uraian
tersebut diatas, misalnya dalam bidang usaha badan
atau lembaga perasuransian, perbankan, dan lembaga
keuangan lainnya.
2) Induk Perusahaan Manajemen
Berbeda dengan perusahaan induk investasi, pada
perusahaan induk manajemen, keterlibatannya pada
anak perusahaan tidak hanya memegang saham pasif
semata-mata. Tetapi ikut juga mencampuri, atau
setidak-tidaknya memonitor terhadap pengambilan
keputusan bisnis dari anak perusahaan.18
Keterlibatan yang terlalu jauh dari pemilik
perusahaan induk kedalam manajemen anak
16
Ibid.
17
Ibid.
18
Ibid. Hlm. 97.
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
6
perusahaan, berarti kurang memberi kesempatan
kepada anak perusahaan untuk mempunyai direktur
professional yang dapat bekerja secara independen.
Jika misalnya kepada perusahaan induk pun tidak
dipercayakan
manajemennya
kepada
para
professional, maka kemungkinan yang akan terjadi
adalah hal-hal sebagai berikut:
a. Bisnis perusahaan konglomerat tersebut akan
keropos dan mati pelan-pelan atau bahkan mati
mendadak.
b. Para pihak pemilik usaha konglomerat cukup
mampu mengelola bisnisnya, tetapi bisnisnya itu
tidak mampu bertahan sampai ke generasi kedua,
apalagi kegenerasi ketiga. Banyak contoh dalam hal
ini dapat disebutkan. Misalnya musibah-musibah
yang terjadi di awal dekade 90-an, yang menimpa
beberapa grup usaha konglomerat di Indonesia ini.
Jatuhnys grup Summa justru ketika generasi kedua
dari konglomerat astra mulai memegang tampuk
pimpinan. Sebab, dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa eksistensi dari grup Summa merupakan
pemandirian dari sebagian perusahaan/bisnis dari
grup astra. Demikian juga dengan kesulitan
likuiditas grup Mantrust di awal dekade 90-an
tersebut, juga terjadi ketika generasi kedua mulai
naik tahta. Sementara krisis grup Bentoel juga di
awal dekade 90-an terjadi ketika grup tersebut masih
ditangani oleh generasi kedua, sungguhpun grup
Bentoel ini sudah mulai masuk ke generasi ketiga.
Krisis di generasi kedua juga melanda grup Pardede
di Medan, atau grup Gunung Agung di Jakarta.19
Secara yuridis, keterlibatan perusahaan induk
dalam pengambilan keputusan anak perusahaan
dimungkinkan dengan memakai beberapa pola sebagai
berikut :
a. Operasionalisasi hak veto.
b. Ikut serta dalam dewan direksi secara langsung.
c. Ikut serta dalam dewan komisaris.
d. Ikut serta dalam kepengurusan / komisaris secara
tidak langsung.
e. Ikut serta tanpa ikatan yuridis20.
Keterlibatan perusahaan induk dalam pengambilan
keputusan anak perusahaan tersebut, akan diuraikan
satu persatu dari kategori perusahaan induk dimaksud,
yaitu:
(i) Operasional hak veto
Perusahaan
induk
dapat
melakukan
pengawasan terhadap anak perusahaan dengan
menggunakan hak veto yang ada pada perusahaan
induk. Sebagai pemegang saham pada anak
perusahaan, perusahaan induk
secara yuridis
dianggap mempunyai kekuasaan tertinggi, yang
mekanisme dapat dilakukan lewat Rapat Umum
Pemegang Saham (biasa atau luar biasa).
19
Ibid.
20
Ibid.
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
Konsekuensinya, perusahaan induk mempunyai hak
veto yakni apabila;
a) Perusahaan induk memegang saham dalam
jumlah sedemikian rupa, sehingga selalu
memenuhi quorum Rapat Umum Pemegang
Saham dan / atau dapat mengambil keputusan
sendiri berdasarkan suara terbanyak seperti
dimaksudkan
kedalam
anggaran
dasar
perusahaan.
b) Dapat mempengaruhi mitra/mitra-mitranya,
yaitu pemegang saham lainnya untuk berpihak
kepadanya dalam hal pemberian suara.
c) Sungguhpun perusahaan induk misalnya
memegang saham saham minoritas, tetapi oleh
anggaran dasar misalnya memberikan hak veto
kepadanya. UUPT, tidak secara tegas melarang
ataupun membenarkan pemberian “hak veto”
kepada salah satu atau beberapa pemegang
saham tertentu.
