1 hubungan antara penggunaan kondom dengan kejadian penyakit

advertisement
HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONDOM DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL
DI WILAYAH PUSKESMAS DUREN, KECAMATAN BANDUNGAN
KABUPATEN SEMARANG
Maria Ratna Pertiwi
Arie Wuryanto, SKM, M.Kes
Lisa Dwi Astuti, SST, M.Keb
Abstract
Background: Sexually Transmitted Infection (STI) is a disorder or diseases that is
happened because of unhealthy sexual activity, so there is an infectious disease
that is transmitted through the sexual contact. The infectious of Sexually
Transmitted Infection (STI) can be reduced and prevented by using the
contraception, and one of contraception that can be used is condom.
Objective: The goal of this study is to determine the correlation between using
condom with the incidence of Sexually Transmitted Infection in female sex
workers in Duren Public Health Center, District Bandungan.
Method: This study used cross sectional approach, in which measurements are
made at the same time or one-time, data collection is done by using interviews
using a questionnaire. Data analysis using Spearman statistical test, the number
of respondents as many as 78 people and sampling techniques used simple
random sampling.
Results: most of the female sex worker (84.6%) aged 20-35 years, the majority
(62.8%) serve 1-3 customers per day, there are 32 people of female sex workers
who suffer from PMS, the majority (61.5%) said that always use condoms during
serve customers, using condoms (pvalue = 0.166) was not related with the
incidence of Sexually Transmitted Infection in the region Duren Healthy Center,
Sub-District Bandungan.
Conclusion: using condoms does not affect the incidence of sexually transmitted
diseases in female sex workers in Duren Public Health Center, District Bandungan
Keywords: Sexually Transmitted Infection, using condom
Population
and
Development
(ICPD),
kesehatan
reproduksi
adalah suatu keadaan sejahtera
fisik, mental, dan sosial secara utuh,
tidak semata-mata terbebas dari
penyakit atau kecacatan dalam
segala hal yang berkaitan dengan
sistem,
fungsi,
dan
proses
reproduksinya. Salah satu ruang
lingkup kesehatan reproduksi adalah
tentang
pencegahan
dan
penanggulangan infeksi saluran
reproduksi (ISR) termasuk PMS-
Kerangka Pemikiran
Menurut
World
Health
Organization (WHO), kesehatan
reproduksi adalah kesejahteraan
fisik, mental dan sosial yang utuh
bukan hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan, dalam segala aspek
yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Sedangkan
definisi
menurut
Konferensi Internasional tentang
Kependudukan dan Pembangunan
International
Conference
on
1
Walaupun kesadaran akan
kondom sebagai metode kontrasepsi
yang efektif dan sebagai alat
perlindungan terhadap penyakit
menular seksual sangat meningkat
akhir-akhir ini, namun masih banyak
yang harus diupayakan untuk
mencapai
tingkat
penggunaan
kondom yang tepat. Terutama pada
wanita yang berisiko tinggi untuk
terpapar maupun menyebarkan
penyakit menular melalui hubungan
seksual.
Aria
Pranata
dalam
penelitiannya
yang
berjudul
hubungan tingkat pengetahuan dan
sikap masyarakat terhadap penyakit
menular seksual di Puskesmas
Padang
Bulan
Medan
menggolongkan kelompok resiko
tinggi yang mudah terserang PMS
yaitu seseorang berdasarkan usia
(20 – 34 tahun pada laki – laki, 16 –
24 tahun pada wanita, 20 – 24 tahun
pada
kedua
jenis
kelamin),
wisatawan, wanita pekerja seksual,
pecandu narkotik, homoseksual. Hal
itu
berarti
kelompok
yang
mempunyai risiko tinggi untuk
terpapar penyakit PMS salah
satunya adalah Wanita Pekerja
Seksual (WPS) (80%) dan cara
penularannya
adalah
melalui
hubungan seksual (95%).
Wanita Pekerja Seksual (WPS)
adalah
seorang
wanita
yang
mengadakan hubungan kelamin
dengan seorang lawan jenis diluar
ikatan perkawinan yang sah dengan
maksud mendapatkan kepuasan
seksual atau keuntungan materi bagi
diri sendiri ataupun orang lain. WPS
tidak terlepas dari perilaku bergantiganti pasangan sehingga menjadi
kelompok yang rentan untuk terkena
IMS maupun ISR. Selain menjadi
kelompok yang rentan terkena IMS
dan ISR, WPS juga bisa menjadi
sumber penularan IMS dan ISR.
Sebagai penyedia jasa layanan
seks, WPS tentu akan berusaha
HIV/AIDS.
