Manajemen Kasus Herpes Zoster yang Berisiko

advertisement
Belda, Khairun dan Aryanti | Manajemen Kasus Herpes Zoster yang Berisiko Tinggi Neuralgia Paska Herpetik
Manajemen Kasus Herpes Zoster yang Berisiko Tinggi
Neuralgia Paska Herpetik
1
Belda Evina, 1Khairun Nisa Berawi, 2Aryanti Ibrahim
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Bagian Kulit dan Kelamin, Rumah Sakit Abdoel Moeloek Lampung
Abstrak
Herpes Zoster (HZ) merupakan salah satu penyakit kulit akibat infeksi virus, yaitu akibat reaktivasi virus Varicella-zoster
(VZV).Sebagian besar infeksi virus bersifat ringan dan dapat sembuh sendiri, tetapiHZdapat menimbulkan keluhan nyeri
yang menetapatau neuralgia paska herpetik (NPH) yang dapat menyebabkan menurunnnya kualitas hidup.Faktor risiko
utama NPH yaitu peningkatan usia>50 tahun dan kondisi immunocompromised.Diagnosis yang cepat dan tepat serta
manajemen yang efektif sangat diperlukan untuk mengatasi keadaan akut serta mencegah komplikasi yang dapat terjadi
pada HZ khususnya NPH. Seorang laki-lakiTn.K,73 tahun, datang dengan keluhan muncul gelembung-gelembung berisi air
sejak 3 hari SMRS pada dada dan lengan sebelah kiri dan disertai rasa panas terbakar dan nyeri. Pemeriksaan status lokalis
didapatkan gambaran lesi herpetiformis pada regio thorak sinistra setinggi vertebrae thorakal 5-8 dan pada regio brachii
hingga antebrachii sisi medial sinistra setinggi vertebrae thorakal 1.Pasien didiagnosis HZ yang berisiko tinggi NPH.
Manajemen kasus HZ dengan risiko tinggi NPH didasarkan pada strategi 6A, yaitu Attract patient early, Asses patient fully,
Antiviral therapy, Analgetic, Antidepressant/anticonvulsant, dan Allay anxiety-counseling.Pemberian agen antiviral
merupakan terapi yang paling bermanfaat pada kasus HZ yang berisiko tinggi mengalami komplikasi seperti pada lanjut usia
dan pasien immunocompromised dan harus dimulai sedini mungkin dalam 72 jam setelah munculnya lesi.
Kata kunci: herpes zoster, neuralgia paska herpetik, virus varicella-zoster
Management for Herpes Zoster with High Risk of Post Herpetic Neuralgia
Abstract
Herpes Zoster(HZ) is a skin disease that caused by viral infection, which is due to reactivation of the Varicella-zoster
virus(VZV). Most virus infections are generally mild and self-limiting disease, but HZ can cause persistent pain or postherpetic neuralgia (PHN), which can lead to decreased quality of life. Major risk factor of PHN is increasing by age >50 years
old and immunocompromised conditions. Quick diagnosis, precise and effective management is needed to overcome the
acute situation and prevent complications of HZ, especially PHN. A man, Tn.K, 73 years old, came with complaints arise
vesicles since 3 days before came to hospital, in the regio of chest and left arm and accompanied by a burning sensation
and pain. Localist examination was noted herpetiform lesions in the region of the left thoracic as high as vertebrae thorakal
5-8 and in the region brachii up to antebrachii medial side of the left arms as high as vertebrae thorakal 1. Patients was
diagnosed HZ with high risk of PHN. Management of cases is based on a 6A strategy, those are Attract patient early, Asses
patient fully, Antiviral therapy, Analgetic, Antidepressant/anticonvulsant, and Allay anxiety-counseling. Antiviral agent
therapy is most beneficial in cases of HZ with high risk of PHN, such as the elderly and immunocompromised patients and
should start as early as possible within 72 hours after the onset of lesions.
Keyword: herpes zoster, post herpetic neuralgia, varicella-zoster virus
Korespondensi: BeldaEvina, S.Ked., alamat Jl RadenImbaKesuma No 24 Kemiling Bandar Lampung, HP 08976618188, e-mail
[email protected]
Pendahuluan
Herpes Zoster(HZ)merupakan salah satu
penyakit kulit akibat infeksi virus, yaitu akibat
reaktivasi virus Varicella-zoster(VZV) yang
laten. Setelah seseorang menderita cacar air,
VZVakan menetap dalam kondisi dorman
terutamadalamsel
neuronal
danterkadangdidalamselsatelitganglionradiksd
orsalisdanganglionsensoriksaraf kranial dan
kemudian
menyebarkedermatomataujaringansarafyangse
suaidengan segmen yang dipersarafinya.
