BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Komunikasi

advertisement
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi merupakan dasar dari proses interaksi antar manusia. Proses
komunikasi tidak hanya berdiri sendiri, proses komunikasi terkait dengan diri
individu serta sistem didalamnya. Hal ini dapat memberikan makna ketika manusia
saling bertukar informasi, pikiran, perasaan, dan kebutnuhan dengan lingkungan
diluar diri sendiri. Berbagai bentuk hubungan antar manusia dilatar belakangi oleh
berbagai alasan, kepentingan, maksud dan tujuan. Masing-masing hubungan
tersebut memerlukan pola dan bentuk komunikasi yang dapat sama maupun
berbeda antara satu dengan yang lainnya, seperti halnya di pesantren.
Pesantren dengan sistem dan karakternya yang khas menjadi bagian integral
dari sistem pendidikan nasional, meski mengalami pasang surut dalam
mempertahankan visi misi dan eksistensinya. Namun tidak dapat disangkal hingga
saat ini pesantren tetap bertahan bahkan beberapa pesantren banyak dijadikan
model atau contoh pembelajaran dan kedisiplinan yang efektif.
Proses pembinaan di pesantren tidak bisa lepas dari proses komunikasi,
dalam hal ini pesan dari seorang pembina kepada santri binannya menjadi penting
untuk tercapainya tujuan dari pembinaan tersebut. Pengemasan sebuah pesan akan
berbeda antara yang satu dengan yang lain. Interaksi antara pembina dengan
santrinya dapat dikatakan sebagai suatu proses pembelajaran dan pembentukan diri
setiap orang yang terlibat didalamnya.
Karakteristik pembinaan santri, sebenarnya ditentukan oleh mereka yang
terlibat langsung dalam pembinaan tersebut. Perbedaan motivasi seorang pembina
satu dengan yang lainnya membawa perbedaan juga dalam pelaksanaan kegiatan
pembinaan yang dilakukannya. Apa yang disampaikan pembina, bagaimana cara
penyampaiannya, serta respon santri memberikan nuansa tersendiri dari kegiatan
pembinaan tersebut. Hal itu juga yang seringkali membedakan satu kelompok
pembinaan santri dengan kelompok lainnya. Bahkan dalam kelompok yang sama
pun terdapat perbedaan nuansa untuk kurun waktu tertentu. Dari analisis produksi
pesan yang dilakukan pembina keapada santrinya, dapat ditarik kesimpulan umum
bahwa:
89
1. Dilihat dari sudut pandang komunikasi, bahwa aktifitas komunikasi ini
dilakukan oleh dua pihak yang merupakan dua kelompok. Namun
berdasarkan konsep pembinaannya, interaksi yang terjalin berdasarkan
pola komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yang
mengutamakan pada konsep “pertemanan” dengan menghindaari
“kekakuan” dan sikap “formalitas” yang akan menjadi hambatan bagi
kelancaran pelaksanaan program.Karakter masing-masing personal
membawa keunikan dalam produksi pesan yang dilakukan. Demikian
juga dengan sistem yang berlangsung didalamnya.
2. Pesan yang disampaikan oleh pembina terkadang mengalami hambatan
bagi santri untuk memahaminya, dalam hal ini, gaya komunikator
menentukan apakah komunikan mampu menyerap pesan yang
disampaikannya, baik disampaikan secara serius maupun lelucon. Jika
komunikator tidak mempunyai trik menarik dalam berkomunikasi,
maka pesan yang diterima komunikan bisa bersifat ambigu.
3. Pesan yang diproduksi oleh pembina, dipengaruhi oleh tingkat
kematangan sikap dan emosi yang pada akhirnya dekat dengan
kepribadian. Bentuk kepribadian inilah yang dibawa pembina dalam
kehidupan sehari-hari bagi diri sendiri dan lingkungannya.
4. Pembina menggunakan situasi untuk menetapkan tujuan-tujuan
komunikasi mereka. Pengetahuan situasional membantu pembina
menentukan mengapa ia ada di sana dan apa yang ingin ia selesaikan.
Untuk itu, cara pembina berkomunikasi tergantung pada setidaknya
tujuan-tujuan yang didefinisikan dalam situasi dan perilaku pembina
sering dipengaruhi oleh pengetahuan situasional.
