instrumen ekonomi untuk keberlajutan perikanan budidaya di waduk

advertisement
INSTRUMEN EKONOMI UNTUK KEBERLAJUTAN PERIKANAN
BUDIDAYA DI WADUK
Urip Rahmani
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Satya Negara Indonesia
Jl. Sultan Iskandar Muda 11, Jakarta Selatan 12240
E-mail: [email protected]
Abstrak
Instrumen ekonomi dapat diterapkan dalam upaya mengatasi terjadinya degradasi kualitas lingkungan perairan
waduk yang digunakan untuk budidaya perikanan Karamba Jaring Apung. Penerapan ini dipandang perlu dengan
menjaga kepentingan petani ikan dan juga tetap memungkinkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Bentuk
instrumen ekonomi yang dapat diterapkan adalah Command and Control, Kuota Produksi dan Pajak Lingkungan.
Kata Kunci: Instrumen ekonomi, Karamba Jaring Apung (KJA), Command and Control, Kuota Produksi, Pajak
Lingkungan
Abstract
Economic instruments that can be implemented in an effort to address the degradation of environ mental quality
of in land water sused for aquaculture Net-Cage. The application was deemed necessary to safe guard the
interests of farmer sand fish while allow in gan increase in the original in come. Form of economic instrument
that can be appliedis the Command and Control, Production Quotasand Tax Environment.
Keyword: Economic Instrument, Aquaculture Net-Cage, Command and Control, Production Quota, Tax
Environmment
PENDAHULUAN
Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi
tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah negara
maupun wilayah administratif. Akan tetapi,
lingkungan hidup yang berkaitan dengan
pengelolaan harus jelas batas wilayah wewenang
pengelolaannya.
Yang
dimaksud
dengan
lingkungan hidup berdasarkan UU No. 32 Tahun
2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan
perilakunya,
yang
mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
Lingkungan berupa perairan darat pada
umumnya adalah lahan bagi perikanan budidaya air
tawar dan merupakan bagian dari lingkungan
sebagai sumberdaya alam yang mempunyai
peranan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi masyarakat sekitar lingkungan perairan
tersebut baik dalam skala kecil atau besar. Skala
kecil mengacu pada masyarakat sekitar, skala besar
pada masyarakat yang berada di luar kawasan
perairan darat tersebut.
Lingkungan perairan secara alami
memiliki
kemampuan
untuk
memulihkan
keadaannya. Pemulihan keadaan ini merupakan
suatu prinsip bahwa sesungguhnya lingkungan itu
senantiasa arif menjaga keseimbangannya.
Sepanjang belum ada gangguan “paksa” maka
apapun yang terjadi, lingkungan itu sendiri tetap
bereaksi secara seimbang. Namun pada
kenyataannya, untuk kegiatan budidaya perikanan,
kemampuan alami dari perairan darat ternyata tidak
mampu memulihkan kerusakan yang timbul.
Gangguan yang bersifat „paksa‟ masuk ke dalam
sistem perairan dan berakumulasi terus enerus
sehingga berakibat pada kualitas perairan.
Contoh kasus atas pernyataan di atas adalah
lingkungan perairan yang ada di Waduk Saguling,
Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang ketiganya
berada di DAS Sungai Citarum Provinsi Jawa
Barat dan digunakan untuk budidaya perikanan air
tawar dalam bentuk Karamba Jaring Apung (KJA).
