PANCASILA SEBAGAI ASAS PEMBENTUKAN HUKUM DAN

advertisement
PANCASILA SEBAGAI ASAS PEMBENTUKAN HUKUM
DAN PENGEMBANGAN BANGSA
Oleh:
Dr. Rio Christiawan, SH., M.Kn1 dan Dr. Efendi Saragih, SH, MH.2
Abstract
In the promulgation of law and regulation according to law science should be based on
philosophical principles. The aim are, law and regulation according to the philoshopy that in
this circumstances is Pancasila as Indonesian ideology. The aim of this paper is to study
Pancasila as principles of promulgation of law and regulation and nation building. So that
all legal product and nation building could be achieved according to Indonesian ideology.
Keywords: pancasila, law and regulation, nation building.
A.
Pendahuluan
Asas hukum ialah prinsip-prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum, asas-
asas itu dapat disebut pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak tentang
hukum, asas-asas itu juga merupakan titik tolak pembentukan undang-undang dan
interprestasi undang-undang tersebut.3 Pengertian asas hukum lainnya menurut pakar hukum
adalah sebagai berikut:
”Bellefroid berpendapat bahwa azas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan
dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap bersal dari aturan aturan
yang lebih umum, Menurut Van Eikema Hommes menegaskan bahwa azas hukum tidak
boleh dianggap sebagai norma hukum yang konkret tetapi perlu dipandang sebagai dasar
dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku, pembentukan hukum praktis
berorientasi pada azas hukum tersebut, Menurut Soedikno Mertokusumo Azas hukum
bukan merupakan hukum yang konkret melainkan pikirn dasar yang umum dan abstrak
atau merupakan latar belakang peraturan konkret tersebut yang terjelma didalam
peraturan perundang-undangan.dan putusan hakim”4
Menurut sifatnya azas hukum dibedakan menjadi 3 yaitu :
1
Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta.
3
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, penerbit Kanisius Yogyakarta,Cetakan ke 15 tahun 2010 hlm 81
4
Soedikno Mertokusumo, Penemuan hukum Sebuah Pengantar, Penerbit Liberty yogyakarta cetakan 6 tahun
2009 hlm 5-6
2
”Azas hukum objektif yang bersifat moral , Azas hukum objektif yang bersifat
rasional yaitu prinsip prinsip yang termasuk peenertian hukum dan aturan hidup
bersama yang rasional .dan Azas Azas hukum subjektif yang bersifat moral maupun
rasional yakni hak hak yang ada pada manusia dan yang menjadi titik tolak
pembentukan hukum , perkembangan hukum paling nampak dalam sisi ini.”5
Azas hukum mempunyai 2 landasan yaitu azas hukum yang berakar dari ketentuan
masyarakat dan pada nilai nilai yang dipilih sebagai pedoman hidup bersama.6 Disamping itu
Azas hukum juga mempunyai daya ikat serta membuat hukum menjadi tidak kaku serta
menciptakan suatu sistem tersendiri meskipun tidak dituangkan dalam aturan hukum yang
konkret.
Azas hukum bersifat umum artinya dapat diberlakukan bagi seluruh peristiwa hukum
tidak hanya peristiwa tertentu saja yang mencerminkan dasar filosofi dari tuujuan dibuatnya
hukum itu. Menurut daya ikatnya azas hukum dibagi menjadi Azas hukum umum yaitu yang
berhubungan dengan seluruh bidang hukum dan Azas hukum khusus yaitu yang berlaku
untuk bidang hukum tertentu saja, misalnya perdata.
Hukum mengatur hubungan hukum, hubungan hukum itu sendiri terdiri dari ikatanikatan antar individu dan masyarakat atau individu dan individu sehingga dengan demikian
hukum dapat dipandang sebagai kumpulan peraturan atau kaedah yang mempunyai isi yang
bersifat umum dan normatif , umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena
menentukan apa yang seyogyanya dilakukan.7
Sedangkan pengertian hukum yang lain adalah aturan yang digunakan oleh
masyarakat dengan tujuan untuk menentukan sifat manusia yang dapat dipaksakan kepadanya
dengan kekuatan kekuasaan publik .8 Selanjutnya Johanes Ibrahim dan Pan Lindawaty Sewu
mengutip pendapat para ahli mengenai hukum sebagai berikut :
”a. Menurut Marcus Tullius Cicero mengatakan bahwa definisi dari hukum
5
Theo Huijbers,Op.Cit 115 hlm 82.
Soedikno Mertokusumo ,Op.Cit 116 hlm 6
7
Lihat Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Liberty yogyakarta tahun 1999
hlm 40-41
8
Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Penerbit Ghalia Indah,Bogor 2010, hlm 38
6
adalah akal tertinggi (the highest reason) yang ditanamkan oleh alam
dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan ;
b. Menurut Rudolf van Jhering hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa
dan berlaku dalam suatu negara ;
c. Menurut Mochtar Kusumaatmaja bahwa pengertian hukum yang memadai harus
tidak hanya memandang hukum sebagai suatu perangkat kaidah atau asas-asas
yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup
lembaga dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan;”9
Satu lagi definisi mengenai hukum dari Thomas Aquinas adalah Quedam rationis
ordinatio ad bonum comune , ab eo qui curam communitatis habet promulgata (artinya
dalam bahasa Indonesia, Hukum adalah perintah yang masuk akal, ditujukan untuk
kesejahteraan umum, dibuat oleh yang mengemban tugas dalam suatu masyarakat dan
diundangkan olehnya)10.
