peran modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial

advertisement
Vol. 2 No. 01 Juni 2016
PERAN MODAL SOSIAL KEPERCAYAAN DALAM STRUKTUR SOSIAL
MASYARAKAT TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN BENDUNGAN
KUWIL-KAWANGKOAN, SULAWESI UTARA
Ganggaya Sotyadarpita
Penelaah Standar dan Pedoman
Balai Penelitian dan Pengembangan Rawa,
Badan Penelitian dan Pengembangan,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Email: [email protected]
Abstract
Dam infrastructure construction cannot be separated from social problems which frequently delay the
progress of construction. Social problems occur through social changes or conflict of interests within the
construction. Trusts which exist in social structure within local community in the affected areas of construction
can be seen as a social capital which may potentially affect the construction plan. The study location to
be observed was the affected areas of Kuwil-Kawangkoan Dam construction planning which located in
Minahasa Utara Regency, North Sulawesi Province. This research was aimed to (1) reveal the form of “trust”
as a social capital within the social structure in community within the affected areas of construction; and (2)
analyze the role of “trust” as a social capital within the social structure in local community towards the dam
construction planning. The method used was descriptive qualitative using two data acquisition techniques,
literature research and depth interview. The result showed that the local community highly trusts their
village chief (Hukum Tua). This high trust affected positively towards the dam construction planning, and
so far was one of the key to successfully avoid the occurrence of social problems related with the KuwilKawangkoan Dam construction plan.
Keywords: dam infrastructure construction, social problems, social capital trust, social structure, old law
Abstrak
Pembangunan infrastruktur bendungan tidak terlepas dari permasalahan sosial yang kerap menghambat
jalannya pelaksanaan pembangunan. Permasalahan sosial timbul karena perubahan sosial maupun
perbedaan kepentingan yang terjadi akibat pembangunan tersebut. Kepercayaan yang terdapat pada
struktur sosial masyarakat di daerah terdampak pembangunan dapat dipandang sebagai modal sosial
yang berpotensi mempengaruhi perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan permasalahan sosial.
Lokasi yang menjadi obyek kajian adalah daerah terdampak rencana pembangunan Bendungan Kuwil
Kawangkoan di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Tulisan ini bertujuan untuk (1) mengungkap
gambaran modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial di daerah terdampak pembangunan; dan (2)
menganalisis peran modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial terhadap rencana pembangunan
bendungan. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dengan dua teknik perolehan data yaitu
penelusuran literatur dan wawancara. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa dalam struktur sosial masyarakat
di daerah terdampak, terdapat modal sosial kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap kepala desa
(Hukum Tua). Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap hukum tua memiliki peran positif dan sejauh ini
telah berhasil meminimalisir permasalahan sosial yang berkaitan dengan rencana pembangunan Bendungan
Kuwil Kawangkoan.
Kata Kunci: pembangunan infrastruktur bendungan, permasalahan sosial, modal sosial kepercayaan,
struktur sosial, hukum tua
JURNAL INFRASTRUKTUR
1 - 53
Vol. 2 No. 01 Juni 2016
1. PENDAHULUAN
Pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum
adalah suatu upaya penyediaan sarana dan prasarana
bagi kebutuhan masyarakat umum. Pada hakikatnya
pembangunan
infrastruktur
diselenggarakan
pemerintah
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan
rakyat.
Soemarwoto
(dalam
Suwartapradja, 2005) menyatakan bahwa tidak ada
pembangunan yang tidak melibatkan lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Oleh sebab itu, setiap sentuhan pembangunan akan
menimbulkan perubahan dalam lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Perubahan-perubahan
tersebut
acapkali
memunculkan
perbedaan
kepentingan yang selanjutnya memicu timbulnya
permasalahan sosial. Akibat permasalahan sosial
yang terjadi, maka pelaksanaan pembangunan
infrastruktur dapat menjadi terhambat.
Sasaran dari Nawa Cita (sembilan agenda prioritas)
pemerintah antara lain adalah meningkatnya
ketahanan air dan ketahanan pangan. Guna
mencapai
sasaran
tersebut,
pembangunan
infrastruktur bendungan menjadi program utama
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam lima
tahun ke depan. Salah satu bendungan yang saat
ini sedang direncanakan pembangunannya adalah
Bendungan Kuwil Kawangkoan yang terletak di
Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.
