Uji Adaptasi Beberapa Genotipe Gandum

advertisement
Uji Adaptasi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi
di Sukarami Kabupaten Solok
UJI ADAPTASI BEBERAPA GENOTIPE GANDUM (Triticum
aestivum L.) INTRODUKSI DI SUKARAMI KABUPATEN SOLOK
Adaptation Experiment on Several Introduced Wheat (Triticum
aestivum L.) Genotypes in Sukarami, Solok Regency
Doni Hariandi, Achyar Nurdin, dan Auzar Syarif
Universitas Andalas, Jl. Limau Manis Padang, Sumbar 25163
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Experiment on the adaptation of several introduced wheat (Triticum aestivum L.)
genotypes had been conducted at the research station of the Assessment Institute of
Agricultural Technology (BPTP) Sukarami, 928 meters above sea level from November
2011 to April 2012. Objectives of this experiment were to get data on the genotypes well
adapted in Sukarami and to determine variation among genotypes used. This experiment
used a completely randomized design with 7 treatments and 3 replications. The data were
analyzed statistically by using F test and if F calculated was bigger than F table at 5 percent,
it will be continued using a Duncan's Multiple Range Test (DNMRT) at 5 percent level. The
results showed that SO-9 was an adaptive genotype in Sukarami compared with the others.
Most of characters observed had a wide variation. The characters were plant height, number
of tillers, flowering age, harvest age, number of grains per panicle, number of full grain per
panicle, percentage of full grain per panicle, 1000 grains weight, grain yield per plot, and
grain yield per hectare. On the other hand, the number of productive tillers, percentage of
productive tillers, panicle length and seeds per hill weight were relatively low.
Keywords: wheat, genotype, introduction, adaptation
ABSTRAK
Uji adaptasi beberapa genotipe gandum (Triticum aestivum L.) dilaksanakan di
kebun percobaan Balai pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sukarami, 928 meter dpl,
dari November 2011 hingga April 2012. Tujuan percobaan ini adalah untuk memperoleh
informasi tentang genotype yang beradaptasi baik di Sukarami dan untuk menentukan
keragaman antar genoptipe yang diuji. Percobban ini menggunakan rancangan acak
lengkap dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Data hasil penelitian diuji secara statistic
menggunakan uji F dan jika F hitung lebih besar dari F tabel pada tingkat 5 persen maka
akan dilanjutkan dengan uji Duncan's Multiple Range (DNMR) pada tingkat 5 persen. Hasil
perobaan menunjukkan bahwa SO-9 adalah genotype adaptif di Sukarami dibandingkan
dnegan yang lainnya. Sebagain besar karakter yang diamati memiliki keragaman besar.
Karakter tersebut meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, umur pembungaan, umur panen,
jumlah bulir per malai, jumlah bulir isi per malai, bobot 1.000 bulir, hasil bulir per petak dan
haisl bulir per hektar. Sebaliknya, jumlah anakan porduktif, persentase anakan produktif,
panjang malai dan bulir, dan bobot per rumpun tidak bervariasi.
Kata kunci: gandum, genotipe, introduksi, adaptasi
261
Doni Hariandi, Achyar Nurdin, dan Auzar Syarif
PENDAHULUAN
Gandum (Triticum aestivum L.) adalah salah satu serealia dari famili
Poaceae yang merupakan salah satu bahan makanan pokok manusia selain
beras. Gandum biasanya digunakan untuk memproduksi tepung terigu ataupun
pakan ternak. Seiring dengan terjadinya diversifikasi pangan, kebutuhan akan
tepung terigu sampai saat ini menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hal ini
ditandai dengan berkembangnya industri pengolahan pangan berbahan baku
tepung terigu seperti mi instan, biskuit, bakery, termasuk industri berskala kecil dan
menengah.
