PENDEKATAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

advertisement
J. Tek. Ling
Edisi Khusus
“Hari Lingkungan Hidup”
Hal. 127 - 138
Jakarta, Juni 2012
ISSN 1441-318X
PENDEKATAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
MELALUI PRODUKSI DAN KONSUMSI
BERKELANJUTAN
(Sustainable Consumption And Production)
Lestario Widodo dan Joko Prayitno Susanto
Abstracts
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin meningkatnya laju
pertambahan penduduk, pada kenyataannya semakin meningkatkan eksploitasi
sumberdaya alam yang terjadi tanpa pengawasan dan kendali yang memadai. Hal
tersebut jelas berdampak negatif pada keseimbangan ekologi dan kualitas lingkungan
hidup yang makin diperparah oleh rendahnya kesadaran individual dan masyarakat
untuk senantiasa menjaga keseimbangan lingkungan. Di dalam era globalisasi dimana
terjadi persaingan bisnis yang semakin ketat, industri yang memiliki kinerja pengelolaan
lingkungan yang baik akan memiliki daya saing yang lebih tinggi. Pendekatan pengelolaan
lingkungan pada awalnya didasarkan pada pendekatan kapasitas daya dukung (carrying
capasity approach). Selanjutnya pengelolaan lingkungan kemudian berkembang
menjadi upaya untuk mengatasi masalah pencemaran dengan cara mengelola limbah
yang terbentuk (end-of pipe treatment). Namun demikian masalah pencemaran
dan kerusakan lingkungan masih belum terpecahkan. Dalam perkembangannya
dengan mempertimbangkan pencegahan pencemaran dengan penekanan bahwa
pencemaran seharusnya dapat dicegah seminimal mungkin. Pendekatan ini dekenal
dengan nama produksi bersih ( Cleaner Production approach). Pendekatan tersebut
kemudian dilengkapi/disempurnakan dengan aspek konsumsi, sehingga dikenal dengan
pendekatan Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan (Sustainable Consumption and
Production/SCP). Pendekatan ini menitik beratkan keseimbangan produksi dan
konsumsi secara berkelanjutan, yaitu penggunaan barang dan jasa dengan cara
meminimalkan penggunaan sumber daya alam, bahan beracun dan emisi limbah dan
polutan selama siklus hidup, agar tidak membahayakan kebutuhan generasi mendatang.
Pusat Teknologi Lingkungan BPPT selama ini telah mengembangkan sistem dan
teknologi yang mendukung konsep SCP tersebut seperti pengembangan produksi bersih
yang telah diterapkan di berbagai sektor industri, pengelolaan limbah padat dan cair
yang kesemuanya mampu memberikan kontribusi pada pelaksanaan pembangunan
yang berwawasan lingkungan.
Kata kunci : Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan, Produksi Bersih
Abstracts
Development of science and technology and the increasing of population rate may result
in an increase in the exploitation of natural resources without adequate supervision and
control.. It has a negative impact on the ecological balance and environmental quality
is exacerbated by low public awareness to always maintain the environmental balance.
In the era of globalization where there is business competition is increasingly fierce, the
industry with has a good environmental management performance will have a higher
competitiveness. First approach of environmental management was originally based
Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138
127
on the carrying capacity (carrying capacity approach). Further environmental management
evolved into an effort to address the pollution problem by managing the waste form
(end-of pipe treatment), hope that environmental quality can be improved. However, the
problem of pollution and environmental damage is still unsolved. Taking into account
the fundamental aspects of pollution prevention, the focus that preventive at front of
process with an emphasis that pollution should be a minimum. This approach is called
cleaner production (Cleaner Production approach). Furthermore this approach was improved
with aspects of consumption, so the approach known as the Sustainable Production
and Consumption (Sustainable Consumption and Production / SCP). This approach focuses on
balance sustainable production and consumption, namely the use of goods and services
in ways that minimize the use of natural resources, toxic materials and emissions of
waste and pollutants over the life cycle, for the use of future generations. Environmental
Technology Center BPPT had been developing systems and technologies that support
of SCP such as the development of cleaner production that has been applied in various
industrial sectors, the management of solid and liquid wastes that are all can contributing
to the implementation of environmentally sound development.
Key words : Sustainable Consumption and Production, Cleaner Production
1.
LATAR BELAKANG
Sektor industri merupakan sektor
strategis yang diandalkan untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi baik secara nasional
maupun regional. Perannya yang besar
dalam pembangunan ekonomi ditunjukkan
oleh kontribusinya dalam PDB Nasional
selama 10 tahun terakhir yaitu rata-rata 26
%, dengan laju pertumbuhan rata-rata 4%/
tahun. Namun demikian, sektor industri juga
memberikan kontribusi yang cukup signifikan
terhadap permasalahan lingkungan dan
sumberdaya alam. Pembangunan pada
prinsipnya adalah untuk meningkatkan taraf
hidup manusia dengan memanfaatkan potensi
sumberdaya alam yang ada. Peningkatan
kondisi sosial dan pertumbuhan ekonomi
dengan memanfaatkan SDA terkadang
akan merusak ekologi, oleh sebab itu
diperlukan suatu sustainable resource
management. Kriteria untuk mencapai tujuan
keberlanjutan dengan parameter sisi ekonomi
dan sosial dilihat dari “Indeks Pembangunan
Manusia/IPM” dan ekologi dilihat dari Jejak
Ekologi (Ecological footprint)menempatkan
Indonesia di dibawah criteria minimum. Hal
ini menunjukkan bahwa pembangunan yang
dilakukan Indonesia belum berkelanjutan.
