BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Benzo(α)pyrene
Benzo(a)pyrene adalah salah satu jenis senyawa Hidrokarbon
Polisiklik Aromatik (HPA). Senyawa HPA merupakan senyawa organik yang
tersebar luas di alam, bentuknya terdiri dari beberapa rantai siklik aromatik
dan bersifat hidrofobik. Senyawa HPA mengandung dua atau lebih rantai
benzena, berasal dari pirolisis, pembakaran yang tidak sempurna dan proses
pembakaran yang menggunakan suhu tinggi pada pengolahan minyak bumi
(NEFF, 1979; Munawir, 2007).
Benzo(a)pyrene memiliki berat molekul besar, berbentuk datar, dan
memiliki struktur dengan banyak cincin aromatik. Benzo(a)pyrene dihasilkan
dari hasil pembakaran bahan-bahan organik, baik dalam bentuk partikel padat
maupun gas.
Gambar 1. Struktur kimia benzo(a)pyrene (Anyakora et al., 2008)
Hingga saat ini terdapat lebih dari 100 jenis HPA yang telah di
identifikasi, baik yang berbentuk jarum, piringan, kristal, lembaran atau
prisma, serta tidak berwarna, berwarna kuning pucat hingga kuning keemasan.
Sebagian besar senyawa HPA kurang larut dalam etanol dan larut atau sedikit
larut dalam asam asetat, benzene dan aseton. Beberapa senyawa HPA bersifat
larut dalam minyak mineral dan minyak nabati (Anonim, 1998).
Benzo(a)pyrene telah diidentifikasi sebagai senyawa HPA yang
memiliki sifat karsinogen tinggi, karena dapat membentuk kompleks dengan
DNA secara permanen dan menyebabkan mutasi pada gen. Hal ini disebabkan
sifatnya yang hidrofobik dan tidak memiliki gugus metal atau gugus reaktif
lainnya untuk dapat diubah menjadi senyawa yang lebih polar. Akibatnya
4
Identifikasi Benzo (a) Pyrene..., Felentina Dhilah Pamuji, Farmasi UMP, 2013
5
menjadi sangat sulit di ekskresi dari dalam tubuh dan biasanya terakumulasi
pada jaringan hati, ginjal maupun adipose atau lemak tubuh. Dengan struktur
molekul yang menyerupai basa nukleat menyebabkan molekul HPA dapat
dengan mudah menyisipkan diri dari untaian DNA yang menyebabkan fungsi
DNA menjadi terganggu dan apabila kerusakan ini tidak dapat diperbaiki
dalam sel, maka akan menimbulkan penyakit kanker (Elisabeth et al., 2000).
Secara in vivo, benzo(a)pyrene telah terbukti dapat menyebabkan
tumor pada setiap model hewan percobaan, baik melalui jalur makanan,
pernafasan maupun kontak pada permukaan kulit. Pada tikus percobaan,
konsumsi
benzo(a)pyrene
dengan
dosis
120
ppm/kgBB/hari
dapat
menyebabkan kematian dengan lama konsumsi kurang dari 14 hari. Lebih
lanjut,
konsumsi
benzo(a)pyrene
sebesar
10
ppm/kgBB/hari
akan
menyebabkan gangguan sistem reproduksi pada induk hewan dan gangguan
pertumbuhan pada anak yang dilahirkan (Elisabeth et al., 2000).
Pemberian benzo(α)pyrene pada mencit secara oral mengakibatkan
terbentuknya papiloma dan karsinoma pada perut atas (Neal and Rigdon,
1967), serta tumor payudara pada tikus (McCormick et al., 1981).
Benzo(α)pyrene juga dilaporkan dapat menginduksi pembetukan tumor pada
hewan melalui rute pemberian lain, yaitu intravena, intraperitoneal, subkutan,
intrapulmonary,
dan
transplasental.
Karena
itulah
benzo(a)pyrene
dikategorikan sebagai senyawa genotik karsinogen, dan digunakan sebagai
senyawa acuan dalam menentukan faktor potensi relatif senyawa-senyawa
HPA lainnya sebagai penyebab kanker (Elisabeth et al., 2000).
International Agency for Research on Cancer (IARC) juga
mengklasifikasikan senyawa karsinogen berdasarkan insidensi atau evidence
yang
dapat
membentuk
kanker
menjadi
5
(lima)
kelompok
dan
benzo(α)pyrene termasuk ke dalam group 2A. Senyawa pada group 2A
merupakan hasil eksperimen pada hewan uji yang telah membuktikan
karsinogenitas yang mencukupi, tetapi kasusnya pada manusia masih terbatas
namun paparan senyawa ini sering bersifat karsinogenik pada manusia (IARC,
1987).
Identifikasi Benzo (a) Pyrene..., Felentina Dhilah Pamuji, Farmasi UMP, 2013
6
Menurut data dari IARC (1983), benzo(α)pyrene dimetabolisme oleh
enzim mikrosomal sitokrom p450 menjadi beberapa arene oksida, yang
kemudian mengalami penataan ulang secara spontan menjadi fenol dan
mengalami hidrasi menjadi transhidrodiol.