Menurut Direktur Eksekutif APTINDO Ratna Sari Loppies, kebutuhan tepung
terigu dalam negeri bisa meningkat 10,5 persen pada tahun 2011. Konsumsi terigu
pada 2010 sebanyak 5,6 juta ton dan tahun 2011 konsumsi terigu nasional
diprediksi bisa mencapai 6,18 juta ton. Hal inilah yang membawa dampak negatif
bagi bangsa Indonesia yang membuat ketergantungan terhadap biji gandum, dan
menguras devisa negara yang cukup besar. Mengingat makin besarnya devisa
yang dikeluarkan maka perlu mengurangi ketergantungan terhadap terigu impor.
Salah satu upaya untuk menekan volume impor terigu adalah mengembangkan
gandum dalam negeri dengan penerapan teknologi budidaya yang sesuai dengan
kondisi agroklimat di Indonesia (Sovan, 2002).
Dalam proses pembudidayaan tanaman untuk mengetahui suatu tanaman
cocok atau tidak dibudidayakan pada suatu daerah maka perlu dilakukan uji
adaptasi. Uji adaptasi merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian pemuliaan
tanaman. Kegiatan ini bisanya dilakukan pada saat sudah didapatkan galur
terseleksi. Jadi sebelum galur terseleksi tersebut dilepas menjadi varietas yang
unggul harus dilakukan uji adaptasi, sehingga nantinya didapatkan data tentang
karakter tanaman yang bersangkutan yang akan dijadikan deskripsi varietasnya.
Introduksi merupakan suatu metode atau pemindahan bahan tanaman dari
suatu daerah, negara ke daerah atau negara lain (lokasi baru) yang iklimnya
berbeda yang dapat dijadikan untuk membentuk koleksi plasma nutfah. Introduksi
pada galur-galur ini dimaksudkan untuk langsung dijadikan kultivar maka yang
dilakukan adalah mengevaluasi penampilannya di tempat yang baru. Kultivar yang
menunjukkan hasil yang sama atau lebih dari kultivar yang telah diusahakan dapat
langsung di kembangkan di daerah tersebut (Swasti, 2007).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui genotipe gandum
introduksi yang dapat beradaptasi di Sukarami Kabupaten Solok dan untuk
mengetahui tingkat keragaman beberapa karakter diantara genotipe-genotipe
gandum introduksi yang diuji.
METODOLOGI PENELITIAN
Percobaan telah dilaksanakan mulai bulan November 2011 sampai April
2012 di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sukarami
Kabupaten Solok Sumatera Barat, dengan ketinggian tempat 928 m dpl.
262
Uji Adaptasi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi
di Sukarami Kabupaten Solok
Bahan yang digunakan adalah benih dari tujuh genotipe gandum yang terdiri
dari enam genotipe yang berasal dari Breeding Station Istropol Solary di Republik
Slovakia (SO-5, SO-6, SO-7, SO-8, SO-9, SO-10) dan satu varietas gandum yang telah di
lepas di Indonesia yaitu Dewata, pupuk kandang ayam, pupuk buatan (Urea, SP-36,
dan KCl), dan fungisida Dithane. Alat yang digunakan adalah cangkul, tiang
standar, label, meteran, tali, penggaris, kamera, gembor, timbangan dan alat tulis.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7
perlakuan dan 3 ulangan, sehingga diperoleh 21 petak percobaan. Perlakuan pada
penelitian ini adalah : A = SO-5, B = SO-6, C = SO-7, D = SO-8, E = SO-9, F = SO10, G = Dewata.
