BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan pemilihan judul Tesis

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan pemilihan judul
Tesis ini akan menjelaskan tentang kompleksitas keamanan di kawasan Asia Timur
dan implikasinya terhadap peningkatan kekuatan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas
keamanan yang terjadi di kawasan Asia Timur di uraikan dengan menjelaskan hubungan
antara Korea Utara dan Korea Selatan, Cina dan Amerika Serikat, Jepang dan Amerika
Serikat, Cina dengan Jepang serta pola aksi-reaksi atas berbagai kebijakan dari negaranegara tersebut. Setelah menguraikan berbagai kompleksitas keamanan tersebut, penulis
akan memberikan analisis tentang implikasi ia terhadap peningkatan kekuatan senjata nuklir
Korea Utara.
Kondisi internasional yang tidak stabil pasca Perang Dingin memberikan pengaruh
terhadap kawasan Asia Timur. Negara-negara di Asia Timur mulai mengarahkan perhatian
kepada perkembangan keadaan sekitar yang dianggap dapat menjadi sumber ancaman dan
mencari cara untuk mengatasinya. Sejarah Perang Dingin masih membekas dan memberikan
suatu kondisi di mana rivalitas antarnegara dalam kawasan tertentu masih berlangsung. Di
Asia Timur, dinamika keamanan kawasan umumnya berkisar pada tiga isu utama: masalah
Jepang dengan negara-negara tetangganya, ketegangan hubungan antara Cina dan Jepang,
dan perang yang tidak kunjung selesai antara dua negara di Semenanjung Korea.1
Ronald Smith menulis bahwa dampak utama dari usaha suatu negara meningkatkan
anggaran militernya adalah munculnya konflik bersenjata dan aliansi-aliansi yang terbangun
antarnegara.2 Peningkatan anggaran militer Cina, misalnya, dan polaritas kekuatan antara
Jepang dan Amerika Serikat dapat dipengaruhi oleh faktor keamanan baik di ruang lingkup
global maupun kawasan. Pengaruh dari kondisi eksternal, dalam hal ini stabilitas keamanan
wilayah, sangat dipengaruhi oleh negara-negara yang berada di dalam wilayah tersebut.
Masalah stabilitas keamanan di kawasan Asia Timur berada dalam kondisi potensial untuk
konflik yang sangat mungkin terjadi.
1
B. Buzan & O. Waever, Regions and Powers: The Structure of International Security, Cambridge University
Press, New York, 2003, p. 152.
2
R.P. Smith, ‘Models of Military Expenditure, Journal of Applied Econometrics, vol. 4, no. 4, 1989, p. 346.
1
Beberapa aspek di atas menjadi sangat menarik untuk diteliti. Penelitian dengan tema
senjata nuklir Korea Utara sangat beragam dan bervariasi, khususnya dalam analisis tentang
dampak pengembangan senjata nuklir tersebut terhadap kompleksitas keamanan kawasan
Asia Timur. Pada umumnya, penelitian yang sudah ada berfokus pada fakta bahwa
pengembangan senjata nuklir Korea Utara memberikan implikasi terhadap kompleksitas
keamanan Asia Timur. Artinya, senjata nuklir Korea Utara yang memberikan pengaruh
signifikan terhadap eskalasi konflik senjata di kawasan Asia Timur. Namun, penelitian ini
mencoba menguraikan analisis yang berbeda, yaitu bahwa dalam kondisi tertentu
kompleksitas keamanan Asia Timur-lah yang menyebabkan perkembangan senjata nuklir
Korea Utara terus meningkat. Ini didasarkan pada asumsi bahwa peningkatan kekuatan
militer sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, termasuk kompleksitas keamanan kawasan.
Selain itu, konstelasi politik global dewasa ini juga menciptakan suatu kondisi di mana
keamanan kawasan sangat mempengaruhi perilaku politik luar negeri negara- negara dalam
kawasan tersebut, khususnya dalam aspek kebijakan militer. Ini menjadi semacam pola dan
skema interaksi antarnegara yang berada dalam suatu kawasan tertentu, yang sangat menarik
untuk diidentifikasi dan diteliti sebagai sebuah kajian dalam studi hubungan internasional.