Sebagai negara berkembang yang tengah
128
memacu pertumbuhan ekonomi, Indonesia
menggunakan sejumlah besar sumber daya
alam yang masih mencemari lingkungan
dan menimbulkan limbah baik dari aktivitas
industri maupun rumah tangga. Berbagai
aktivitas tersebut dapat memperburuk
perubahan iklim ke kondisi yang semakin
tidak terkendali. Bahkan saat ini indonesia
masih berada di bawah kriteria green
economy dengan Human Development Index
(HDI) 6.17 dan Ecological Footprint 1.2.1)
Karena itu perlu adanya upaya menerapkan
konsep konsumsi dan produksi berkelanjutan
(Sustainable Consumption and Production/
SCP) menuju ekonomi hijau dalam konteks
pembangunan yang pro-poor, pro-job,
pro-growth dan pro-environment. Ekonomi
hijau bertujuan pada efisiensi sumber daya,
pemberantasan kemiskinan, penciptaan
pekerjaan yang layak, dan memastikan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Melalui penerapan SCP, diharapkan
eksploitasi dan penggunaan sumberdaya
alam baik non terbarukan maupun terbarukan
dapat dilakukan secera lebih efisien, proses
produksi dalam memanfaatkan sumber daya
alam tersebut dapat sehemat mungkin, serta
konsumsi produknya dapat dilaksanakan
secara rasional, sehingga dapat lebih
menjamin keberlanjutannya.
Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012
2.
PERKEMBANGAN PENDEKATAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Konferensi PBB tentang Lingkungan
Hidup Sedunia yang diselenggarakan pada
bulan Juni 1972 di Stockholm, Swedia,
dapat dianggap sebagai perwujudan
kesadaran masyarakat internasional akan
pentingnya kerja sama penanganan masalah
lingkungan hidup dan sekaligus menjadi
titik awal pertemuan berikutnya yang
membicarakan masalah pembangunan dan
lingkungan hidup. Konsep lingkungan hidup
manusia yang diperkenalkan menekankan
perlunya langkah-langkah pengendalian laju
pertumbuhan penduduk, menghapuskan
kemiskinan dan menghilangkan kelaparan
yang diderita sebagian besar manusia
di negara berkembang. Perkembangan
pengelolaan dan pembangunan lingkungan
hidup di Indonesia relatif belum lama dan
baru dirintis tahun 1978, diawali dengan
dibentuknya Menteri Negara Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup (MenPPLH) dengan prioritas pada peletakan
dasar-dasar kebijaksanaan “membangun
tanpa merusak”, 2) dengan tujuan agar
lingkungan dan pembangunan tidak saling
dipertentangkan.
2.1. P e n d e k a t a n
Lingkungan
Daya
Dukung
Kemampuan lingkungan untuk
mendukung perikehidupan semua makhluk
hidup yang meliputi ketersediaan sumber
daya alam untuk memenuhi kebutuhan dasar
dan tersedianya cukup ruang untuk hidup
pada tingkat kestabilan sosial tertentu disebut
daya dukung lingkungan. Keberadaan
sumber daya alam di bumi tidak tersebar
merata sehingga daya dukung lingkungan
pada setiap daerah akan berbeda-beda.
Oleh karena itu, pemanfaatanya harus dijaga
agar terus berkesinambungan dan tindakan
eksploitasi harus dihindari. Carrying capacity
atau daya dukung lingkungan mengandung
pengertian kemampuan suatu tempat dalam
menunjang kehidupan mahluk hidup secara
optimum dalam periode waktu yang panjang.
Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan
kemampuan lingkungan memberikan
kehidupan organisme secara sejahtera dan
lestari bagi penduduk yang mendiami suatu
kawasan. Dalam pendekatan ini aktivitas
yang berdampak lingkungan, diatasi dengan
memaksimalkan daya dukung lingkungan,
misalnya dengan cara membuang limbah ke
sungai pada saat air yang disungai mengalir
cukup deras, atau limbah cair sebelum
dibuang digelontor air terlebih dahulu agar
lebih encer, atau kalau kegiatan industri
yang menghasilkan debu pembakaran, maka
upayanya adalah dengan cara meninggikan
cerobong, dengan maksud daya dukung
lingkungannya lebih memadai. Konsep daya
dukung ini ternyata sulit untuk diterapkan
mengingat kendala-kendala yang timbul
dan sering kali harus dilakukan upaya
untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang
kemudian tercemar dan rusak, sehingga
menjadi mahal biayanya.