Variabel pengamatan adalah pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah
anakan per rumpun, umur keluar bunga dan umur panen), komponen hasil (jumlah
anakan produktif per rumpun, persentase anakan produktif, panjang malai, jumlah
gabah per malai, jumlah gabah bernas per malai, persentase gabah bernas per
malai, berat biji per rumpun, dan berat 1000 butir biji), hasil (hasil biji per plot dan
hasil biji per hektar), dan analisis keragaman. Data pengamatan dianalisis dengan
sidik ragam dan F hitung perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji
DNMRT pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Tanaman
Data tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, umur keluar bunga, dan
umur panen beberapa genotipe gandum introduksi di Sukarami Kab. Solok dapat
dilihat pada Tabel 1. Genotipe gandum introduksi memiliki tinggi tanaman lebih
tinggi dibandingkan dengan Dewata yang merupakan varietas yang telah dilepas di
Indonesia, akan tetapi bila dibandingkan tinggi tanaman dengan genotipe yang
sama di daerah asalnya maka genotipe yang diintroduksi lebih pendek. Breeding
Station Istropol Solary pada tahun 2011 melaporkan bahwa tinggi tanaman
gandum genotipe SO-5, SO-6, SO-7, SO-8, SO-9, SO-10 berturut-turut adalah 95
cm, 98 cm, 82 cm, 80 cm, 80 cm dan 85 cm, sedangkan genotipe gandum yang
ditanam di Sukarami Kab. Solok memiliki tinggi tanaman berturut-turut adalah
69,13 cm, 84,13 cm, 78,73 cm, 57,54 cm, 67,1 cm dan 64,84 cm. Perbedaan tinggi
tanaman gandum yang diadaptasi di Sukarami Kab. Solok dengan daerah asalnya
diduga karena adanya pengaruh lingkungan. Nur et al. (2010) menyatakan bahwa
perubahan lingkungan tumbuh dari lingkungan subtropis ke lingkungan tropis
secara spontan dapat merubah fenologi pertumbuhan dan produksi gandum,
khususnya jika mengalami suatu cekaman seperti suhu tinggi.
Jumlah anakan per rumpun ketujuh varietas yang diuji tidak menunjukkan
adanya perbedaan menurut uji F pada taraf 5%. Hal ini diduga karena pengaruh
dari genetik tanaman dan lingkungan penelitian. Genetik tanaman berawal dari
benih yang digunakan yaitu benih hibrida. Benih hibrida adalah benih yang
memiliki keunggulan seperti jumlah anakan yang dihasilkan lebih banyak
263
Doni Hariandi, Achyar Nurdin, dan Auzar Syarif
dibandingkan dengan jumlah anakan benih biasa. oleh karena itu jumlah anakan
beberapa genotipe gandum yang tumbuh relatif sama banyak, selain itu jumlah
anakan yang sama diduga karena lingkungan lokasi penelitian relatif sama
sehingga akan memberikan efek yang sama terhadap pertumbuhan tanaman
termasuk jumlah anakan.
Perbandingan umur keluar bunga genotipe-genotipe intoduksi lebih lama
dibandingkan dengan Dewata yang memiliki umur keluar bunga paling cepat, dari
data pada Tabel 1 terlihat bahwa SO-6 merupakan genotipe yang memiliki umur
keluar bunga paling lama (110,67 hari) dan Dewata merupakan varietas yang
memiliki umur keluar bunga paling cepat (58,00 hari). Prima pada tahun 2006
menjelaskan bahwa perbedaan umur berbunga disebabkan sifat genetik varietas
lebih dominan dibandingkan dengan lingkungan tempat tumbuhnya, dimana
memberikan respon genetik yang berbeda dan akhirnya akan berpengaruh
terhadap fase-fase pertumbuhannya terutama fase vegetatif.
Tabel 1.
Data Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan per Rumpun, Umur Keluar Bunga, dan
Umur Panen
Genotipe
TT (cm)
Parameter pengamatan
JAPR (batang)
UKB (hari)
UP (hari)
SO-5
69,13 bc
31,83
102,33 b
119
b
SO-6
84,13 a
44,25
110,67 a
138
a
SO-7
78,73 ab
44,00
109,33 a
138
a
SO-8
57,54 cd
22,58
61,33
c
103
c
SO-9
67,1
22,50
59,67
d
90,33 e
SO-10
64,84 c
22,75
63,00
c
95
Dewata
50,11 d
22,67
58,00
d
16,62%
37,43%
2,68%
KK
bc
d
90,67 e
0,65%
Angka-angka pada lajur yang sama dan diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut
DNMRT pada taraf 5%.