Pada proses metabolismenya benzo(α)pyrene akan mengalami
epoksidasi atau metilhidroksilasi. Setelah terjadi epoksida, senyawa dari
bentuk aktif akan berubah menjadi bentuk ion karbonium. Bentuk ini yang
akan bergabung dengan makromolekul (DNA), sehingga mengakibatkan
perubahan pada struktur DNA. Kemudian mulailah proses karsinogenesis.
Benzo(α)pyrene dapat membentuk adduct baik dengan guanin
maupun adenin. Benzo(α)pyrene yang membentuk DNA adduct akan
mengalami 2 kemungkinan mekanisme yaitu adanya DNA adduct tersebut
dikenali sebagai kesalahan oleh protein-protein DNA repair sehingga
kerusakan tersebut dapat diperbaiki dan tidak mempengaruhi proses replikasi
dan transkripsi berikutnya. Kemungkinan kedua adalah kesalahan tidak dapat
diperbaiki, sehingga akan menghambat sintesis DNA dan juga replikasinya
(Rosmarie, 1994).
B. Ikan Gurameh dan Ikan Lele
Potensi sumber daya perikanan Indonesia dan produksi yang
dihasilkannya menunjukkan bahwa perikanan memiliki peluang baik untuk
berkonstribusi dalam pemenuhan gizi masyarakat. Jenis ikan yang biasa
dikonsumsi yaitu ikan pelagis kecil, ikan demersal dan ikan air tawar. Ikan
gurameh dan lele merupakan jenis ikan air tawar yang sudah sejak dulu
dibudidayakan dan dikonsumsi oleh masyarakat karena rasa dagingnya yang
lezat sehingga memiliki nilai ekonomis tinggi (Rahardjo, 2008).
Ikan merupakan sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh tubuh
sebagai sumber mineral. Menurut Rahman et al (1994) komposisi asam lemak
yang terkandung dalam beberapa ikan air tawar meliputi total asam lemak tak
jenuh tunggal, yaitu 17-53%, asam lemak jenuh sebesar 15-43%, dan asam
lemak tak jenuh jamak sebesar 12-25% (Rahman, et al., 1994; Rahardjo,
2008). Ikan lele memiliki kandungan kimia yaitu air 79,73%, abu 1,47%,
Identifikasi Benzo (a) Pyrene..., Felentina Dhilah Pamuji, Farmasi UMP, 2013
7
lemak 0,95%, karbohidrat 0,14%, protein 17,71% (Nurilmala, et al., 2009),
sedangkan komposisi kimia dari ikan gurami yaitu air 75,48%, abu 1,03%,
protein 18,71%, lemak 2,21% (Santoso, 2009).
C. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS)
Kromatografi gas merupakan metode pemisahan dan deteksi
senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. Kegunaan
umum dari kromatografi gas adalah untuk melakukan pemisahan dinamis dan
identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap dan juga
untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu
campuran (Hendayana, 2006). Data kromatogram dari campuran senyawa
yang
dihasilkan
oleh
instrumen
GCMS,
dapat
digunakan
untuk
memperkirakan senyawa yang dihasilkan dengan library yang ada dalam
instrumen tersebut (Setyawati, 2005).
GCMS merupakan gabungan dari instrumen Gas Chromatography
yang dipadukan dengan detektor berupa Mass Spectrometry. Paduan keduanya
dapat menghasilkan data yang lebih akurat untuk mengidentifikasi senyawa
yang dilengkapi dengan struktur molekulnya.
Gas Chromatography
merupakan metode dinamis yang digunakan untuk memisahkan dan
mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran
(Gandjar & Rohman, 2007). Sedangkan Mass Spectrometry adalah suatu
metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan
massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengukur
jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam (Silvester et al.,
1986).
Mekanisme kerja kromatografi gas yaitu gas dalam silinder baja
bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fase diam, cuplikan
berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan,
disuntikkan kedalam aliran gas tersebut kemudian cuplikan dibawa oleh gas
pembawa kedalam kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan.
Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu
meninggalkan kolom kemudian terdeteksi oleh detektor. (Hendayana, 2006)
Identifikasi Benzo (a) Pyrene..., Felentina Dhilah Pamuji, Farmasi UMP, 2013
8
Gambar 2. Diagram skematik pada KG (Gandjar dan Rohman, 2007)
D. Gas Chromatography
Gas Chromatography merupakan teknik pemisahan dimana solut
yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) berpindah melalui kolom
yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan tertentu. Pada umumnya
solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika
ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada GC
didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi
yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase ferak yang berupa
gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke
detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50-350
o
C) bertujuan untuk menjamin bahwa solut menguap sehingga akan cepat
terelusi (Gandjar & Rohman, 2007).