2.2. Pendekatan End of Pipe
Pendekatan pengelolaan lingkungan
selanjutnya adalah upaya untuk mengatasi
masalah pencemaran dengan cara mengelola
limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment),
dengan harapan kualitas lingkungan hidup
dapat lebih ditingkatkan.3} Konsep end-of-pipe
treatment ini menitik beratkan pada pengolahan
dan pembuangan limbah, setelah proses
produksi. Konsep ini pada kenyataannya
tidak dapat sepenuhnya memecahkan
permasalahan lingkungan yang ada, sehingga
pencemaran dan perusakan masih terus
berlangsung. Hal ini disebabkan karena
dalam prakteknya pelaksanaan konsep
ini menimbulkan banyak kendala, seperti
pentaatan peraturan perundangan misalnya
tentang baku mutu lingkungan, masalah
pembiayaan serta masih rendahnya tingkat
kesadaran pelaku pencemaran.
Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138
129
Kendala lain yang dihadapi oleh
pendekatan end-of-pipe treatment adalah
sebagai berikut:
1. Pendekatan ini bersifat reaktif, yaitu
bereaksi setelah limbah terbentuk.
2. Tidak efektif dalam memecahkan
permasalahan lingkungan, karena
pengolahan limbah cair, padat atau gas
memiliki resiko pindahnya polutan dari
satu media ke media lingkungan lainnya,
dimana dapat menimbulkan masalah
lingkungan yang sama gawatnya, atau
berakhir sebagai sumber pencemar
secara tidak langsung pada media yang
sama.
3. Biaya investasi dan operasi tinggi,
karena pengolahan limbah memerlukan
biaya tambahan pada proses produksi,
sehingga biaya persatuan produk
naik. Hal ini menyebabkan para
pengusaha enggan mengoperasikan
peralatan pengolahan limbah yang
telah dimilikinya.
4. Pendekatan pengendalian pencemaran
memerlukan berbagai perangkat
peraturan, selain menuntut tersedianya
biaya dan sumber daya manusia yang
handal dalam jumlah yang memadai
untuk melaksanakan pemantauan,
pengawasan dan penegakkan hukum.
Lemahnya kontrol sosial, terbatasnya
sarana dan prasarana serta kurangnya
jumlah dan kemampuan tenaga
pengawas menyebabkan hukum tidak
bisa ditegakkan.
Oleh karena banyaknya kendala yang
dihadapi dalam menerapkan konsep End of
Pipe sehingga konsep ini bukan cara yang
efektif dalam mengelola lingkungan, maka
pendekatan pengelolaan lingkungan telah
dirubah ke arah pencegahan pencemaran
yang mengurangi terbentuknya limbah
dan memfasilitasi semua pihak untuk
mengelola lingkungan secara hemat biaya
serta memberikan keuntungan baik finansial
maupun non finansial.
130
2.3. Produksi Bersih
Produksi bersih merupakan suatu
strategi pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif, terpadu dan diterapkan
secara kontinu pada proses produksi,
produk, dan jasa untuk meningkatkan
efisiensi sehingga mengurangi resiko
terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan. Produksi Bersih (cleaner
production) bertujuan untuk mencegah
dan meminimalkan terbentuknya limbah
atau bahan pencemar lingkungan diseluruh
tahapan proses produksi.4) Disamping itu,
produksi bersih juga melibatkan upayaupaya untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan baku, bahan penunjang
dan energi diseluruh tahapan produksi.
Dengan menerapkan konsep produksi
bersih, diharapkan sumber daya alam dapat
lebih dilindungi dan dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Secara singkat, produksi
bersih memberikan dua keuntungan,
pertama meminimisasi terbentuknya limbah,
sehingga dapat melindungi kelestarian
lingkungan hidup dan kedua adalah efisiensi
dalam proses produksi, sehingga dapat
mengurangi biaya produksi.
Prinsip-prinsip pokok dalam strategi
produksi bersih adalah sebagai berikut:
1. M e n g u r a n g i d a n m e m i n i m i s a s i
penggunaan bahan baku, air dan
pemakaian bahan baku beracun
dan berbahaya serta mereduksi
terbentuknya limbah pada sumbernya
sehingga mencegah dan atau
mengurangi timbulnya masalah
pencemaran dan kerusakan lingkungan
serta resikonya terhadap manusia.
2. Perubahan dalam pola produksi dan
konsumsi, berlaku balk pada proses
maupun produk yang dihasilkan,
sehingga harus dipahami betul analisis
daur hidup produk.
3. Upaya produksi bersih ini tidak akan
berhasil dilaksanakan tanpa adanya
perubahan dalam pola pikir, sikap dan
Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012
tingkah laku dari semua pihak terkait
baik pemerintah, masyarakat maupun
kalangan dunia usaha. Selain itu pula
perlu diterapkan pola manajemen di
kalangan industri maupun pemerintah
yang telah mempertimbangkan aspek
lingkungan.
4. Mengaplikasikan teknologi akrab
lingkungan, manajemen dan
prosedur standar operasi sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan.
Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu
membutuhkan biaya investasi yang
tinggi, kalaupun terjadi seringkali waktu
yang diperlukan untuk pengembalian
modal investasi relatif singkat.