Pembangunan bendungan juga tidak terlepas dari
permasalahan sosial karena tujuan dan kepentingan
dalam perencanaan dan pemanfaatan pembangunan
bendungan antara pemerintah dengan berbagai
pihak atau masyarakat masih berbeda dan belum
terjadi secara sinergi (Kementerian PUPR, 2009).
Salah satu contoh adalah pembangunan Bendungan
Jatigede di Sumedang, Jawa Barat. Tahap
perencanaan telah dilaksanakan sejak puluhan
tahun yang lalu, namun hingga saat ini bendungan
tersebut belum mampu beroperasi. Meskipun secara
fisik, konstruksinya telah hampir selesai seluruhnya,
namun permasalahan sosial-ekonomi terutama
yang berkaitan dengan pembebasan lahan terus
menghambat proses penyelesaian pembangunan.
Lingkungan sosial yang kerap menjadi dimensi dari
permasalahan pembangunan bendungan, terdiri
dari kumpulan individu yang saling berinteraksi/
bersosialisasi
hingga
membentuk
kesatuan
masyarakat. Sistem kemasyarakatan tersebut
memiliki struktur sosial di dalamnya. Coleman (dalam
Siisiäinen, 2000) menyebutkan bahwa salah satu
bentuk dari modal sosial adalah struktur kewajiban
(obligations), ekspektasi, dan kepercayaan. Pada
konteks tersebut, bentuk modal sosial tergantung
dari dua elemen yaitu kepercayaan dari lingkungan
sosial dan perluasan aktual dari kewajiban yang
sudah dipenuhi (obligation held). Berdasarkan
persepektif itu, individu yang bermukim dalam
struktur sosial dengan saling kepercayaan tinggi
1 - 54
JURNAL INFRASTRUKTUR
memiliki modal sosial yang lebih tinggi daripada
situasi sebaliknya.
Struktur sosial yang dimaksud tersebut dapat
berupa
sistem
tata
posisi,
kekerabatan,
pemerintahan, maupun hukum yang berlaku,
misalnya adanya tokoh adat/sesepuh/tetua yang
menjadi panutan atau pemegang hukum adat
yang dianut masyarakat. Kepercayaan dalam
struktur sosial tersebut adalah salah satu bentuk
modal sosial yang dapat mempengaruhi jalannya
proses perencanaan pembangunan dalam konteks
pengelolaan permasalahan sosial.
Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini disusun dalam
rangka menjawab dua rumusan masalah, yaitu (1)
bagaimana gambaran modal sosial kepercayaan
dalam struktur sosial di daerah terdampak
pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan; dan
(2) bagaimana peran modal sosial kepercayaan
dalam struktur sosial tersebut terhadap perencanaan
pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan Infrastruktur Bendungan
Pembangunan adalah proses perubahan sosial
dengan partisipatori yang luas dalam suatu
masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan
sosial dan material (termasuk bertambah besarnya
kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang
dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol
yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap
lingkungan mereka (Rogers dalam Nasution, 2007).
Menurut Inayatulah (dalam Nasution, 2007),
pembangunan ialah perubahan menuju polapola masyarakat yang memungkinkan realisasi
yang lebih baik dari nilai-nilai kemanusiaan yang
memungkinkan suatu masyarakat mempunyai
kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan dan
terhadap tujuan politiknya, dan yang memungkinkan
para warganya memperoleh kontrol yang lebih
terhadap diri mereka sendiri.
Shoemaker (dalam Nasution, 2007) mengungkapkan
bahwa pembangunan merupakan suatu jenis
perubahan sosial di mana ide-ide baru diperkenalkan
kepada suatu sistem sosial untuk menghasilkan
pendapatan perkapita dan tingkat kehidupan yang
lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih
modernisasi pada tingkat sistem sosial.
Pakar lain mendefinisikan pembangunan sebagai
proses pencapaian pengetahuan dan keterampilan
baru, perluasan wawasan manusia, tumbuhnya
suatu kesadaran baru, meningkatnya semangat
kemanusiaan dan suntikan kepercayaan diri
(Kleinjans dalam Nasution, 2007).