Komponen-komponen instrumentasi pada kromatografi gas yaitu :
1. Gas pengangkut (fase gerak)
Gas pengangkut ditempatkan dalam tabung silinder bertekanan
tinggi dengan tekanan sebesar 150 atm. Adapun persyaratan-persyaratan
yang harus dipenuhi oleh suatu gas pengangkut, yaitu:
a. Inert yaitu tidak bereaksi dengan cuplikan, pelarut dan material dari
kolom
b. Murni dan mudah diperoleh serta murah
c. Sesuai dan cocok untuk detektor dan harus memenuhi difusi gas.
Identifikasi Benzo (a) Pyrene..., Felentina Dhilah Pamuji, Farmasi UMP, 2013
9
Gas-gas yang sering dipakai sebagai fase gerak pada GC adalah
helium atau argon. Gas tersebut sangat baik, tidak mudah terbakar, tetapi
sangat mahal harganya.
2. Pengatur Aliran dan Pengatur Tekanan
Pengatur aliran dan pengatu tekanan disebut juga dengan pengaturan
atau pengurangan Drager. Pada tekanan 2,5 atm Drageen akan bekerja
baik dan akan mangalirkan masa aliran dengan tetap. Tekanan pada
tempat masuk lebih besar dari kolom diperlukan untuk mengalirkan
cuplikan agar masuk ke dalam kolom. Hal ini dkarenakan lubang akhir
dari kolom biasanya mempunyai tekanan atmosfer yang normal. Selain itu
suhu dalam kolom juga harus tetap supaya aliran gas tetap yang masuk ke
dalam kolom juga tetap. Sehingga komponen akan dielusikan pada waktu
yang tetap yang disebut dengan waktu retensi (the retention time/tR).
3. Tempat Injeksi
Dalam pemisahan analit harus dalam bentuk fase uap. Kebanyakan
senyawa organik berbentuk cairan atau padatan sehingga senyawa
tersebut harus diuapkan terlebih dahulu. Panas yang terdapat dalam
tempat injeksi dapat mengubah senyawa yang berbentuk cairan atau
padatan menjadi bentuk uap.
4. Kolom
Kolom berfungsi sebagai jantung paa kromatografi gas. Kolom yang
biasa digunakan sangat bermacam-macam dan bentuknya sangat
beragam. Panjang kolom yang digunakan mulai dari 1 m sampai dengan
30 m. Diameter kolom biasanya antara 0,3 mm hingga 0,5 mm.
Isi kolom berupa padatan pendukung dari fase diam yang berfungsi
untuk mengikat fase diam tersebut. Padatan atau “diatomite” berupa
tanah diatom yang telah dipanaskan atau dikeringkan. Persyaratan
padatan pendukung yang baik:
a.
Inert, tidak menyerap cuplikan
b.
Kuat, stabil pada suhu tinggi
c.
Memiliki luas permukaan yang besar : 1-20 m2/g
d.
Permukaan yang teratur, ukuran yang sama, ukuran pori sekitar 10µ
Identifikasi Benzo (a) Pyrene..., Felentina Dhilah Pamuji, Farmasi UMP, 2013
10
(Sastrohamidjojoa, 1985).
5. Detektor Gas Chromatography
Detektor juga merupakan komponen utama pada instrument GC.
Detektor merupakan perangkat yang terletak pada ujung kolom tempat
keluar fase gerak yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor
pada GC adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi untuk mengubah
sinyal gas pembawa dan komponen yang terkandung di dalamnya menjadi
suatu sinyal elektronik. Sinyal elektronik ini berguna untuk analisis
kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen yang terpisah diantara
fase diam dan fase gerak. Detektor yang biasa digunakan dalam
kromatografi gas yaitu detektor FID (flame ionization detector) atau TCD
(thermal conductivity detector). Sedangkan pada GC-MS detektor yang
digunakan yaitu Mass Spectrometry (spektrometri massa). Detektor ini
mampu memberikan informasi data struktur kimia senyawa yang tidak
diketahui (Gandjar & Rohman, 2007).
E. Mass Spectrometry
Mass Spectrometry (MS) berfungsi untuk menembaki analit dengan
electron berenergi tinggi sehingga menghasilkan spektrum fragmentasi ion
positif sebagai analisis kuantitatif. Spektrum ini kemudian disebut sebagai
spectrum massa (Silverstein et al., 1986)
Molekul-molekul hasil pemisahan pada GC akan diubah menjadi
ion-in bermuatan positif yang berenergi tinggi kemudian ion-ion tersebut
akan dipecah lagi menjadi ion yang lebih kecil. Ion-ion tersebut akan
dipisahkan oleh pembelokan dari suatu medan magnet yang dapat merubah
sesuai dengan massa dan muatan mereka. (Sastrohamidjojob, 1991).
Identifikasi Benzo (a) Pyrene..., Felentina Dhilah Pamuji, Farmasi UMP, 2013
Download