5. Pelaksanaan program produksi bersih
ini lebih mengarah pada pengaturan
diri sendiri (self regulation) dari pada
pengaturan secara command and
control. Jadi pelaksanaan program
produksi bersih ini tidak hanya
mengandalkan peraturan pemerintah
saja, tetapi lebih didasarkan kesadaran
utuk merubah sikap dan tingkah laku.
Prinsip-prinsip dalam produksi bersih
diaplikasikan dalam bentuk kegiatan yang
dikenal sebagai 4R, meliputi:
·
·
·
·
Reuse, atau penggunaan kembali
adalah suatu teknologi yang
memungkinkan suatu limbah dapat
digunakan kembali tanpa mengalami
perlakukan fisika/kimia/biologi.
Reduction, atau pengurangan limbah
pada sumbernya adalah teknologi yang
dapat mengurangi atau mencegah
timbulnya pencemaran di awal produksi
misalnya substitusi bahan baku yang
ber B3.
Recovery, adalah teknologi untuk
memisahkan suatu bahan atau energi
dari suatu limbah untuk kemudian
dikembalikan ke dalam proses produksi
dengan atau tanpa perlakuan fisika/
kimia/biologi.
Recycling, atau daur ulang adalah
teknologi yang berfungsi untuk
memanfaatkan limbah dengan
memprosesnya kembali ke proses
semula yang dapat dicapai melalui
perlakuan fisika/kimia/biologi.
3. PENDEKATAN SCP
Menurut definisi dari United Nations
Environment Programme (UNEP), SCP
adalah tentang mempromosikan sumber
daya dan efisiensi energi dan infrastruktur
yang berkelanjutan dengan menawarkan
peluang seperti membuat pasar baru
dan menghasilkan pekerjaan yang layak,
seperti pasar untuk makanan organik,
perdagangan yang adil, perumahan
yang berkelanjutan, energi terbarukan,
transportasi berkelanjutan dan pariwisata.
SCP ini terutama bermanfaat bagi negara
berkembang karena menyediakan
kesempatan bagi pelaku ekonomi dan
usaha untuk “melompati” menuju teknologi
sumber daya yang lebih efisien, ramah
lingkungan dan lebih kompetitif, sehingga
memungkinkan melewati fase tidak efisien
dan menimbulkan polusi pembangunan.
SCP menggunakan “siklus hidup perspektif”
sebagai sarana untuk meningkatkan
pengelolaan berkelanjutan sumber daya dan
mencapai efisiensi sumber daya di semua
tahapan rantai nilai. SCP membuka jalan
untuk mempercepat transisi menuju ekonomi
eko-efisien, sementara memutar tantangan
lingkungan dan sosial menjadi peluang bisnis
dan pekerjaan.5)
Salah satu tujuan utama SCP
adalah untuk pertumbuhan ekonomi
‘memisahkan’ dan kerusakan lingkungan
dengan meningkatkan efisiensi penggunaan
sumber daya dalam distribusi, produksi
dan penggunaan produk. SCP bertujuan
untuk menjaga intensitas energi, material
dan polusi dari semua fungsi produksi dan
konsumsi dalam daya dukung ekosistem
alam.
Definisi konsumsi berkelanjutan
sebagai “penggunaan barang dan jasa
yang merespon kebutuhan dasar dan
Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138
131
membawa kualitas hidup yang lebih baik,
dan meminimalkan penggunaan sumber
daya alam, bahan beracun dan emisi limbah
dan polutan selama siklus hidup, agar
tidak membahayakan kebutuhan generasi
mendatang “. (The Oslo Symposium in
1994 ) 5) . Pola produksi dan konsumsi
yang berkelanjutan dalam hal ini adalah
pola atau mekanisme sistematik yang
mengatur produksi dan konsumsi suatu
produk benar-benar mengikuti kaidahkaidah yang menjamin keseimbangan
ekosistem dan kesinambungan khususnya
sumberdaya alam. Pada dunia nyata,
produksi suatu produk atau komoditas
sejalan dengan adanya konsumsi atau
produk atau komoditas itu sendiri. Sebagai
bahan baku utama asal muasalnya adalah
sumberdaya alam yang secara alami ada
dua kemungkinan ketersediaannya, yaitu
dapat diperbaharui (renewable resources)
dan tidak dapat diperbaharui (non renewable
resources) artinya dalam kurun waktu
tertentu ketersediaannya akan habis atau
musnah dari permukaan bumi. Sebagai
contoh misalnya minyak bumi atau gas alam
(natural gas) dengan demikian konsumsi
bahan baku yang tidak dapat diperbaharui
sebagai sumber energi atau sebagai bahan
baku industri turunannya pada kondisi dan
waktu tertentu tidak akan terpenuhi lagi
sekiranya tidak ditemukan teknologi baru
yang dapat menggantikannya. Tidaklah
mengherankan kalau untuk sumberdaya
alam yang tidak dapat diperbaharui
tersebut saat ini sudah mulai menurun
kuantitasnya dan dikampanyekan untuk
dihemat penggunaannya. Dari sumber daya
alam pada kondisi tertentu dapat dibuat
sumberdaya fisik atau buatan yang secara
tidak langsung dapat digunakan untuk bahan
baku industri produk atau komoditas sebagai
sesuatu yang diperlukan guna pemenuhan
konsumsi. Namun hal ini juga jumlahnya
sangat terbatas manakala tidak dilakukan
upaya penghematan sumberdaya alamnya
melalui 3 langkah yaitu : “Pengurangan
Penggunaan (Reduce), Penggunaan Ulang
(Reuse) dan Pendaur Ulangan (Recycle)
atau yang dikenal dengan istilah 3R.