Perairan di Waduk Saguling dilaporkan memiliki
sedimentasi setebal lebih dari 4 meter dan telah
mengeras di dasar perairan. Perairan berwarna
hitam dan berbau menyengat seperti saluran
drainase rumah yang tidak mengalir. Perairan di
Waduk Cirata yang berwarna kehijauan yang
mengindikasikan dominannya plankton. Di
perairan Waduk Jatiluhur, sebagaimana juga
Waduk Cirata dan Saguling, setiap awal musim
hujan selalu terjadi upwelling (umbalan), dimana
air yang berada di dasar perairan melonjak ke atas
Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.:51-56
51
dan membawa lumpur yang mengakibatkan
kematian massal ikan budidaya di 3 (tiga) kawasan
tersebut (Garno, 2000; Insan, 2009;Badrudin,
2010; Rahmani 2012). Selain contoh di atas, hal
yang sama terjadi pula di Danau Maninjau
Sumatera Barat sebagaimana dilaporkan oleh
(Badrudin, 2010). Sebaliknya, Badrudin (2010)
menyebutkan bahwa dari situ-situ yang ada di Jawa
Barat dan beberapa danau di Indonesia yang tidak
dimanfaatkan untuk budidaya ikan dalam bentuk
Karamba Jaring Apung, ternyata sampai saat ini
tidak mengalami penurunan kualitas berupa
pencemaran air.
Keberadaan budidaya perikanan di perairan
darat sebagaimana
digambarkan di atas
menempatkan situasi yang dilematis bagi
pemerintah. Pada satu sisi, budidaya perikanan air
tawar merupakan kegiatan usaha petani ikan yang
tidak dapat disangkal memberikan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) , tapi pada sisi lain, terjadi degradasi
kualitas air secara menyeluruh. Diperlukan sebuah
upaya yang mengarah pada bentuk tidak
menyebabkan hilangnya kegiatan usaha petani,
namun konservasi lingkungan perairan terjaga
bahkan pulih.
Bedasarkan kondisi di atas, tulisan ini bertujuan
untuk mengetahui bentuk instrumen ekonomi di
kawasan budidaya perikanan Keramba Jaring
Apung (KJA) di waduk.Kegiatan usaha perikanan
tetap berjalan namun konservasi dan pemulihan
lingkungan perairan juga berlangsung, yaitu
dengan menerapkan instrumen ekonomi.
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penulisan ini
adalah secara deskriptif, dimana penulisan
dimungkinkan untuk menggambarkan situasi yang
terjadi melalui dokumen ang tertulis dari pustaka,
jurnal, artikel, penelitian dan sebagainya.
PEMBAHASAN
Sejarah Budidaya Karamba Jaring Apung
Berdasarkan kompilasi FAO (Malcolm,
1984) disebutkan bahwa,budidaya keramba dimulai
di Asia Tenggara, meskipun dianggap asal relatif
baru, tampaknya telah dikembangkan secara
mandiri dalam setidaknya dua negara. Catatan
tertua dari KJA datang dari Kampuchea dimana
nelayan di dalam dan sekitar wilayah Great Lake
akan terus memelihara Clarias spp, lele dan ikan
komersial lainnya di bambu atau rotan kandang dan
keranjang sampai siap untuk diangkut ke pasar.
Dalam penangkaran, ikan diberi makan sampah
52
dapur dan ternyata pertumbuhan ikan relatif cepat.
Metode tradisional ini merupakan budaya yang
telah dipraktekkan sejak akhir abad yang lalu, dan
sekarang tersebar luas di seluruh wilayah Mekong.
Beranjak dari Kampuchea lalu menyebar pada
tahun terakhir untuk Vietnam, Thailand dan
negara-negara Indo-Cina lainnya.
Disebutkan pula dalam buku ini jenis serupa
dengan KJA, menggunakan keramba bambu apung
menumbuhkan benih Leptobarbus heoveni yang
ditangkap dari alam liar, telah dipraktekkan di
Mundung Lake, Jambi , Indonesia sejak tahun
1922, dan sejak itu telah diperluas ke bagian lain
dari Sumatera Selatan. Selain itu disebutkan pula
bentuk lain dari KJA tampaknya mulai mandiri di
Jawa, dimana penangkapan dan karamba bambu
dari ikan Carpyang terendam atau karamba'Bulian'
telah dipraktekkan sejak awal 1940-an. Karamba
biasanya berlabuh ke bagian bawah kecil, aliran
organik diperkaya, di mana ikan mas makan dan
tumbuh dari bahan organik dan bentik organisme.
Namun, metode dari budidaya ini bisa disebut
semata-mata terbatas di Jawa Barat dan Sumatera.