1.2 Latar belakang masalah
Sistem internasional pasca Perang Dingin mengalami transformasi dari bipolaritas
(Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai kutub-kutubnya) menjadi multipolaritas (kekuatan
yang sama di antara negara-negara dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai
payung universal) atau unipolaritas (Amerika Serikat sebagai adidaya yang masih
menentukan berbagai keputusan dalam tataran internasional).3 Berakhirnya Perang Dingin
memunculkan kondisi ketidakstabilan sistem internasional yang diwarnai oleh kejahatan
internasional seperti terorisme, penyeludupan manusia, senjata, kejahatan lingkungan,
kejahatan hak asasi manusia, proliferasi senjata pemusnah massal dan sebagainya, dan
berkembangnya isu keamanan internasional.4 Asia Timur juga terpengaruh oleh
3
S. Nuraeni, dkk., Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, p.
22.
4
A. Agung & Y. Mochammad, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006,
p. Agung & Mochammad, p.12.
2
ketidakstabilan sistem internasional. Keadaan kawasan Asia Timur sampai saat ini masih
tidak kondusif.
Peningkatan anggaran militer suatu negara, termasuk Cina, dapat dipengaruhi oleh
faktor keamanan baik di ruang lingkup global maupun regional. Pada tahun 2015, anggaran
belanja pertahanan Cina sudah mencapai angka sekitar $141 milyar, meningkat 10,1 % dari
tahun 2014 yang berjumlah sekitar $130 milyar. Peningkatan ini dilakukan Cina untuk
merespon ketegangan di kawasan Asia Timur dan konflik Laut Cina Selatan.5 Kebijakan
pemerintah Cina untuk menaikkan anggaran pertahanan telah menarik perhatian dunia
internasional dan menimbulkan kecemasan sejumlah negara. Negara-negara di kawasan Asia
Timur sangat serius dalam melihat perkembangan militer Cina. Mereka terus menekan
program pengembangan militer Cina dengan kritik bahwa jumlah anggaran militer Cina
yang besar dapat memicu instabilitas kawasan serta menyulut kemarahan negara-negara di
Asia Timur yang dapat mengakibatkan terjadinya perang.6
Menurut konsep balance of power, kemunculan kekuatan yang dominan potensial di
kawasan cenderung akan membuat tatanan sistem menjadi tidak stabil. Hal ini kemudian
menyebabkan tindakan penyeimbangan kekuatan oleh negara-negara lain dalam sistem.
Terdapat dua kemungkinan utama yang muncul atas kondisi ini, yaitu negara-negara di
kawasan akan bergabung dengan kekuatan dominan (bandwagoning) atau membentuk
aliansi baru untuk mengimbangi kekuatan yang ada (balancing).7 Dalam kasus kawasan
Asia Timur, terlihat potensi Cina sebagai kekuatan global baru di kawasan. Ini menimbulkan
kekhawatiran sejumlah negara di Asia Timur yang segera merasa perlu menjaga stabilitas
keamanan domestik mereka.
Kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur, khususnya antara Cina dengan Jepang,
Korea Utara dan Korea Selatan, menjadi sangat menarik. Keempat negara ini memegang
peranan kunci dalam stabilitas kawasan dilihat dari kapabilitas militer yang mereka miliki
dan daya tawar politik masing-masing. Kondisi ini menyebabkan terjadinya dilema
5
J. Ruwitch, ‘China to raise defense budget 10.1 percent this year in high-tech drive,’ Reuters (daring), 5 March
2015, <http://www.reuters.com/article/2015/03/05/us-china-parliament-defence-idUSKBN0M100Z20150305>,
diakses 23 Maret 2015.
6
A.J. Purwanto, ‘Peningkatan Anggaran Militer Cina dan Implikasinya terhadap Keamanan di Asia Timur,’
SPEKTRUM – Jurnal Ilmu Politik dan Hubungan Internasional, vol. 7, no. 1, Juni 2010, p. 3.