Dengan demikian apabila tindakan melalui
3 langkah tersebut tidak dilakukan maka
dapat dipastikan bahwa produksi dan
eksploitasi sumberdaya alam akan tidak
seimbang dengan konsumsinya. Langkah ini
menjadi penting dalam menekan konsumsi
dan bertumpuknya limbah dan eksploitasi
sumberdaya yang berlebihan. Lebih jelasnya
gambaran tersebut di atas dapat diuraikan
dengan menggunakan gambar berikut.
Sustainable Consumption and Production
(SCP) yang dikemas dari proses ekstraski
SDA, produksi, market, use and end-of Life
suatu produk merupakan konsep integrasi
untuk perlindungan lingkungan yang lebih
luas.
Gambar 1. Cakupan SCP
132
Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012
Saat ini Pemerintah Indonesia telah
mencanangkan pertumbuhan ekonomi tinggi
yang inklusif dan berkelanjutan dengan
melakukan pembangunan di 6 koridor
ekonomi, yang tertera dalam Master Plan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI). Salah satu
strategi utama dalam master plan adalah
mempercepat IPTEK Nasional, oleh sebab
itu Pusat Teknologi Lingkungan Badan
Pengkajian Penerapan Teknologi sebagai
Pusat Unggulan Teknologi, memacu
perekayasaan teknologi hijau-teknologi
teknologi-hijau yang dikembangkan untuk
perbaikan efisiensi penggunaan sumber
daya, pengembangan teknologi dan pasar
yang rendah emisi karbon dan berjejak
ekologi tinggi serta pengurangan resiko
lingkungan yang diiringi dengan peningkatan
kualitas manusia,mengembangkan
pertumbuhan hijau dan peningkatan
kesempatan kerja yang layak.Implementasi
Teknologi hijau dalam 6 koridor ekonomi
akan menciptakan green ecgonomy. Hal ini
merupakan paradigma baru yang mendorong
pertumbuhan ekonomi,penghasilan dan
kesempatan kerja secara berkelanjutan,
serta memberikan kontribusi terhadap
pengurangan kemiskinan. (pro-job, pro-poor,
pro-environment)
4. P R O D U K S I B E R S I H S E B A G A I
KOMPONEN SCP
P a d a t a h u n 1 9 9 0 - a n UNEP 5)
(United Nations Enviroment Program)
memperkenalkan konsep produksi bersih
yang didefenisikan sebagai : “Suatu strategi
pengelolaan lingkungan yang bersifat
preventif dan terpadu yang perlu diterapkan
secara terus menerus pada proses produksi
dan daur hidup produk dengan tujuan untuk
mengurangi resiko terhadap manusia dan
lingkungan.” Produksi bersih adalah suatu
program strategis yang bersifat proaktif yang
diterapkan untuk menselaraskan kegiatan
pembangunan ekonomi dengan upaya
perlindungan lingkungan. Dasar Hukum
Pelaksanaan Produksi Bersih adalah UU RI
No. 32 Tabun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.6)
Sejak tahun 1980-an kajian tentang
teknologi yang ramah lingkungan menjadi
prioritas. Prinsip utama konsep ini adalah
mencegah terjadinya polusi (pollution
prevention) dengan menggunakan proses
produksi yang lebih bersih (cleaner
production) atau mengintegrasikan prinsip
ekologi dalam proses (eco-efficiency) 7).
Produksi bersih ini merupakan generasi
kedua perkembangan teknologi lingkungan.
Dalam produksi lebih bersih, langkah
praktisnya adalah bagaimana suatu proses
dapat :
a. Mengurangi pemakaian energi dan
bahan mentah produksi.
b. Mengurangi limbah yang dihasilkan.
c. Memperbesar potensi pendaurulangan
bahan mentah produksi dan produk
samping (by-product) Ada berbagai cara untuk menerapkan
langkah-langkah meningkatkan efisiensi
untuk proses, produk dan layanan. Caracara yang potensial untuk penerapan
produksi bersih yaitu melalui metodologi
untuk mencapai tujuan dalam produksi
bersih yang dilengkapi dengan pedoman
teknis. Pemilihan teknologi ini dan pedoman
berdasarkan penggunaannya di Indonesia
termasuk komprehensivitasnya serta
kemudahan untuk dipraktekan.
Pendekatan yang digunakan dalam
penerapan Teknologi Produksi Bersih yaitu
dengan cara sebagai berikut :
1. Melakukan Tata kelola yang apik (Good
House Keeping, GHK).