Praktek budidaya keramba di perairan
pedalaman akhirnya menyebar ke seluruh dunia di
lebih dari 35 negara di Eropa, Asia, Afrika dan
Amerika, dan pada 1978 lebih dari 70 jenis ikan air
tawar telah dicoba tumbuh dikaramba. Dari semua
wilayah, di beberapa daerah tertentu, bahan-bahan
seperti nilon, plastik, polietilen dan baja masih
digunakan yang meskipun jauh lebih mahal namun
memiliki rentang pemakaian lebih lama dan
memungkinkan pertukaran air yang lebih baik,
telah diganti kayu dan bambu. Kebanyakan desain
yang kini digunakan adalah dari jenis floating
(mengapung), dan bergantung pada kerahapung
dibangun baik dari bahan local (misalnya kayu,
bambu), atau dari baja atau plastic pipa, dan
dipasang jarring serat sintetis. Styrofoamatau
minyak drum sering digunakan untuk floatasi
tambahan.
Karamba Jaring Apung memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan metode budidaya lain,
yakni disebabkan KJA menggunakan badan air
yang ada, modal yang relatif rendah dan
menggunakan teknologi sederhana, serta populer di
mata petani, penyuluh dan program pembangunan.
KJA dapat digunakan tidak hanya terutama sebagai
metode untuk memproduksi protein kualitas tinggi
dengan harga murah tetapi juga, tetapi juga untuk
membersihkan perairan eutrophicated dan untuk
memperbaiki kondisi di danau asam di
Skandinavia(Malcom, 1985). Meskipun hanya 5-10
% dari produksi akuakultur darat, pertumbuhan di
sektor ini berlangsung cepat. Namun, kekhawatiran
Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.: 51-56
yang berkembang tentang dampak lingkungan dari
metode ini yang bersifat intensif diyakini
mempercepat
eutrofikasi,
KJA
ekstensif
memberikan hasil tinggi pada awalnya namun akan
diikuti dengan penurunan angka produksi .
Kebijakan Yang Tidak Terukur
Kebijakan
memperkenalkan
budidaya
perikanan berbentuk Karamba Jaring Apung (Net
Cage) di lingkungan perairan waduk, yang
sesungguhnya
digunakan
sebagai
sumber
pembangkit listrik tenaga air, merupakan bentuk
kompensasi yang dijanjikan pemerintah terhadap
masyarakat yang tanahnya dijadikan sebagai
waduk.
Pemerintah
menawarkan
program
transmigrasi kepada penduduk yang tanahnya
termasuk wilayah waduk. Penduduk sekitar yang
tidak mengikuti program transmigrasi akhirnya
mendapat kesempatan untuk menjadi petan ikan
dengan menerapkan pola budidaya KJA
sebagaimana yang dipandu oleh para penyuluh
pertanian kala itu. Mulai dari Waduk Sutami di
Sengguruh Kabupaten Malang, sampai Waduk
Dharma yang ada di Kuningan Jawa Barat,
Seperti disebut di atas, terjadi peningkatan
produksi, namun seiring dengan berjalannya waktu,
terjadi penurunan produksi. Agar produksi naik,
minimal stabil sebagaimana awalnya, dilakukan
pembudidayaan dengan menggunakan pakan ikan.
Produksi ikan selanjutnya meningkat sehingga
menarik siapapun untuk masuk sebagai petani
KJA. Akibatnya jumlah petak KJA meningkat di
hampir semua waduk yang dimanfaatkan untuk
budidaya KJA. Masuknya petani ikan, penduduk
dari kota lain sebagai pelaku usaha budidaya KJA
tidak dapat tercegah sekalipun aturan telah
melarangnya, sementara putaran uang di kawasan
ini sangat tinggi sebagaimana digambarkan oleh
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Cianjur (2011)
berikut ini.
I. Nilai Ekonomi Aktivitas Budidaya Ikan
1.1. Pakan
Rp. 24.750.000.000,1.2. Benih Ikan
Rp. 7.820.000.000,1.3. Produksi
Rp. 46.350.000.000,1.4. TK Kolam
Rp. 1.300.000.000,1.5. Sopir &Kernet
TK Gudang
Rp.
