HERPES ZOSTER Defenisi Herpes zoster yang juga dikenal

advertisement
HERPES ZOSTER
 Defenisi
Herpes zoster yang juga dikenal sebagai zona, adalah penyakit virus yang ditandai
dengan ruam kulit yang nyeri dengan gelembung berisi cairan di daerah yang terbatas pada satu
sisi tubuh, sering berada dalam sebuah garis. Infeksi awal dengan virus varicella zoster (VZV)
menyebabkan penyakit akut (jangka pendek) yaitu cacar air yang umumnya terjadi pada anakanak dan orang muda. Setelah episode cacar air sembuh, virus ini tidak hilang seluruhnya dari
tubuh tetapi dapat menyebabkan penyakit herpes zoster yaitu penyakit dengan gejala yang sangat
berbeda beberapa tahun setelah infeksi awal. Meskipun memiliki kesamaan nama, herpes zoster
bukan penyakit yang sama seperti herpes simpleks, walaupun demikian, keduanya yaitu virus
varicella
zoster
dan herpes
simpleks
virus
meemilik
subfamili
virus
yang
sama
(Alphaherpesvirinae).
 Epidemiologi
Varicella terdapat diseluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis kelamin.
Varicella terutama mengenai anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun terutama usia 3 - 6 tahun
dan hanya sekitar 2% terjadi pada orang dewasa. Di Amerika, varicella sering terjadi pada anakanak dibawah usia 10 tahun dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15 tahun dan di Jepang,
umumnya terjadi pada anak-anak dibawah usia 6 tahun sebanyak 81,4 %. Selain itu, kejadian
varisela tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi). Di Indonesia walaupun
belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada musim peralihan
antara musim panas ke musim hujan atau sebaliknya. Pasien dapat menularkan penyakit selama
24-48 jam sebelum lesi kulit timbul, sampai semua lesi timbul krusta / keropeng, biasanya 7-8
hari.
Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya
jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster berdasarkan usia yaitu sejak lahir - 9 tahun :
0,74 / 1000 ; usia 10 – 19 tahun :1,38 / 1000 ; usia 20 – 29 tahun : 2,58 / 1000. Di Amerika,
herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66 % mengenai usia lebih dari 50
tahun, kurang dari 10% mengenai usia dibawah 20 tahun dan 25% mengenai usia kurang dari 15
tahun. Walaupun herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang dewasa,
namun herpes zoster dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita
herpes zoster pada masa kehamilan. Dari hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes zoster
pada anak, biasanya ditemukan pada anak - anak yang imunokompromis dan menderita penyakit
keganasan.
Varisela pada kehamilan adalah jarang. Penelitian oleh Balducci dkk terhadap 30.000
kehamilan, insidens varisela hanya sebesar 0,7 per 1000 kehamilan. Ibu hamil yang terkena
ionfeksi VZV primer dapat menularkan infeksi kepada janinnya secara transplasental selama fase
viremia. Resiko infeksi terhadap janin sulit ditentukan secara pasti, diperkirakan sebesar 24-25%,
tetapi infeksi ini biasanya asimptomatik. Tidak setiap janin yang terinfeksi mengalami sindroma
varisela, hanya kira-kira 3 dari setiap 100 bayi yang dilahirkan mempunyai bentuk infeksi
kongenital.Malformasi kongenital yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster intra uterin
jarang terjadi.
Tabel 1. Angka Kejadian Varisela Poliklinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, 1990-1995
Tahun
Kelompok
<1
28
9
11
11
23
12
1990
1991
1992
1993
1994
1995
Umur
1-4
55
24
24
27
32
21
Tahun
5-14
62
49
34
30
55
17
Jumlah
145
82
69
68
110
50
 Patofisiologi/Patogenesis
Virus varisela zoster merupakan salah satu dari 8 jenis herpes virus dari family herpes
viridae yang dapat menyerang manusia dan primate, merupakan virus DNA alfa herpesvirus,
mempunyai 125.000 pasangan basa yang mengandung 70 gen. Virus ini mempunyai 3 tipe liar
(wild type) Dumas di Eropa dan Oka di Jepang mengumumkan rangkaian genetic virus varisela
yang ditelitinya.