Dengan demikian hakikat hukum adalah demi kesejahteraan umum termasuk
diantaranya, keadilan, ketertiban dan kebahagiaan. Hukum adalah alat yang diciptakan oleh
pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan dan alat untuk mengontrol kekuasaan dapat
juga disimpulkan bahwa hukum itu sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
Dari definisi hukum yang ada maka dapat disimpulkan bahwa hukum adalah
seperangkat aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berisi ketentuan-ketentuan dalam
hidup bersama , (hal ini dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial) ataupun mengatur
hubungan antar individu (manusia sebagai makhluk individu).
B.
Pembahasan
1.
Dasar Pembentukan Hukum
Validitas dari sistem hukum bergantung dari paktik-pratik aktualnya. Dikatakannya
bahwa “peraturan legal dinilai sebagai sesuatu yang valid apabila normanya efektif (yaitu
9
Lihat Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, Penerbit Refika
Aditama Bandung, 2007 hlm 6-7.
10
Martino Sardi,,Hukum ,Keadilan dan Hak Asasi Manusia, Makalah Seminar HAM , Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 15 Februari 2003 hlm 3.
secara aktual dipraktikkan dan ditaati). Lebih jauh lagi, kandungan sebenarnya dari Norma
Dasar juga bergantung pada keefektifitasannya.
Menurut aliran positivistik maka ilmu hukum harus dipisahkan hubungan antara
hukum dengan moral sehingga ilmu hukum itu bukanlah ilmu oleh karena hanya sosiologi
hukum empirik dan teori hukum empirik dalam arti sempit sebagai ilmu. Sedangkan yang
lainnya ternmasuk keahlian hukum terdidik (rechtsgeleerdheid).
”Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das solen,
dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Normanorma adalah produk dari aksi manusia yang deliberatif. Kelsen meyakini David
Hume yang membedakan antara apa yang ada (das sein) dan apa yang “seharusnya”,
juga keyakinan Hume bahwa ada ketidakmungkinan pemunculan kesimpulan dari
kejadian faktual bagi das solen. Sehingga, Kelsen percaya bahwa hukum, yang
merupakan pernyataan-pernyataan “seharusnya” tidak bisa direduksi ke dalam aksiaksi alamiah.Kemudian, bagaimana mungkin untuk mengukur tindakan-tindakan dan
kejadian yang bertujuan untuk menciptakan sebuah norma legal? Kelsen menjawab
dengan sederhana ; kita menilai sebuah aturan “seharusnya” dengan memprediksinya
terlebih dahulu. Saat “seharusnya” tidak bisa diturunkan dari “kenyataan”, dan selama
peraturan legal intinya merupakan pernyataan “seharusnya”, di sana harus ada
presupposition yang merupakan pengandaian. ”11
Disiplin hukum selau terkait erat dengan kaedah ( normwissenshaft) dengan
mengutamakan metodologi, sistematika,sehingga dalam perkembangannya disiplin hukum
secara objektif mampu menjelaskan keadaan dan gejala serta kenyataan di tengah
masayarakat, upaya untuk mencapai suatu kesaling bertautan internal dan jika mungkin
penataan yang ajeg ,tertanam di dalam hukum .Namun di dalam hukum yang sama itu sendiri
terdapat keterbukaan bagi permasalahan ,sampai ke struktur dari asas- asas dan pengertian
dari hukum itu sendiri. Menurut Roscoe Pound dalam ia mengemukakan bahwa hukum harus
dibedakan dengan undang undang adalah :
The system of authoritative materials for grounding or guiding judicial and administrative
actions recognized or established in a politically organized society.
11
Wikifikasi Artikel,2009, Teori Hukum Murni,www.wikipedia.com,hlm 2
Dapat disimpulkan bahwa hukum dalam konteks mengatur kehidupan manusia adalah untuk
mewujudkan keadilan dalam pandangan ini disiplin hukum sebagai suatu ilmu yang berkaitan
dengan penafsiran dan penerapan hukum.12
Hukum dalam mencapai tujuannya mencakup tiga komponen sebagaimana
Mulyoputro mengutip pendapat Lawrence M. Friedman yang menjelaskan tujuan hukum
dalam berbagai komponen :
(1) “Legal substance yaitu norma-norma dan aturan-aturan yang digunakan secara
institusional beserta pola perilaku para pelaku dalam sistem hukum;
(2) Legal structure yaitu lembaga lembaga yang bertugas menegakkan hukum ;
(3) Legal culture yaitu kebiasaan , pandangan masyarakat umum dalam mencapai
tujuan hukum”13
Secara pokok tujuan hukum adalah sebagai alat ketertiban dan keteraturan dalam
masyarakat sehingga dapat terwujud keadilan sosial di dalam masyarakat maupun hukum
memiliki fungsi sebagai sarana pembangunan dan sarana kontrol atas kekuasaan.
Di dalam literatur dikenal tiga macam teori hukum mengenai tujuan hukum yaitu , pada
Teori etis menyebutkan bahwa hukum semata-mata bertujuan keadilan karena isi hukum
ditentukan oleh nilai etis atas keadilan dengan kata lain hukum menurut teori ini bertujuan
merealisir dan mewujudkan keadilan14.
Teori Utilistis (Endaemonistis) menurut teori ini hukum ingin menjamin kebahagian
yang sebesar besarnya bagi seluruh Amat manusia pada hakekatnya menurut teori ini tujuan
hukum adalah manfaat bagi kebahagiaan sebanyak mungkin orang; Teori campuran ,
Soedikno Mertokusumo mengutip pendapat Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan bahwa
tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban , kebutuhan akan ketertiban ini
12
13
Lihat Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Kencana Jakarta 2009 hlm 33
Mulyoputro, Pluralisme Hukum dan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,Jurnal Hukum :MasalahMasalah Hukum Universitas Diponegoro Vol XXXI No 4 Oktober – Desember 2002 hlm 187.