75.000.000,-
II.
III.
================
Jumlah
Rp. 80.295.000.000,Nilai Ekonomi Aktivitas Pendukung
Jumlah
RP. 10.276.050.000,Nilai ekonomi selama 1 tahun
Rp. 90.571.050.000 x 12 Bulan
Rp 1.086.852.600.000,-
(Satu Trilliun Rupiah Delapan Puluh Enam
Milyar Delapan Ratus Lima Puluh Dua Juta Enam
Ratus Ribu Rupiah)
Setelah berlangsung lebih dari satu dekade,
terjadi eksternalitas dimana waduk yang digunakan
untuk budidaya perikanan KJA mengalami
degradasi drastis seperti penurunan kedalaman air,
pengerasan dasar waduk disebabkan pengerasan
sedimentasi, kondisi eutrofik sampai hypertrofik.
Kenyataan di atas memperlihatkan bahwa
kebijakan yang memayungi kegiatan usaha
budidaya perikanan KJA yang berkecenderungan
open accessdi kawasan waduk yang peruntukannya
sebagai pembangkit listrik tenaga air sebagai
kebijakan yang tidak terukur. Rahmani (2012)
menyebutkan bahwa, kebijakan berikutnya
sekalipun telah mengarah pada aturan-aturan
pelestarian perairan namun dalam implementasi di
lapang lebih cenderung mengarah pada peningkat
rente ekonomi daerah.
Eksternalitas yang disebut di atas disebut
oleh Fauzi (2006) sebagai dampak (positif atau
negatif), atau net cost atau benefit, dari tindakan
satu pihak terhadap pihak lain. Eksternalitas
terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari
satu pihak mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari
pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak
pembuat
eksternalitas
tidak
menyediakan
kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak.
Eksternalitas timbul pada dasarnya karena
aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsipprinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan.
Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan
ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih
dari prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang
efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau
sumber daya publik, ketidaksempurnaan pasar,
kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan
dimana unsur hak pemilikan atau pengusahaan
sumber daya (property rights) tidak terpenuhi.
Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan
baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini
tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini
akan
memberikan
dampak
yang
tidak
menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam
jangka panjang.
Secara umum ada beberapa tindakan untuk
mencegah atau mengurangi terjadinya eksternalitas
yaitu dengan memberikan hak kepemilikan,
internalisasi,
dan
pemberlakuan
pajak.
Internalisasi
merupakan
upaya
untuk
menginternalkan dampak yang ditimbulkan dengan
cara menyatukan proses pengambilan keputusan
dalam satu unit usaha.
Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.:51-56
53
Eksternalitas yang terjadi di berbagai waduk
yang disebut di atas, berupa pencemaran badan air
perairan
waduk,
merupakan
ekses
dari
pemanfaatan dari badan perairan sebagai barang
publik sehingga dipandang common property, dan
disisi lain kelembagaan Pengelola Waduk sebagai
representatif pemerintah tidak dapat berperan
optimal. Dengan demikian menjadi sangat penting
untuk mengetahui keberadaan eksternalitas ini dan
nilai ekonomi yang terbuang disebabkan kondisi
ini.
Instrumen Ekonomi
Secara umum Instrumen Ekonomi
didefinisikan sebagai Instrumen berbasis pasar,
karena menggunakan sinyal pasar seperti harga
untuk memberikan insentif kepada pengambil
keputusan untuk mengintegrasikan lingkungan
dalam proses pengambilan keputusan mereka.
James (1997) mengidentifikasikan Instrumen
Ekonomi untuk pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan sebagai mekanisme administrasi yang
digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi
perilaku siapa pun yang mendapatkan nilai dari
sumber daya, memanfaatkan atau menyebabkan
dampak sebagai side effect atau eksternalitas yang
disebabkan aktifitas mereka.