Infeksi Saluran Reproduksi
(ISR) adalah istilah umum terhadap
tiga tipe infeksi yaitu penyakit dan
infeksi menular seksual (PMS),
infeksi-infeksi endogen vagina, dan
infeksi-infeksi yang berhubungan
dengan prosedur saluran reproduksi.
Ketiga
jenis
infeksi
saluran
reproduksi ini pada umumnya saling
berpengaruh dan dapat terjadi
bersamaan
sehingga
perlu
mendapatkan perhatian khusus,
terutama dalam memberikan asuhan
kepada masyarakat luas, di mana
hal tersebut sangat membantu
dalam upaya peningkatan derajat
kesehatan
masyarakat.
Setiap
tahunnya ada sekitar 30.000 orang
menderita penyakit menular seksual,
sebagian besar (50%) perempuan
tidak menyadari dirinya terinfeksi.
Jumlah kasus penyakit menular
seksual di provinsi Jawa Tengah
sendiri pada tahun 2013 terhitung
sebanyak 10.479 kasus, jumlah
tersebut mengalami peningkatan
apabila dibandingkan dengan tahun
2012 yang tercatat sebanyak 8.671
kasus.
Infeksi
saluran
reproduksi
(ISR) yang cara penularannya
melalui hubungan seksual dapat
dikurangi dan dicegah dengan
pemakaian alat kontrasepsi. Alat
kontrasepsi yang paling praktis dan
cukup efektif untuk mencegah
penularan infeksi saluran reproduksi
(ISR) maupun penyakit menular
seksual (PMS) adalah kondom.
Kondom merupakan alat kontrasepsi
yang paling mudah untuk ditemui,
tidak perlu resep dokter, tidak perlu
diawasi,
dan
juga
mencegah
penularan
penyakit
kelamin.
Kondom sangat efektif digunakan
sebagai alat kontrasepsi yang dapat
mencegah
penularan
penyakit
kelamin apabila digunakan secara
benar dan tepat.
2
berjumlah 440 orang dan dari hasil
pemeriksaannya didapatkan 28,4%
dari WPS yang sudah datang
mengidap PMS. Jumlah kejadian
penyakit menular seksual selama
bulan Januari 2014 sampai bulan
Desember 2014 adalah 125 kasus
PMS yang terdiri dari servisitis 102
kasus (81,6%), urethritis 6 kasus
(4,8%), gonorrhoe 2 kasus (1,6%),
trikomoniasis 2 kasus (1,6%),
kandidiasis 2 kasus (1,6%), lain-lain
(BV, Bubo Kondilomata, LGV) 11
kasus (8,8%). Salah satu upaya
penanganan yang sudah dilakukan
oleh tenaga kesehatan untuk
menurunkan
angka
kejadian
penyakit yang ada dan untuk
mencegah adanya peningkatan
kejadian penyakit infeksi lainnya
yaitu dengan membagikan kondom
kepada WPS sebanyak ± 2.147
kondom selama bulan Januari 2014
sampai bulan Desember 2014.
Berdasarkan data terbaru yang
didapatkan dari medical record Klinik
Chrysant
Puskesmas
Duren,
sebagai salah satu upaya untuk
menurunkan angka kejadian PMS di
kalangan WPS yaitu selama bulan
Januari 2015 sampai bulan April
2015
sudah
didistribusikannya
±1206 kondom kepada WPS, namun
masih ditemukan sebanyak 92
kasus PMS dengan macam yang
berbeda-beda seperti servisitis 89
kasus, urethritis 1 kasus, gonorrhoe
1 kasus, lain-lain (BV, Bubo
Kondilomata, LGV) 1 kasus.
memaksimalkan
kepuasan
konsumen dengan berbagai macam
cara.
Sebagai
contoh,
untuk
menghindari beralihnya konsumen
ke WPS lain, seorang WPS akan
selalu
melayani
keinginan
konsumen,
misalnya
dengan
memenuhi permintaan konsumen
untuk tidak menggunakan kondom.
Dalam keadaan ini, posisi WPS
sangat lemah karena sebagian
besar dari mereka dihadapkan pada
tuntutan ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Lemahnya
posisi di hadapan klien tersebut
menyebabkan WPS tidak bisa
menjalankan safe seks untuk
terhindar
dari
penularan
IMS
ataupun menderita penyakit ISR.
Ditemukannya
Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan
Acquired
Immunodeficiency
Syndrome
(AIDS)
memacu
perhatian yang lebih besar terhadap
pengedalian PMS. Menurut laporan
bulanan
kegiatan
Volluntary
Conseling, and Testing (VCT) di
Klinik Chrysant, Puskesmas Duren
selama bulan Januari 2014 sampai
bulan September 2014 terdapat 3
kasus baru HIV, 2 diantaranya
adalah
WPS
dan
1
orang
merupakan ibu rumah tangga.