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata - rata 14 - 17 hari)
dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari. VZV
masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi pernafasan (droplet infection)
ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga
5 hari setelah timbul lesi dikulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas,
orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2 - 4 yang
berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam jumlah sedikit
melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya
terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi,
replikasi virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang
sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa,
yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke
seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi
dikulit yang khas. Seorang anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada yang
lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.
Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama terjadinya
varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung syaraf sensoris
dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut syaraf sensoris ke ganglion sensoris.
Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular
dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius
apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan yang
menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma, penderita yang mendapat
pengobatan immunosuppressive termasuk kortikosteroid dan pada orang penerima organ
transplantasi. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi sehingga terjadi
reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sumsum tulang
serta batang otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai kekulit dan kemudian akan timbul
gejala klinis.
Faktor Resiko Herpes zoster :
1.
Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan
tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko
terserang nyeri.
2.
Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan
leukimia.
Adanya
lesi
pada
ODHA merupakan
manifestasi
pertama
dari
immunocompromised.
3.
Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4.
Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.
 Gejala Klinis
Gejala klinis dari penyakit varisela dibagi 2 stadium, yaitu stadium prodromal dan stadium
erupsi. Varicella pada anak yang lebih besar (pubertas) dan orang dewasa biasanya didahului
dengan gejala prodormal yaitu demam, malaise, nyeri kepala, mual dan anoreksia, yang terjadi 1
- 2 hari sebelum timbulnya lesi dikulit sedangkan pada anak kecil (usia lebih muda) yang
imunokompeten, gejala prodormal jarang dijumpai hanya demam dan malaise ringan dan timbul
bersamaan dengan munculnya lesi dikulit.
Lesi pada varicella, diawali pada daerah wajah dan scalp, kemudian meluas ke dada
(penyebaran secara centripetal) dan kemudian dapat meluas ke ekstremitas. Lesi juga dapat
dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Lesi pada varicella biasanya sangat gatal dan
mempunyai gambaran yang khas yaitu terdapatnya semua stadium lesi secara bersamaan pada
satu saat.
Pada awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah dan dada, dan
kemudian berubah dengan cepat dalam waktu 12 - 14 jam menjadi papul dan kemudian
berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan yang jernih dengan dasar eritematosa.
Vesikel yang terbentuk dengan dasar yang eritematous mempunyai gambaran klasik yaitu
letaknya superfisial dan mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat seperti kumpulan
tetesan air diatas kulit (tear drop), berdiameter 2-3 mm, berbentuk elips, dengan aksis
panjangnya sejajar dengan lipatan kulit atau tampak vesikel seperti titik- titik embun diatas daun
bunga mawar (dew drop on a rose petal). Cairan vesikel cepat menjadi keruh disebabkan
masuknya sel radang sehingga pada hari ke 2 akan berubah menjadi pustula. Lesi kemudian akan
mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi (delle) dan akhirnya
akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari, kemudian krusta ini akan
lepas dalam waktu 1 - 3 minggu. Pada fase penyembuhan varicella jarang terbentuk parut (scar),
apabila tidak disertai dengan infeksi sekunder bakterial.
Varicella yang terjadi pada masa kehamilan, dapat menyebabkan terjadinya varicella
intrauterine ataupun varicella neonatal. Varicella intrauterine, terjadi pada 20 minggu pertama
kehamilan, yang dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti ke dua lengan dan tungkai
mengalami atropi, kelainan neurologik maupun ocular dan mental retardation. Sedangkan
varicella neonatal terjadi apabila seorang ibu mendapat varicella (varicella maternal) kurang dari
5 hari sebelum atau 2 hari sesudah melahirkan. Bayi akan terpapar dengan viremia sekunder dari
ibunya yang didapat dengan cara transplasental tetapi bayi tersebut belum mendapat
perlindungan antibodi disebabkan tidak cukupnya waktu untuk terbentuknya antibodi pada tubuh
si
ibu
yang
disebut
transplasental
antibodi.