Apabila seseorang mengalami penurunan
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|8
imunitas seluler, maka virus tersebut akan
dapat aktif kembali dan menyebar melalui
saraf ke kulit dan menimbulkan penyakit HZ.1-4
Faktor-faktor yang berpotensi menyebab
reaktivasi VZV diantaranya adalah pajanan
VZVsebelumnya (cacar air, vaksinasi), lanjut
usia,
keadaan
immunocompromised,
penggunaan
obat-obatan
imunosupresif,
penderita HIV/AIDS, transplantasi organ,
keganasan, terapi steroid jangka panjang,
stress psikologis, trauma, dan tindakan
pembedahan.2-5
Belda dan Khairun | Manajemen Kasus Herpes Zoster yang BerisikoTinggi Neuralgia PaskaHerpetik
HZ cenderung menyerang orang pada
usia
lanjut
dan
penderita
penyakit
imunosupresif seperti penderita HIV/AIDS,
leukemia, lupus, limfoma, dan orang berusia
diatas 60 tahun. Kejadian HZ meningkatseiring
dengan bertambahnya usia, di mana lebih dari
2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun
dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun. Kirakira 30% populasi (1 dari 3 orang) akan
mengalami HZ selama hidupnya, bahkan pada
usia 85 tahun, 50% (1 dari 2 orang) akan
mengalami HZ. Insiden HZ pada anak-anak
adalah 0,74 per 1000 orang per tahun. Insiden
ini meningkat menjadi 2,5 per 1000 orang di
usia 20-50 tahun, 7 per 1000 orang di usia lebih
dari 60 tahun dan mencapai 10 per 1000 orang
per tahun di usia 80 tahun.Meningkatnya usia
setelah terinfeksi cacar air menimbulkan
reduksi pada imunitas terhadap VZV yang
berhubungan dengan kemampuan proteksi
terhadap HZ.2-4,6-7
Seperti yang telah diketahui bahwa
sebagian besar infeksi virus bersifat ringan dan
dapat sembuh sendiri, namun infeksi HZ dapat
berdampak pada turunnya kualitas hidup yang
disebabkan oleh rasa nyeri yang timbul.Hampir
90% penderita HZakan mengalami nyeri yang
dapat bertahan hingga berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun atau yang disebutneuralgia
paska herpetik (NPH). NPH atau nyeri yang
menetap setelah 3 bulan erupsi HZmenghilang
merupakan salah satu komplikasi HZyang
sering terjadi dengan insidensi berkisar 10-40%
dari kasus HZ.3,6-8
NPH dapat menimbulkan terjadinya
depresi, kelelahan, insomnia,menurunnya
produktivitas, dan kualitas hidup sosial serta
individu dengan NPH dapat mengalami gejala
anorexia, keterbatasan dalam beraktivitas,
dankesulitan
berkonsentrasi.Faktor
risiko
utama dari NPH pada infeksi HZ adalah usia
dan kondisi immunocompromised. Risiko NPH
diketahui
meningkat
seiring
dengan
peningkatan usia, dimana risiko meningkat
pada usia >50 tahun.Pasien HZ yang berusia
60-65 tahun berisiko terkena NPH sebesar 20%,
dan pada usia di atas 80 tahun risiko meningkat
lebih dari 34%.3-4,6,8-9
Diagnosis yang cepat dan tepat
sertamanajemen
yang
efektif
sangat
diperlukan untuk mengatasi keadaan akut serta
mencegah komplikasi HZ yang dapat terjadi
khususnya NPH. Pada laporan kasus ini akan
dibahas mengenai kasus HZpada pasien lanjut
usia yang berisiko tinggi terkena NPH. Tujuan
utamamanajemen pada kasus ini adalah
mengurangi
keluhan
nyeri
akut,
menyembuhkan lesi akut, dan mencegah
timbulnya NPH.