Pasal 86 ayat (1)
RUPS dapat dilangsungkan
jika dalam RUPS lebih
dari 1/2 (satu perdua)
bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara
hadir atau diwakili, kecuali
undang - undang dan/atau
anggaran
dasar
menentukan
jumlah
kuorum yang lebih besar.
Menurut Pasal 86 ayat (1) UUPT, tidaklah
dimungkinkan suatu Rapat Umum Pemegang Saham
mengambil keputusan jika suara yang setuju kurang
dari simple majority, dalam hal ini Pasal 86 ayat (1)
tersebut menggunakan istilah “suara terbanyak
biasa.” Tetapi jika penggunaan semacam veto untuk
tetap bertahan pada status quo memang
dimungkinkan oleh pasal tersebut lewat voting
dengan menggunakan suara terbanyak. Hal ini baik
karena ditentukan sendiri dalam anggaran dasar
berdasarkan kemungkinan yang diberikan oleh pasal
86 ayat (1), ataupun terhadap hal-hal yang oleh
Undang-Undang tentang perseroan terbatas telah
ditentukan untuk quorum khusus, seperti Pasal 88
ayat(1) tentang perubahan anggaran dasar.
Disamping itu, dengan dibukanya system saham
tanpa hak suara, maka pemberlakuan hak veto
kepada pemegang saham tertentu kembali terbuka,
dengan tidak memberi hak suara kepada pemegang
saham lainnya.
(ii) Ikut serta dalam dewan direksi secara langsung.
Mungkin juga dan memang sering terjadi bahwa
direktur utama dan/atau salah seorang direktur dari
anak perusahaan dipegang oleh direktur perusahaan
induk ataupun para nominee (calon pimpinan)
mereka. Konsekuensinya, perusahaan induk pemilik
grup usaha konglomerat dapat secara langsung
mendikte jalannya bisnis anak perusahaan.
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
7
Pola keikutsertaan dalam dewan direksi atau
dewan komisaris ini banyak terjadi pada grup usaha
konglomerat di Indonesia saat ini, sehingga
menimbulkan fenomena sebagai berikut:
1. manajemen one man show;
2. manajemen perusahaan keluarga;
3. manajemen tertutup;
4. usaha konglomerat sulit bertahan sampai ke
generasi selanjutnya.
(iii) Ikut serta dalam dewan komisaris.
Dapat juga usaha memantau jalannya bisnis
anak perusahaan dengan cara direktur / komisaris /
pemilik perusahaan induk duduk sebagai presiden
komisaris / anggota komisaris, akhirnya para
pemegang saham sebagai pemutus terakhir,
keikutsertaan dalam board komisaris tersebut sudah
sangat merepotkan direktur perusahaan jika misalnya
akan dilakukan bisnis yang bertentangan dengan
kehendak komisaris.
(iv) Ikut serta dalam kepengurusan / komisaris secara
tidak langsung
Tidak jarang pula para pemilik tidak langsung
menduduki jabatan di dewan direksi / komisaris,
tetapi
hanya
mengangkat
orang-orang
kepercayaannya (nominee), baik mereka yang
berhubungan tali keluarga atau tidak. Mereka inilah
yang menduduki jabatan sebagai direktur atau
komisaris dari anak perusahaan. Sebagai nominee,
mereka selalu tunduk dan patuh kepada atasan,
karena itu pula selalu menjalankan kewajibannya
sesuai dengan kehendak atasannya itu, yang dalam
hal ini adalah perusahaan induk.
(v) Ikut serta tanpa ikatan yuridis
Terutama jika pemilik induk perusahaan
perorangan cukup punya nama dan disegani, maka
sungguh dia tidak ikut dalam board (direksi atau
komisaris), tetapi dia selalu dapat mendikte jalannya
anak perusahaan. Dalam hal ini direksi dan komisaris
terpaksa menuruti kehendak pemilik induk
perusahaan, karena:
a) Adanya ikatan moral, dan/atau
b) Demi melestarikan kedudukannya sebagai board,
sebab sewaktu-waktu dapat saja diberhentikan
dari jabatannya oleh Rapat Umum Pemegang
Saham, dimana pemilik induk perusahaan sebagai
pemegang saham mayoritas yang dapat sangat
mungkin untuk mendikte rapat21.
C.Ditinjau dari segi keterlibatan equity
Keterlibatan perusahaan induk dalam equity dari anak
perusahaan, dapat dibagi dalam:
1) Perusahaan Induk Afiliasi;
2) Perusahaan Induk Subsidiari;
3) Perusahaan Induk non Kompetitif;
4) Perusahaan Induk kombinasi22.
Berikut ini akan dijelaskan satu persatu dari masingmasing kategori tersebut diatas:
21
Ibid. Hlm. 101.