Keterangan :
TT
= Tinggi tanaman
JAPR
= Jumlah anakan per rumpun
UKB
= Umur keluar bunga
UP
= Umur panen
Genotipe SO-9 merupakan genotipe yang memiliki umur panen relatif sama
apabila dibandingkan dengan Dewata, sedangkan genotipe introduksi lainnya
memiliki umur panen lebih lama. Umur panen genotipe introduksi pada daerah
asalnya ± 90 hari, dari data ini maka dapat dikatakan genotipe SO-9 merupakan
genotipe yang memiliki umur panen yang hampir sama dengan daerah asalnya.
Menurut Darjanto dan Satifah tahun 1990 bahwa setiap tanaman mempunyai umur
panen tertentu, akan tetapi dalam pengembangannya dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti iklim di tempat percobaan. Suhu adalah faktor lingkungan yang
sangat berpengaruh terhadap umur panen dimana suhu yang tinggi dan curah
hujan yang rendah dapat mempercepat panen suatu tanaman.
264
Uji Adaptasi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi
di Sukarami Kabupaten Solok
Komponen Hasil
Data jumlah anakan produktif per rumpun, persentase anakan produktif,
panjang malai, jumlah gabah per malai, jumlah gabah bernas per malai,
persentase gabah bernas per malai, berat biji per rumpun, dan berat 1000 butir biji
dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah anakan produktif yang paling banyak dimiliki
oleh SO-6 dan SO-7 dibandingkan dengan Dewata, sedangkan jumlah anakan
produktif SO-5, SO-9, SO-10 dan SO-8 lebih sedikit dibandingkan Dewata.
Menurut Soemartono et al. (1984), jumlah anakan produktif ditentukan oleh jumlah
anakan maksimum. Jumlah anakan produktif per rumpun tampak berkurang jika
dibandingkan jumlah anakan total per rumpun. Menurut Suseno (1975) cit.,
Wardhana (2006) anakan yang tidak produktif akan mati karena persaingan zat
makanan yang ketat. Adaptasi beberapa genotipe gandum memperlihatkan
pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap persentase anakan produktif karena
persentase anakan produktif dihitung berdasarkan anakan produktif dan jumlah
anakan.
Tabel 2. Jumlah Anakan Produktif per Rumpun, Persentase Anakan Produktif, Panjang
Malai, Jumlah Gabah per Malai, Jumlah Gabah Bernas per Malai, Persentase
Gabah Bernas per Malai, Berat Biji per Rumpun, dan Berat 1000 Butir
Parameter pengamatan
Genotipe
JAPPR
(batang)
PAP (%)
PM
(cm)
JGPM
(biji)
JGBPM
(biji)
PGBPM
(%)
SO-5
16,50
SO-6
53,51
14,67 c
47,33 c
24,44 c
51,75 ab
3,04 c
18,73 e
23,92
56,97
14,20 c
30,33 d
7,78 d
25,86 c
0,14 e
15,67 f
SO-7
21,08
47,82
15,96 b
34,22 d
10,11 d
29,66 c
0,63 d
19,52 d
SO-8
12,08
65,35
14,61 c
50,56 c
28,22 bc
55,37 ab
4,13 b
30,59 b
SO-9
14,42
67,58
16,66 a
63,22 ab
34,22 a
54,18 ab
5,08 a
31,5 a
SO-10
13,75
61,99
15,76 b
57,78 b
29,78 b
51,58 b
4,08 b
31,54 a
Dewata
17,08
78,86
14,20 c
64,44 a
37,78 a
58,66 a
3,72 b
25,41 c
26,34%
26,34%
11,29%
16,99%
16,99%
14,68%
KK
3,73
BBPR
(gram)
BSBB
(gram)
2%
Angka-angka pada lajur yang sama dan diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut
DNMRT pada taraf 5%.