14
Lihat Soedikno Mertokusumo, Loc.Cit 116 hlm 71 .
merupakan syarat fundamental bagi adanya statu masyarakat yang teratur guna tercapainya
keadilan yang berbeda beda menurut isi dan ukurannya menurut zamannya.15
Selanjutnya Soedikno Mertokusumo mengutip pendapat beberapa ahli mengenai
tujuan hukum sebagai berikut,
a) Menurut Purnadi dan Soerjono Soekanto tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar
pribadi yang meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi ;
b) Menurut Van Apeldorn tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia
secara damai.;
c) Sedangkan Menurut Soebekti bahwa hukum mengabdi pada tujuan negara untuk
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya.16
2.
Pancasila sebagai Dasar pembentukan Hukum
Kalimat alinea ke-4
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
menyatakan bahwa disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu UUD Negara
Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Notonagoro yang dikutip oleh Soepardi, kata kata ”berdasar kepada”
menentukan kedudukan ”Pancasila” dalam negara Republik Indonesia sebagai ”dasar negara”
dalam pengertian ”dasar filsafat”. Dari pembicaraan dalam BPUPKI dapat disimpulkan,
bahwa dasar itu dimaksudkan sebagai ”dasar filsafat”. Dasar filsafat, asas kerohanian negara
15
16
Lihat Ibid hlm 74-75 .
Lihat Ibid hlm 75 .
Pancasila adalah cita-cita yang harus dijelmakan dalam kehidupan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.17
Pancasila dalam pengertian ini sering disebut dasar Falsafah Negara (Dasar Falsafat
Negara). Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara,
atau dengan kata lain Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan
negara.
Pengertian Pancasila sebagai Dasar Negara
seperti dimaksudkan di atas sesuai
dengan bunyi Pembukaan UUD 1945, yang dengan jelas menyatakan:
”maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara
Indonesia yang berkedaulatan rakayat dengan berdasar kepada ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan Pancasila,keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.”.
Mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara ini, Notonagoro dalam karangan yang
berjudul ” Berita Pikiran Ilmiah Tentang Jalan Keluar Dari Kesulitan Mengenai Pancasila
Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia” antara lain dinyatakan:
”di antara unsur-unsur pokok kaidah negara yang fundamentil, asas kerokhanian
Pancasila adalah mempunyai kedudukan istimewa dalm hidup kenegaraan dan hukum
bangsa Indonesia”.
Di bagian lain dikatakan:
”norma hukum yang pokok dan disebut pokok kaidah fundamentil dari pada negara
itu dalam hukum mempunyai hakekat dan kedudukan yang tetap, kuat dan tak
berubah bagi negara yang dibentuk dengan perkataan lain dengan jalan hukum tidak
dapat diubah ”18
Fungsi pokok dari Pancasila adalah sebagai Dasar Negara, sesuai dengan Pembukaan
UUD1945, dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber hukum atau sumber dari tertib
17
Lihat HRB Soepardi, Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, Penerbit Pustaka Mandiri, Jakarta, 2010,
hlm. 88.
18
Dardi Darmodiharjo dkk, Santiaji Pancasila, Penerbit: Usaha Nasional Surabaya hlm 123
hukum sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (jo. Ketetapan
MPR No, V/MPR/1973). Pengertian demikian adalah pengertian Pancasila yang bersifat
yuridis-ketatanegaraan
Pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis adalah di dalam fungsinya sebagai pengatur
hidup kemasyarakatan pada umumnya, sedangkan pengertian yang bersifat ethis dan filosofi
adalah didalam fungsinya sbagai pengatur tingkah-laku pribadi dan cara-cara dalam mencari
kebenaran. Dalam hal yang terakhir yakni Pancasila sebagai philosophical way of thinking
atau philosophical system dapat dianallisa dan dibicarakan secara mendalam, karena orang
berfikir secara filosofis tidak akan henti-hentinya ; ia selalu mencari dan mencari kebenaran
itu. Namun demikian harus disadari bahwa kebenaran yang dapat dicapai mnusia adalah
kebenaran yang masih relatif tidak absolut atau mutlak. Kebenaran yang absolut atau
hendak mutlak adalh kebenaran yang ada pada Tuhan Yang Maha Esa. Kareba itu adalam
mencari kebenaran Pancasila sebagai philosophical way of thinking atau philosophical system
tidaklah perlu sampai menimbulkan pertentangan dan persengketaan apalagi perpecahan. 19
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan dasar filsafat negara
Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas. Namun demikian
sila-sila Pancasila itu merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, yaitu setiap sila merupkan
unsur (bagian yang mutlak) dari Pancasila. Maka Pancasila merupakan suatu kesatuan yang
majemuk tunggal. Konsekuensi setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila-sila
lainnya serta diantara sila satu dengan yang lain tidak saling bertentangan.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara
filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi
dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ”monopluralis” yang memiliki unsur-unsur ”
susunan kodrat” jasmani rohani, ”sifat kodrat” individu-makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
19
Ibid hlm 124 .