22
Ibid. Hlm. 102
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
1) Perusahaan Induk Afiliasi
Dalam hal ini perusahaan induk memegang saham pada
anak perusahaan tidak sampai 51% dari saham anak
perusahaan.
2) Perusahaan Induk Subsidiari
Pada perusahaan induk subsidiary, perusahaan induk
memiliki saham pada anak perusahaan sampai 51%
atau lebih. Sehingga kedudukan perusahaan induk bagi
anak perusahaan sangat menentukan.
3) Perusahaan Induk non Kompetitif
Dengan perusahaan induk non kompetitif, dimaksudkan
setiap perusahaan induk yang memiliki saham tidak
sampai 51% tetapi tetap tidak kompetitif dibandingkan
dengan pemegang saham lainnya. Hal ini dapat terjadi
dalam hal-hal sebagai berikut:
(i) Jika pemegang saham lebih dari dua pihak, sehingga
sungguh perusahaan induk tidak sampai memegang
saham 51%, tetapi presentasenya masih yang
terbesar dibandingkan dengan masing-masing
pemegang saham lainnya.
(ii) Perusahaan induk memegang saham lebih kecil dari
pemegang saham lainnya, tetapi perusahaan induk
mempunyai hubungan tertentu secara kontraktual
dengan pemegang saham pihak lain yang
digadaikan/difidusiakan kepada perusahaan induk.
(iii) Perusahaan induk, minoritas, tetapi diberikan hak
veto oleh anggaran dasar anak perusahaan.
4) Perusahaan Induk kombinasi
Jenis perusahaan induk selanjutnya, yang justru
kebanyakan terdapat dalam praktek adalah jenis
kombinasi, yakni kombinasi antara perusahaan induk
afiliasi, subsidiary dan non kompetitif seperti tersebut
diatas. Dalam hal ini, suatu perusahaan induk memiliki
saham pada beberapa anak perusahaan sekaligus,
dimana ada yang memegang saham sampai 51% atau
lebih, dan ada yang kurang dari 51%, kompetitif atau
non kompetitif. Dan dinamika dari kepemilikan saham
oleh perusahaan induk dalam praktek juga tidak stabil.
Suatu ketika menjadi subsidiary, tetapi pada suatu
ketika berubah menjadi afiliasi. Demikian juga
sebaliknya23.
Ditinjau dari segi keterlibatan equity. Induk
perusahaan berhak dan bertanggung jawab atas anak
perusahaan sebesar persentase kepemilikan saham yang
dimiliki oleh induk perusahaan saja. Tidak lebih dan
tidak kurang.
2.2. Hak dan Kewajiban Anak Perusahaan
Kedudukan anak perusahaan dapat ditelaah dan ditinjau
dari kemandirian perusahaannya. Dalam arti sejauh mana
anak perusahaan dapat mempertahankan kemandiriannya
dari ikut campurnya pihak perusahaan holding, baik dalam
posisinya sebagai induk perusahaan, maupun dalam
kedudukannya sebagai pemegang saham pada anak
perusahaan. Untuk itu akan ditinjau kedudukan anak
perusahaan sebagai badan hukum mandiri.
Pasal 1 ayat (3) UUPT
23
Ibid. Hlm. 103
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
8
Tanggung
Jawab
Sosial
dan
Lingkungan
adalah
komitmen
Perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan
guna
meningkatkan
kualitas
kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi Perseroan
sendiri,
komunitas setempat,
maupun masyarakat pada umumnya.
Selain bertanggung jawab meningkatkan mutu kualitas
perusahaan, juga bertanggung jawab untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat disekitarnya dengan membuka
lapangan pekerjaan. Sehingga membantu pemerintah dalam
mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.
Seperti juga perusahaan induk yang merupakan suatu
badan hukum (legal entity) yang mandiri dan terpisah
dengan badan hukum lainnya, maka anak perusahaan juga
pada umumnya berbentuk Perseroan Terbatas, yang tentu
juga mempunyai kedudukan yang mandiri. Sebagai badan
hukum, maka anak perusahaan merupakan penyandang hak
dan kewajiban sendiri. Dan juga mempunyai kekayaan
sendiri, yang terpisah secara yuridis dengan harta kekayaan
pemegang sahamnya. Tidak kecuali apakah pemegang
sahamnya itu merupakan perusahaan induk ataupun tidak24.