7
S.M. Walt, ‘Alliance Formations and the Balance of Power,’ International Security, vol. 9, no. 4, Spring 1985,
p. 4.
3
keamanan, yaitu kondisi di mana keinginan suatu negara untuk memperkuat militer
dianggap sebagai ancaman sehingga menimbulkan respon negara lain juga dengan
memperkuat militer yang dimiliki. Akhirnya terjadi perlombaan senjata yang berasal dari
saling curiga antarnegara di kawasan.8
Dalam kasus Korea Utara, peningkatan senjata nuklir negara ini sangat dipengaruhi
oleh latar belakang keamanan kawasan Asia Timur dan perkembangannya dari waktu ke
waktu. Perilaku satu negara dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu sejarah, geopolitik,
ekonomi, dan politik domestik. Keputusan Amerika Serikat dan Uni Soviet untuk
menduduki Semenanjung Korea pada akhir Perang Dunia II, misalnya, menghasilkan
konfrontasi antara kedua negara besar tersebut. Setelah Amerika Serikat memerangi Cina
dalam Perang Korea, hubungan bipolar antara Cina-Soviet dan aliansi Amerika SerikatJepang merupakan hal yang menentukan secara mendasar masalah keamanan di Asia
Timur.9
Ketergantungan Korea Utara terhadap Uni Soviet dan Cina juga termasuk hal-hal yang
menentukan perkembangan senjata nuklir negara tersebut. Korea Utara menyakini senjata
nuklir akan dapat menangkal serangan Amerika Serikat dan membuat ia lebih kuat dari
Korea Selatan. Senjata nuklir juga dianggap memberikan jaminan keamanan bagi Korea
Utara yang selama ini tidak ditawarkan oleh negara manapun atau komunitas internasional.
Singkatnya, dengan melihat kondisi keamanan yang kompleks di kawasan Asia Timur,
Korea Utara berharap bahwa pengembangan senjata nuklir menjadi sumber keamanan yang
efektif.10
1.3 Pertanyaan penelitian
Bagaimana kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur berimplikasi terhadap
peningkatan kekuatan senjata nuklir Korea Utara ?
8
9
K.N. Waltz, Theory of International Politics, Addison Wesley, Reading, 1979, p. 118.
B.J. Ahn, ‘Semenanjung Korea dan Keamanan Asia Timur,’ Masalah Keamanan Asia, CSIS, Jakarta, 1990, p.
59.
10
J. Kuhn, Global Security Issues in North Korea: Multilateralism in Northeast Asia, Task Forces, Washington,
D.C., 2010, p. 38.
4
1.4 Tinjauan pustaka
Secara umum bisa dikatakan bahwa penelitian dengan topik senjata nuklir Korea Utara
sangat banyak dan bervariasi, khususnya analisis dampak pengembangan senjata nuklir
Korea Utara terhadap kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur. Di antara penelitian itu
adalah Crisis on the Korean Peninsula, How to Deal With A Nuclear North Korea yang
ditulis oleh Michael O’Hanlon dan Mike Mochizuki. Dalam buku ini ditulis bahwa Cina,
Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat menghadapi situasi dilematis dalam upaya
mengambil kebijakan untuk menyelesaikan krisis yang terjadi di Asia Timur, khususnya
konflik Semenanjung Korea. Penjelasan dalam buku ini secara komprehensif mengurai
kompleksitas yang terjadi di kawasan Asia Timur, di mana sikap rezim Korea Utara yang
terus meningkatkan kemampuan senjata nuklir dinilai sangat berbahaya bagi keamanan
kawasan Asia Timur.11
O’Hanlon dan Mochizuki menganjurkan agar negara-negara dan organisasi
internasional menggunakan pendekatan non-militer dalam menghadapi rezim Korea Utara.