Kasus
Pasienlaki-laki,Tn. K,73 tahun, datang ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSAM pada tanggal
12 Juni 2016, dengankeluhan muncul
gelembung-gelembung berisi airsejak 3 hari
sebelum masuk rumahsakit (SMRS)pada dada
dan lengan sebelah kiri. Keluhan disertai rasa
panas terbakar dan nyeri, namun tidak disertai
rasa gatal.Awalnya hanya muncul bintil-bintil
kecil sebesar ujung jarum pentul berisi air
berwarna kemerahan berkelompok dalam
jumlah yang sedikit di dada sebelah kiri, namun
semakin lama semakin bertambah besar dan
banyak serta muncul juga pada lengan
kirinya.Dua hari sebelum muncul gelembung
berisi air tersebut, pasien mengeluhkan
demam
dannyeri
otot.Pasien
tidak
mengeluhkan adanya kelainan kulit ditempat
lain.
Pasienbarupertama
kali
mengalamikeluhan tersebut dan tidak ada
anggota keluarga lain yang mengalami keluhan
yang sama dengan pasien. Pasien belum
pernah mengobati keluhannya. Riwayat
terkena penyakit cacar air tidak diketahui.
Riwayat makan-makanan tertentu, riwayat
trauma, riwayat kontak dengan serangga
ataupun bahan iritan sebelum gejala dirasakan
disangkal.
Pada
pemeriksaan
fisik
didapatkankeadaan umum tampak sakit
sedang,kesadaran
komposmentis,
tekanandarah
110/80
mmHg,
nadi
88x/menit,pernapasan 20x/menit, suhu 36,7ᵒC,
BB 65 kg, TB 165 cm, BMI 23,89 kg/m2. Status
giziBB/U,
TB/U,
dan
BB/TB
normal
berdasarkanCenter for Disease Control
National Center forHealth Statistics (CDC
NCHS). Status generalis pasien didapatkan
kepala, mata, hidung, mulut,leher, jantung,
paru, abdomen, dan ekstremitas dalam batas
normal.Pemeriksaanstatus lokalis pada regio
thorak sinistra setinggi vertebrathorakal 5-8
tampak vesikel-bula berwarna kemerahan
dengan dasar eritema, ukuran milier-plakat,
batas tegas, bentuk irreguler, multipel,
tersebar diskret, membentuk gambaran
herpetiformis. Pada regio brachii hingga
antebrachii sisi medial sinistra setinggi vertebra
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|9
Belda, Khairun dan Aryanti | Manajemen Kasus Herpes Zoster yang Berisiko Tinggi Neuralgia Paska Herpetik
thorakal 1, tampak vesikel, berwarna sama
dengan kulit sekitar, ukuran milier-lentikuler,
batas tegas, bentuk ireguler, multipel, tersebar
diskret,
dan
membentuk
gambaran
herpetiformis.
Pada pemeriksaan laboratorium darah
rutin (12 Juni 2016), didapatkan hasil Hb 11,8
gr/dl, Ht 36%,Leukosit 13500/μl, dan Trombosit
100000/μl.
Pasien didiagnosis mengalami infeksi
herpes zoster. Terapi yang diberikan
adalahvalacyclovir sebanyak 3x1g/hari selama
7 hari, paracetamol 3x 500mg/hari, pregabalin
50 mg/hari selama 2-4 minggu, dan edukasi
serta terapi supotif.
Pembahasan
Adanya
kelainan
kulit
berupa
gelembung-gelembung berisi air dapat
mengarah pada beberapa penyakit yaitu infeksi
virus (herpes zoster, herpes simplek, varisela),
infeksi bakteri (impetigo, erisipelas), atau
dermatitis (dermatitis kontak iritan, dermatitis
kontak
alergi).Selanjutnya
diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik atau bila
diperlukan pemeriksaan penunjang untuk
mendapatkan diagnosis yang tepat.Pada kasus
diatas, diketahui bahwa pasien mengeluhkan
munculnya gelembung-gelembung berisi air
sejak 3 hari SMRS pada dada dan lengan
sebelah kiri yang disertai rasa panas dan nyeri,
demam serta nyeri otot, dengan tidak adanya
riwayat trauma dan riwayat kontak bahan
iritan tertentu sebelum munculnya lesi
tersebut, sehingga kemungkinan diagnosis
dermatitis kontak dan infeksi bakteri dapat
disingkirkan.Untuk infeksi virus, diantaranya
herpes simplek, varisela, dan herpes zoster
memiliki kesamaan gejala yaitu terdapatnya
gejala prodormal (demam, malaise, nyeri otot,
nyeri kepala) dan lesi yang muncul yaitu
berupa vesikel-vesikel berisi air.Lesi pada
varisela mempunyai gambaran yang khas yaitu
terdapat semua stadium lesi secara bersamaan
mulai dari makula, papula, vesikel, hingga
krusta dan menyebar ke seluruh tubuh secara
sentrifugal.Lesi pada herpes simpleks berupa
vesikel
berukuran sama besar
yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan
(daerah mulut dan hidung pada usia anak-anak
dan daerah genital pada orang dewasa).Lesi
vesikel pada herpes zoster memiliki distribusi
yang khas sesuai dermatom, yang beragam
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|10
ukurannya, bersifat unilateral, dan umumnya
disertai rasa nyeri, gatal, atau terbakar pada
lesi. Pada pemeriksaan status lokalis pasien
didapatkan didapatkan lesi berupa vesikelbulabatas tegas, bentuk ireguler, multipel, yang
membentuk gambaran herpetiformis sesuai
dermatom setinggi vertebrathorakal 5-8pada
regio
thorak
sinistra
dan
setinggi
vertebrathorakal 1 pada regio brachii hingga
antebrachii sisi medial sinistra, sifat lesi
unilateral dimana hanya ditemukan pada sisi
kiri tubuh pasien, dan adanya keluhan nyeri
dan rasa terbakar yang menunjukkan adanya
iritasi saraf pada dermatom yang terkena.