Berdasarkan prinsip kemandirian badan hukum
tersebut, maka pada prinsipnya secara hukum (yang
konvensional),
maka
perusahaan
holding
dalam
kedudukannya sebagai induk perusahaan tidak punya
kewenangan hukum untuk mencampuri manajemen dan
policy anak perusahaan. Menurut teori ilmu hukum (yang
konvensional) maka keterlibatan perusahaan induk terhadap
bisnisnya anak perusahaan hanya dimungkinkan dalam halhal sebagai berikut:
1. Melalui direktur dan komisaris yang diangkat oleh
perusahaan holding sebagai pemegang pemegang
saham,sejauh tidak bertentangan dengan anggaran
dasar perusahaan.
2. Melalui hubungan yang kontraktual. Juga sejauh tidak
bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan25.
Melalui pendekatan ekonomi suatu kelompok
perusahaan dianggap merupakan suatu kesatuan, maka lain
halnya apabila dilakukan pendekatan dari segi hukum. Ilmu
hukum (yang konvensional) mengajarkan bahwa sebagai
badan hukum, maka masing-masing anak perusahaan
maupun perusahaan induknya berkedudukan terpisah atau
sama lain. Walaupun dicari benang merah yang
menghubungkan satu anak perusahaan dengan anak
perusahaan lainnya, ataupun dengan perusahaan induk,
kemungkinan hanya melalui kedudukan dan peran yang
dimainkan oleh para pemegang sahamnya. Yakni lewat
mekanisme Rapat Umum Pemegang saham, yang secara
yuridis memang mempunyai kedudukan tertinggi dan
menentukan dalam suatu perusahaan. Atau dapat juga
benang merah tersebut diciptakan lewat ikatan-ikatan
24
http://kuliahonline.unikom.ac.id/?
listmateri/&detail=2966&file=/ANAK-PERUSAHAAN.html
25
Ibid.
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
kontraktual yang bersifat temporer, sejauh tidak
bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan26.
Pasal 12 ayat (1) UUPT
Perbuatan hukum yang berkaitan
denga n kepemilikan saham dan
penyetorannya yang dilakukan oleh
calon pendiri sebelum Perseroan
didirikan,
harus
dicantumkan
dalam akta pendirian.
Pasal 12 ayat (1) UU PT menyatakan bahwa perbuatan
hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan
penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum
Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta
pendirian. Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dapat menimbulkan hak dan
kewajiban bagi para pihak yang mengikatkan diri dalam akta
pendirian persero.
Struktur organisasi dan tanggung jawab badan hukum
pada perseroan terbatas berdasarkan UU PT dibawah ini:
1) Rapat Umum Pemegang Saham
Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut
RUPS adalah organ perseroan yang memegang
kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang
segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi
atau komisaris. RUPS terbagi atas rapat umum
pemegang saham biasa dan rapat umum pemegang
saham luar biasa.
2) Direksi
Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Organ direksi
dipilih oleh RUPS dan karenanya harus pula
bertanggung jawab kepada RUPS.
3) Komisaris
Organ komisaris menurut ketentuan perundangundangan berlaku adalah organ perseroan yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau
khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam
menjalankan perseroan. Karena disamping organ
direksi ada organ komisaris, maka system seperti ini
sering disebut dengan system “dewan ganda”.27
Anak
perusahaan
bertanggungjawab
sebagai
perusahaan yang mandiri atas semua perbuatan hukum
perusahaan, dan terpisah dengan badan hukum lainnya, baik
itu induk perusahaan yang kedudukannya sebagai pemegang
saham, maupun sebagai perusahaan holding.
3. Akibat Hukum Kepailitan Induk Perusahaan
Terhadap Anak Perusahaan
Perusahaan yang menderita kerugian, menyebabkan
perusahaan tersebut tidak dapat membayar utang kepada
26
kreditor sesuai dengan perjanjian. Sehingga para kreditor
dapat mengajukan permohonan kepailitan kepada
Pengadilan Niaga. Kepailitan perusahaan memberikan
dampak yang cukup signifikan terhadap kondisi mikro yaitu
internal perusahaan tersebut misalnya banyak karyawan
yang di PHK sehingga berdampak kepada kondisi makro
ekonomi yang mengakibatkan banyaknya pengangguran di
Indonesia dan menimbulkan semakin banyak tindakan
kriminal.
3.1. Akibat Hukum Bagi Pemegang Saham Minoritas
Pemegang saham adalah seseorang atau badan hukum
yang secara sah memiliki satu atau lebih saham pada
perusahaan. Para pemegang saham adalah pemilik dari
perusahaan tersebut. Perusahaan yang terdaftar dalam bursa
efek berusaha untuk meningkatkan harga sahamnya. Konsep
pemegang saham adalah sebuah teori bahwa perusahaan
hanya memiliki tanggung jawab kepada para pemegang
sahamnya dan pemiliknya, dan seharusnya bekerja demi
keuntungan mereka.