2. Pengelolaan Bahan Kimia (Chemical
Management, CM)
Di dalam hal ini memfokuskan pada
peningkatan produktivitas, penghematan
biaya, pengurangan dampak lingkungan
dan peningkatan prosedur organisasi serta
keselamatan di tempat kerja. Metodologi
yang lain secara lebih khusus memfokuskan
pada penerapan fisik langkah-langkah
Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138
133
Produksi Bersih yang merupakan gabungan
antara dua konsep Produksi Bersih dan
Efisiensi Energi.
Perspektif Ekonomi menjadi kunci
utama atas penerapan Produksi Bersih,
oleh karena itu dalam pengembilan
keputusan upaya perbaikan dijelaskan
pula metodologi ekonomi yaitu analisa
biaya keuntungan (CBA, Cost Benefit
Analysis) ) untuk Produksi Bersih dan
Akuntansi Manajemen Lingkungan (EMA,
Environmental Management Accounting).
Perspektif ekonomi ini menunjukan cara
objektif untuk mengetahui dampak finansial
terhadap kinerja lingkungan di industri
secara fisik dan moneter.8)
Dampak finansial dalam pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan
isu-isu lingkungan, seringkali salah dalam
perhitungannya akibat adanya biaya yang
tidak terlihat (hidden cost) maupun overhead
cost apabila menggunakan metode
perhitungan akuntansi konvensional. Untuk
dapat melihat secara lebih jelas lingkup
biaya lingkungan, maka telah dikembangkan
Environmental Management Accounting
(EMA)9) sebagai perangkat untuk membantu
para pelaku usaha dalam meningkatkan
performa finansial sekaligus kinerja
lingkungannya. Secara sistematis, EMA
mengintegrasikan aspek lingkungan dari
perusahaan ke dalam akuntasi manajemen
dan proses pengambilan keputusan.
Selanjutnya EMA membantu pelaku usaha
untuk mengumpulkan, menganalisa dan
menghubungkan antara aspek lingkungan
dengan informasi moneter maupun fisik.
Dalam setiap proses produksi tentu
memerlukan bahan baku sebagai input
utamanya, energi sebagai sumber bahan
bakar, serta air sebagai bahan penunjang.
Dengan teknologi proses yang sesuai serta
melibatkan tenaga kerja yang ahli dalam tiap
tahapan atau sub-prosesnya maka pada
akhirnya akan menghasilkan produk sesuai
dengan yang direncanakan sebelumnya.
Melalui langkah-langkah produksi tersebut
maka dapat digambar model alur bahan
134
proses produksi, tahapan produksi hingga
akhirnya menghasilkan produk. Pada model
alur bahan tiap tahapan atau sub-proses
produksi akan terlihat dengan jelas dan detail
kebutuhan bahan baku, energi, peralatan yang
diperlukan serta keterlibatan tenaga kerjanya.
Mendasarkan pemahaman singkat tentang
alur bahan tersebut maka yang dimaksud
dengan Non Produk Output (NPO) adalah
keseluruhan materi, energi dan air yang
digunakan dalam proses produksi akan tetapi
bahan tersebut tidak berakhir (termasuk) ke
dalam produk akhir yang direncanakan.9)
Untuk lebih jelasnya pengertian NPO dapat
dilihat pada Gambar 2.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa
NPO berada disebelah kanan yang pada
hakekatnya adalah limbah baik limbah cair,
limbah padat, produk buangan atau produk
gagal, serta emisi. Komponen-komponen
atau unsur NPO tersebut mempunyai nilai
atau yang disebut dengan biaya NPO10).
Biaya NPO terbentuk dari seluruh komponen
yang membentuk NPO yaitu Biaya Input,
Biaya Pemrosesan serta Biaya Pembuangan.
Lebih lanjut skema perhitungan biaya NPO
dapat dilihat seperti pada Gambar.
Berdasarkan pada definisi dari NPO
seperti terlihat pada Gambar 3, maka tipe
dan bentuk-bentuk NPO atau biaya-biayanya
yang dapat diidentifikasi adalah : 11)
a.
Bahan baku yang kurang berkualitas,
artinya bahan baku yang tidak
memenuhi kualitas (tidak sesuai
spesifikasi)) yang sudah ditetapkan
oleh industri.
b. Barang yang ditolak, diluar spesifikasi
produk (semua tipe), dan biaya
pemrosesan kembali
c. Limbah (padat, cair, beracun, tidak
beracun)
d. L i m b a h c a i r ( j u m l a h , t i n g k a t a n
kontaminasi = keseluruhan air tidak
terkandung dalam produk final)
e. energi (tidak terkandung dalam produk
final), contoh: batu bara, uap, listrik, oli,
diesel, bensin, limbah panas)
Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012
Gambar 2. Model Alur Bahan
NPO = seluruh materi, energi dan air yang digunakan dalam proses produksi
akan tetapi tidak berakhir (termasuk) ke dalam produk akhir
Gambar 3. Konsep dan Perhitungan NPO
Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138
135
f.
g.
h.
emisi (termasuk kebisingan dan bau)
Kehilangan dalam penyimpanan
Kerugian pada saat penanganan dan
transportasi (internal,eksternal)
i. Pengemasan Material (kecuali parfum
atau produk serupa)
j.
Reklamasi pelanggan dan trade returns
k. Kerugian karena kurangnya perawatan
l.