Gambaran lesi pada pasien tersebut mengarah
pada gambaran klinis infeksi herpes zoster
sehingga
berdasarkan
anamnesis
dan
pemeriksaan fisik pada kasus diagnosisnya
adalah infeksi herpes zoster.1-3,6,10
HZ adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh infeksi VZV yang menyerang
kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi
primer. Karakteristik dari penyakit ini adalah
adanya ruam yang disertai nyeri, bersifat
unilateral dan dermatomal. Gejala HZ yaitu
nyeri dan parastesia pada dermatom yang
terlibat dan sering disertai sensasi yang
bervariasi mulai dari rasa gatal seperti ditusuktusuk hingga terbakar. Kelainan kulit pada HZ
mula-mula
berupa
eritema
kemudian
berkembang menjadi papula dan vesikula yang
dengan cepat membesar dan menyatu
sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula
jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh
dan dapat pula bercampur darah. Jika absorpsi
terjadi, vesikula dan bula akan menjadi
krusta.1-4,6
Pada HZ, sebelum timbul gejala kulit,
terdapat gejala prodormal, baik sistemik
(demam, malaise, pusing), maupun gejala
prodormal lokal (nyeri otot/tulang, gatal,
pegal). Biasanya ada neuralgia beberapa hari
sebelum atau bersama-sama dengan kelainan
kulit. Gejala prodormal tersebut jarang
ditemukan pada pasien imunokompeten
dibawah usia 30 tahun, namun banyak
ditemukan pada pasien dengan HZ diatas usia
60 tahun. Pada kasus ini, pasien berusia 73
tahun dan mengalami gejala prodormal 2 hari
sebelum munculnya gejala kulit yaitu demam,
malaise, dan nyeri otot. Hal tersebut sesuai
dengan kepustakaan.1-2,6
Belda dan Khairun | Manajemen Kasus Herpes Zoster yang BerisikoTinggi Neuralgia PaskaHerpetik
Pemeriksaan laboratorium dilakukan bila
terdapat gambaran klinis yang meragukan
seperti lesi atipikal, lesi rekuren, dermatom
yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis
atau nodul verukosa dan bila lesi pada area
sakral sehingga diragukan patogennya virus
varisela zoster atau herpes simpleks.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
yaitu tes Tzanck untuk mengidentifikasi adanya
multi nucleated giant cell dan pemeriksaan
Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk
identifikasi antigen/asam nukleat VZV.Pada
kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang.3,7,10
Infeksi HZ merupakan infeksi virus yang
bersifat self limiting disease, namun dapat
menimbulkan komplikasi terutama pada pasien
lanjut usia dan pasien dengan keadaan
immunocompromised.Komplikasi
HZ
diantaranya adalahneuralgia paska herpetik,
komplikasi mata berupa keratitis, komplikasi
telinga-hidung-tenggorokan (THT) berupa
sindroma Ramsay Hunt, komplikasi organ
viseral berupa miokarditis, arthritis dan infeksi
sekunder oleh bakteri.Neuralgia paska
herpeticmerupakan komplikasi yang paling
sering muncul pada pasien HZsebesar 10-40%
kasus, dan risiko meningkat seiring dengan
pertambahan usia.NPH didefinisikan sebagai
nyeri neuropati yang menetap di dermatom
yang terkena 3 bulan setelah erupsi HZ
menghilang.NPH memiliki karakteristik nyeri
seperti ditusuk, terbakar, atau panas yang
bersifat intermiten hingga menetap sepanjang
hari yang dapat disertai dengan alodinia (nyeri
yang dipicu oleh stimulus normal seperti
sentuhan).1-6,11
Pasien dengan alodinia akan mengalami
kesulitan dalam beraktivitas seperti memakai
baju, yang dapat menyebabkan kelelahan