Pasal 3 ayat (1) UU PT
Pemegang saham Perseroan tidak
bertanggung jawab
secara
pribadi atas perikatan yang
dibuat atas nama Perseroan dan
tidak bertanggung jawab atas
kerugian Perseroan melebihi
saham yang dimiliki.
Menurut Pasal 3 ayat (1) UU PT, pemegang saham
tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang
dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab
atas kerugian perseroan yang melebihi nilai saham yang
telah diambil. Inilah ciri utama dari perseroan terbatas
sebagai badan hukum yang mempunyai status persona in
judicio. Namun, dalam hal ini para pemegang saham
bukannya tidak bertanggung jawab sama sekali dengan harta
kekayaan perseroan sendiri. Manakala harta kekayaan
perseroan tidak mencukupi, maka cukuplah dengan harta
kekayaan persero yang ada28.
Pemegang saham diberikan hak khusus tergantung
dari jenis saham yang dimiliki, termasuk hak untuk
memberikan suara (biasanya satu suara per saham yang
dimiliki) dalam hal seperti pemilihan dewan direksi, hak
untuk pembagian dari pendapatan perusahaan, hak untuk
membeli saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan, dan
hak terhadap aset perusahaan pada saat likuidasi perusahaan.
Namun, hak pemegang saham terhadap aset perusahaan
berada di bawah hak kreditor perusahaan. Ini berarti bahwa
pemegang saham biasanya tidak menerima apa pun bila
suatu perusahaan yang dilikuidasi setelah kebangkrutan (bila
perusahaan tersebut memiliki lebih untuk membayar
kreditornya, maka perusahaan tersebut tidak akan bangkrut),
meskipun sebuah saham dapat memiliki harga setelah
kebangkrutan bila ada kemungkinan bahwa hutang
perusahaan akan direstrukturisasi29.
Ibid.
28
27
Johannes Ibrahim. Hukum Organisasi Perusahaan.
(Bandung: PT. Refika Aditama. 2006). Hlm. 66
Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas.
(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. 2001). Hlm. 212.
29
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
9
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemegang_saham
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
Pemegang saham minoritas adalah pihak-pihak yang
memiliki saham dalam suatu perusahaan dalam jumlah yang
terbatas atau sedikit. Pada umumnya pemegang saham
minoritas tidak memiliki kedudukan dalam perusahaan baik
sebagai direksi maupun komisaris. Meski demikian
pemegang saham minoritas tetaplah bagian dari perusahaan
yang juga memiliki hak-hak atas perusahaan, oleh karena itu
pemegang saham minoritas juga perlu untuk mengetahui
kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan maupun
mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya,akan tetapi
pada kenyatannya yang terjadi perusahaan seringkali
memandang sebelah mata akan keberadaan pemegang saham
minoritas dan melanggar hak-hak pemegang saham
minoritas sehingga kepentingan dari pemegang saham
minoritas tidak terlindungi30.
Hal ini menyebabkan kelompok pemegang saham
mayoritas cenderung menguasai pengelolaan perusahaan
joint venture. Dalam Pasal 62 UU PT, bentuk perlindungan
hukum bagi pemegang saham minoritas ini ditempuh melalui
hak perseorangan dan hak derivative (perjanjian penukaran
pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari
produk yang menjadi acuan pokok) atas tindakan direksi,
komisaris, dan atau pemegang saham mayoritas yang diduga
merugikannya.
Dalam perusahaan perseroan direksi merupakan pihak
yang paling memiliki peranan penting, baik dalam mengatur
perusahaan, mengelola maupun untuk memajukannya.
Setiap jabatan memiliki tugas dan kewajiban serta
wewenang. Direksi bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di
luar pengadilan (persona standi in judicio) setiap anggota
direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
Anggota direksi juga bertanggung jawab secara penuh
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya. Dengan ketentuan mengenai tugas direksi seperti
ini maka direksi mempunyai dua tugas terhadap perseroan
(dan pemegang sahamnya) yaitu duty of loyalty dan duty of
care. Berdasarkan fungsinya, pada dasarnya direksi
menjalankan kepentingan-kepentingan para pemegang
saham termasuk untuk secara terus menerus dan sekuat
tenaga mengelola perseroan dengan baik untuk mencapai
tujuan perseroan, termasuk dalam pengurus ini adalah
memberitahu
para
pemegang
saham
mengenai
perkembangan perseroan, meskipun kemudian informasi
yang diberikan oleh perseroan tersebut digunakan untuk
melakukan pengambilan keputusan keluar dari perseroan31.
Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh
2 (dua) prinsip penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas
dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh
perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada
30
http://www.researchgate.net/publication/42354741_
Tinjauan_Terhadap_Perlindungan_Pemegang_Saham_Minoritas_Di_dala
m_Perusahaan_Go_Public
31
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com
_content&view=article&id=224&Itemid=224
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
10
kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of
skill and care). Kedua prinsip ini menuntut direksi untuk
bertindak secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik,
semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan.
Masalah pertanggungjawaban direksi diatur dalam
ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas di
bawah ini:
Pasal 97
(1) Setiap anggota direksi wajib dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan
dan usaha perseroan.
(3) Setiap anggota direksi bertanggung
jawab penuh secara pribadi apabila
yang bersangkutan bersalah dan lalai
menjalankan tugasnya sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud
ayat (1).
(6) Atas nama persero, pemegang saham
yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu per sepuluh) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara sah
dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Negeri terhadap anggota
direksi yang karena atau kelalaiannya
menimbulkan
kerugian
pada
perseroan.
Penjelasan umum UU PT, berkali-kali dijelaskan
bahwa dalam menyusun undang-undang ini sangat
diperhatikan untuk memberikan perlindungan kepada
pemegang saham minoritas. Sebagaimana kita ketahui dalam
setiap pengambilan keputusan dalam PT berlaku asas
pemungutan suara (voting). Dalam hubungan ini maka akan
menjadi sangat lebih kedudukan seorang pemegang saham
yang persentase dari saham yang dimilikinya lebih besar dari
pemegang saham lainnya. Dalam hubungan inilah memang
diperlukan adanya mekanisme yang melindungi kepentingan
pemegang saham minoritas yang bisa tertindas.32
Pasal 62 ayat (1) UUPT
Setiap pemegang saham berhak meminta
kepada perseroan agar sahamnya dibeli
dengan harga yang wajar, apabila yang
bersangkutan tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang
saham atau perseroan, berupa:
a. Perubahan anggaran dasar;
b. Penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian
besar atau seluruh kekayaan perseroan atau
c. Penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan
perseroan.
Pasal 61 UU PT
(1) Setiap pemegang saham berhak mengajukan
gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan
negeri apabila dirugikan karena tindakan
32
Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas.
(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. 2001). Hlm. 216.
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa
alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS,
Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
diajukan ke pengadilan
negeri yang daerah hukumnya
meliputi
tempat
kedudukan
Perseroan.
Menurut Pasal 61 ayat (2) UU PT, setiap pemegang
saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke
Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan
perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar
sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau Dewan
Komisaris. Para pemegang saham minoritas yang biasanya
dirugikan akibat adanya kepailitan terhadap perusahaan,
baik induk perusahaan maupun anak perusahaan, berhak
mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan
Negeri, apabila dirasa tindakan perusahaan dianggap tidak
adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS.
3.2. Akibat Hukum Bagi Manajemen Perusahaan
Pada dasarnya Manajemen operasi merupakan salah
satu fungsi di dalam perusahaan, dimana perusahaan besar
pada umumnya memisahkan setiap fungsi ke dalam
departemen yang terpisah, setiap fungsi memiliki tanggung
jawab tertentu sesuai dengan tugasnya. Masing-masing
fungsi dalam perusahaan saling berhubungan. Oleh karena
itu kerja sama, koordinasi dan komunikasi yang efektif
sangat penting dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Dalam pelaksanaan operasional Holding Company tentu
perlu dilakukan kajian lebih mendalam dari berbagai aspek
keterkaitan struktural antara Holding Company dan anak
perusahaan harus diatur dalam mekanisme dan sistem yang
tertata dengan baik. Holding Company merupakan suatu
perusahaan dalam kondisi yang baik secara finansial
kemudian membeli saham-saham dari perusahaan lain, atau
terjadi pengambilalihan kekuasaan dan kekayaan dari suatu
perusahaan ke holding company.
Kepailitan berarti sita umum atas semua kekayaan
seseorang atau badan usaha yang mempunyai utang karena
perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka
pengadilan, yang pengurusan dan pemberesan utangnya
dilakukan oleh Kurator atau Balai Harta Peninggalan yang
diusulkan oleh pemohon pernyataan pailit dan diangkat oleh
Pengadilan di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Sejak
pernyataan pailit diucapkan, maka debitor demi hukum
kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta
debitor tersebut, yang pengurusannya beralih ke kurator.