Kerugian atau permasalahan kesehatan
dan lingkungan
m. Kapasitas yang digunakan dalam
pemprosesan kembali (reprocessing)
(peluang biaya)
n. machine downtimes
Internalisasi biaya lingkungan skala
perusahaan adalah memasukkan item-item
biaya yang sebelumnya bukan manjadi
bagian dari biaya lingkungan menjadi biaya
lingkungan seperti biaya pengelolaan limbah,
pelatihan di bidang lingkungan, sertifikasi
dan labeling lingkungan (ISO 14000) yang
merupakan biaya-tidak langsung, biaya
lingkungan langsung seperti biaya energi
yang diperlukan untuk menghasilkan produk,
biaya tenaga kerja untuk memproses
produk, biaya bahan dan material untuk
memproduksi suatu produk. Masih dalam
tataran perusahaan, biaya lingkungan
secara akuntansi konvensional masuk dalam
kategori overhead cost (biasanya berupa
biaya limbah dan atau pembakaran limbah)
sehingga beban lingkungan dibebankan
secara makro, sedangkan upaya internalisasi
lingkungan (skala perusahaan) adalah
upaya secara lebih terinci beban atau
biaya lingkungan dari aspek apa saja yang
secara nyata memang menghasilkan biaya
lingkungan . . Dengan demikian melalui
internalisasi biaya lingkungan akan dapat
diketahui berapa biaya lingkungan yang
nyata pada masing-masing devisi serta
tahapan prosesnya sehingga sumber-sumber
pencipta beban lingkungan dapat dilihat
secara lebih terperinci. Pemahaman secara
konvensional tentang biaya lingkungan
adalah keseluruhan biaya perlindungan
lingkungan dalam arti biaya yang diperlukan
136
untuk pemulihan dampak lingkungan.
Sedangkan pemahaman biaya lingkungan
yang mengacu pada aliran bahan/material
dan energi adalah biaya-biaya yang terkait
dengan aliran bahan dan energi yang
berdampak terhadap lingkungan.
Dengan mengacu pada pemahaman
aliran bahan dan energi, maka biaya
lingkungan akan terkait dengan :
-
Biaya material sebagai input untuk
manjadi produk/output, yaitu biaya
belanja sumber alam, energi, air dan
material lainnya serta pengemasan
produk.
-
Biaya material dari non produk output,
yaitu biaya energi pada tahapan proses,
air dan material lain yang menjadi Non
Produk Output
-
Pengendalian biaya limbah dan emisi,
meliputi penanganan dan perlakuan
terhadap buangan limbah dan emisi,
se rta bi a ya ko mp en sa si a ki b at
kerusakan lingkungan.
-
Pencegahan dan biaya managemen
lingkungan, meliputi seluruh biaya
aktifitas managemen lingkungan,
perencanaan lingkungan dan
komunikasi lingkungan,
-
Biaya Penelitian dan Pengembangan,
mencakup penelitian yang terkait isuisu lingkungan.
-
Biaya-biaya yang terukur, antara lain
citra perusahaan, peraturan-peraturan
dimasa depan, relasi pemegang saham,
potensi kecenderungan perusahaan
dimasa mendatang.
Biaya yang umum dibebankan pada
lingkungan adalah : Biaya pengolahan limbah,
dan atau biaya incinerator (pembakaran
limbah padat). Sedangkan biaya yang
tersembunyi adalah biaya ; biaya energi
untuk material limbah, biaya pengadaan
bahan yang akhirnya menjadi limbah,
tambahan biaya akibat penampungan
limbah, biaya proses material limbah,
biaya administrasi untuk proses limbah dan
material limbah, biaya penanggulangan
kerusakan (ekstraksi) akibat material limbah,
Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012
biaya tenaga kerja untuk proses pengolahan
limbah dan material limbah.
Pusat Teknologi Lingkungan BPPT
telah membuat pengolahan limbah cair
industry tahu di salah satu klaster industry
tahu di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah
yaitu di desa Kalisari dan desa Cikembulan,
yang pada hakekatnya adalah komponen
lingkungan, diantaranya menghilangkan bau
busuk dari air limbah, memperbaiki kualitas
air yang sudah tercemar untuk perikanan
dan pertanian, memperoleh biogas sebagai
pengganti bahan bakar LPG.