kronis, anorexia, penurunan berat badan, dan
keadaan depresi yang dapat menurunkan
kualitas hidup pasien.4,9,11
Berdasarkan onset munculnya nyeri,
NPH digolongkan menjadi 3, yaitu acute
herpetic neuralgia (muncul dalam 30 hari
setelah timbulnya ruam pada kulit), subacute
herpetic neuralgia (30-120 hari setelah
timbulnya ruam pada kulit), and postherpetic
neuralgia (nyeri yang menetap minimal 120
hari / 3 bulan timbulnya
ruam
pada
kulit).Faktor risiko utama terjadinya NPH yaitu
peningkatan usia >50 tahun. Faktor risiko
lainnya yaitu keadaan immunosupresif, nyeri
berat pada lesi akut HZ, lesi HZ yang berat dan
luas, keterlibatan neurologis pada dermatom
lesi, munculnya gejala prodormal nyeri
sebelum muncul lesi akut, dan faktor
psikososial.Pasien dengan risiko tersebut
berisiko mengalami nyeri persisten 6 bulan
setelah onset lesi sebesar 50-75%.Insidensi
NPH rendah pada usia <50 tahun, dan
meningkat pada usia >50 tahun, 20%
diantaranya muncul pada usia 60-65 tahun
yang mengalami infeksi akut HZ, dan >30%
diantaranya muncul pada usia >80 tahun.5,11-12
Kasus diatas dapat merupakan kasus HZ
yang berisiko tinggi akan komplikasi NPH
karena pasien berusia 73 tahun dimana
insidensi NPH meningkat pada usia tersebut.
Hal ini mungkin disebabkan karena penurunan
fungsi
sistem
imun
seiring
dengan
bertambahnya usia. Menurunnya imunitas
seluler spesifik menyebabkan VZV yang
dorman mengalami reaktivasi sehingga
menimbulkan infeksi HZ danmenyebabkan
peradangan
kronis
pada
saraf.Namun
mekanisme sebenarnya belum diketahui
dengan jelas. Faktor risiko lain yang terdapat
pada pasien yaitu adanya rasa panas terbakar
dan nyeri pada lesi, dan lesi yang cukup berat
berupa vesikel-bula iregular dan cukup luas
yaitu meliputi lebih dari 1 dermatom. 3,11-12
NPH memiliki patofisiologiyang berbeda
dengan nyeri herpes zoster akut. NPH,
komplikasi dari HZ, adalah sindrom nyeri
neuropatik yang dihasilkan dari kombinasi
inflamasi dan kerusakan akibat virus pada serat
aferen primer saraf sensorik.Setelah resolusi
infeksi primer varisela, virus tetap aktif di
ganglia sensorik.Virus ini diaktifkan kembali
atau mengalami reaktivasi, bermanifestasi
sebagai HZ akut, dan berhubungan dengan
kerusakan pada ganglion, saraf aferen primer,
dan
kulit.Studi
histopatologi
telah
menunjukkan fibrosis dan hilangnya neuron
(dalam ganglion dorsal), jaringan parut, serta
kehilangan akson dan mielin (pada saraf perifer
yang terlibat), atrofi (dari tanduk dorsal
sumsum tulang belakang), dan peradangan
(sekitar saraf tulang belakang) dengan infiltrasi
dan akumulasi limfosit. Selain itu, ada
pengurangan saraf inhibitor berdiameter besar
dan peningkatan neuron eksitasi kecil pada
saraf perifer.12
Reaktivasi virus ini
mengakibatkan
inflamasi atau kerusakan pada serabut saraf
sensoris yang berkelanjutan, hilang dan
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|11
Belda, Khairun dan Aryanti | Manajemen Kasus Herpes Zoster yang Berisiko Tinggi Neuralgia Paska Herpetik
rusaknya serabut-serabut saraf atau impuls
abnormal, dimana serabut saraf berdiameter
besar yang berfungsi sebagai inhibitor hilang
atau rusak dan mengalami kerusakan
terparah. Regenerasi akson setelah inflamasi
menimbulkan percabangan saraf yang juga
mengalami perubahan kepekaan.Aktivitas saraf
perifer yang berlebihan tersebut menimbulkan
perubahan berupa hipereksitabilitas kornu
dorsalis sehingga pada akhirnya menimbulkan