Nasution sendiri menyimpulkan bahwa pembangunan
adalah suatu proses perubahan ke arah yang
lebih baik dalam lingkungan masyarakat. Ditinjau
Vol. 2 No. 01 Juni 2016
dari konsep-konsep pembangunan di atas, dapat
dihasilkan dua tujuan dari pembangunan, yaitu:
A. pemindahan penduduk yang sering mengakibatkan
menurunnya kesejahteraan masyarakat;
A.
Tujuan umum pembangunan adalah suatu
proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ideide manusia, komponen-komponen dari yang
terbaik atau masyarakat ideal terbaik yang dapat
dibayangkan; dan
B. persepsi negatif dari masyarakat mengenai
kegiatan pembebasan lahan;
B. Tujuan khusus pembangunan adalah tujuan
jangka pendek, yang berupaya mencapai sasaran
dari suatu program tertentu.
D. konflik sosial yang bersifat horizontal antara
masyarakat dan masyarakat;
Infrastruktur lazim dikonsepsikan sebagai fasilitas
fisik beserta sistem layanannya. Umumnya
infrastruktur dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu: (1) public utilities (fasilitas umum) seperti
sarana telekomunikasi, pipa air bersih, pipa gas,
sanitasi dan pengolahan limbah, dan lain-lain, serta
(2) public works (pekerjaan umum) seperti jalan,
jembatan, rel kereta api, pelabuhan, bandar udara,
dam/bendungan, kanal, irigasi, saluran drainase,
dan sebagainya (Usman, 2014).
Pembangunan infrastruktur dalam konteks tulisan
ini adalah pembangunan bendungan. Pembangunan
bendungan tidak terlepas dari permasalahan sosial
karena tujuan dan kepentingan dalam perencanaan
dan pemanfaatan pembangunan bendungan antara
pemerintah dengan berbagai pihak atau masyarakat
masih berbeda dan belum terjadi secara sinergi.
C. konflik sosial yang bersifat vertikal antara
pemerintah dan masyarakat;
E. tekanan penduduk (perubahan tingkat kepadatan)
pada daerah tujuan migrasi penduduk;
F. perubahan mata pencaharian masyarakat yang
direlokasi;
G. perubahan mata pencaharian masyarakat di
sekitar lokasi bendungan;
H.
perubahan pola
masyarakat; dan
hubungan
sosial
antar
I. sikap dan persepsi negatif masyarakat terhadap
proses pemindahan.
2.3. Struktur Sosial
Konsep struktur sosial sering dianggap sama dengan
organisasi sosial, khususnya jika dihubungkan
dengan masalah kekerabatan dan kelembagaan
atau hukum pada masyarakat yang masih sederhana
Gambar 1.
Gambar 1. Dimensi Modal Sosial
(sumber: Punescu dan Badea, 2014)
2.2. Permasalahan Sosial
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03 Tahun 2009
Tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan
Bendungan mendefinisikan permasalahan sosial
sebagai suatu kondisi sosial dimana cita-cita warga
masyarakat tidak terpenuhi. Permasalahan sosial
yang berpotensi timbul selama masa pra-konstruksi
pembangunan bendungan antara lain:
Soekanto (1993) menjelaskan bahwa organisasi
berkaitan dengan pilihan dan keputusan dalam
hubungan-hubungan sosial aktual. Struktur sosial
mengacu pada hubungan-hubungan yang lebih
fundamental yang memberikan batas-batas pada
aksi yang mungkin dilakukan secara organisasi.
Dengan kata lain, struktur sosial diartikan sebagai
hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial
dan peranan-peranan sosial. Asjhari (2010) dalam
penelitiannya, menggambarkan bahwa struktur
JURNAL INFRASTRUKTUR
1 - 55
Vol. 2 No. 01 Juni 2016
sosial adalah bagian dari dimensi social fabric yang
merupakan salah satu komponen model kesiapan
masyarakat dalam menghadapi perubahan akibat
pembangunan.