Aliansi militer Amerika Serikat dengan Jepang dan Korea Selatan dianggap bisa menjadi
kendala dalam upaya proliferasi nuklir Korea Utara. Meskipun pada awalnya kehadiran
pasukan Amerika Serikat di Semenanjung Korea untuk mengantisipasi intervensi Cina
terhadap Korea Selatan, namun kini kebijakan keamanan tersebut semakin meluas, termasuk
juga untuk menangkal ancaman dari Korea Utara. Aliansi keamanan antara Amerika Serikat
dan Korea Selatan seharusnya tidak melakukan tindakan provokatif, misalnya, dengan
penempatan pasukan gabungan di zona demiliterisasi.12 Kebijakan provokatif dan pemberian
sanksi dinilai sangat berisiko tinggi dan tidak tepat, berdasarkan perhitungan bahwa
kebijakan militer yang keras akan memicu Korea Utara bertindak secara tidak rasional dan
dikhawatirkan menggunakan kemampuan senjata nuklirnya. Pilihan yang mungkin dapat
ditempuh adalah menerapkan kebijakan yang lebih bersahabat dengan cara membangun
dialog antara Amerika Serikat, Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Korea Utara. Kompleksitas
inilah yang kemudian menjadi menarik untuk dianalisis lebih lanjut dalam konteks situasi
keamanan di kawasan Asia Timur.13
11
M. O’Hanlon & M. Mochizuki, Crisis on the Korean Peninsula: How to Deal with A Nuclear North Korea,
Mc-Graw Hill, New York, 2003, pp. 2-4.
12
O’Hanlon & Mochizuki, pp. 146-149.
13
O’Hanlon & Mochizuki, pp. 9-10.
5
Dalam artikel yang berjudul North Korea’s Nuclear Strategy and Interface between
International and Domestic Politics, Samuel Kim berpendapat bahwa pasca Perang Dingin
nuklir menjadi sebuah kekuatan dan strategi dalam kebijakan nasional. Ini terlihat dari
kemampuan Amerika Serikat sebagai kekuatan adidaya yang memiliki anggaran militer
sangat tinggi dan menjadikan nuklir sebagai alat untuk menekan negara lain, termasuk
Korea Utara. Program nuklir Korea Utara merupakan strategi yang dipengaruhi oleh
persepsi terhadap ancaman Amerika Serikat sejak masa Perang Korea. Ketakutan Korea
Utara akan kemampuan militer Amerika Serikat juga tampak ketika Korea Selatan dan
Jepang menjalin aliansi militer dengan Amerika Serikat.14
Dalam artikel ini, Kim menggunakan pendekatan sejarah dan geopolitik untuk
mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana Korea Utara berupaya mengembangkan senjata
nuklir, yang secara tidak langsung akhirnya mempengaruhi interdepedensi dan interaksi
negara itu dengan Amerika Serikat. Ia juga meyakini bahwa sekalipun pengimbangan
senjata nuklir dapat dianggap sebagai kebijakan politik domestik, peningkatan senjata nuklir
Korea Utara memberikan implikasi terhadap kondisi internasional. Menurut Kim, pola
keamanan dalam senjata nuklir berada pada dua level yang berbeda, yaitu level domestik
dan level internasional. Hubungan antara Korea Utara dan Amerika Serikat tidak terlepas
dari kebijakan politik domestik negara-negara tersebut, khususnya dalam antisipasi konflik
senjata nuklir. Kebijakan pemerintah domestik Korea Utara dan Amerika Serikat memiliki
pengaruh penting dalam kebijakan nuklir kedua negara. Selain itu, Kim berpendapat bahwa
faktor sejarah, tidak bisa dilepaskan dalam melihat hubungan antarkedua negara tersebut.
Pengalaman pada masa Perang Korea dan Perang Dingin telah menjadikan Korea Utara
selalu merasa terancam akibat kebijakan keamanan Amerika Serikat di kawasan Asia Timur,
utamanya ancaman senjata nuklir.15
Meski demikian, bagaimana formulasi kebijakan sistem pemerintahan domestik
bekerja dan bagaimana proses internal pemerintahan domestik kurang dianalisis dalam
artikel Kim. Pendapat Kim hanya bersifat satu arah dan mengabaikan aspek implikasi balik
dari sebuah kebijakan domestik negara, khususnya yang terjadi pada kasus pengembangan
nuklir Korea Utara. Selain itu, Kim juga tidak menjelaskan perbedaan kekuatan militer
14
S. Kim, ‘North Korea’s Nuclear Strategy and Interface between International and Domestic Politics,’ Asian
Perspective, vol. 34, no. 1, 2010, pp. 52-59.