respon sistem saraf pusat yang berlebihan
terhadap
semua
rangsang
masukan/sensorik.Akibatnya, impuls nyeri ke
medulla spinalis meningkat sehingga pasien
merasa nyeri yang hebat.13
Terapi pada kasus HZ bertujuan untuk
mempercepat proses penyembuhan lesi,
mengurangi keluhan nyeri akut, mengurangi
risiko komplikasi NPH. Belum ada terapi yang
menunjukkan pencegahan NPH secara total,
melainkan
hanya
mengurangi
derajat
keparahan dan memperpendek
durasi
NPH.5,7,11-12
Penatalaksanaan HZ didasarkan pada
strategi 6A, yaitu attract patient early, asses
patient fully,antiviral therapy, analgetic,
antidepressant/anticonvulsant,
danallay
anxiety-counseling.3 Attract patient early
berarti mendiagnosis secara dini berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan
hasil
pengobatan
yang
optimal.Asses
patient
fully
berarti
memperhatikan
kondisi
pasien
secara
keseluruhan terutama kondisi khusus seperti
pada usia lanjut, risiko NPH, komplikasi mata,
sindrom
ramsay
hunt,
kondisi
immunocompromised,
dan
kemungkinan
keterlibatan organ viseral. Antiviral therapy
berarti memberikan terapi agen antiviral yang
direkomendasikan (acyclovir 5x800 mg/hari
selama 7-10 hari, valacyclovir3x1 gr/hari
selama 7 hari, famcyclovir 3x500mg/hari
selama 7 hari)untuk menghambat replikasi
VZV.Analgetic berarti mengatasi nyeri dengan
pemberian analgetika seperti parasetamol,
NSAIDs,
atau
opioid
ringan.Antidepressant/anticonvulsant berarti
memberikan amitriptilin 10mg/hari selama 3
bulan atau gabapentin 300mg/hari selama 4-6
minggu atau pregabalin 50-75mg/hari selama
2-4 minggu pada kasus HZ yang berisiko tinggi
NPH.
Allay
anxiety-counseling
berarti
memberikan edukasi mengenai penyakit HZ
untuk mengurangi kecemasan serta ketidakJ Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|12
pahaman pasien tentang penyakit dan
komplikasinya,
mempertahankan
kondisi
mental pasien dan aktivitas fisik agar tetap
optimal, dan memberikan terapi suportif.1-3,6-7
Pemberian agen antiviral pada pasien HZ
dalam 72 jam setelah lesi muncul dapat
mempercepat
penyembuhan
lesi
dan
menurunkan risiko NPH. Pemberian agen
antiviral diatas 72 jam tidak efektif lagi.Namun
agen antiviral dapat diberikan tanpa melihat
waktu timbulnya lesi pada beberapa keadaan
seperti: usia >50 tahun, risiko tinggi NPH, HZ
oftalmikus/sindrom ramsay hunt/HZ servikal
atau sakral, dan anak-anak, wanita hamil, atau
usia <50 tahun dengan komplikasi atau
keadaan imunosupresif.Pada kasus ini,
diketahui lesi HZ muncul 3 hari SMRS yang
berarti pemberian agen antiviral sudah tidak
efektif lagi bila lebih dari 72 jam setelah lesi
muncul. Namun, pasien tetap diberikan agen
antiviral karena telah lanjut usia dan berisiko
tinggi NPH.1-3,7,11-12
Agen antiviral acyclovir, valacyclovir, dan
famcyclovir dapat menghambat replikasi
VZVdengan menginhibisi enzim thymidine
kinasesehingga
durasi
replikasi
virus,
pembentukan lesi HZ, durasi nyeri akut, dan
progresi kerusakan saraf yang memicu
terjadinya NPH dapat dihambat. Ketiga agen
antiviral tersebut memiliki efek samping
seperti nausea,vomitus, diare, nyeri abdomen,
dan nyeri kepala. Sebuah studi meta-analisis
yang membandingkan pemberian acyclovir,
valacyclovir, dan famcyclovir pada kasus HZ
akut memberikan hasil bahwa acyclovir efektif
mempercepat penyembuhan HZ, mengurangi
nyeri terkait HZ, dan menurunkan prevalensi
NPH sebesar 50% pada 1-3 bulan setelah lesi
muncul.