Ada empat hal utama menyangkut fungsi
Instrumen
Ekonomi
dalam
pengelolaan
lingkungan, yakni:
1) Menginternalisasikan eksternalitas dengan
cara mengoreksi kegagalan pasar melalui
meknisme ”full cost pricing” atau mekanisme
pembayaran penuh, dimana biaya subsidi,
biaya lingkungan dan biaya eksternalitas
diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
2) Mampu mengurangi konflik pembangunan
versus lingkungan, bahkan jika dilakukan
secara tepat menjadikan pembangunan
ekonomi sebagai wahana (vehicle) untuk
perlindungan lingkungan dan sebaliknya.
Dengan memfungsikan instrumen ekonomi
dalam pengelolaan lingkungan hidup, maka
akan muncul keselarasan dalam pembangunan.
3) Instrumen Ekonomi berfungsi untuk mengencourage efisiensi dalam penggunaan barang
dan jasa dari sumber daya alam sehingga tidak
menimbulkan overconsumption karena pasar -melalui
Instrumen
Ekonomi-akan
memberikan sinyal yang tepat terhadap
penggunaan yang tidak efisien. Instrumen
ekonomi akan memberikan pertanda bagi
pelaku ekonomi agar selalu memperhatikan
perilaku yang menyebabkan dampak negatif
terhadap lingkungan sehingga kegiatan
ekonomi yang berjalan selalu dalam koridor
54
terarah pada tercapainya efisiensi dan bahkan
memperbaiki kondisi yang ada menjadi lebih
baik.
4) Instrumen Ekonomi dapat digunakan sebagai
sumber penerimaan (revenue generating).
Instrumen ekonomi dapat menghasilkan
pemasukan dana dalam jumlah besar dari
penerimaan pajak atau retribusi. Pihak yang
akan memperoleh penerimaan tersebut bisa
pemerintah (pusat maupun daerah), unit
pengelola /penyedia jasa lingkungan atau
kelompok
masyarakat
yang
diberikan
kewenangan
untuk
mengumpulkan
penerimaan tersebut. Penerimaan tersebut
dapat digunakan kembali untuk diinvestasikan
kembali dalam kegiatan pengelolaan SDA dan
lingkungan hidup dan dukungan lebih lanjut
terhadap langkah-langkah praktis menuju
kondisi lingkungan yang lebih baik, misalnya
dengan mengadopsi teknologi
Perlunya Instrumen Ekonomi
Bagi negara berkembang seperti Indonesia,
pengelolaan lingkungan sangat diperlukan agar
hasil-hasil yang dicapai dari pembangunan
ekonomi tersebut tidak menguap oleh karena
rusaknya sumber daya alam dan lingkungan. Untuk
itulah dilakukan upaya-upaya pengendalian
lingkungan.
Selama
ini
instrumen
pengendalian
lingkungan terdiri dari command and control,
moral suasion dan insentif berbasis finansial
maupun pasar atau sering disebut sebagai
Instrumen Ekonomi. Pengendalian lingkungan
yang dilakukan melalui command and control
dinilai sering kurang efektif manakala enforcement
masih kurang. Instrumen berbasis command and
control juga cenderung akan terjebak pada complex
legislatif web (jaringan perundang-undangan yang
kompleks) serta mahalnya biaya penegakan
hukum. Di sisi lain pendekatan pengendalian
melalui moral suasion seperti pendidikan, tindakan
sukarela untuk mengadopsi teknologi yang terbaik
yang ramah lingkungan juga sering tidak efektif
karena memerlukan tingkat kepatuhan yang tinggi
dari para pengguna.
Instrumen Ekonomi di sisi lain, bekerja
melalui reward and punisment serta melalui
mekanisme pasar sehingga meng-encourage
produsen dan konsumen untuk menyesuaikan
perilaku mereka terhadap dampak lingkungan
melalui mekanisme insentif dan disinsentif. Di
beberapa negara, Instrumen Ekonomi ini sudah
Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.: 51-56
banyak diterapkan dan terbukti efektif dalam
mengendalikan dampak lingkungan.