2.4. Modal Sosial dan Kepercayaan (Trust)
Modal sosial merupakan sumber daya yang muncul
dari adanya relasi sosial dan dapat digunakan
sebagai perekat sosial untuk menjaga kesatuan
anggota kelompok dalam mencapai tujuan bersama,
ditopang oleh adanya kepercayaan dan norma sosial
yang dijadikan acuan bersama dalam bersikap,
bertindak, dan berhubungan satu sama lain (Satria,
2014). Menurut Robert D. Putnam (1993), modal
sosial memiliki tiga komponen yaitu obligasi moral
dan norma, nilai-nilai sosial (terutama kepercayaan),
dan jaringan sosial.
Kolongan, dan Desa Suwaan
B. Kecamatan Airmadidi : Kelurahan Sukur
Wilayah tersebut masuk dalam Kabupaten Minahasa
Utara, sehingga kondisi penduduk dan situasi
kehidupan di sana didominasi oleh homogenitas
suku dan kultur Minahasa. Hukum Tua adalah
sebutan bagi pemimpin desa (kepala desa) di
daerah Minahasa. Secara terminologi, Istilah Hukum
Tua berasal dari kata ukung tua yang berarti orang
tua yang melindungi. Ukung berarti kungkung/
lindung/jaga, sedangkan tua berarti dewasa dalam
usia, berpikir, serta dalam mengambil keputusan
(Kalesaran dalam Lumantow, 2014).
Kepercayaan (trust) berada pada urutan teratas
dalam dimensi modal sosial (Gambar 1). Melalui
konsep tersebut, kepercayaan dalam struktur sosial
dapat menjadi modal atau sumberdaya utama
yang mampu mendorong suatu masyarakat dalam
mencapai suatu tujuan tertentu.
3. METODE PENELITIAN
Kegiatan penulisan ini diawali dengan penelusuran
literatur sebagai pendukung latar belakang dan
tinjauan pustaka yang digunakan. Penelusuran
literatur lebih daripada sekedar meyalani fungsifungsi yang ada pada kajian pustaka, namun
sekaligus memanfaatkan sumber pustaka tersebut
untuk mencapai tujuan penelitian (Zed, 2008).
Oleh sebab itu, studi literatur juga digunakan untuk
menggali teori-teori yang relevan dengan konteks
bahasan dan menggunakannya sebagai bahan
analisis yang akan dilaksanakan.
Selanjutnya, perolehan data primer mengenai pola
struktur sosial dan kepercayaan dalam struktur sosial
dilakukan dengan teknik wawancara/penggalian
langsung dari narasumber. Wawancara dilaksanakan
pada beberapa warga yang lahannya terdampak
pembangunan. Selain itu tokoh masyarakat kepala
desa/hukum tua juga turut menjadi informan.
Penyusunan tulisan ini menggunakan metode
kuantitatif-deskriptif. Hasil perolehan data primer
diolah dan dianalisis dengan teori-teori terkait modal
sosial kepercayaan dalam struktur sosial.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Modal Sosial Kepercayaan dalam Struktur
Sosial
Daerah terdampak pembangunan Bendungan Kuwil
(Gambar 2) Kawangkoan meliputi dua wilayah
kecamatan dan empat wilayah desa/kelurahan,
yaitu:
A. Kecamatan Kalawat : Desa Kawangkoan, Desa
1 - 56
JURNAL INFRASTRUKTUR
Gambar 2. Peta Lokasi Rencana Pembangunan
Bendungan Kuwil Kawangkoan
(sumber: Balai Litbang Sosekling Jalan
Jembatan Puslitbang KPT, 2015)
Berdasarkan penggalian informasi melalui wawancara
dan studi literatur, diketahui bahwa sosok Hukum
Tua memegang peran yang sangat penting dalam
struktur sosial masyarakat di daerah terdampak
pembangunan. Hukum Tua memiliki peranan yang
paling menonjol dibandingkan tokoh masyarakat
maupun tokoh agama lainnya. Jabatan Hukum Tua
tidak hanya sebagai pemimpin pemerintahan, tetapi
juga dianggap dan diakui sebagai jabatan adat/
budaya.