Unsur-unsur hakikat manusia tersebut merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan
harmonis. Setiap unsur memiliki fungsi masing-masing namun saling berhubungan. Oleh
karena sila-sila Pancasila merupakan penjelmaan hakikat manusia ” monopluralis” yang
merupakan kesatuan organis maka sila-sila Pancasila juga memiliki kesatuan yang bersfat
organis pula.20
Jika urutan-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud demikian maka diantara
lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lainnya sehingga Pancasila
merupakan suatu keseluruhan yang bulat . Andai kata urut-urutan itu dipandang sebagai
tidak mutlak maka diantara satu sila dengan sila lainnya tidak ada sangkut pautnya, maka
Pancasila itu menjadi terpecah belah, oleh karena itu tidak dapat dipergunakan sebagai asas
kerokhanian negara. Setiap sila dapat diartikan dalam bermacam-mcam maksud, sehingga
sebenarnya sama saja dengan tidak ada Pancasila.
Apabila kesatuan sila-sila Pancasila yang memiliki susunan hierarkhis piramidal ini,
maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebaliknya
Ketuhanan
yang Maha Esa adalah Ketuhanan
yang kemanusiaan,
berpersatuan,
berkerakyatan serta berkeadilan sosial sehingga di setiap sila senantiasa terkandung sila-sila
lainnya.
Secara ontologis hakikat sila-sila Pancasila
mendasarkan pada landasan sila-sila
Pancasila yaitu : Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil . Berdasarkan hakikat yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila dan Pancasila sebagai dasar filsafat negara, maka hal
yang berkaitan dengan sifat
dan hakikat negara harus sesuai dengan landasan sila-sila
Pancasila. Hal itu berarti hakikat dan inti sila-sila Pancasila adalah sebagai berikut: sila
20
Lihat Kaelan, Pendidikan Pancasila, Penerbit Paradigma, Yogyakarta,2008 hlm 60.
pertama Ketuhanan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan,
sila kedua Kemanusiaan adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan
hakikat manusia, sila ketiga Persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai
dengan hakikat satu, sila keempat Kerakyatan sifat-sifat dan keadaan negara yang harus
sesuai dengan hakikat rakyat, sila kelima Keadilan sifat-sifat dan keadaan negara yang harus
sesuai dengan hakikat adil.21
Kesesuaiaan yang dimaksud adalah kesesuaian antara hakikat nilai-nilai sila-sila
Pancasila dengan negara, dalam pengertian kesesuaian sebab dan akibat. Makna kesesuaian
tersebut adalah sebagai berikut, bahwa hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan yang Mah
Esa (sebagai sebab) (hakikat sila I dan II) yang membentuk persatuan mendirikan negara dan
persatuan manusia dalam suatu wilayah disebut rakyat (hakikat sila III dan IV), yang ingin
mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu suatu keadilan dalam suatu persekutuan hidup
masyarakat negara (keadilan sosial) (hakikat sila V). Demikianlah, maka secara konsisten
negara haruslah sesuai dengan hakikat Pancasila.
Sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, Sila Kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai
oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permu syawaratan/perwakilan
serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ketiga Persatuan Indonesia adalah
diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab dan
menjiwai
sila
Kerakyatan
yang
permusyawaratan/perwakilan serta
21
Ibid hlm. 63.
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Sila
keempat:
Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia serta meliputi dan menjiwai sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Sila Kelima Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan berada, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permu syawaratan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan
yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistemologis beserta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Sebagaimana dijelaskan
bahwa kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkhis dan mempunyai bentuk
piramidal, digunakan
untuk menggambarkan hubungan hubungan hierarkhi sila-sila
Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan
sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis. Selain sila-sila Pancasila itu hierarkhi dalam
hal kuantitas juga dalam hal isi sifatnya yaitu menyangkut makna serta hakikat-hakikat silasila Pancasila .22Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki :
dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis .
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan
yang
menyangkut sila-silanya saja melainkan juga meliputi dasar ontologis sila-sila Pancasila.
Pancasila yang terdiri atas lima sila setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri-sendiri,
melainkan
memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar Ontologis Pancasila pada
hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu
hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila
22
Ibid hlm 78 .
Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagi berikut : bahwa yang berKetuhanan
Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.23
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki halhal yang mutlak yaitu terdiri atas susunan kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri
sendiri dan sebagai Makhluk Tuhan yang Maha Esa, oleh karena itu kedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka
secara hierarkhi sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat
sila-sila yang lainnya.24
Hubungan kesesuaian antara negara dengan landsan sila-sila Pancasila adalah berupa
hubungan sebab-akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu,
rakyat , adil sebagai pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia,
satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab adapun negara adalah sebagai akibat.
Sebagai
menunjukkan
suatu sistem filsafat landasan sila-sila Pancasila itu dalam hak isinya
suatu hakikat makna yang bertingkat
25
serta ditinjau dari keluasannya
memiliki bentuk piramidal . Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
”.................sebenarnya ada hubungan sebab dan akibat antara negara pada umumnya
dengan manusia karena negara dalah lembaga kemanusiaan yang diadakan oleh manusia.
Adapun Tuhan adalah asal segala sesuatu, termasuk manusia sehingga terdapat hubungan
sebab dan akibat pula antara negara dengan asal mula segala sesuatu, rakyat adalah jumlah
dari manusia-manusia pribadi, sehingga ada hubungan sebab akibat antara negara dengan
rakyat, lebih lebih untuk negara kita yang kekuasaanya dengan tegas dinyatakan ditangan
23
Lihat Ibid hlm 79 .
Lihat Ibid hlm 88 .
25
Lihat Ibid hlm 87 .