Keterangan :
JAPPR = Jumlah anakan produktif per rumpun
PAP
= Persentase anakan produktif
PM
= Panjang malai
JGPM
= Jumlah gabah per malai
JGBPM = Jumlah gabah bernas per malai
PGBPM = Persentase gabah bernas per malai
BBPR
= Berat biji per rumpun
BSBB
= Berat 1000 butir biji
Genotipe SO-9, SO-7 dan SO-10 merupakan genotipe yang memiliki
panjang malai lebih panjang dibandingkan dengan Dewata. Kemampuan suatu
varietas untuk menampilkan sifat-sifat yang dibawanya tergantung pada faktor
genetik dan lingkungan. Darti (1982) cit., Prima 2006 menyatakan bahwa sifat
265
Doni Hariandi, Achyar Nurdin, dan Auzar Syarif
masing-masing genetik dan lingkungan tempat tumbuh dari varietas akan
mempengaruhi kepadatan bulir tiap malai, jumlah bulir tiap malai ditentukan pula
oleh panjang malai. Berdasarkan data jumlah gabah per malai terlihat bahwa
Dewata merupakan varietas yang memiliki jumlah gabah per malai tertinggi
dibandingkan dengan genotipe yang diintroduksi dari Republik Slovakia. Jumlah
gabah bernas per malai yang tertinggi dimiliki oleh Dewata dibandingkan dengan
gonotipe yang diintroduksi, akan tetapi bila dibandingkan dengan deskripsi Dewata
yang memiliki jumlah gabah bernas per malai 47 butir, maka jumlah gabah bernas
Dewata yang ditanam di Sukarami lebih rendah.
Diantara genotipe-genotipe yang diintroduksi dari Republik Slovakia terlihat
bahwa SO-8, SO-9, dan SO-5 merupakan genotipe yang memiliki persentase
gabah bernas permalai yang relatif sama apabila dibandingkan dengan Dewata.
Persentase gabah bernas berkaitan dengan jumlah hampa. Adanya jumlah gabah
hampa disebabkan adanya gangguan pada saat pengisian gabah seperti
kurangnya cahaya matahari yang mengakibatkan kelembaban cukup tinggi serta
tingginya curah hujan. Berat biji per rumpun SO-9 merupakan yang tertinggi
dibandingkan dengan Dewata dan genotipe lainnya, sedangkan genotipe SO-5,
SO-7 dan SO-6 lebih rendah dibandingkan dengan Dewata. Genotipe SO-10, SO9, SO-8 memiliki berat 1000 butir yang lebih tinggi dibandingkan dengan Dewata,
sedangkan SO-7, SO-5, dan SO-6 memiliki berat 1000 butir biji lebih rendah
dibandingkan dengan Dewata. Berdasarkan deskripsi Dewata bobot 1000 butir
bijinya adalah 46 gram, jika dibandingkan dengan bobot 1000 butir biji varietas
Dewata yang ditanam di Sukarami hanya 25,41 gram, maka dapat dikatakan
bahwa berat 1000 butir biji varietas Dewata yang ditanam di Sukarami lebih
rendah. Perbedaan berat 1000 butir gabah ini disebabkan karena perbedaan
ukuran biji dan bobot gabah yang dihasilkan masing-masing genotipe.
Hasil
Data hasil biji per plot dan hasil biji per hektar dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil biji per plot dipengaruhi oleh hasil yang diperoleh dari masing-masing
rumpun tanaman gandum. Rumpun tanaman gandum yang menghasilkan biji lebih
berat akan menghasilkan tanaman gandum dengan biji lebih berat pula pada tiap
bedengannya. Dari genotipe-genotipe yang diintroduksi dari Republik Slovakia SO9 merupakan genotipe yang memiliki hasil biji per plot yang paling tinggi
dibandingkan dengan Dewata. Sedangkan genotipe SO-5, SO-7 dan SO-6
memiliki hasil biji per plot yang lebih rendah dibandingkan dengan Dewata, hal ini
disebabkan oleh banyak biji yang hampa disetiap rumpun tanaman gandum
sehingga mengakibatkan terjadinya kekurangan hasil pada setiap perlakuan.