Sedangkan
valacyclovir
dan
famcyclovir
lebihefektif
mempercepat
penyembuhan HZ, mengurangi nyeri terkait HZ
pada setidaknya 6 bulan setelah lesi muncul
meskipun
tidak
terbukti
menurunkan
prevalensi NPH secara signifikan.Beberapa
penelitian
juga
menyebutkan
bahwa
valacyclovir dan famcyclovir menjadi pilihan
utama dibandingkan acyclovir pada HZ selain
karena lebih efektif dalam menurunkan
keluhan nyeri terkait HZ juga karena frekuensi
pemberian yang lebih sedikit, meskipun begitu
keduanya jauh lebih mahal dibandingkan
acyclovir.Pemberian agen antiviral pada pasien
dengan risiko tinggi NPH seperti pada kasus
diatas, agen antiviral yang menjadi pilihan
Belda dan Khairun | Manajemen Kasus Herpes Zoster yang BerisikoTinggi Neuralgia PaskaHerpetik
adalah valacyclovir sebanyak 3x1g/hari selama
7 hari. Selain lebih efektif menurunkan
kejadian NPH, pemberian obat valacyclovir
juga memudahkan pasien lanjut usia dalam
mengkonsumsinya dimana hanya diberikan 3
kali dalam sehari dibandingkan 5 kali dalam
sehari.4-5,11-12
Untuk mengurangi rasa nyeri akut pada
HZ, dapat diberikan paracetamol atau NSAIDs
atau opioid ringan.Paracetamol dan NSAIDs
diberikan pada nyeri ringan hingga sedang dan
opioid seperti oxycodone diberikan pada nyeri
yang
berat.Pemberian
opioidharus
diperhatikan pada pasien lanjut usia terkait
efek samping dan interaksinya dengan obat
golongan benzodiazepine, antidepresan, atau
anti-psikotik.Pada pasien diberikan analgetik
berupa parasetamol 3x 500mg/hari untuk
mengatasi keluhan nyerinya. Alternatif lain
untuk mengatasi nyeri akut HZ yaitu dengan
pemberian
kortikosteroid
oral
seperti
prednisolon 50 mg/hari selama 7 hari dan 2
minggu diturunkan secara bertahap.Pemberian
kortikosteroid terbukti dapat meredakan nyeri
akut pada HZ bila dikombinasikan dengan agen
antiviral, namun tidak terbukti dapat
menurunkan kejadian NPH. Penggunaan
kortikosteroid tanpa kombinasi dengan agen
antiviral
tidak
direkomendasikan.
Kortikosteroid harus dihindari pada pasien
dengan hipertensi, diabetes mellitus, ulkus
peptikum, osteoporosis, lanjut usia yang
berisiko tinggi mengalami efek samping yang
lebih berat. Prednison biasanya digunakan
pada HZ dengan komplikasi pada system saraf
seperti Bell’s palsy.1,3-5,6,12
Pemberian
antidepresan
atau
antikonvulsan pada pasien HZ bertujuan untuk
mengatasi
nyeri
neuropati.
Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa penggunaan
gabapentin, agen antikonvulsan, dapat
menurunkan kejadian NPH dengan efek
samping yang banyak terjadi yaitu pusing dan
somnolen. Gabapentin sebagai analgetik
berperan
menghambat
pengeluaran
neurotransmiter eksitatori, dan menstimulasi
pengeluaran anti hipersensitivitas setelah
kerusakan saraf perifer.Penggunaan pregabalin
juga bermanfaat untuk menurunkan kejadian
NPH dimana pregabalin juga berperan
menghambat
neurotransmiter
eksitatori
seperti gabapentin.Sebuah studi menunjukkan
bahwa pregabalin lebih efektif dibandingkan
gabapentin dimana pasien yang mendapat
terapi pregabalin lebih sedikit membutuhkan
opioid daripada pasien yang mendapat terapi
gabapentin.Pemberian antidepresan juga
berperan dalam menurunkan nyeri pada NPH
setelah 3-6 minggu dibandingkan dengan tanpa
pemberian antidepresan.Pada kasus, pasien
diberikan pregabalin 50 mg/hari selama 2-4
minggu untuk mengatasi nyeri akut dan
menurunkan kejadian NPH.5,11-12
Selain
penatalaksanaan
secara
farmakologis, terapi suportif juga perlu
diberikan pada pasien HZ, seperti memberikan
kompres
basah
dingin
steril
atau
losioncalamine untuk mengurangi rasa gatal