Didapatkan adanya hubungan yang
kuat
antara
penyebaran
konvensional PMS dan penularan
HIV, baik PMS dengan ulkus
maupun tidak. Hal ini terbukti
meningkatkan risiko penularan HIV
secara seksual. Kegawatan dan
penyebaran infeksi HIV serta AIDS
menyebabkan pengelolaan dan
pengendalian PMS lainnya perlu
ditingkatkan
Data yang didapatkan dari
medical record Klinik Chrysant
Bandungan selama bulan Januari
2014 sampai bulan Desember 2014,
jumlah WPS yang datang untuk
mendapatkan layanan PMS yaitu
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel
independennya yaitu penggunaan
kondom.
Dalam penelitian ini,
variabel dependennya yaitu kejadian
PMS. Penelitian ini menggunakan
jenis hipotesis alternatif (Ha): Ada
hubungan
antara
penggunaan
kondom dengan kejadian PMS pada
WPS.
Tempat
penelitian
di
3
jawaban sesuai kenyataan yang
dialami Responden.
Dalam penelitian ini analisis
bivariat berfungsi untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara
penggunaan
kondom
dengan
kejadian PMS pada WPS di
Puskesmas
Duren,
Kecamatan
Bandungan. Teknik analisis bivariat
yang digunakan adalah dengan
menggunakan metode analisis data
non parametric dengan uji statistik
yang digunakan Spearman.
Puskesmas
Duren,
Kecamatan
Bandungan, Kabupaten Semarang.
Jenis
penelitian
yang
digunakan adalah analitik, dimana
penelitian
ini
menganalisis
hubungan antara variabel (variabel
bebas
dan
variabel
terikat).
Pendekatan yang dilakukan pada
penelitian ini adalah cross sectional,
dimana
pengukuran
atau
pengamatan dilakukan pada saat
bersamaan atau sekali waktu.
Dalam penelitian ini populasi
yang digunakan yaitu seluruh WPS
yang memeriksakan diri ke layanan
IMS Klinik Chrysant, yaitu berjumlah
295 orang. Dalam penelitian ini yang
menjadi sampel yaitu seluruh
anggota populasi yang memenuhi
kriteria inklusi (WPS yang datang ke
layanan IMS klinik Chrysant) dan
dengan kriteria eksklusi WPS yang
menolak menjadi responden.
Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah dengan
Probability Sampling. Pengambilan
sampel dilakukan dengan cara
simple random sampling, yaitu
mengambil sampel dari semua
anggota populasi dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam anggota populasi.
Data primer yaitu data yang
diperoleh langsung dari responden.
Peneliti
melakukan
wawancara
kepada WPS di wilayah Puskesmas
Duren selama bulan Desember 2014
sampai bulan April 2015. Data
sekunder diperoleh dari medical
record Klinik Chrysant, Puskesmas
Duren, Kecamatan Bandungan.
Instrument yang digunakan
untuk mengumpulkan data adalah
kuesioner dan mendapatkan hasil
pemeriksaan medis dari medical
record Klinik Chrysant. Kuesioner
yang digunakan yaitu bersifat
terbuka, dimana tidak ada nilai
benar
ataupun
salah
karena
Hasil Penelitian
Data yang diperoleh peneliti
dari Klinik Chrysant dalam kurun
waktu Desember 2015 sampai April
2015 terdapat 334 kunjungan
layanan IMS yang dilakukan oleh
WPS. Sedangkan untuk responden
yang
peneliti
gunakan
yaitu
berjumlah 78 orang WPS. 78 WPS
yang dijadikan responden penelitian,
sebagian besar yaitu 65 orang
(83.3%) berusia 20-35 tahun.
Sebagian besar WPS yaitu 49 WPS
(62.8%)
melayani
1-3
orang
pelanggan tiap harinya, hanya 5
orang
WPS
yang
melayani
pelanggan >5 orang tiap harinya.
Dari 78 responden, ternyata
responden yang tidak menderita
PMS jumlahnya lebih banyak bila
dibandingkan dengan responden
yang menderita PMS, yaitu sejumlah
46 responden (59%) tidak menderita
PMS sedangkan yang menderita
PMS terdapat 32 responden (41%).
Dari total keseluruhan 32 jenis PMS
yang ditemukan peneliti, jenis PMS
tertinggi pada WPS di Puskesmas
Duren yaitu servicitis dengan jumlah
24 kasus (75%) dan jumlah kasus
terendah
yaitu
urethritis
dan
gonorrhoe dengan masing-masing
ditemukan 1 kasus.
Dapat
diketahui
bahwa
sebagian besar responden/WPS di
Puskesmas Duren sejumlah 48
4
berperilaku rentan untuk tertular
PMS dikarenakan mereka pada
umumnya memiliki jumlah pasangan
seks yang lebih banyak dan memiliki
frekuensi berganti-ganti pasangan
dibandingkan dengan usia yang
lebih tua.
