I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa

advertisement
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan utama bagi masyarakat
Indonesia yang sebagian besar mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok.
Berdasarkan data BPS tahun 2004 dalam laporan Kementrian Pertanian 2012 (Suswono,
2012), laju konversi lahan sawah ke non sawah sebesar 187.720 hektar per tahun.
Adapun alih fungsi lahan tersebut dapat berakibat pada penurunan kapasitas produksi
pangan nasional. Keadaan ini menuntut adanya pengembangan kultivar padi ke arah
peningkatan potensi hasil secara genetik melalui teknik pemuliaan yang efektif dan
efisien agar dapat memberikan hasil optimal meskipun ditanam di lahan terbatas.
Komponen hasil merupakan sifat yang komplek dan secara nyata dipengaruhi oleh
genotipe (G), lingkungan (E) serta interaksi antara genotipe dan lingkungan (GEI)
(Baenzinger et al., 2011) sehingga diperlukan peningkatan potensi genetik dan inovasi
budidaya di lingkungan tempat tumbuh untuk mengoptimalkan potensi hasil tanaman di
lapangan. Potensi hasil tanaman padi ditentukan oleh empat komponen hasil yaitu
banyak malai, banyak gabah per malai, banyak gabah isi per malai serta bobot tunggal
biji isi (Zhang, 2010) namun pada umumnya komponen bobot biji diukur per 1000 biji.
Di antara keempat komponen hasil, banyak gabah per malai mempunyai peran
terbesar pada potensi hasil sehingga kajian genetik mengenai komponen tersebut
mendapatkan perhatian khusus (Liu et al., 2009). Beberapa penelitian terkait banyak
gabah per malai gencar dilakukan sejak tahun 1900an untuk peningkatan potensi hasil
pada tanaman padi. Yoshida (1981) menyatakan bahwa hasil (grain yield) meningkat
secara linear seiring dengan peningkatan banyak gabah per m2, namun pada beberapa
lokasi dan kondisi lingkungan, persentase gabah isi dapat lebih berdampak terhadap
hasil dibandingkan banyak gabah per m2. Penelitian Yadav et al. (2011) mendapati
banyak gabah per malai mempunyai nilai heritabilitas arti luas dan kemajuan genetik
yaitu 0,94 dan 36,68% yang menunjukkan bahwa karakter tersebut lebih dikendalikan
secara aditif. Oleh karena itu seleksi untuk peningkatan potensi hasil padi akan lebih
efektif dilakukan mendasarkan banyak gabah per malai. Di samping itu, menurut
1
Akinwale et al. (2011), banyak malai per rumpun, panjang malai, serta banyak gabah isi
per malai juga perlu disertakan.
Kajian genetik mengenai keberadaan lokus sifat kuantitatif (QTL) yang berkaitan
dengan potensi hasil telah dipelajari melalui pembentukan populasi NIL (Near Isogenic
Lines) dengan 'IR 64' sebagai tetua pemulih dan sepuluh galur introgresi (ILs) hasil
persilangan indica dan tropical japonica yang digunakan sebagai tetua donor (Fujita et
al., 2009). Salah satu seri QTL yang terintrogresi ke dalam galur NIL adalah QTL
pengendali banyak gabah per malai, dinamakan Total Spikelet Number (TSN) yang
terdapat pada kromosom 1, 4, 5 dan 6. Kajian lebih lanjut dilakukan terhadap lima galur
yang memiliki QTL untuk TSN tinggi pada daerah lengan panjang kromosom 4 yang
dinamai qTSN4 (Fujita et al., 2012). Keberadaan qTSN4 menyebabkan peningkatan
banyak gabah per malai pada setiap galur dibandingkan 'IR 64' sebagai tetua
berulangnya. Keragaman akibat introgresi qTSN4 yaitu perbedaan arsitektur malai padi
dengan meningkatnya banyak cabang primer, sekunder dan tersier di antara kelima
galur NIL tersebut.
Selain komponen hasil yang tinggi tentunya padi berumur genjah perlu dirakit guna
meningkatkan produktivitas padi per tahun. Introgresi gen-gen yang bertautan dengan
pengatur waktu berbunga (heading date) ke dalam kultivar unggul di Indonesia
diharapkan
dapat
memperpendek
umur
panen
sehingga
dalam
satu
tahun
memungkinkan adanya empat musim tanam. Gen penyandi saat berbunga (heading
date, Hd) mulai dipetakan pada tahun 1998 pada populasi F2 ‘Nipponbare’ × ‘Kasalath’
dan ditemukan adanya Hd 1, Hd 2, dan Hd3 (Yamamoto et al. 1998). Penelitian Nonoue
et. al.(2008) serta Fujino dan Seikiguchi (2005 dan 2008) telah berhasil memetakan dan
memperoleh sekuen Hd1 sampai Hd14 dari persilangan ‘Nipponbare’ dan ‘Kasalath’
sehingga dapat dibuat penanda spesifik untuk membantu perakitan padi berumur genjah.
Sampai tahun 2013, kurang lebih sembilan QTL untuk gen penyandi waktu berbunga
telah dipetahaluskan (fine mapped) dan diperoleh 29 gen tersebar dalam sebelas posisi
pada genom padi (Guo et al., 2013). Salah satu gen yang terkait waktu berbunga yang
sudah dipetakan dan digunakan dalam penelitian ini untuk memperbaiki potensi ‘Code’
yaitu DTH8 (Day to heading) pada kromosom 8 (Wei et al.,2010).
2
Pemetaan karakter potensi hasil dan umur genjah secara molekuler pada masingmasing kromosom yang telah dilakukan dalam genom padi dapat membantu proses
seleksi secara molekuler. Teknologi ini dikenal sebagai seleksi berbantu penanda atau
marker-assisted selection (MAS). Penanda genetik dipandang sebagai alat bantu seleksi
yang menguntungkan (Azrai, 2005) karena pemilihan individu dilakukan berbasis
komposisi genetik tanaman sehingga dapat memperkecil pengaruh lingkungan yang
dapat mempengaruhi kenampakan morfologi padi.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan
1.
mengidentifikasi polimorfisme penanda mikrosatelit yang muncul di antara padi
‘Code’ dengan galur IR64-NILs-qTSN4[YP9] dan galur IR64-NILs-qDTH8[YP1],
2.
mendeteksi posisi segmen introgresi donor pada padi ‘Code’, galur IR64-NILsqTSN4[YP9] dan IR64-NILs-qDTH8[YP1] dalam genom tetua pemulihnya yaitu
'IR 64', dan
3.
memverifikasi individu heterozigot pada F1 hasil persilangan padi ‘Code’ × IR64NILs-qTSN4[YP9] dan padi ‘Code’ × IR64-NILs-qDTH8[YP1] berdasarkan
penanda mikrosatelit.
C. Kegunaan Penelitian
Dengan penelitian ini diperoleh seri penanda mikrosatelit yang dapat digunakan
untuk membantu program seleksi dalam peningkatan potensi hasil kultivar ’Code’.
3
Download