24
rakyat, berasal dari rakyat, sebagaimana tersimpul dalam asas kedaulatan rakyat. Tidak dari
satu akan tetapi dari penjelmaan dari satu itu ialah kesatuan rakyat, dapatlah timbul suatu
negara, sehingga dengan tidak secara langsung ada juga hubungan sebab dan akibat. Adil
adalah dasar dari cita-cita kemerdekaan setiap bangsa, jika sesuatu bangsa tidak merdeka dan
tidak mempunyai negara sendiri, itu adalah adil. Jadi hubungan antara negara dengan adil
termasuk juga dalam golongan hubungan yang harus ada atau mutlak dan dalam arti bahwa
adil itu dapat dikatakan mengandung unsur pula yang sejenis dengan asas hubungan sebab
dan akibat, atau termasuk dalam lingkungannya juga sebagai penggerak atau pendorong
utama.
Selain itu sila Keadilan Sosial adalah merupakan tujuan dari keempat sila yang
mendahuluinya, maka dari itu merupakan tujuan dari bangsa kita dalam bernegara.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hakikat kesatuan sila-sila Pancasila yang bertingkat dan
berbentuk piramidal dapat dijelaskan di bawah ini.
Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila-sila
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin
Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan Serta Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia. Hal tersebut berdasarkan pada hakikat bahwa pendukung pokok
negara adalah manusia, karena negara adalah lembaga hidup bersama sebagai lembaga
kemanusiaan dan manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sehingga adanya
manusia sebagai akibat adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai kausa prima. Tuhan adalah
sebagai asal mula segala sesuatu, adanya Tuhan adalah mutlak, sempurna dan kuasa, tidak
berubah, tidak terbatas serta pula sebagai pengatur tertib alam. Sehingga dengan demikian
sila pertama mendasari, meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya.
Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab didasari dan dijiwai oleh Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa serta mendasari dan menjiwai sila Persatuan Indonesia, sila
Kerakyatan
Yang
Dipimpin
Oleh
Hikmat
Kebijaksanaan
Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hal
ini dapat dijelaskan sebagai berikut, negara adalah lembaga kemanusiaan yang diadakan
manusia, maka manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok negara, negara adalah dari,
oleh dan untuk manusia, oleh karena itu terdapat hubungan sebab dan akibat yang langsung
antar negara dengan manusia. Adapun manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa
sehingga sila kedua didasari dan dijiwai
oleh sila pertama, Sila kedua mendasari dan
mendasari sila ketiga (Persatuan Indonesia), sila keempat (Kerakyatan) sert sila kelima
(Keadilan Sosial). Pengertian tersebut hakikatnya mengandung makna sebagai berikut rakyat
adalah sebagai unsur pokok negara dan rakyat adalah merupakan totalitas individuindividuyang bersatu yng bertujuan mewujudkan suatu keadilan dalam hidup bersama
(Keadilan Sosial). Dengan demikian pada hakikatnya yang bersatu membentuk suatu negara
adalah manusia. Dan manusia yang bersatu dalam suatu negara adalah disebut rakyat sebagai
unsur pokok negara serta terwujudnya keadilan bersama adalah keadilan dalam hidup
manusia bersama sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Sila ketiga Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, serta mendasari dan menjiwai sila
kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hakikat sila ketiga tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut, hakikat persatuan didasari dan dijiwai sila Ketuhanan dan
Kemanusiaan, bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang pertama harus
direalisasikan adalah mewujudkan suatu persatuan dalam suatu persekutuan hidup yang
disebut negara. Maka pada hakiktnya yang bersatu adalah manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa. Oleh karena itu persatuan adalah sebagai akibat adanya manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
adapun
hasil persatuan di antara individu-individu,
pribadi-pribadi dalam suatu wilayah tertentu disebut sebagai rakyat, sehingga rakyat adalah
merupakan unsur pokok negara. Persekutuan hidup bersama manusia
dalam rangka
mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu keadilan dalam kehidupan bersama
(Keadilan
Sosial) sehingga sila ketiga mendasari dan menjiwai sila keempat dan sila kelima Pancasila.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Notonagoro sebagai berikut :
”...............sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan, meliputi seluruh
hidup manusia dan menjadi dasar daripad sila-sila yang lainnya. Akan tetapi sila
persatuan dan kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial hanya meliputi sebagian
lingkungan hidup manusia sebagai pengkhususan daripada sila kedua dan sila
pertama dan mengenai hidup bersama dalam masyarakat bangsa dan negara. Selain
itu ketiga sila ini persatuan, kerakyatan dan keadilan satu dengan lainnya
bersangkut-paut dalam arti sila yang di muka menjadi dasar daripada sila-sila
berikutnya dan sebaliknya yang berikutnya merupakan pengkhususan daripada yang
mendahuluinya hal ini mengingat susunan sil-sila Pancasila yang hierarkhis
berbentuk piramidal.......”
Sila keempat adalah Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, makna pokok sila keempat adalah kerakyatan yaitu
ksesuaiannya dengan hakikat rakyat, Sila keempat
ini didasari dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian dan Persatuan. Dalam kaitannya dengan kesatuan
yang bertingkat, maka hakikat sila keempat adalah sebagai berikut, hakikat rakyat adalah
penjumlahan manusia-manusia, semua orang dalam suatu wilayah negara tertentu. Maka
secara ontologis, adanya rakyat adalah ditentukan dan sebagai akibat adanya manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang menyatukan diri dalam suatu wilayah negara tertentu.