15
Kim, pp. 53-55.
6
antarnegara di kawasan Asia Timur yang menyebabkan ketidakseimbangan kekuatan sistem
persenjataan. Inilah yang menurut penulis merupakan sebuah ketimpangan analisis ketika
dihadapkan dengan fakta yang terjadi di kawasan Asia Timur. Menurut penulis, sistem
pemerintahan Korea Utara berperan penting dalam segala kebijakan yang berkaitan dengan
senjata nuklir. Selain itu, kompleksitas yang terjadi sebenarnya lebih rumit daripada hanya
sekedar pengaruh kebijakan pada level domestik negara terhadap situasi di level
internasional, termasuk ketidakseimbangan kekuatan antarnegara dan peningkatan anggaran
belanja militer di kawasan. Penulis beranggapan bahwa kebijakan dalam level domestik
tidak hanya mempengaruhi level internasional saja, tetapi juga memberikan implikasi balik
terhadap kebijakan domestik negara tersebut.
1.5 Landasan teoritik
Penulis akan menggunakan teori kompleksitas keamanan kawasan untuk menjawab
pertanyaan penelitian. Keamanan kawasan adalah suatu kondisi yang terbentuk dari pola
hubungan amity (persahabatan) dan enmity (permusuhan) yang merupakan efek perseteruan
di masa lalu (faktor sejarah), geopolitik, dan interaksi antarnegara dalam suatu ruang lingkup
atau area yang terbatas. Barry Buzan dan Ole Waever mendefinisikan kompleksitas
keamanan kawasan sebagai sebuah kelompok negara dalam suatu kawasan tertentu, di mana
fokus utama dari aspek keamanan berhubungan erat dan terikat antara satu negara dengan
yang lainnya.16 Buzan dan Waever menulis:
The central idea in Regional Security Complexs is that, since most threats
travel more easily over short distances than long ones, security
interdependence is normally into regionally based clusters: security
complexes … Process of securitization and thus the degree of security
interdependence are more intense between actors inside such complexes than
they are between actors inside the complex and outside of it.17
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa dalam situasi tertentu ancaman akan selalu ada,
baik dalam skala jarak dekat maupun jarak jauh. Interdependesi keamanan dalam suatu
kawasan akan selalu terjadi sehingga keamanan menjadi semakin kompleks. Ini
16
17
Buzan & Waever, p. 44.
Buzan & Waever, pp. 3-4.
7
menyebabkan meningkatnya intensitas hubungan keamanan negara-negara yang terlibat,
baik secara langsung di dalam maupun di luar kompleksitas keamanan yang ada.
Dalam mendefinisikan region dalam pengertian teori kompleksitas keamanan
kawasan, Buzan dan Waever lebih melihat bahwa definisi region didasarkan pada
jangkauan pengaruhnya terhadap sebuah isu keamanan. Secara tidak langsung, region dalam
konsep Buzan dan Waever bukanlah region yang berarti teritori saja, tetapi juga merupakan
konsep kawasan atau sekumpulan unit yang memiliki proses sekuritisasi, desekuritisasi dan
interaksi antara keduanya yang saling terhubung. Konsep ini pada akhirnya menyakini
bahwa masalah keamanan negara-negara dalam kawasan tertentu tidak dapat dianalisis
secara terpisah.18
Secara singkat, teori kompleksitas keamanan kawasan berfokus pada unsur-unsur
penting dalam pembentukan kompleksitas keamanan dalam kawasan tertentu. Buzan dan
Waever berpendapat bahwa saling ketergantungan dan hubungan keamanan antarnegara
dalam kawasan tertentu terjadi karena beberapa faktor seperti geografis, etnisitas, dan
budaya masyarakat di suatu wilayah yang kemudian akan menimbulkan kompleksitas
keamanan kawasan. Secara khusus, ini akan mempengaruhi perkembangan ekonomi dan
sistem politik yang akhirnya akan menimbulkan saling ketergantungan antarnegara dan akan
bermuara pada munculnya sistem pertahanan keamanan kawasan.19
Terbentuknya pola ketergantungan antarnegara dalam kompleks keamanan kawasan
tidak secara langsung menghilangkan hubungan yang selalu diwarnai persaingan dan
kecurigaan, perimbangan kekuatan, aliansi kekuatan, dan masuknya kekuatan eksternal.