Sebagian besar WPS yaitu 49
orang WPS menyatakan bahwa
melayani 1-3 orang pelanggan
setiap
harinya.
Adapula
10
responden yang menyatakan dapat
melayani lebih dari 5 pelanggan tiap
harinya seperti misalnya ada 1
responden yang menyatakan dapat
melayani sampai 10 orang setiap
harinya.
Setiap
melakukan
hubungan seksual, seorang WPS
mempunyai
peluang
untuk
menularkan dan tertular oleh PMS.
Hal yang sulit diketahui adalah
menyadari bahwa dirinya terinfeksi
PMS
ataupun
mengidentifikasi
pelanggan yang menderita PMS.
Maka diperlukan pengetahuan dari
WPS itu sendiri untuk lebih
memahami ciri-ciri dari penyebaran
PMS.
Menurut pernyataan dari salah
satu
petugas
kesehatan
di
Puskesmas
Duren,
WPS
diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu
wanita pekerja seksual langsung
dan tidak langsung. Wanita pekerja
seksual langsung (WPSL) yaitu
wanita
yang
secara
terbuka
menjajakan seks di rumah kost.
Sementara wanita pekerja seksual
tidak langsung (WPSTL) adalah
wanita yang menjajakan seks secara
terselubung. WPSTL juga dapat
diartikan sebagai wanita yang
bekerja di panti pijat/ spa/ bar/
karaoke/
diskotik/
kafe
dan
hotel/motel,
namun
dibalik
pekerjaannya itu mereka terkadang
juga melayani pelanggan untuk
berhubungan seksual.
Dalam kurun waktu kurang
lebih 5 bulan dengan 20 kali
orang
WPS
(61,5%)
selalu
menggunakan kondom pada saat
berhubungan
seksual
melayani
pelanggan, namun masih ada 1
orang
WPS
(1,3%)
yang
menyatakan
tidak
pernah
menggunakan
kondom
saat
melayani pelanggan, 29 orang WPS
(37,2%)
lainnya
menyatakan
kadang-kadang memakai kondom
saat berhubungan seksual melayani
pelanggan.
Pada kelompok WPS yg
mengalami PMS, proporsi terbanyak
terjadi pada mereka yg tidak pernah
memakai kondom. WPS yang tidak
pernah menggunakan kondom saat
melayani pelanggan mempunyai
proporsi terbesar terinfeksi PMS
(100%) jika dibandingkan dengan
WPS yang selalu menggunakan
kondom (35.4%). Adapun macammacam PMS yang ditemukan
meliputi
servicitis,
urethritis,
gonorrhoe, dan lain-lain (BV, Bubo
Kondilomata, LGV). Hasil uji statistik
dengan menggunakan uji spearman
diperoleh pValue sebesar 0.178,
pValue > 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara
penggunaan
kondom
dengan
kejadian penyakit menular seksual.
Pembahasan
Distribusi umur penting untuk
diperhatikan, karena semakin muda
umur seorang wanita, semakin
rawan pula untuk tertular PMS.
Remaja mudah terkena PMS
disebabkan karena sel-sel organ
reproduksi yang belum matang.
Umur merupakan salah satu variabel
yang penting dalam mempengaruhi
aktivitas
seksual
seseorang
sehingga dalam melakukan aktivitas
seksual orang lebih dewasa memiliki
pertimbangan yang lebih banyak
dibandingkan dengan orang yang
belum
dewasa.
Usia
muda
5
Hasil dari penelitian yang
sudah dilakukan, didapatkan hasil
bahwa dari total keseluruhan 78
responden, sebagian besar yaitu 48
responden (61.5%) menyatakan
selalu menggunakan kondom saat
melayani
pelanggan
terhitung
selama kurun waktu 1-2 minggu
sebelum dilakukan wawancara. Ada
banyak
alasan
bagi
mereka
mengapa
selalu
menggunakan
kondom, seperti misalnya menjaga
kebersihan, menjaga kesehatan,
mencegah supaya tidak hamil,
supaya aman, mencegah supaya
tidak tertular penyakit kelamin.
Alasan tersebut memang sesuai
dengan teori yang ada dimana salah
satu kegunaan kondom adalah
untuk mengurangi kemungkinan
penularan penyakit kelamin.
Dalam penelitiannya yang
membahas tentang faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
penggunaan
kondom
untuk
pencegahan PMS pada WPS di
Lokalisasi
Sukosari
Bawen
Kabupaten Semarang, Rizka F
memaparkan
bahwa
faktor
pengetahuan
dan
ketersediaan
kondom
mempengaruhi
tingkat
kepatuhan
seorang
WPS
menggunakan kondom.