Sebelum
penggunaan
varicella
zoster
immunoglobulin (VZIG), angka kematian varicella neonatal sekitar 30%, hal ini disebabkan
terjadinya pneumonia yang berat dan hepatitis yang fulminan. Tetapi jika si ibu mendapat
varicella dalam waktu 5 hari atau lebih sebelum melahirkan, maka si ibu mempunyai waktu yang
cukup untuk membentuk dan mengedarkan antibodi yang terbentuk (transplasental antibodi)
sehingga neonatus jarang menderita varicella yang berat.
Herpes zoster pada anak-anak jarang didahului gejala prodormal. Gejala prodormal yang
dapat dijumpai yaitu nyeri radikuler, parestesia, malese, nyeri kepala dan demam, biasanya
terjadi 1-3 minggu sebelum timbul ruam dikulit. Lesi kulit yang khas dari herpes zoster yaitu
lokalisasinya biasanya unilateral dan jarang melewatii garis tengah tubuh. Lokasi yang sering
dijumpai yaitu pada dermatom T3 hingga L2 dan nervus ke V dan VII.
Lesi awal berupa makula dan papula yang eritematous, kemudian dalam waktu 12 - 24 jam
akan berkembang menjadi vesikel dan akan berlanjut menjadi pustula pada hari ke 3 - 4 dan
akhirnya pada hari ke 7 - 10 akan terbentuk krusta dan dapat sembuh tanpa parut, kecuali terjadi
infeksi sekunder bakterial. Pada pasien imunokompromais dapat terjadi herpes zoster desiminata
dan dapat mengenai alat visceral seperti paru, hati, otak dan disseminated intravascular
coagulophaty (DIC) sehingga dapat berakibat fatal. Lesi pada kulitnya biasanya sembuh lebih
lama dan dapat mengalami nekrosis, hemoragik dan dapat terbentuk parut.
Perkembangan ruam herpes zoster
Hari 1
Hari 2
Hari 5
Hari 6
 Pemeriksaan Diagnosis Fisik
Diagnosis varisela dapat ditegakkan secara klinis dengan gambaran dan perkembangan lesi
kulit yang khas, terutama apabila diketahui ada kontak 2-3 minggu sebelumnya. Gambaran khas
termasuk :
1. Muncul setelah masa prodromal yang singkat dan ringan
2. Lesi berkelompok terutama di bagian sentral
3. Perubahan lesi yang cepat dari makula, vesikula, pustule sampai krusta
4. Terdapatnya semua tingkat lesi kulit dalam waktu bersamaan pada daerah yang sama
5. Terdapat lesi mukosa mulut
Diagnosis banding dapat berupa sindrom Steven Johnson, herpes zoster generalisata atau
herpes simpleks. Umumnya pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan lagi. Pada tiga hari
pertama dapat terjadi leukopenia yang diikuti dengan leukositosis. Serum antibody IgA dan IgM
dapat terdeteksi pada hari pertama dan kedua pasca ruam. Untuk mengkonfirmasi diagnosis
varisela dapat dengan pewarnaan imunohistokimiawi dan lesi kulit. Prosedur ini umumnya
dilakukan pada pasien resiko tinggi yang memerlukan konfirmasi cepat.
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan diantaranya isolasi virus (3-5 hari), PCR,
ELISA, teknik imunofluorensi Fluorosecent Antibody to Membrane Antigen (FAMA), yang
merupakan baku emasnya.
1.Tzancksmear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai
dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun
Papanicolaou’s. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated
giant cells.
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks
virus.
2.Direct fluorescent assay (DFA)
- Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
- Hasil pemeriksaan cepat.
- Membutuhkan mikroskop fluorescence.
- Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
- Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus
3.Polymerase chain reaction (PCR)
- Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
- Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar
vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat, dan
CSF.
- Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
- Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
4.Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel
epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic
infiltrat.
 Penatalaksanaan dan Pencegahan
Pada penderita penyakit cacar hal yang terpenting adalah menjaga gelembung cairan
tidak pecah agar tidak meninggalkan bekas dan menjadi jalan masuk bagi kuman lain (infeksi
sekunder), antara lain dengan pemberian bedak talek yang membantu melicinkan kulit. Penderita
apabila tidak tahan dengan kondisi hawa dingin dianjurkan untuk tidak mandi, karena bisa
menimbulkan shock. Obat-obatan yang diberikan pada penderita penyakit cacar ditujukan untuk
mengurangi keluhan gejala yang ada seperti nyeri dan demam, misalnya diberikan paracetamol.
Beberapa jenis obat dipakai untuk mengobati herpes zoster. Obat ini termasuk obat
antiherpes, dan beberapa jenis obat penawar nyeri.
Obat antiherpes
Pengobatan baku untuk herpes zoster adalah dengan asiklovir, yang dapat diberikan dalam
bentuk pil atau secara intravena (infus) untuk kasus yang lebih berat. Penelitian pada orang
dewasa sehat dengan infeksi varisela primer yang diberi terapi awal dalam 24-48 jam pertama
dengan acyclovir oral 800 mg 5 kali sehari selama 7 hari menunjukkan pengurangan waktu yang
bermakna dalam hal perubahan lesi menjadi krusta, lamanya sakit, serta durasi dari gejala dan
demam. Acyclovir telah digunakan secara aman pada ribuan wanita selama kehamilan. Tidak ada
bukti yang menunjukkan bahwa acyclovir mempengaruhi insidens atau tingkat keparahan dari
infeksi janin, penelitian terbaru pada orang dewasa dengan verisela pneumonia menunjukkan
bahwa terapi awal dengan acyclovir intravena 5 mg/ kgBB tiap 8 jam,bermanfaat dalam
menurunkan demam dan takipnu serta memperbaiki oksigenasi pada pasien yang mendapat
terapi dibandingkan yang tidak diterapi. Dosis acyclovir yang direkomendasikan adalah 10-15
mg/ kgBB tiap 8 jam secara intravena selama 7 hari.Keputusan lain mengatakan bahwa ibu hamil
yang terkena verisela berat harus diterapi dengan acyclovir intravena tanpa memperdulikan usia
kehamilan. Tidak ada bukti yang mengatakan bahwa pemberian acyclovir atau VZIG pada ibu
hamil dapat mempengaruhi resiko atau perjalanan infeksi pada janin atau bayi.
Penghambat saraf (nerve blockers)
Dokter sering meresepkan berbagai obat penawar nyeri untuk orang dengan herpes zoster.
Karena rasa nyeri herpes zoster dapat begitu hebat, peneliti mencari cara untuk menghambat rasa
nyeri tersebut. Suntikan obat bius dan/atau steroid sedang diteliti sebagai penghambat saraf. Obat
tersebut dapat disuntikkan pada saraf perifer atau pada sumsum tulang belakang (susunan saraf
pusat).
Pengobatan kulit
Beberapa jenis krim, gel dan semprotan sedang diteliti. Obat ini memberi keringanan sementara
pada rasa sakit. Capsaicin, senyawa kimia yang membuat cabe pedas, tampaknya berhasil baik.
Tambahannya, pada 1999, obat bius lidokain dalam bentuk tempelan disetujui di AS. Tempelan
ini, dengan nama merek Lidoderm, meringankan rasa nyeri pada beberapa orang dengan herpes
zoster. Karena dioleskan pada kulit, risiko efek samping obat ini lebih rendah dibanding dengan
obat penawar nyeri dengan bentuk pil.