Terdapat empat hal yang menjadi pembentuk struktur dasar dari kompleksitas keamanan
kawasan, yaitu kedekatan geografis, anarkisme kawasan, polaritas kekuatan, dan konstruksi
sosial berupa amity dan enmity (lihat Gambar 1).
Gambar 1. Kompleksitas keamanan kawasan 20
18
D.A. Lake & P.M. Morgan, Regional Organs: Building Security in a New World, Pennsylvannia State
University Press, Pennsylvannia, 1997, p. 20.
19
B. Buzan & K.M. Lemaitre, The European Security Order Recast: Scenarios for the Post Cold War Era,
Pinter, London, 1990, p. 34.
20
Buzan & Waever, p. 53.
8
kedekatan
geografis
konstruksi
sosial
(amity dan
enmity)
kompleksitas
keamanan
kawasan
anarkisme
kawasan
polaritas/
distribusi
kekuatan
Gambar di atas menjelaskan tentang aspek-aspek yang terbentuk dalam kompleksitas
keamanan kawasan yang saling berhubungan dan memberikan aksi-reaksi dan timbal balik.
Kedekatan geografis merupakan tempat di mana hubungan keamanan di antara negara
terbentuk dan saling memiliki keterikatan. Ancaman akan terasa semakin besar karena faktor
kedekatan jarak. Di kawasan Asia Timur, letak geografis Cina, Korea Utara, Korea Selatan,
dan Jepang sangat dekat. Posisi perbatasan ini menjadi tempat yang sangat potensial untuk
terjadinya konflik bersenjata. Anarkisme kawasan mengakibatkan minimnya dialog dan
proses komunikasi dalam bentuk kerja sama atau perjanjian bilateral maupun multilateral
sehingga mengakibatkan tingginya kecurigaan. Anarkisme kawasan juga ditunjukkan
dengan tidak adanya otoritas yang berwenang dalam proses penyelesaian secara damai
apabila terjadi konflik di antara negara-negara kawasan Asia Timur.
Polaritas kekuatan menunjukkan distribusi kekuatan yang tidak merata di antara
negara-negara di kawasan. Polaritas di Asia Timur terlihat jelas ketika dukungan Amerika
Serikat terhadap Korea Selatan dan Jepang menjadikan Korea Utara dan Cina berupaya
mengandalkan dan meningkatkan kekuatan untuk bisa mengimbangi mereka. Polaritas yang
tidak seimbang ini akan berimplikasi pada pembentukan poros negara militer lemah dan
negara militer kuat, di mana negara militer lemah pada akhirnya cenderung sangat rentan
akan ancaman dari negara militer kuat.