Terdapat
29
responden
(37.2%)
yang
kadang-kadang
menggunakan
kondom
dengan
berbagai alasan, misalnya karena
pelanggan menolak menggunakan
kondom
atau
responden
menyatakan
saat
melayani
pelanggan menggunakan kondom
dapat
mengurangi
kenikmatan
seksual, ada pula yang menyatakan
tidak menggunakan kondom hanya
saat berhubungan seksual dengan
pacarnya sendiri, kecenderungan
kondom yang mudah sobek saat
melayani pelanggan dengan usia
yang cukup muda juga menjadi
salah satu alasan responden tidak
kunjungan layanan IMS, telah
didapatkan 32 kasus PMS dengan 5
macam jenis PMS yang berbeda
yaitu servicitis 24 kasus (75%),
kandidiasis 2 kasus (6.3%), urethritis
1 kasus (3.1%), gonorrhoe 1 kasus
(3.1%) dan lain-lain (BV, Bubo
Kondilomata, LGV) 4 kasus (12.5%).
Kasus tertinggi masih sama dengan
tahun 2014 yaitu servicitis.
Walaupun dari hasil penelitian
didapatkan tidak lebih dari 50 %
responden yang menderita PMS,
namun dengan jumlah 32 responden
(41%) yang menderita PMS cukup
perlu mendapat perhatian karena
dengan jumlah yang sedemikian
rupa juga mampu menyumbang
angka penularan PMS di lingkungan
sekitarnya. Fokus utamanya yaitu
dengan kegiatan WPS yang sering
berganti-ganti pasangan seksual
atau mempunyai lebih dari satu
pasangan seksual serta kadang
menyepelekan untuk menggunakan
kondom menjadikan WPS sebagai
salah satu agen yang berperan
penting dalam penularan PMS.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Pipit R, Artathi E dan
Warni F tentang beberapa faktor
yang
mempengaruhi
tingginya
kejadian PMS di Lokalisasi Gang
Sadar
Baturaden
Kabupaten
Banyumas tahun 2011 dipaparkan
bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penyakit menular
seksual, seperti penyebab penyakit /
agent (penyakit menular seksual
sangat bervariasi dapat berupa
virus, parasit, bakteri, protozoa),
tuan /host (umur, jenis kelamin,
pilihan dalam hubungan seksual,
lama bekerja sebagai pekerja seks
komersial,
status
perkawinan,
pemakaian kondom), dan faktor
lingkungan (faktor demografi, faktor
sosial ekonomi, faktor kebudayaan,
faktor medik).
6
Sebagian besar WPS yaitu 61.5%
menyatakan selalu menggunakan
kondom saat berhubungan seksual
melayani pelanggan namun masih
terdapat 37.2% yang tidak teratur
atau
hanya
kadang-kadang
menggunakan
kondom
saat
melayani pelanggan bahkan ada 1
responden yang menyatakan tidak
pernah menggunakan kondom saat
berhubungan
seksual
dengan
pelanggan. Walaupun kesadaran
akan kondom sebagai metode
kontrasepsi yang efektif dan sebagai
alat perlindungan terhadap penyakit
menular seksual sangat meningkat
akhir akhir ini, masih banyak yang
harus diupayakan untuk mencapai
tingkat penggunaan kondom yang
tepat. Kemanjuran kontraseptif dan
pencegahan
penyakit
menular
seksual harus saling dikaitkan dan
dipromosikan secara luas.
Kondom yang pada dasarnya
digunakan sebagai kontrasepsi dan
pelindung, namun jika konturnya
tidak baik maka tidak akan
melindungi tapi akan menjadi salah
satu penyebab menularnya PMS
dari penggunanya. Jika penggunaan
kondom sudah benar dan teratur
namun masih terdapat kegagalan
dalam penggunaannya maka satusatunya
alasannya
adalah
kerusakan dari kondom itu sendiri.
Kerusakan yang dimaksud misalnya
kondom
yang
sobek
akibat
dorongan ejakulasi atau ada lubang
yang sangat kecil sehingga kondom
tidak berfungsi efektif. Hal ini terjadi
sesuai dengan kasus pada WPS di
wilayah Puskesmas Duren dimana
sebagian
besar
dari
mereka
menyatakan kondom yang dipakai
terkadang sobek ataupun pelicinnya
kurang sehingga ada beberapa yang
enggan menggunakan kondom.
Terdapat 17 orang WPS yang
mempunyai suami dan termasuk
dalam WPS yang terinfeksi PMS,
selalu
menggunakan
kondom,
demikian jawaban yang disampaikan
responden pada peneliti. Terdapat 1
responden (1.3%) yang menyatakan
tidak pernah menggunakan kondom
dikarenakan memang dari keinginan
diri sendiri yang tidak ingin
menggunakan kondom dan takut
kehilangan
pelanggan
karena
biasanya
pelanggan
enggan
menggunakan kondom dikarenakan
mengurangi kenikmatan seksual.