Alasan
rasional diperlukannya Instrumen Ekonomi
dapatdilihat pada Gmbar 1.
Gambar 1. Alasan Rasional Perlunya Instrumen
Ekonomi
Jenis-Jenis Instrumen Ekonomi
Secara umum Panayatou (1994) lebih jauh
membagi tipologi instrumen ekonomi menjadi
tujuh jenis, yaitu :
1. Hak Kepemilikan (property right)
2. Penciptaan Pasar (market creation)
3. Instrumen Fiskal
4. Sistem Pungutan (charge system)
5. Instrumen Finansial
6. Instrumen Pertanggung jawaban (liability)
7. Performance dan Bond system
Tipologi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2 di bawah ini. Dari gambar dapat dilihat
bahwa dalam hal pemilikan (property right) ada
dua hal yang perlu dipertimbangkan yakni
menyangkut ownership right (hak memiliki) dan
use right atau hak pemanfaatan. Instrumen
ekonomi yang bisa digunakan antara lain berupa
licensing (penjualan izin), pengesahan penjagaan
(stewardship), hak pengusahaan misalnya pada
pertambangan dan sebagainya. Sementara itu dari
sisi penciptaan pasar, mekanisme yang sering
digunakan di negara maju seperti tradable permit,
tradable catch quota (individual transferable
quota) dapat digunakan sebagai instrumen
pengendalian. Rincian jenis dan klasifikasi dari
instrumen lainnya bisa dilihat pada Gambar 2.
Property Rights
Ownership rights
I. Water rights
II. Mining rights
III. Land rights
Use rights
II. Stewardship
III. Licensing
Property
Rights
Ownership rights
2. Water rights
3. Mining rights
4. Land rights
Use rights
1) Stewardship
2) Licensing
Gambar 2. Tipologi Instrumen Ekonomi
Sumber : Panayotou,1994
Instrumen ekonomi pada dasarnya adalah
instrumen yang dirancang untuk mempengaruhi
proses produksi dan konsumsi melalui mekanisme
harga atau dengan cara mengubah ketertarikan
ekonomi terhadap tindakan-tindakan tertentu.
Instrumen ekonomi berfungsi untuk mengukuhkan,
memperbaiki dan memperjelas hak pemilikan,
menjamin pengguna sumberdaya membayar sesuai
yang dikonsumsi dan dapat menjadi subsidi bagi
alternatif teknologi yang ramah lingkungan serta
dapat membangkitkan
penerimaan keuangan
daerah.
Selama
ini
instrumen
pengendalian
lingkungan terdiri dari command and control,
moral suasion dan insentif berbasis finansial
maupun pasar atau sering disebut sebagai
instrumen ekonomi. Pengendalian lingkungan yang
dilakukan melalui command and control (CaC)
dinilai sering kurang efektif manakala enforcement
masih kurang. Instrumen berbasis CaC juga
cenderung akan terjebak pada complex legislatif
web
(jaringan
perundang-undangan
yang
kompleks) serta mahalnya biaya penegakan
hukum. Di sisi lain pendekatan pengendalian
melalui moral suasion seperti pendidikan, tindakan
sukarela untuk mengadopsi teknologi yang terbaik
yang ramah lingkungan juga sering tidak efektif
karena memerlukan tingkat kepatuhan yang tinggi
dari para pengguna.
Instrumen ekonomi di sisi lain, bekerja
melalui reward and punisment serta melalui
mekanisme pasar sehingga mendorong produsen
dan konsumen untuk menyesuaikan perilaku
mereka terhadap dampak lingkungan melalui
mekanisme insentif dan disinsentif.
Instrumen ekonomi akan berhasil apabila
petani mendatangkan insentif bagi petani maupun
pemangku kepentingan lain. Tawaran instrumen
ekonomi yang dapat diterapkan bagi upaya
pemulihan
dan
pemeliharaan
kelestarian
lingkungan perairan waduk adalah sebagai berikut:
Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.:51-56
55
1.
2.
3.