9
Konstruksi sosial yang diperlihatkan melalui pola persahabatan dan permusuhan
mendasari terbentuknya keamanan kawasan karena akan berujung kepada formulasi
kedekatan negara dalam suatu kawasan. Kondisi keamanan di kawasan menjadi kompleks
karena faktor kedekatan geografis dan keamanan nasional suatu negara yang dihasilkan atas
dasar persepsi terhadap keamanan nasional negara lain.21 Pola persahabatan terlihat antara
Korea Utara dengan Cina, di mana kerja sama ekonomi dan infrastruktur di berbagai bidang
mulai dilakukan secara bertahap sejak tahun 2000. Cina juga secara rutin memberikan
bantuan ekonomi, pangan dan kemanusiaan kepada Korea Utara. Cina adalah investor asing
terbesar di Korea Utara. Dalam bidang transportasi sebagai sarana infrastuktur industri,
misalnya, Cina telah mengeluarkan biaya sekitar $23,7 juta.22
Pola persahabatan dan permusuhan ini memicu keterlibatan pihak eksternal, yakni
Amerika Serikat, dalam aliansi pertahanan dengan Jepang dan Korea Selatan di kawasan
Asia Timur. Hubungan antarnegara dalam kompleksitas keamanan selalu diwarnai oleh
persaingan dalam perimbangan kekuatan, aliansi keamanan, serta masuknya kekuatan
eksternal. Keterlibatan pihak eksternal bisa mengambil bentuk masuknya negara luar ke
dalam wilayah kawasan ketika terjadi konflik ataupun dibangunnya suatu kerja sama atau
aliansi antara negara luar dengan satu atau beberapa negara dalam kawasan.23
Kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang terdiri dari empat aspek utama
berupa kedekatan geografis, anarkisme kawasan, polaritas kekuatan dan konstruksi sosial
yang diperlihatkan melalui pola persahabatan dan permusuhan menyebabkan terjadinya
dilema keamanan ketika satu atau sekelompok negara meningkatkan kapabilitas dan
kemampuan militer demi tujuan keamanannya dengan mengurangi tingkat keamanan negara
lain di sekitarnya.24 Menurut Robert Jervis, dilema keamanan merupakan situasi dan cara
negara untuk berupaya meningkatkan keamanan dengan mengurangi tingkat keamanan
negara lain sehingga dapat menciptakan konflik. Kondisi ini pada akhirnya akan
mengakibatkan berkurangnya tingkat keamanan itu sendiri. Jervis juga memandang bahwa
dilema keamanan menciptakan kondisi keamanan yang tidak stabil dikarenakan negara
memiliki kemampuan untuk melakukan serangan ofensif. Jika negara melihat strategi
21
Buzan & Waever, p. 190.
C. Nam, Beijing and the 1961 PRC-DPRK Security treaty, Naval Postgraduate School, California, 2010, p. 64.
23
Buzan & Waever, p. 47.
24
R. Jervis,‘Cooperation under the Security Dilemma,’ World Politics, vol. 30, no. 2, January 1978, p. 169.
22
10
ofensif lebih menguntungkan, maka tindakan untuk menyerang pertama kali memberikan
keuntungan lebih besar jika dibandingkan dengan strategi defensif. Keyakinan tentang
strategi ofensif lebih menguntungkan dilandasi oleh ketersediaan persenjataan modern dan
mutakhir, serta sekutu yang mampu membantu ketika terjadinya perang.25
Pada akhirnya dilema keamanan akan sangat dipengaruhi oleh aliansi militer dan
peningkatan anggaran militer dan sistem persenjataan negara. Ketika suatu negara
mengalami perasaan takut dan terancam, secara tidak langsung negara tersebut akan
berupaya guna melindungi kepentingan nasional akibat adanya ancaman dari aliansi militer
dan peningkatan kekuatan militer negara lain. Bentuk aksi-reaksi yang bisa dilakukan ketika
terjadi dilema keamanan adalah melakukan kerja sama atau aliansi keamanan apabila suatu
negara tidak mampu meningkatkan kapabilitas militernya sendiri.26 Korea Utara
menganggap keamanan kawasan yang kompleks akan membahayakan keamanannya
sehingga ia berupaya mengembangkan senjata nuklir untuk meningkatkan pertahanan dan
keamanan serta mengimbangi keunggulan militer negara-negara lain di kawasan Asia
Timur. Munculnya rasa saling memusuhi juga dipengaruhi oleh faktor sejarah yang kental.
Faktor ini bisa membawa sentimen negatif ke arah permusuhan. Kompleksitas keamanan
merupakan sebuah fenomena empirik yang didasarkan kepada faktor sejarah, kedekatan
kondisi geografis dan perwujudan dari hasil interaksi antarnegara. Unsur-unsur ini memiliki
posisi yang sejajar dan saling melengkapi; mereka dapat diposisikan sebagai unit penjelas
bagi hubungan yang terjadi di suatu kawasan tertentu.