Hal tersebut memang merupakan
salah satu keterbatasan kondom
dimana
dengan
penggunaan
kondom
dapat
mengganggu
hubungan seksual (mengurangi
sentuhan langsung) dan pada
beberapa pengguna kondom dapat
menyebabkan
kesulitan
untuk
mempertahankan ereksi.
Dalam
bukunya
yang
membahas tentang infeksi menular
seksual,
Tana
susilawati
memaparkan
bahwa
sebagian
penyedia jasa layanan seks, WPS
tentu
akan
berusaha
memaksimalkan
kepuasan
konsumen dengan berbagai macam
cara.
Sebagai
contoh,
untuk
menghindari beralihnya konsumen
ke WPS lainnya, seorang WPS akan
selalu
melayani
keinginan
konsumen,
misalnya
dengan
memenuhi permintaan untuk tidak
menggunakan
kondom.
Dalam
keadaan ini, WPS akan mengalami
kesulitan
untuk
melakukan
penawaran karena sebagian besar
dari mereka dihadapkan pada
tuntutan
ekonomi
yang
mengharuskan
mereka
tetap
melayani pelanggan walau tidak
menggunakan kondom. Hal itu
berbeda
dengan
kejadian
dilapangan dimana 47 responden
(60,3%)
menyatakan
selalu
meninggalkan pelanggan ketika
pelanggan menolak untuk memakai
kondom saat berhubungan seksual.
7
prevention
behavior),
adalah
respons
untuk
melakukan
pencegahan penyakit, misalnya
menggunakan
kondom
saat
berhubungan
seksual
melayani
pelanggan. Termasuk juga perilaku
untuk tidak menularkan penyakit
kepada
orang
lain.
Perilaku
sehubungan
dengan
pencarian
pengobatan
(health
seeking
behavior), yaitu perilaku untuk
melakukan
atau
mencari
pengobatan, misalnya berusaha
mengobati sendiri penyakitnya, atau
mencari pengobatan ke fasilitas
fasilitas
kesehatan,
misalnya
melakukan pemeriksaan PMS rutin
di
Puskesmas
atau
tempat
kesehatan
yang
memberikan
layanan PMS. Perilaku sehubungan
dengan
pemulihan
kesehatan
(health rehabilitation behavior), yaitu
perilaku yang berhubungan dengan
usaha-usaha pemulihan kesehatan
setelah sembuh dari suatu penyakit.
Misalnya meminum obat yang
diberikan dokter secara teratur
dalam rangka pemulihan dari PMS
sampai
penyakit
benar-benar
sembuh.
Dalam hal perilaku kesehatan,
salah seorang koordinator WPS di
wilayah
Puskesmas
Duren
menyatakan bahwa hampir seluruh
WPS di wilayah Puskesmas Duren
mempunyai kesadaran yang kurang
dalam hal PMS, kesadaran dan
kemauan
untuk
melakukan
pemeriksaan rutin, banyak diantara
mereka yang harus dipaksa terlebih
dahulu
untuk
mau
mengikuti
pemeriksaan PMS.
salah satu kemungkinan yang bisa
terjadi
apabila
tidak
terdapat
hubungan
antara
penggunaan
kondom dengan kejadian PMS pada
WPS saat melayani pelanggan yaitu
bisa saja yang terinfeksi PMS
merupakan suami dari WPS tersebut
atau juga bisa berasal dari WPS
yang
mempunyai
pacar
dan
menyatakan bahwa tidak pernah
menggunakan
kondom
saat
berhubungan seksual dengan pacar.
Namun dalam hal penggunaan
kondom antara WPS dengan
suaminya tidak dikaji lebih dalam
sehingga kepastian apakah WPS
terpapar PMS dari pelanggan atau
suami atau pacar pun tidak dapat
dibuktikan. Oleh sebab itu, hal ini
diduga sebagai penyebab tidak
adanya
hubungan
antara
penggunaan
kondom
dengan
kejadian PMS pada WPS di wilayah
Puskesmas Duren.
Secara umum kejadian PMS
yang terjadi pada WPS juga
dipengaruhi oleh perilaku kesehatan
WPS itu sendiri. Menurut Menurut
Becker (1979) perilaku kesehatan
yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
tindakan atau kegiatan seseorang
dalam
memelihara
dan
meningkatkan
kesehatannya,
termasuk juga tindakan-tindakan
untuk mencegah penyakit. Dalam
hal ini salah satu cakupan perilaku
kesehatan yaitu perilaku seseorang
terhadap sakit dan penyakit, yaitu
bagaimana manusia berespon, baik
secara pasif (mengetahui, bersikap,
dan mempersepsi penyakit dan rasa
sakit yang ada pada dirinya dan di
luar dirinya) maupun aktif (tindakan)
yang dilakukan sehubungan dengan
penyakit dan sakit tersebut.