Obat penawar nyeri lain
Beberapa obat yang biasanya dipakai untuk mengobati depresi, epilepsi dan rasa sakit yang berat
kadang kala dipakai untuk nyeri herpes zoster. Obat tersebut dapat menimbulkan berbagai efek
samping. Nortriptilin adalah obat antidepresi yang paling umum dipakai untuk nyeri herpes
zoster. Pregabalin adalah obat antiepilepsi yang juga dipakai untuk rasa nyeri setelah herpes
zoster.
Varicela-Zoster Immune Globulin (VZIG)
VZIG direkomendasikan untuk ibu hamil yang rentan dan terpapar varisela secara bermakna.
Bila ibu tersebut menyangkal pernah menderita verisela sebelumnya, maka dilakukan konfirmasi
uji serologis secepatnya. Adanya antibodi IgG spesifik terhadap antibodi maka segera diberikan
VZIG. Idealnya pemberian adalah 625 unit (5 vial) secara intra muskuler pada wanita dengan
berat badan lebih dari 50 kg dan 4 vial bila berat badan kurang dari 50 kg, penggunaan VZIG
dapat memperpanjang masa inkubasi varisela sampai selama 35 hari.Ada bukti yang menujukkan
bahwa VZIG dapat juga mengurangi resiko infeksi janin. Pada penelitian terhadap 97 wanita
hamil yang mengalami varisela dan mendapat VZIG, ternyata tidak terdapat kasus sindroma
varisela kongenital.
Vaksin Varisela
Imunisasi dengan vaksin varisela berguna untuk mencegah penyakit varisela pada individu
dengan resiko tinggi ataupun yang sehat. Vaksin VZV hidup yang sudah dilemahkan, yang
diberikan sebelum kehamilan terbukti merupakan metode yang paling efekyif dalam pencegahan
sindroma varisela kongenital . Vaksin ini 95% efektif terhadap[ varisela berat, penyakit yang
merupakan predisposisi terjadinya komplikasi yang paling sering yaitu superinfeksi bakteri.
Vaksin ini tidak direkomendasikan untuk wanita hamil.
 Komplikasi
Pada anak sehat, varisela merupakan penyakit ringan dan jarang menimbulkan penyulit
yang serius. Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus, namun
pada neonates dapat mencapai 30%. Penyulit tersering adalah infeksi sekunder bakteri pada lesi
kulit yang disebabkan oleh Stafilokokus aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A yang
menimbulkan impetigo, furunkel, selulitis, erisepelas, dan jarang gangrene. Infeksi lokal ini
sering menimbulkan jaringan parut. Pneumonia primer akibat varisela 90% terjadi pada orang
dewasa dan jarang pada anak normal. Gejala muncul 1-6 hari setelah lesi kulit, beratnya kelainan
paru mempunyai korelasi dengan beratnya erupsi kulit. Infeksi dapat pula bersifat invasif seperti
pneumonia, arthritis, osteomyelitis, fascilitis bahkan sepsis. Komplikasi lain dapat pula
menyerang susunan saraf pusat, berupa ataksia serebelar (1/4000 kasus) sampai dengan
meningoensefalitis, meningitis, vaskulitis.
Remaja dan dewasa mempunyai resiko lebih tinggi 25 kali untuk terjadinya komplikasi.
Penyebab komplikasi terbanyak pada dewasa adalah pneumonia. Muncul pada hari ke 1 sampai
hari ke 6 setelah timbulnya ruam dengan gejala sesak, takipneu dan demam. Kadang dapat pula
gejala dan tanda respiratorik yang muncul sebelum timbulnya ruam. Mekanisme dasar terjadinya
pneumonia masih belum jelas. Tetapi diduga akibat rendahnya paparan terhadap virus varisela
(seperti di Negara iklim tropis), jumlah individu pada setiap keluarga yang sedikit, ataupun
tingginya virulensi virus. Faktor lain yang merupakan faktor resiko terjadinya pneumonia, antara
lain : jumlah lesi >100, perokok, riwayat kontak, kehamilan trimester ketiga.
Download