56
Command and Control (CaC). Instrumen yang
paling sering dilakukan oleh para pembuat
kebijakan publik. Instrumen akan efektif
apabila para pihak pengelola, Pemerintah
Daerah di sekitar waduk merancang bentuk
CaC,, yang didalamnya memuat berbagai
aturan atau tatacara bagi upaya terciptanya:
a. Tertib usaha kegiatan budidaya ikan KJA
baik dari sisi administrasi, teknis dan
lingkungan.
b. Sosialisasi yang berkelanjutan tentang
perlunya menjaga keberlangsungan usaha
budidaya ikan KJA, agar muncul
kebijakan kontraproduktif yang menutup
peluang budidaya KJA diteruskan.
Untuk itu, parsialisasi tugas CaC kepada
masing-masing pihak harusnya bersifat saling
melengkapi dalam bentuk penugasan yang
bersifat linier dan berkesinambungan, siklik,
dalam arti harus mereview hasil tugas pihak
lain atau bentuk lainnya. Insentif dan
disinsentif merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam CaC, sehingga terancang
secara matang, dan bukan hanya hak para
petugas yang berprestasi, namun juga hak para
petani ikan, kelompok petani ikan, kelompok
pengawas ikan, pedagang ataupun penduduk
sekitar.
Kuota Produksi. Carrying capacity perairan
waduk harus ditentukan segera berdasarkan
hasil penelitian, sehingga produksi optimal
dapat ditentukan dibagi atas berapa
petak.Untuk itu kuota produksi ikan perlu
diciptakan dalam rangka keberlangsungan
produksi ikan sampai 20-30 tahun mendatang.
Kuota produksi diciptakan sebagai kebijakan
Pemda dan ditawarkan kepada petani ikan.
Jumlah petak KJA dari jumlah akumulasi
petani yang mendaftar tidak boleh melebihi
jumlah petak yang ditetapkan. Kuota yang
dimiliki petani dapat diperjualbelikan dengan
mekanisme administrasi yang disepakati
bersama.
Pajak Lingkungan. Pajak lingkungan, yang
dalam hal ini adalah biaya lingkungan
dimaksudkan sebagai biaya yang harus dibayar
petani sesuai dengan jumlah dan jenis pakan
ikan yang diberikan petani. Petani yang
menggunakan pakan ikan yang menurut pihak
Dinas Perikanan kurang ramah terhadap
perairan akan dikenakan pajak tinggi,
sementara yang ramah pajaknya lebih rendah.
Informasi tentang jenis dan jumlah pakan yang
dipakai disinergikan dengan „gudang‟ dan/atau
„bandar‟ dan/atau kelompok pengawas lalu
lintas pakan dan benih.
KESIMPULAN
Budidaya perikanan di waduk sangat berperan bagi
masyarakat sekitar. Instrumen ekonomi untuk
untuk keberlajutan budidaya perikanan di waduk
adalah Command and Control (CaC), Kuota
Produksi dan Pajak Lingkungan. Selain itu juga
sangat diperlukan kelembagaan yang mengatur
waduk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badruddin,M.2010. Model Perhitungan Daya
Tampung Beban Pencemaran Air Danau Dan
Waduk. Jurnal Sumber Daya Air Vol 6 No. 2
November 2010: 102-204
2. Insan, I. 2009. Status Tropik dan Daya Dukung
Karamba Jaring Apung di Waduk Cirata. Tesis
Magister Sains, Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
3. Garno, Y.S.
2000.
Status dan Strategi
Pengendalian Pencemaran Waduk Multiguna
Cirata.
Prosiding Semiloka Nasional
Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan
Waduk. Fakultas Perikanan Universitas
Padjajaran, Bandung.
4. Malcom, M dan Beveridge. 1984. Cage and Pen
Fish Farming Carrying Capacity Models And
Environmental Impact, FAO Repository.
5. Rahmani, U.
2012. Pengelolaan Optimal
Budidaya Ikan Karamba Jaring Apung (KJA)
Di Waduk Cirata Provinsi Jawa Barat.
Disertasi Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia Vol.6, No.2 Desember 2013 Hal.: 51-56
129
Download