Adapun sila keempat tersebut mendasari dan menjiwai sila Keadilan Sosial (sila kelima
Pancasila). Hal ini mengandung arti bahwa negara adalah demi kesejahteraan warganya atau
dengan lain perkataan negara adalah demi kesejahteraan rakyatnya, maka tujuan dari negara
adalah terwujudnya masyarakat yang berkeadilan, terwujudnya keadilan dalam hidup
bersama (Keadilan Sosial)
Sila kelima Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia memiliki makna pokok
keadilan, yaitu hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil. Berbeda dengan sila-sila lainnya,
maka sila kelima ini didasari dan dijiwai oleh keempat sila lainnya yaitu:
Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan dan Kerakyatan. Hal ini mengandung hakikat makna, bahwa
keadilan sebagai akibat adanya negara kebangsaan dari manusia-manusia yang Berketuhanan
Yang Maha Esa. Sila Keadilan Sosial adalah merupakan tujuan dari keempat sila lainnya.
Secara ontologis, hakikat Keadilan Sosial juga ditentukan oleh adanya hakikat sebagaimana
terkandung dalam sila kedua yaitu Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
Menurut Notonagoro, hakikat keadilan yang terkandung dalam sila kedua yaitu
keadilan yang terkandung dalam hakikat manusia monopluralis yaitu kemanusiaan yang adil
kepada diri sendiri, terhadap sesama, dan terhadap Tuhan atau kausa prima. Penjelmaan dari
keadilan kemanusiaan monopluralis tersebut dalam bidang kehidupan bersama, baik dalam
lingkungan masyarakat, bangsa dan negara dan kehidupan antar bangsa yaitu menyangkut
sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, yaitu dalam wujud
keadilan dalam hidup bersama atau Keadilan Sosial. Dengan demikian logikanya Keadilan
Sosial didasari dan dijiwai oleh sila kedua yaitu Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
3.
Pancasila Sebagai Falsafah Perkembangan Bangsa
Pancasila sebagai falsafah bangsa digagas oleh Soekarno dan dikemukakan pada
tanggal 1 Juni 1945 dalam Sidang BPUPKI, Pancasila dibentuk dengan tujuan digunakan
sebagai Philosophishe Grondslag, yang selanjutnya dasar falsafah Pancasila tersebut
dimasukkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Pancasila sebagai
falsafah bangsa sebagai perwujudan dari cita cita bangsa Indonesia.
Perwujudan Pancasila sebagai manifestasi dari falsafah bangsa yang menggambarkan
cita-cita Bangsa Indonesia adalah asas Ketuhanan ialah berkat rahmat yang maha kuasa,
perwujudan dari asas Kemanusiaan adalah pada hak kemerdekaan, perdamaian abdi, keadilan
sosial, perwujudan asas Kebangsaan berupa kesatuan seluruh bangsa Indonesia, selanjutnya
asas Kerakyatan diwujudkan dalam Kedaulatan Rakyat dan asas Keadilan Sosial diwujudkan
dalam kesejahteraan umum. 26
Nilai nilai Pancasila dijabarkan dalam norma norma dasar Undang Undang Dasar
1945 dan nilai atau norma dasar tersebut tidak dapat dirubah karena merupakan hasil
konsensus yang fundamental dari Pendiri Bangsa dan Negara Kesatuan Repunlik Indonesia.
Falsafah Pancasila digunakan sebagai falsafah bangsa Indonesia yang memiliki arti
dan cita cita pandangan untuk mendukung tujuan nasional negara Republik Indonesia. Setiap
Bangsa memiliki idologi demikian juga Indonesia, maka ideologi digunakan sebagai falsafah
untuk melanjutkan eksistensi suatu bangsa dengan menggunakan dasar falsafah Pancasila.
Falsafah Pancasila memiliki berbagai aspek, baik berupa cita cita pemikiran atau nilai
nilai, maupun norma yang baik dapat direalisasikan dalam kehidupan praktis dan bersifat
terbuka dengan memiliki tiga dimensi yaitu:
” Dimensi idealis artinya dasar dari Pancasila memiliki sifat yang sistematis juga
rasional dan menyeluruh, dimensi normatif yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam
setiap sila Pancasila yang perlu dijabarkan ke dalam sistem norma sehingga tersirat
dan tersurat dalam norma norma kenegaraan sedangkan dimensi realistis adalah nilainilai Pancasila yang dimaksud di atas harus mampu memberikan pencerminan atas
realitas yang hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan negara. ” 27
Pancasila sebagai falsafah bangsa berfungsi untuk mempersatukan seluruh Rakyat
Indonesia menjadi rakyat dan bangsa yang memiliki sikap dan kepribadian yang tersendiri,
tanpa tergantung kepada siapapun serta mempertebal kebersamaan dalam kehidupan bangsa.
Kondisi Bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika, yang dipenuhi keaneka
ragaman serta bersifat majemuk, sehingga Pancasila sebagai falsafah bangsa dapat berfungsi
memupuk semangat persatuan untuk pembangunan Bangsa Indonesia serta mempertahankan
stabilitas bangsa dan guna mempertahankan identitas bangsa dalam semangat persatuan.
26
B.Arif Sidharta dkk (ed)Soediman Kartohadiprodjo:Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia,
Penerbit Gatra Pustaka , Jakarta, 2010, hlm. 416.
27
Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila: Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa, Penerbit Grasindo, Jakarta, Edisi
Ketiga, 2010, hlm. 88.
Pancasila sebagai falsafah bangsa dilatarbelakangi oleh:
1.
2.
3.
4.