Perilaku terhadap sakit dan
penyakit ini dengan sendirinya
sesuai
dengan
tingkat-tingkat
pencegahan penyakit, yakni perilaku
pencegahan
penyakit
(health
Kesimpulan
1. Sebagian besar wanita pekerja
seksual
(WPS)
di
wilayah
Puskesmas Duren berumur 20-35
tahun yaitu berjumlah 66 orang WPS
(84.6%).
8
PMS dan berbagai risiko dari
PMS apabila tidak ditangani.
Dapat meningkatkan kesadaran
untuk
teratur
menggunakan
kondom
saat
berhubungan
seksual melayani pelanggan
serta
rutin
mengikuti
pemeriksaan
PMS,
karena
dengan
rutin
mengikuti
pemeriksaan
maka
bisa
mendapatkan penanganan lebih
dini apabila terpapar PMS
3. Perlu
dilakukan
pendataan
tentang jumlah wanita pekerja
seksual
karena
dengan
mengetahui jumlah keseluruhan
wanita pekerja seksual maka
dapat
memudahkan
untuk
melakukan
pemerataan
pelayanan
PMS.
Dengan
mengetahui
jumlah
wanita
pekerja seksual juga dapat
memudahkan untuk melakukan
pendekatan pada wanita pekerja
seksual secara merata dan
menyeluruh.
2. Sebagian besar wanita pekerja
seksual
(WPS)
di
wilayah
Puskesmas Duren melayani 1-3
orang pelanggan tiap hari yaitu
berjumlah
49
orang
WPS
(62.8%).
3. Sebagian besar wanita pekerja
seksual
(WPS)
di
wilayah
Puskesmas Duren yaitu 46 orang
(59%) tidak menderita PMS, dan
32 orang WPS (41%) lainnya
positif menderita PMS dengan
macam PMS yang berbeda-beda
seperti servisitis, kandidiasis,
gonore,
dan
lain-lain
(BV,
bubokondilomata, LGV).
4. Sebagian besar wanita pekerja
seksual
(WPS)
di
wilayah
Puskesmas Duren yaitu 48 orang
(61,5%) selalu menggunakan
kondom
saat
melayani
pelanggan.
5. Tidak ada hubungan yang
bermakna antara penggunaan
kondom
dengan
kejadian
penyakit menular seksual, hal
tersebut berdasarkan uji statistik
penelitian dengan menggunakan
uji spearman yang mendapatkan
pValue sebesar 0,178 (pValue
>0,05).
Daftar Pustaka
1. Nugroho,
Taufan.
Obsgyn
obstetri dan ginekologi. Cetakan
I. Yogyakarta : Nuha Medika ;
2012. h. 37, 42.
2. Tri W, Elisa U, Suparmi. Buku
ajar
kesehatan
reproduksi.
Jakarta : EGC ; 2014. h.2, 138.
3. Rita Y, Tri J. Asuhan kebidanan
komunitas. Jakarta : Salemba
Medika ; 2011. h.19-20.
4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah. Buku profil kesehatan
Jawa Tengah. 2013. [Diakses
tanggal 9 Oktober 2014 Pukul
15.55
WIB].
Didapat
dari:http://www.dinkesjatengprov
.go.iddokumen2014SDKMibangk
esprofil2013profil2013fix.pdf
5. Djamhoer M, R Sulaiman, Abdul
B. Bunga rampai obstetri dan
ginekologi sosial. Jakarta :
Saran
1. Diharapkan peneliti lain bisa
melakukan penelitian yang lebih
mendalam mengenai faktorfaktor
yang
berhubungan
dengan kejadian PMS pada
wanita pekerja seksual (WPS) di
wilayah
Puskesmas
Duren,
Kecamatan Bandungan selain
berdasarkan
kepatuhan
penggunaan kondom, misalnya
berdasarkan umur, lama bekerja,
jumlah
pelanggan
dan
kepatuhan
melakukan
pemeriksaan.
2. Diharapkan
wanita
pekerja
seksual dapat mencari informasi
secara mandiri tentang macam
9
Edisi pertama. Jakarta : CV.
Trans Info Media ; 2009. h.23041, 342-48.
15. Uliyah, Mar’atul. Awas KB!
Panduan aman dan sehat
memilih alat KB. Yogyakarta :
Insania ; 2010. h.26-42.
16. Djuanda, Adhi. Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi keenam.
Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; 2013.
h.383-4.
17. Manuaba, Ida Bagus Gde.
Penuntun kepaniteraan klinik
obstetri dan ginekologi. Jakarta :
EGC ; 2003. H 279.