Warga di keempat desa/kelurahan menuturkan
bahwa setiap permasalahan yang terjadi di
masyarakat selalu dibawa kepada Hukum Tua untuk
dibicarakan dan dipecahkan bersama solusinya. Baik
permasalahan kecil yang hanya melibatkan antar
individu, maupun permasalahan yang menyangkut
Vol. 2 No. 01 Juni 2016
kepentingan umum yang perlu dibicarakan dalam
forum musyawarah. Peranan Hukum Tua dalam
struktur masyarakat meliputi aspek penyedia
informasi (information provider), mediator, hingga
pengambil keputusan (decision maker). Kepercayaan
masyarakat terhadap Hukum Tua seperti yang terjadi
di daerah kajian, merupakan manifestasi kekuatan
modal sosial hubungan (relational) seperti yang
diungkapkan oleh Punescu dan Badea (2014).
4.2. Peran Modal Sosial Kepercayaan Terhadap
Perencanaan Pembangunan
Sebagai pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin
budaya, posisi Hukum Tua adalah sebagai pelindung
dan penanggungjawab bagi daerah yang dipimpinnya.
Berkaitan dengan rencana pembangunan Bendungan
Kuwil Kawangkoan, selain sebagai bagian dari
masyarakat, Hukum Tua juga memegang peran
sebagai perwakilan bagi masyarakat yang harus
melindungi kepentingan masyarakat serta mampu
memfasilitasi dan mengakomodasi suara-suara
rakyat terhadap pemerintah selaku pihak pelaksana
pembangunan. Di sisi lain, posisinya sebagai kepala
pemerintahan desa membuat Hukum Tua juga
harus bertanggungjawab dan mendukung atas
jalannya kebijakan pemerintah pusat yang terjadi di
daerahnya. Situasi tersebut menempatkan Hukum
Tua sebagai penengah di antara pemerintah dengan
masyarakat, dengan bobot tanggungjawab dua
arah.
Meninjau keadaan itu, dapat dilihat adanya dua
faktor yang menentukan yaitu tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap Hukum Tua serta karakteristik
personal dari Hukum Tua itu sendiri. Bahasan
sebelumnya
telah
menggambarkan
tingginya
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Hukum
Tua dalam pengambilan keputusan perihal urusan
sosial masyarakat. Sementara karakteristik personal
adalah faktor yang tergantung dari masing-masing
individu yang menjabat sebagai Hukum Tua.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa
tiap-tiap Hukum Tua yang menjabat di keempat
desa/kelurahan tersebut adalah sosok yang
kompeten. Tidak hanya dari segi kemampuan tata
pemerintahan, namun juga kemampuan mereka
dalam merangkul dan mengakomodir masyarakat
dalam
menghadapi
rencana
pembangunan
bendungan Kuwil Kawangkoan. Pernyataan ini
didasarkan pada jawaban-jawaban masyarakat
yang mengaku telah sepakat dan mendukung
rencana pembangunan bendungan, dan siap
menerima ganti pembebasan lahan. Sebagian besar
masyarakat melandaskan kesetujuannya terhadap
pembangunan karena pembangunan tidak akan
mengganggu permukiman maupun fasilitas publik.
Lahan-lahan yang rencananya akan dibangun dan
digenangi adalah lahan yang tidak dikelola sehingga
tidak bersifat produktif atau bernilai ekonomi
rendah. Sejauh ini sosialisasi dari pemerintah
tentang pembebasan lahan telah direspon positif
oleh masyarakat, dan tinggal menunggu realisasi
tindak lanjut teknisnya.
Seperti yang diungkapkan Coleman (dalam
Siisiäinen, 2000), kepercayaan yang tinggi dalam
struktur sosial suatu masyarakat menyebabkan
masyarakat tersebut memiliki modal sosial yang
tinggi. Melalui kekuatan modal sosial tersebut,
tujuan bersama tentu akan lebih mudah tercapai.
Apabila dikaitkan dengan konteks perencanaan
pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan di
mana masyarakat telah mencapai kata sepakat
pada taraf sosialisasi, maka tampak bahwa modal
sosial masyarakat telah sejalan dengan rencana
pemerintah
sehingga
menyurutkan
potensi
munculnya permasalahan sosial.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial
masyarakat di daerah terdampak pembangunan
adalah kepercayaan vertikal antara masyarakat
dengan Hukum Tua selaku pimpinan pemerintahan
sekaligus pemimpin adat budaya. Kepercayaan
tersebut terjalin dengan baik dan mengarah
kepada sinergi positif, terwujud dalam kepercayaan
masyarakat terhadap sosok Hukum Tua sebagai
penyedia informasi (information provider), mediator,
dan pengambil keputusan (decision maker) dalam
urusan maupun permasalahan sosial masyarakat.