Perbedaan genetik dari masing-masing genotipe juga menjadi penyebab
perbedaan hasil produksi. Kamal (2001) menjelaskan bahwa perbedaan produksi
total disebabkan oleh perbedaan komposisi genetik dari masing-masing genotipe
tanaman gandum, sehingga responnya terhadap lingkungan juga berbeda.
Genotipe SO-9 memiliki hasil biji per hektar lebih tinggi dibandingkan dengan
Dewata. Sedangkan genotipe SO-5, SO-7 dan SO-6 memiliki hasil yang lebih
rendah dibandingkan dengan Dewata. Jika dilihat dari deskripsi varietas Dewata
266
Uji Adaptasi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi
di Sukarami Kabupaten Solok
maka rata-rata hasil apabila ditanam di dataran tinggi 2.96 ton/ha dan dataran
rendah 2.04 ton/ha, maka tanaman gandum varietas Dewata yang ditanam di
Sukarami Kab. Solok memiliki hasil yang rendah. Dari data diatas maka dapat
dikatakan bahwa genotipe SO-9 lebih bagus ditanam di Sukarami dibandingkan
dengan Dewata.
Tabel 3. Hasil Biji per Plot dan Hasil Biji per Hektar
Genotipe
SO-5
SO-6
SO-7
SO-8
SO-9
SO-10
Dewata
KK
Parameter pengamatan
HBPP (gram)
HBPH (ton)
54,72 c
0,61 c
2,46 e
0,03 e
11,28 d
0,12 d
74,28 b
0,83 b
91,38 a
1,02 a
73,38 b
0,82 b
67,02 b
0,74 b
14,52%
14,91%
Angka-angka pada lajur yang sama dan diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak
nyata menurut DNMRT pada taraf 5%.
Keterangan : HBPP = Hasil biji per plot
HBPH = Hasil biji per hektar
Analisis Keragaman
Data hasil analisis keragaman pertumbuhan tanaman dan hasil genotype
gandum disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Ragam Lingkungan, Fenotipe, Genetik dan Standar Deviasi (sd)
Beberapa Genotipe Gandum Introduksi di Sukarami Kabupaten Solok
Karakter pengamatan beberapa
genotipe gandum introduksi
Tinggi tanaman
Jumlah anakan per rumpun
Umur keluar bunga
Umur panen
Jumlah anakan produktif
Persentase anakan produktif
Panjang malai
Jumlah gabah per malai
125,39
126,78
4,67
0,86
20,9
388,79
0,32
31,47
135,64
103,33
638,65
458,05
17,69
104,05
0,94
181,05
93,86
61,07
637,09
457,77
10,73
-25,54
0,83
170,56
23,29
20,33
8,41
50,54
42,28
20,40
1,94
26,99
Jumlah gabah bernas per malai
17,5
133,22
127,38
23,14
Persentase gabah bernas per malai
Berat biji per rumpun
Berat 1000 butir biji
Hasil biji per plot
Hasil biji per hektar
40,49
0,19
0,17
60,33
0,008
174,69
3,52
45,39
1138,97
0,14
161,19
3,45
45,34
1118,86
0,137
26,43
4,10
13,48
67,50
0,75
267
Doni Hariandi, Achyar Nurdin, dan Auzar Syarif
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan genotipe gandum menunjukkan
karakter yang memiliki ragam genetik lebih besar dari pada ragam lingkungan,
maka penampilan karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor genetik, seperti
dapat dilihat pada umur keluar bunga, umur panen, panjang malai, jumlah gabah
per malai, jumlah gabah bernas per malai, persentase gabah bernas per malai,
berat biji per rumpun, berat 1000 butir biji, hasil biji per plot dan hasil biji per hektar,
↑
↑
dimana ragam genetik (δ 2g) lebih besar dari pada ragam lingkungan (δ 2e) maka
karakter tersebut dipengaruhi oleh ragam genetik. Sedangkan untuk tinggi
tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah anakan produktif dan persentase
anakan produktif merupakan karakter yang dipengaruhi oleh ragam lingkungan
karena ragam genetik lebih kecil dibandingkan ragam lingkungan.