18. Intan K, Iwan A. Kesehatan
reproduksi untuk mahasiswa
kebidanan dan keperawatan.
Edisi Kedua. Jakarta : Salemba
Medika ; 2013. h.28-9, 128-9.
19. Hidayat, A. Metode penelitian
kebidanan dan teknik analisis
data. Jakarta : Salemba Medika ;
2007. h. 43, 50-3, 67-81, 85-98.
20. Setiawan
A,
Saryono.
Metodologi penelitian kebidanan
DIII,
DIV,
S1,
dan
S2.
Yogyakarta : Nuha Medika ;
2010. h. 84-104, 123-31.
21. Dahlan, M, Sopiyudin. Besar
sampel dan cara pengambilan
sampel
dalam
penelitian
kedokteran
dan
kesehatan.
Jakarta : Salemba Medika ;
2010. h.46-53.
22. Rizka F, Rini S, Eko M. Faktorfaktor
yang
berhubungan
dengan penggunaan kondom
untuk pencegahan PMS pada
WPS di Lokalisasi Sukosari
Bawen
Kabupaten
Semarang.2012.
[Diakses
tanggal 1 Juni 2015 Pukul 19.30
WIB].
Didapat
dari
:
http://jurnal.unimus.ac.id/index.p
hp/psn12012010/article/view/113
9
23. Choiriyah F, Kriswiharsi K.
Faktor-faktor yang berhubungan
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo ; 2005. h. 291-2.
6. Sulistyawati, Ari. Pelayanan
Keluarga Berencana. Jakarta :
Salemba Medika ; 2011. h.55-8.
7. Leon S, Philip D. Pedoman klinis
kontrasepsi. Jakarta : EGC ;
2005. h. 264.
8. Pranata, Aria. Hubungan tingkat
pengetahuan
dan
sikap
masyarakat terhadap penyakit
menular seksual di Puskesmas
Padang Bulan Medan. 2010
[Diakses tanggal 30 Oktober
2014 pukul 07.30 WIB]. Didapat
dari
:
http://repository.usu.ac.id/handle
/123456789/20356.
9. Dewi,
Ratna.
Buku
ajar
kebidanan
komunitas.
Yogyakarta : Nuha Medika ;
2011. h. 36-7.
10. Susilawati T. Infeksi menular
seksual : terkendalikah?. Edisi
pertama. Yogyakarta : Pusat
Studi
Kependudukan
dan
Kebijakan Universitas Gajah
Mada ; 2004. h. 24.
11. Nur
B.
Hubungan
tingkat
pengetahuan,
higiene
perorangan dan penggunaan
kondom
dengan
kejadian
bacterial vaginosis pada pekerja
seks komersial di Resosialisasi
Argorejo Kelurahan Kalibanteng
Kulon Kota Semarang tahun
2009. 2009. [Diakses tanggal 9
Oktober 2014 Pukul 15.55 WIB].
Didapat
dari
:
http://lib.unnes.ac.id/2513/
12. Marmi. Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar ;
2013. h. 2-5, 151-156, 193, 3225.
13. Eni K. Kesehatan reproduksi
remaja dan wanita. Yogyakarta :
Salemba Medika ; 2012. h. 127130.
14. Pinem,
Saroha.
Kesehatan
reproduksi dan
kontrasepsi.
10
26. Afriana, Nurhalina. Faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
kejadian infeksi gonore pada
wanita penjaja seks komersial di
16 Kabupaten/Kota Indonesia
(Analisis data sekunder survei
terpadu biologi dan prilaku.2011.
[Diakses tanggal 9 Juni 2015
Pukul 15.00 WIB]. Didapat dari:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2
0303165-T30668%20%20Faktor%20faktor.pdf
dengan kejadian infeksi menular
seksual (IMS) pada wanita
pekerja seksual (WPS) usia 2024
tahun
di
Resosialisasi
Argorejo
Semarang.2014.
[Diakses tanggal 1 Juni 2015
Pukul 19.30 WIB]. Didapat dari :
http://eprints.dinus.ac.id/6724/1/j
urnal_14231.pdf
24. Pipit R, Artathi E dan Warni F.
Beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
tingginya
kejadian PMS di Lokalisasi Gang
Sadar Baturaden Kabupaten
Banyumas tahun 2011.2011.
[Diakses tanggal 9 Juni 2015
Pukul 14.30 WIB]. Didapat dari :
http://www.ojs.akbidylpp.ac.id/in
dex.php/Prada/article/view/35
25. Notoatmodjo
S.
Kesehatan
Masyarakat (Ilmu & Seni). Edisi
Revisi. Jakarta : Rineka Cipta ;
2011. h.139-43.
11
Download