5.2. Saran
Modal sosial kepercayaan dalam struktur sosial
masyarakat di daerah terdampak pembangunan
memiliki
peranan
positif
terhadap
rencana
pembangunan Bendungan Kuwil Kawangkoan.
Melalui
modal
sosial
kepercayaan,
potensi
munculnya permasalahan sosial dapat ditekan atau
diminimalisir sehingga tidak menghambat jalannya
proses pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Asjhari,
Ahsan.
Laporan
Akhir
Penelitian
Sosial Ekonomi Lingkungan Optimalisasi
Pemanfaatan Jembatan Suramadu. Surabaya:
Balai Penelitian Jalan dan Jembatan Puslitbang
Sosekling Kementerian PUPR, 2010.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat. Laporan Pendahuluan Pemetaan
Sosial, Ekonomi, Lingkungan dan Analisis
Kebutuhan Teknologi Mendukung Rencana
Pembangunan Bendungan. Surabaya: Balai
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Lingkungan Bidang Jalan Jembatan, 2015.
Lumantow, Sandi Pelealu. Kepemimpinan Hukum
Tua dalam Melaksanakan Fungsi Manajemen
Pemerintahan di Desa Suluun Satu Kecamatan
Suluun Tareran. Jurnal Eksekutif 1, no. 3
JURNAL INFRASTRUKTUR
1 - 57
Vol. 2 No. 01 Juni 2016
(2014).
Nasution, Zulkarimen. Komunikasi Pembangunan
(Pengenalan Teori dan Penerapannya).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/
PRT/M/2009 Tentang Pedoman Rekayasa
Sosial Pembangunan Bendungan. Jakarta:
Kementerian Pekerjaan Umum Republik
Indonesia, 2009.
Punescu, Carmen, and Mihaela Raluca Badea.
Examining The Social Capital Content and
Structure in The Pre-start-up Planning.
Procedia Economics and Finance (Elsevier) 15
(December 2014): 560-568.
Putnam, Robert D. Making Democracy Work.
Civic Traditions in Modern Italy. Princeton:
Princeton University Press, 1993.
Satria, Gema. Dukungan Modal Sosial Kepercayaan
Terhadap Pembentukan Lembaga Tani yang
Memiliki Kekuatan Posisi Tawar dalam Sistem
Tata Niaga (Studi Kasus: Desa Belendung,
Kab. Karawang). Jurnal Perencanaan Wilayah
dan Kota A SAPPK 1, no. 1 (2014): 163-172.
Siisiäinen, Martti. “Two Concepts of Social
Capital: Bourdieu vs Putnam.” ISTR Fourth
International Conference. Dublin: Trinity
College, 2000.
Suwartapradja, Opan S. Konflik Sosial (Kasus Pada
Pembangunan Bendungan Waduk Jatigede di
Kabupaten Sumedang Jawa Barat). Bandung:
Universitas Padjajaran, n.d.
Suwartapradja, Opan S., Herry Y. Hadikusumah, and
Rimbo Gunawan. Konflik Sosial: Studi Kasus
Pada Rencana Pembangunan Waduk Jatigede
di Desa Cisurat Kecamatan Wado Kabupaten
Sumedang. Bandung: Universitas Padjajaran,
2005.
Usman, Sunyoto. Pendekatan-pendekatan Studi
Utilisasi Infrastruktur Bagi Pembangunan
Masyarakat. MICD. Sekolah Pascasarjana
UGM, 2014. 1-6.
Webster, Leonard, and Patricie Metrova. Using
Narrative Inquiry as a Research Method.
Oxon: Routledge, 2007.
Zed,
1 - 58
Mestika. Metode Penelitian
Jakarta: Yayasan Obor, 2008.
JURNAL INFRASTRUKTUR
Kepustakaan.
Download