“tekad bangsa dalam memperjuangkan tercapainya tujuan nasional/ tujuan
proklamasi;
pembangunan nasional yang teratur dan maju pesat;
tekad yang kuat dalam mempertahankan nilai sila sila Pancasila yang sifatnya
abadi;
hilangnya ideologi komunis /sosialis sebagai ideologi tertutup.” 28
Sedangkan tujuan dari Falsafah Pancasila adalah :
1. “stabilitas nasional yang mantap;
2. mencegah munculnya paham komunisme di Indonesia;
3. pencegahan terhadap berkembangnya ideologi liberal di Indonesia;
4. pencegahan terhadap gerakan ekstern dan paham paham lain yang bisa
menggoyahkan nilai persatuan dan kesatuan bangsa.” 29
Falsafah Pancasila mengajarkan kepada manusia untuk beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, falafah Pancasila juga menghormati dan menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia di samping adanya Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan,
Demokratisasi, Musyawarah serta Keadilan Sosial. Falsafah Pancasila memiliki arti sebagai
keseluruhan pandangan, cita cita , maupun keyakinan dan nilai nilai bangsa Indonesia yang
secara normatif perlu diwujudkan dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara, guna
menjunjung tercapainya suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
.
Sebagai pembanding diulas falsafah Komunisme merupakan ajaran yang memandang
bahwa manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial, komunisme mendasarkan pada
suatu kebaikan yang hanya diperuntukkan bagi kepentingan
dan keuntungan kelas
masyarakat totalitas. Komunisme mendasarkan moralnya pada kebaikan relatif demi
kepentingan dan keuntungan kelas dan dalam mencapai tujuannya komunisme dapat
menghalalkan segala cara, hakikat falsafah komunis bercorak partikulir yaitu falsafah yang
mendahulukan kepentingan kaum proletar.
28
29
Ibid hlm. 91.
Ibid hlm. 91.
Ajaran komunisme sangat bertolak belakang dengan ajaran Pancasila, juga
bertentangan dengan paham Liberalisme, masyarakat yang diidamkan dicita-citakan oleh
Komunisme adalah masyarakat tanpa kesadaran nasional dengan memerangi Liberalisme dan
Agama. 30
Fungsi sosial perusahaan ini dijiwai oleh kelima sila dalam Pancasila yaitu dimulai
dari Sila I Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai filosofisnya yaitu bahwa setiap
manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang tinggi derajatnya sehingga
eksistensinya harus dihargai oleh sesamanya.
Sila ke II Pancasila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, memberikan pedoman
bahwa dalam menjalin relasi dengan sesama manusia harus didasarkan pada nilai nilai
humanisme yang dapat mengakomodir nilai keadilan bagi sesama manusia. Sila III Pancasila
Persatuan Indonesia, memberikan pedoman untuk kehidupan yang terintegrasi, selanjutnya
Sila IV
yaitu Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, menunjukkan bahwa sebagai warga negara dan warga
masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang
sama, dan yang terakhir Sila V Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, menunjukkan bahwa dalam kehidupan bersama harus mengakomodir nilai-nilai
dan rasa keadilan bagi seluruh manusia.
Di Indonesia Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar negara yang artinya Pancasila
sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia. Sila-sila yang terkandung dalam Pancasila
diejawntahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusi Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi selanjutnya dalam kehidupan seharihari dilaksanakan oleh Undang-Undang organik , jadi semua peraturan perundang-undangan
30
Ibid hlm. 95.
harus mengandung local wisdom sebagaimana terkandung dalam Pancasila serta semangat
kemerdekaan bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945.
Pancasila selain sebagai dasar negara Republik Indonesia juga merupakan falsafah
hidup bangsa Indonesia artinya bahwa dalam Pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia. Nilai nilai luhur bangsa Indonesia tersebut selanjutnya diakomodir dalam
konstitusi ( dalam hal ini Undang-Undang Dasar 1945 ), karena dalam Undang-Undang
Dasar 1945 terkandung semangat dan cita-cita kemerdekaan bangsa indonesia yang dilandasi
nilai-nilai luhur tersebut.
Dalam penjabarannya bahwa semua peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara dan dasar negara
Pancasila sebab peraturan perundang-undangan sebagai instrumen atau alat yang dibuat oleh
pemerintah yang berwenang harus dapat mengatur semua sisi kehidupan masyarakat
termasuk tetapi tidak terbatas pada mengakomodir seluruh kepentingan seluruh lapisan
masyarakat.
Individu yang berkumpul dalam suatu kelompok yang disebut masyarakat yang
didalamnya terdapat banyak kepentingan maka untuk saling mengatur kepentingan tersebut
agar tidak berbenturan satu dan yang lainnya maka dibuatlah suatu aturan yang berlaku
sebagai norma hukum.
C.
Penutup
Pemikiran bahwa seluruh kepentingan masyarakat harus diakomodir maka dalam hal
ini mengharuskan pemerintah sebagai organ yang berwenang membuat peraturan
perundangan untuk membuat instrumen hukum yang dipandang adil bagi semua pihak. Asas
hukum adalah pikiran dasar yang melatar belakangi dibuatnya peraturan perundang-undangan
yang sifatnya konkret.
Dalam hal membuat peraturan perundang-undangan yang sifatnya konkret pemerintah
harus mengakomodir asas keadilan , sebab jika semua peraturan perundangan harus sesuai
dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia maka
idealnya suatu peraturan perundangan dilatar belakangi perspektif keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia tanpa terkecuali.