Serta segala tuntutan hukum di Pengadilan yang bertujuan
untuk memperoleh pemenuhan piutang menjadi gugur demi
hukum, termasuk pula terhadap segala penetapan
pelaksanaan putusan Pengadilan harus dihentikan.33
Pengaturan peringkat dalam hal penerimaan
pembayaran piutang dari harta pailit, yaitu kreditor separatis
diantaranya : pertama kreditor pemegang jaminan dengan
hipotek, gadai, fidusia, dan hak tanggungan), kedua hak
Negara berupa pajak, kantor lelang, dan badan umum yang
dibentuk Pemerintah untuk didahulukan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1134 ayat (2) dan Pasal 1137 KUH
Perdata serta Pasal 21 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Lalu, kreditor preferens yaitu orang yang mempunyai
piutang karena undang-undang atau karena adanya hak
istimewa, dan kreditor konkuren yaitu orang yang
mempunyai piutang tanpa adanya hak khusus.34
Utang yang lahir karena adanya putusan pengadilan,
pada umumnya disebabkan karena perintah undang-undang
akibat adanya sengketa hak, misalnya hak atas kekurangan
upah buruh dan pembayaran uang pesangon atau suatu
pembayaran yang diharuskan oleh ketentuan undang-undang
yang dapat disebut hak istimewa. Setiap kreditor dapat
mengajukan permohonan pernyataan pailit, termasuk pula
buruh yang berhak atas suatu pembayaran yang diputuskan
oleh pengadilan, akibat dari tindakan debitor yang tidak
bersedia atau tidak mampu melaksanakan putusan
pengadilan. Namun, kreditor yang mengajukan permohonan
pernyataan pailit terhadap debitor, tidaklah mempengaruhi
peringkat penerimaan pembayaran piutang dari harta pailit.35
Pasal 95 ayat (5) UU Ketenagakerjaan
Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau
dilikuidasi berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, maka upah dan hak- hak
lainnya dari pekerja / buruh merupakan utang
yang didahulukan pem - bayarannya.
Buruh selaku kreditor preferens, kedudukannya
berada di bawah kreditor separatis, sehingga jikalau seluruh
harta debitor telah dijadikan agunan dan dikuasai oleh para
kreditor separatis, hal tersebut dapat berakibat buruh tidak
memperoleh apapun, walaupun dalam Pasal 95 ayat (4)
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, upah dan hak-hak lainnya dari buruh
merupakan utang yang didahulukan pembayarannya
daripada utang lainnya, dalam hal perusahaan dinyatakan
pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Berbeda dengan kreditor separatis
yang dapat dengan mudahnya mengambil haknya,
sebaliknya buruh mempunyai kesulitan dalam mendapatkan
haknya yang telah mendapatkan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap (inkraacht van gewijsde).
Pelaksanaan terhadap putusan pengadilan yang memberikan
hak terhadap buruh, masih diatur oleh H.I.R (Herziene
Indonesisch Reglement) dan Kitab Undang-undang Hukum
Acara Perdata, sebagaimana perintah Pasal 57 Undangundang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial:
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan
Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali
yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini.
34
Ibid.
35
Ibid.
33
http://kspsi-art.blogspot.com/2011/03/hukum-kepailitan-vshukum-perburuhan.html Tanggal 24 Nopember Pukul 20.59
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
11
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
12
Kesimpulan
Daftar Bacaan
1. Perusahaan perseroan didirikan berdasarkan perjanjian
antara dua (2) orang atau lebih yang dibuat dalam bahasa
Indonesia dengan akta notaris. Akta pendirian tersebut
memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan
dengan pendirian perseroan. Perusahaan perseroan dapat
dikatakan sebagai badan hukum, apabila telah
didaftarkan dan disahkan kepada Menteri Hukum dan
HAM, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
Anak perusahaan yang telah disahkan oleh Menteri
Hukum dan HAM, berarti anak perusahaan tersebut
dapat dikatakan sebagai perusahaan yang mandiri.
Mandiri yang dimaksud diatas adalah dapat mengelola
dan mengatur semua urusan dalam perusahaan, tanpa
adanya campur tangan dari induk perusahaan.
2. Hubungan hukum induk perusahaan dengan anak
perusahaan sebagai pemegang saham, sebagai induk
perusahaan yang ikut terlibat dalam bisnis anak
perusahaannya, dan sebagai induk perusahaan yang
terlibat dalam pengambilan keputusan oleh anak
perusahaan.