Dari semua karakter kuantitatif yang diamati tingkat keragaman yang
tergolong luas dimiliki oleh tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, umur
keluar bunga, umur panen, jumlah gabah per malai, jumlah gabah bernas per
malai, persentase gabah bernas per malai, berat 1000 butir biji, hasil biji per plot
dan hasil biji per hektar karena nilai ragam genetiknya lebih besar dari dua kali
standar deviasi (2 x sd). Sedangkan untuk jumlah anakan produktif, persentase
anakan produktif, panjang malai dan berat biji per rumpun tergolong sempit karena
nilai ragam genetiknya lebih kecil dari dua kali standar deviasi.
Variabilitas sangat berperan dalam seleksi tanaman karena akan
menentukan karakter terbaik yang akan diwariskan kegenerasi berikutnya. Salah
satu pedoman yang harus diperhatikan untuk memperoleh varietas unggul adalah
keragaman genetik yang tinggi.
KESIMPULAN
Genotipe SO-9 merupakan genotipe yang dapat beradaptasi di Sukarami
Kab. Solok dibandingkan dengan genotipe-genotipe Introduksi lainnya.
Tingkat keragaman beberapa karakter gandum introduksi yang diuji
memperlihatkan bahwa ragam yang terjadi antar karakter cukup bervariasi.
Sebagian besar tingkat keragaman luas yang dimiliki oleh tinggi tanaman, jumlah
anakan per rumpun, umur keluar bunga, umur panen, jumlah gabah per malai,
jumlah gabah bernas per malai, persentase gabah bernas per malai, berat 1000
butir biji, hasil biji per plot dan hasil biji per hektar, sedangkan jumlah anakan
produktif, persentase anakan produktif, panjang malai dan berat biji per rumpun
tergolong sempit.
DAFTAR PUSTAKA
Breeding Station Istropol Solary. 2011. List of Wheat Varieties for Universitas Andalas,
Indonesia. Republik Slovakia.
268
Uji Adaptasi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi
di Sukarami Kabupaten Solok
Darjanto dan Satifah, S. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan
Silang Buatan. Gramedia. Jakarta.156 hal.
Kamal, Y. F. 2001. Parameter Genetik Beberapa Galur Introduksi Padi (Oryza sativa L.)
[Skripsi]. Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas.
Nur. A, Trikoesoemaningtyas, Khumaida. N,
dan Sujiprihati, S. 2010. Phenologi
Pertumbuhan dan Produksi Gandum Pada Lingkungan Tropika Basah. Prosiding
Pekan Serealia Nasional.
Prima, D. 2006. Penampilan Karakter Pertumbuhan, Komponen Hasil dan Hasil Varietas
Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Kab. Tanah Datar. [Skripsi]. Padang. Fakultas
Pertanian Universitas Andalas. 48 hal.
Soemartono, Samad, dan hardjono. 1984. Bercocok Tanam Padi. Yasaguna. Jakarta.
Sovan, M. 2002. Penangan Pascapanen Gandum. Disampaikan pada acara rapat
koordinasi pengembangan gandum di Pasuruan, Jawa Timur, 3-5 September 2002.
Direktorat Serealia Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan.
Swasti, E. 2007. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Andalas.
Padang.
Wardhana, B. 2006. Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.)
dengan Sistem Intensifikasi Padi (The System of Rice Intensification). [Skripsi].
Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. 45 hal.
269
Download