Berdasarkan pemikiran diatas maka jika nilai-nilai keadilan diakomodir dalam
peraturan perundang-undangan maka seluruh pihak akan merasa bahwa hukum yang berlaku
dapat mencerminkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian maka keadilan
yang diakomodir dalam peraturan perundang-undangan akan dapat mencerminkan
rasa
kepastian hukum masyarakat.
Pada awalnya menurut Thomas Hobbes dalam teori perjanjian masyarakatnya tahun
1651 bahwa manusia hidup dalam suasana belum omnium contra omnes (the war off all
against all) selalu dalam keadaan berperang, agar tercipta suasana damai dan tenteram
diadakan perjanjian masyarakat (pactum subjectionis) yang akan diserahi kekuasaan untuk
memimpin mereka, pada tahun 1690 John Locke menambahkan bahwa kekuasaan tersebut
harus dibatasi dengan tidak boleh melanggar Hak Azasi Manusia.
Asas kepastian hukum dilatar belakangi mazhab legisme yang memandang bahwa
hukum yang sahih adalah hukum yang tertulis dan tertuang dalam peraturan perundangundangan , dengan diakomodirnya nilai keadilan dalam peraturan perundangan maka akan
tercipta kepastian hukum yang bagi semua elemen masyarakat dengan mengandung nilai
keadilan di dalamnya sehingga bahwa hukum yang berlaku dalam hal ini telah sesuai dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia tanpa terkecuali sebagaimana diuraikan diatas.
Prinsip Keadilan ini menuntut agar manusia memperlakukan orang lain sesuai dengan
haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan tidak dilanggar, sama halnya
seperti setiap
manusia mengharapkan agar haknya dihargai dan tidak dilanggar. Prinsip ini mengatur agar
manusia bertindak sedemikian rupa sehingga hak semua pihak terlaksana secara kurang lebih
sama sesuai dengan apa yang menjadi haknya tanpa saling merugikan. Dengan demikian
kepastian hukum dapat dirasakan oleh setiap manusia
Dengan terakomodirnya sisi keadilan dan kepastian dalam hukum (dalam hal ini
peraturan perundang-undangan) maka keberadaan peraturan perundangan sebagai tool of
social engineering dapat terlaksana efektif, karena dalam hal ini para pihak sebagai subjek
hukum dapat merasakan manfaat daripada hukum itu sendiri. Kemanfaatan dalam hukum
dalam perkembangannya didasarkan pada mazhab utilitarianisme.
Teori utilitarianisme sebagai fundamen dari asas manfaat memberikan kriteria yang
dapat digunakan dalam formulasi hukum yaitu melalui ukuran umum kebahagiaan dan
manfaat , hukum harus bertujuan pada manfaat yang memberikan kebahagiaan bagi tiap tiap
individu sehingga dalam konsep ini perlindungan hak individu menjadi sangat diutamakan.
Manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan
mengurangi penderitaan. Ukuran baik-buruknya suatu perbuatan manusia tergantung kepada
apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak dan seyogyanya pembentuk
undang-undang hendaknya dapat melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan
keadilan bagi semua individu. Dengan berpegang pada prinsip tersebut di atas, perundangan
itu hendaknya daat memberikan kebahagian yang terbesar bagi sebagian besar masyarakat .
Mazhab Utilitarianisme (yang mendasari asas kemanfaatan) merupakan bagian dari
etika bisnis yang menguraikan bahwa suatu aturan harus memberikan manfaat bagi sebanyak
mungkin orang, dalam perkembangannya mazhab utilitarianisme mengalami beberapa kali
penyempurnaan pemikiran namun prinsipnya adalah tujuan hukum adalah manfaat bagi
sebanyak mungkin orang.
Sebagaimana telah diuraikan diatas jika peraturan perundang-undangan telah
mengakomodir keadilan sehingga terwujud kepastian hukum bagi diakomodirnya
keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali maka dalam hal ini hukum telah memberikan
kebahagiaan dan manfaat bagi sebanyak mungkin orang sebagaimana cita-cita kemerdekaan
bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka
Buku, Jurnal:
-B.Arif Sidharta dkk (ed) Soediman Kartohadiprodjo:Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia, Penerbit Gatra Pustaka , Jakarta, 2010.
-Dardi Darmodiharjo dkk, Santiaji Pancasila, Penerbit: Usaha Nasional Surabaya.
- HRB Soepardi, Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, Penerbit Pustaka Mandiri,
Jakarta, 2010.
-Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern,
Penerbit Refika Aditama Bandung, 2007.
-Kaelan, Pendidikan Pancasila, Penerbit Paradigma, Yogyakarta,2008.
-Martino Sardi,,Hukum ,Keadilan dan Hak Asasi Manusia, Makalah Seminar HAM ,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 15 Februari 2003.
-Mulyoputro, Pluralisme Hukum dan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,Jurnal
Hukum: Masalah-Masalah Hukum Universitas Diponegoro Vol XXXI No 4 Oktober –
Desember 2002.
-Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Penerbit Ghalia Indah,Bogor 2010.
-Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila: Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa, Penerbit
Grasindo, Jakarta, Edisi Ketiga, 2010.
-Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Kencana Jakarta 2009.
-Soedikno Mertokusumo, Penemuan hukum Sebuah Pengantar, Penerbit Liberty yogyakarta
cetakan 6 tahun 2009.
- ____________, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Liberty Yogyakarta tahun
1999.
-Theo Huijbers, Filsafat Hukum, penerbit Kanisius Yogyakarta,Cetakan ke 15 tahun 2010.
Website:
- Wikifikasi Artikel,2009, Teori Hukum Murni,www.wikipedia.com
Download