5. Baik pembina maupun santri binaannya, mereka beradaptasi terhadap
kecepatan bicara, jeda, senyuman, tatapan mata, perilaku verbal dan
nonverbal lainnya. Hal ini memungkinkan terjadinya konvergensi.
Ketika mereka melakukan konvergensi, mereka bergantung pada
persepsi mereka mengenai tuturan atau perilaku orang lain. Selain
persepsi mengenai komunikasi orang lain, konvergensi disini juga
didasarkan pada ketertarikan. Otomatis pesan yang diproduksi oleh
keduanya memiliki kesamaan tujuan.
90
Adapun kesimpulan spesifik dari karakter masing-masing pembina adalah:
pertama, ustadz Ahmad Nurkholis, peneliti menganalisis ustadz Kholis sebagai
sosok pembina yang responsif. Artinya, karakter ustadz Kholis ini tanggap
terhadap kebutuhan santri, komunitas pesantren dan masyarakat luas. Selain itu,
ustadz Kholis juga mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam rangka
memelihara dan mengayomi budaya pesantren yang berbasis pada nilai-nilai moral,
etika dan spiritual Islami. Hal ini penting, mengingat lembaga pesantren disamping
berdiri atas inisiatif pengasuh, perkembangannya tetap melibatkan dukungan
masyarakat.
Kedua, ustadz Abdul Rosyid, peneliti menganalisis karakter ustadz Abdul
Rosyid sebagai pembina yang edukatif. Pembina yang edukatif akan proaktif dalam
menggali informasi tentang teknologi pendidikan pesantren yang inovatif dan
berusaha keras melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam proses
pembinaan. Selain itu, ustadz Rosyid juga berusaha waspada terhadap informasi
baru yang potensial menimbulkan keresahan di pesantren setelah mendapatkan
pertimbangan dari pihak-pihak terkait yang kompeten. Hingga pada akhirnya,
pembina yang edukatif terbuka dengan gagasan-gagasan inovatif dan reformatif.
Ketiga, ustadz Mudhofir. Ustadz Mudhofir merupakan sosok pembina yang
transformatif. Ustadz Mudhofir memiliki jati diri (personal-platform) yang
mewarnai tindakan perilakunya, mampu menyampaikan pesan dengan cara-cara
yang dapat menumbuhkan komitmen para santri, wali santri hingga pengasuh
pesantren. Selain itu, ustadz Mudhofir juga dapat menampilkan banyak corak peran
kepembinaan secara teknis, humanistik, edukatif, simbolik dan kultural.
91
B. Saran
Pembinaan sebagai subset dari proses pengajian tahfidz di pesantren, harus
mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pengajian, yang pada
ujungnya akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya para santri.
Agar pembinaan dapat mendukung peningkatan mutu penhajian santri, maka dalam
proses pembinaan harus terjadi komunikasi yang efektif, yang mampu memberikan
kefahaman mendalam kepada para santri atas pesan atau materi yang diajarkan.
Komunikasi efektif dalam pembinaan di pesantren merupakan proses
transformasi pesan berupa materi pengajian al-Qur’an dan kitab di pesantren,
dimana para santri mampu memahami maksud pesan yang disampaikan para
pembina, sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Pembina dalam hal ini
merupakan pihak yang paling bertanggungjawab terhadap berlangsungnya
komunikasi yang efektif dalam proses pembinaan.
Produksi pesan oleh pembina santri, seyogyanya tidak hanya terpaku pada
pengasuh pesantren, tetapi juga sesuai dengan kekayaan pengetahuan para
pembinanya. Selama ini, gerak gerik pembina terbatasi oleh aturan atau pesan yang
disampaikan oleh pengasuh pesantren, sehingga pembinaan di pesantren terkesan
kaku. untuk dibutuhkan juga inovasi-inovasi baru dalam proses pembinaan, agar
para santri tidak bosan dengan kegiatan menghafal al-Qur’an.
Mengingat tidak selamanya para pembina tinggal di pesantren, maka perlu
diadakan regenerasi para pembina tahfidz. Selain itu perlu juga diadakan
restruktursai pembina. Melalui aktualisasi nilai-nilai pesantren yang ada,
restrukturisasi pembina dapat diwujudkan dengan memberi kesempatan kepada
pembina untuk terlibat dalam penyusunan dan pelaksanaan program pendidikan di
pesantren demi tercapainya tujuan bersama.
92
Download