Selain itu, dalam teori kompleksitas keamanan kawasan terdapat dua variabel yang
saling mempengaruhi, yaitu variabel internal dan variabel eksternal. Variabel internal diukur
dengan menggunakan indikator letak geografis, interaksi antarnegara, serta kesamaan sistem
budaya, ekonomi, sosial dan politik negara-negara dalam kawasan.27 Dengan indikatorindikator ini kemudian akan terlihat implikasi selanjutnya, yaitu apakah pengembangan
sejata nuklir Korea Utara akan mengarah pada terbentuknya kerja sama pengaturan
keamanan, khususnya dalam hal persenjataan militer. Sementara itu, variabel eksternal di
sini berupa lingkungan internasional di sekitar negara-negara yang berada dalam kompleks
keamanan kawasan. Selain kondisi keamanan di kawasan Asia Timur, yang perlu
25
Jervis, pp. 187-188.
Jervis, pp. 167-170.
27
Buzan & Waever, p. 190.
26
11
diperhatikan juga adalah isu-isu yang sedang berkembang. Korea Utara menyakini bahwa
aliansi pertahanan Amerika Serikat dengan Jepang dan kedekatan Amerika Serikat dengan
Korea Selatan merupakan ancaman terhadap keberadaan Korea Utara. Selain itu, menurut
Korea Utara, Cina juga memiliki ambisi untuk menjadi kekuatan ekonomi dan militer yang
dominan di kawasan Asia Timur. Pengembangan senjata nuklir Korea Utara merupakan
sebuah aksi-reaksi yang dilakukan untuk mempertahankan keamanan dan kepentingan
nasional negeri tersebut.
1.6 Argumen utama
Kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang terdiri dari aspek-aspek utama
berupa kedekatan geografis, anarkisme kawasan, polaritas kekuatan, dan konstruksi sosial
yang diperlihatkan melalui pola amity (persahabatan) dan enmity (permusuhan), berimplikasi
pada terjadinya dilema keamanan di kawasan Asia Timur. Keadaan dilematis tersebut
ditandai dengan adanya aliansi militer dan peningkatan anggaran militer negara-negara di
kawasan Asia Timur. Dalam kompleksitas keamanan kawasan, bila suatu negara takut dan
terancam, ia akan berupaya meningkatkan kapabilitas militernya untuk melindungi
kepentingan nasional akibat adanya ancaman dari kekuatan militer negara lain. Korea Utara
menganggap keamanan kawasan yang kompleks membahayakan keamanannya, sehingga ia
berupaya mengembangkan kebijakan senjata nuklir untuk meningkatkan pertahanan dan
keamanan serta mengimbangi keunggulan militer negara-negara lain di kawasan Asia
Timur.
1.7 Sistematika penulisan
Tesis ini akan terdiri dari lima bab. Setelah Bab Pertama ini, Bab Kedua akan
memberikan gambaran mengenai kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur. Di sini akan
diperlihatkan keadaan persenjataan militer Cina, Korea Utara, Korea Selatan dan Jepang,
aliansi militer di kawasan Asia Timur, anarkisme kawasan dan respon Amerika Serikat
terhadap kompleksitas keamanan kawasan di Asia Timur.
Bab Ketiga akan membahas tentang nuklir di Korea Utara sebelum dan sesudah
Perang Dingin. Di sini akan ditunjukkan strategi peningkatan kekuatan senjata nuklir yang
dilakukan Korea Utara, pandangan negara tersebut terhadap kehadiran militer Amerika
12
Serikat di Korea Selatan dan Jepang, serta perkiraan kekuatan nyata nuklir Korea Utara.
Sebagai inti tesis, Bab Keempat akan menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia
Timur dan implikasinya terhadap peningkatan kekuatan senjata nuklir Korea Utara. Dalam
bab ini juga akan dianalisis pola aksi-reaksi dari peningkatan kekuatan senjata nuklir Korea
Utara terhadap kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur. Tesis ini kemudian akan
ditutup dengan Bab Kelima yang berisikan kesimpulan dan inferensi yang dapat diperoleh
dari temuan penelitian.
13
Download