dan tidak nyaman pada lesi, mengedukasi
untuk mempertahankan lesi kulit bersih dan
kering agar tidak terjadi infeksi sekunder,
menyarankan memakai pakaian longgar,
istirahat, makan dan minum yang cukup, dan
menghindari memanipulasi lesi seperti
menggaruk dan mengoleskan sesuatu pada lesi
karena akan menyebabkan lesi sulit sembuh
atau terbentuknya jaringa parut, serta berisiko
terjadinya infeksi sekunder.1,3,7
Simpulan
Kasus diatas merupakan kasus HZ
dengan risiko tinggi NPH yang didasarkan pada
usia pasien 73 tahun, adanya rasa panas
terbakar dan nyeri pada lesi, dan lesi berupa
vesikel-bula iregular dan cukup luas yaitu
meliputi lebih dari 1 dermatom. Diagnosis dan
terapi yang cepat dan tepat bertujuan untuk
mempercepat proses penyembuhan lesi,
mengurangi keluhan nyeri akut, mengurangi
risiko komplikasi NPH, dan meningkatkan
kualitas hidup pasien. Manajemen kasus HZ
dengan risiko tinggi NPH didasarkan pada
strategi 6A, yaitu attract patient early, asses
patient fully,antiviral therapy, analgetic,
antidepressant/anticonvulsant,
danallay
anxiety-counseling, dimana pasien diberikan
valacyclovir sebanyak 3x1g/hari selama 7 hari,
paracetamol 3x500mg/hari, pregabalin 50
mg/hari selama 2-4 minggu, dan edukasi serta
terapi supotif. Pemberian agen antiviral
merupakan terapi yang paling bermanfaat
pada kasus HZ yang berisiko tinggi mengalami
komplikasi seperti pada lanjut usia dan pasien
immunocompromised dan harus dimulai sedini
mungkin dalam 72 jam setelah munculnya lesi.
Daftar Pustaka
1. Handoko RP.Penyakit
virus.
Dalam:
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|13
Belda, Khairun dan Aryanti | Manajemen Kasus Herpes Zoster yang Berisiko Tinggi Neuralgia Paska Herpetik
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi Ke6.Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.hlm.
110-6.
Strauss SE, Oxman MN, Schmader KE.
Varicella and herpes zoster. Dalam: Wolff
K, Goldsmith LA, Katz SI, GilchrestBA,
Paller AS, Leffell DJ, editors.Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. Edisi ke7.New York: McGraw-Hill; 2008.hlm.191423.
PERDOSKI. Buku panduan herpes zoster di
Indonesia 2014. Jakarta: Badan Penerbit
FK UI; 2014.
Jeffrey IC. Herpes zoster. N Engl J Med.
2013; 369(3):255-63.
Robert WJ, Robert HD.Treatment of
herpes zoster and postherpetic neuralgia.
BMJ. 2003;326(7392):748-50.
Wehrhahn MC, Dwyer DE. Herpes zoster:
epidemiology, clinical features, treatment
and prevention. Aust Prescr.
2012;
35(5):143-7.
Saragih IV. Herpes zoster pada geriatri. J
Medula. 2014; 2(1):14-21.
Forbes HJ,Bhaskaran K, Thomas SL,
.
J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|14
9.
10.
11.
12.
13.
Smeeth L, Clayton T, Mansfield K, et al.
Quantification
of
riskfactorsfor
postherpetic neuralgia in herpes zoster
patients: a cohort study.Neurology. 2016;
87(1):94-102.
Tseng HF,Lewin B, Hales CM, Lina S,
Harpaz R,Bialek S , et al. Zoster vaccine
and the risk of postherpetic neuralgia in
patients who developed herpes zoster
despite having received the zoster
vaccine. J Infect Dis.2015; 212(8):1222-31.
Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann
JW, Levin MJ, Backonja M, et al.
Recommendations for the managementof
herpes zoster. Clin Infect Dis. 2007; 44
Suppl 1:S1-26.
Watson PN. Postherpetic neuralgia. BMJ
Clin Evid. 2010; 2010:0905.
Jericho B. Postherpetic neuralgia: a
review. IJOS. 2009; 16(2):1-9.
Meliala L. Neuralgia pasca herpes. Dalam:
Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS,
editors. Nyeri neuropatik. Jakarta:
Kelompok StudiNyeri PERDOSSI; 2008.hlm.
63-76.
Download