Pengolahan limbah cair tahu yang
dapat menghasilkan biogas tersebut pada
dasarnya merupakan bagian dari komponen
Gambar 4. Instalasi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu
Tabel 1. Kapasitas Pengolahan Limbah Cair Industry Tahu Di Desa Kalisari Dan Cikembulan
Unit
Pengolahan
Limbah Cair
Kedelai yang Limbah cair
diolah (kg/
(m3/hari)
hari)
Kapasitas
Digester (m3)
Produksi biogas
(m3/hari)
Jumlah rumah
tangga pemakai
biogas
Kalisari 1
625
4.5
21
24
25
Kalisari 2
325
2.1
10
18
18
Cikembulan
225
1.5
7
9
7
Tabel 2. Kondisi Eksisting dan Potensi Substitusi LPG dan Reduksi Emisi hasil Pengolahan Limbha
Cair Tahu
Limbah cair tahu yang diolah
Dapat
mensubstitusi (ton
LPG per tahun)
Reduksi Emisi ton
CO2eq per tahun
3 Pengolahan yang sudah terpasang
9
184
Seluruh limbah tahu di Kalisari dan Cikembulan
106
2.203
Nasional
59 ribu
1,2 juta
SCP aspek managemen limbah. Jumlah
IKM tahu di kedua desa ini 650 IKM dengan
total kebutuhan bahan baku kedelai
mencapai 13 ton per hari. Dari kedua
desa ini menghasilkan limbah cair sekitar
90 m3 per hari. Jumlah limbah cair yang
diolah baru sekitar 8% dari total limbah dan
menghasilkan biogas. Biogas ini sudah
dimanfaatkan oleh 50 rumah tangga sebagai
bahan bakar pengganti LPG.
Pengolahan limbah cair industri
tahu memberikan banyak manfaat bagi
SCP khususnya managemen limbah. Selain
itu Pengolahan limbah cair industri tahu
menurunkan emisi CO2 dengan jumlah yang
relative cukup besar.
PENUTUP
Pendekatan pengelolaan lingkungan
terus mengalami perkembangan secara
dinamis, namun tiap tahapan perkembangan
dengan tahapan berikutnya tetap saling
melengkapi, sehingga pengelolaan
Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138
137
lingkungan akan semakin komprehensif
(terpadu) dan saling sinergis.
Pendekatan SCP pada hakekatnya
merupakan pendekatan secara holistik, yang
dimulai dengan bagaimana memanfaatkan
suatu sumber daya (ekstrasi) secara lebih
efisien, memproduksi sumber daya tersebut
secara lebih produktif, memasarkan hasil
produksinya dan pemanfaatannya secara
rasional (aspek konsumsi berkelanjutan),
serta melaksanakan pengelolaan limbah dari
produksi yang dimanfaatkan maupun limbah
dari produk samping yang kesemuanya
menjadi suatu gugus kendali lingkungan,
sehingga pemanfaatan sumber daya akan
lebih berkelanjutan.
Dengan pendekatan Non Produk
Output (NPO) pada produksi bersih maka
secara lebih jelas dapat membantu untuk
mengidentifikasi dan menganalisa biaya
lingkungan yang tersembunyi (hidden cost),
misalnya biaya minimisasi limbah yang
hanya memasukkan biaya insenerasi dan
pembuangan limbah. Dengan demikian
perhitungan NPO akan sangat membantu
dalam mengemplementasikan SCP pada
kegiatan produksi.
Pengelolaan limbah (pendekatan end
of pipe) yang secara senergis menghasilkan
biogas sebagai energi alternative pada
limbah cair tahu, mampu meningkatkan
penghematan melalui pemanfaatan biogas
dari hasil pengolahan limbah tahu. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada komponen
SCP khususnya managemen limbah cair dari
produk samping proses tahu, dapat dijadikan
sumber energi terbarukan.
Penerapan produksi bersih disegala
lini produksi mampu menghasilkan
penghematan penggunaan sumber-sumber
seperti bahan baku atau material, energi
dan air sehingga produk yang dihasilkan
dapat lebih terjamin keberlanjutannya.
Disisi lain konsumsi produk-produk dari
hasil pemanfaatan yang sudah lebih efisien
tersebut, harus dilaksanakan secara labih
rasional dan tidak berlebihan, sehingga
managemen limbah dari produk tersebut
138
dapat dilaksanakan secara lebih bijaksana
misalnya melalui konsep 3 R.
Daftar Pustaka
1. -------------------, http://en.wikipedia.org/wiki/
Ecological_footprint, : The ecological
footprint is a measure of human
demand on the Earth’s ecosystems.
2. --------------------, http://www.menlh.go.id/
tentang-kami/sejarah-klh, Sejarah KLH
3. Fleig, A., ECO-Industrial Parks. A
Strategy towards industrial ecology in
Developing and Newly Industrialized
Countries,2000, GTZ.
4. Potter, C. Limbah Cair Berbagai Industri di
Indonesia, Sumber, Pengendalian dan
Baku Mutu EMDI BAPEDAL, Project of
The Ministry of State for Environment,
Republic of Indonesia and Dalhousie
University, 1994 Canada, Jakarta.
5 ------------------,UNEP, United Nations
Environmental Program, www.unep.org
6.--------------------,UU RI No. 32 Tabun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
7. Stefan Schaltegger, Prof. Dr.; Concept
of eco-efficiency 1980 . University of
Lueneburg, Germany
8.-------------------,Study Of Management
Accounting 1980, The Centre for
Sustainability Management (CSM),
University of Lueneburg, Germany’
9.-------------------,Environmental
Management Accounting 2003, Society
for Environmental Protection (ASEP)
Bangkok, Thailand.
10. ------------------ US EPA, US Environmental
Protection Agency, www.epa.gov
11. ------------------ International Federation of
Accountants IFAC, 1998: Environmental
Management in Organizations. The
Role of Management Accounting. Study
6. New York
Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012
Download