3. Akibat hukum dari kepailitan induk perusahaan terhadap
anak perusahaan adalah berdampak bagi pemegang
saham minoritas dan manajemen perusahaan. Pemegang
saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah
diambil. Pemegang saham diberikan hak khusus
tergantung dari jenis saham yang dimiliki, termasuk hak
untuk memberikan suara dalam hal pemilihan dewan
direksi, hak untuk pembagian dari pendapatan
perusahaan, hak untuk membeli saham baru yang
dikeluarkan oleh perusahaan, dan hak terhadap aset
perusahaan pada saat likuidasi perusahaan. Akibat
hukum bagi manajemen perusahaan, sejak adanya
putusan pailit dari pengadilan niaga, maka bisnis dan
usaha perusahaan tersebut telah dihentikan. Dengan kata
lain, perusahaan tersebut ditutup dan manajemen
perusahaan juga dihentikan.
Buku
Ashofa Burhan. 2000. Metode Penelitian Hukum. Jakarta:
Renika Cipta.
C.T.S Kansil dan Christine S. T. Kansil. 1996. Hukum
Perusahaan Indonesia.Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
Gatot Supramono. 1996. Hukum Perseroan Terbatas. Tegal:
Djambatan.
Iswi Hariyani dan R. Serfianto. 2010. Bebas Jeratan Utang
Piutang. Jogjakarta: Pustaka Yustisia.
__________________________. 2010.Buku Pintar Hukum
Bisnis Pasar Modal. Jakarta: Transmedia Pustaka.
Johannes Ibrahim. 2006. Hukum Organisasi Perusahaan,
Pola Kemitraan dan Badan Hukum. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Marcel Go. 1992. Manajemen Group Bisnis. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Munir Fuady. 1996. Hukum Bisnis Dalam Teori Dan
Praktek.Buku Kesatu.Bandung: PT Citra Aditya
Bakti.
M. Yahya Harahap. 2009. Hukum Perseroan Terbatas.
Jakarta: SInar Grafika.
Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta:
Kencana Persada.
R. Ali Rido. 2004. Badan Hukum dan Kedudukan Badan
Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi,
Yayasan, Wakaf. Bandung: PT. Alumni.
R. Suryatin. 1983. Hukum Dagang I dan II. Jakarta:
Pradnya Paramita.
R.T. Sutantya R. Hadhikusuma. 1996. Pengertian Pokok
Hukum Perusahaan. Jakarta: Rajawali Pers.
Rudi Prasetya. 2001. Kedudukan Mandiri Perseroan
Terbuka, Cetakan Ketiga. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Victor M Situmorang dan Hendri Soekarso. 1994.
Pengantar Hukum Kepailitan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Saran
1. Hendaknya untuk menghindari terjadinya kepailitan
terhadap anak perusahaan, sebaiknya pada saat pendirian
anak perusahaan, didirikan secara mandiri tanpa ada
campur tangan dari induk perusahaan. Karena kepailitan
yang berdampak kepada anak perusahaan juga dapat
terjadi karena adanya kesalahan yang dilakukan oleh
induk perusahaan. Sehingga merugikan anak perusahaan.
2. Hendaknya bagi seluruh elemen perusahaan, diberikan
beberapa perlindungan hukum kepada beberapa
komponen yang memiliki kategori pihak yang lemah
yaitu pihak yang lemah secara struktural, kedudukan
para pihak pekerja di perusahaan yang lemah daripada
kedudukan pihak lain seperti pemegang saham,
komisaris dan direktur, hal ini karena para pekerja sama
sekali tidak dilibatkan dalam hal penentuan operasional
perusahaan, termasuk akibat dari kepailitan perusahaan.
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan PKPU
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
Lain-lain
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3562/holdingcompany,-fungsi-dan-pengaturannya. Rabu, 19-92013. Pukul 20.00.
http://coki002.wordpress.com/pengertian-saham-dan-jenisjenis-saham/hari Rabu, 9 September 2013 pukul 18.41
Disca triana dewi et al.,Kedudukan Hukum Induk Perusahaan Yang Pailit Terhadap Anak Perusahaan ,,,
http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja
&ved=0CDUQFjAC&url=http%3A%2F
%2Felearning.upnjatim.ac.id%2F courses
%2FHUKUMKEPAILITAN2%2Fwork
%2F50ea4c0bd2c0bMATE
RI_1_DAN_2HUKUM_KEPAILITAN.pptx&ei=ZNVGUr
K8O8eJrQe62
4CoDQ&usg=AFQjCNF6Tw1hIaCfL7gAzXEROpE7CUGs
Tw&bvm=bv. 53217764,d.bmk. Sabtu, 28 September 2013.
Pukul 20.23
http://adventiasihombing.blogspot.com/2011/05/bab-11kepailitan-dan
penundaan.html.
Senin,
30
September 2013 pukul 7.00
http://kspsi-art.blogspot.com/2011/03/hukum-kepailitan-vshukum-perburuhan.html. Senin, 30 September 2013
pukul 7.13
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014
13
Download