Development Probiotic Food Based Development

advertisement
Pengembangan Pangan Probiotik Berbasis Bekatul (Elok Zubaidah)
PENGEMBANGAN PANGAN PROBIOTIK BERBASIS BEKATUL
Development Probiotic Food Based on Rice Brand
Elok Zubaidah1)
1)
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran Malang 65145. telp/fax 0341 569214. E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Rice bran is one of the sources of bioactive components and is therefore a good raw
material for functional food. It contains inositol, ferulat acid, fitosterol, orizanol, tocotrienol,
cholin, and fibre and considered as nutraceutical food. A rice bran-based functional food
may be developed by fermenting it in combination with milk using probiotic, such as L.
casei.
A randomized block design research was performed to determine the best ratio of skim
milk to rice bran in the making of rice bran-based fermented drink. The ratios of the skim
milk to rice bran evaluated were 12:0, 8:4, 4:8, and 0:12 respectively. The experiment was
made in a triplicate.
The results showed that the ratio of skim milk to rice bran significantly affect on the
viability and antimicrobial activity of L.casei during fermentation process. The highest
viability and antimicrobial activity was found on the fermentation medium which contained
rice bran only. The fermented product contained L. casei at a level of 2,9x109 cfu/ml, a
total acidity of 1,003% and pH 4,267. It was found that the antimicrobial activity was
0.245, measured as a turbidity value.
Key word: Rice bran, Fermented milk, Lactobacillus casei
PENDAHULUAN
Istilah pangan fungsional yang identik
dengan probiotik dan prebiotik mulai
banyak diperbincangkan seiring dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan
kesehatan. Konsep probiotik sudah dikenal
sejak 2000 tahun lalu. Namun baru awal
abad ke-19 dibuktikan secara ilmiah oleh
Ilya Metchnikoff, seorang ilmuwan Rusia,
yang mendapati bahwa bangsa Bulgaria
yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
yogurt (susu fermentasi) tetap sehat dalam
usia lanjut.
Secara tradisional yogurt dibuat
dengan menggunakan bakteri asam laktat
(BAL) yakni Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus yang biasa
disebut sebagai bakteri yogurt yang
diyakini memiliki efek kesehatan dengan
cara
meningkatkan
kerja
enzim
galaktosidase
yang
memudahkan
pencernaan
laktosa
dalam
usus,
menurunkan kadar kolesterol darah,
mencegah kanker dan mengatasi diare.
Namun seiring dengan perkembangan
IPTEK, hasil riset menunjukkan bahwa
kedua jenis mikroba tersebut tidak bisa
bertahan
hidup
didalam
saluran
pencernaan karena memiliki ketahanan
yang rendah pada kondisi asam lambung
dan
garam bile, sehingga manfaat
kesehatannya masih menjadi pertanyaan.
Agar yogurt dapat disebut sebagai
makanan fungsional, maka dikembangkan
dengan menambahkan bakteri probiotik
dan sering disebut sebagai yogurt
probiotik
atau
yogurt
fungsional
(Saito,2005)
Bakteri probiotik adalah bakteri asam
yang secara
laktat dan Bifidobacteria
alami terdapat pada saluran pencernaan
manusia dan hewan serta makanan
fermentasi. Bakteri probiotik mampu
bertahan hidup dalam saluran pencernaan
setelah dikonsumsi. Probiotik diartikan
89
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 2 (Agustus 2006) 89-95
sebagai konsumsi mikrobia hidup sebagai
aditif makanan untuk kesehatan (Hoover,
1993). Bakteri ini membantu mengatasi
intoleransi terhadap laktosa, mencegah
diare,
sembelit,
kanker,
hipertensi,
manurunkan
kolesterol,
menormalkan
komposisi bakteri saluran pencernaan
serta meningkatkan sistem kekebalan
tubuh. Menurut Krishnakumar dan Gordon
(2001), bakteri asam laktat yang diyakini
L.
memiliki aktivitas probiotik adalah
Acidophilus, L.casei dan Bifidobacteri.
Susu
fermentasi
yang
hanya
menggunakan
L. Acidophilus, L.casei
atau
Bifidobacteri
menunjukkan
pertumbuhan yang sangat lambat pada
medium susu, sehingga memerlukan waktu
inkubasi yang sangat lama, hal ini tentu
saja berpengaruh terhadap kualitas yogurt
yang dihasilkan (Dave dan Shah, 1997)
Menurut Molin (2001), L. acidophilus
tidak tumbuh optimal pada medium susu. L.
acidophilus dan Bifidobacterium tumbuh
sangat lambat pada media susu karena
memiliki aktivitas proteolitik dan ß-Dgalaktosidase yang rendah (Dave and Shah,
1997).
Susu tidak mengandung asam
amino bebas dan peptida yang cukup bagi
pertumbuhan probiotik (Shah,2001). .
Fuller (1989) menyatakan bahwa guna
memperoleh
efek
kesehatan
yang
maksimal, maka salah satu persyaratan
yang harus dimiliki probiotik adalah dapat
tumbuh
dan
melakukan
metabolisme
dengan sangat cepat dan terdapat dalam
jumlah yang tinggi. Guna memperoleh efek
kesehatan yang maksimal tersebut, perlu
ditambahkan sumber nutrient lain yang
mampu memicu pertumbuhan probiotik.
Rice bran merupakan hasil samping
proses penggilingan padi yang hampir
memenuhi persyaratan sumber nutrisi yang
lengkap. Kandungan protein sebesar 17%,
adanya asam lemak PUFA dan MUFA,
vitamin dan mineral yang cukup tinggi,
serat pangan sebesar 12% inositol yang
tinggi serta asam ferulat, fitosterol,
orizanol, tokotrienol, fitosterol, dan cholin
menunjukkan bahwa rice bran berpotensi
sebagai nutraceutical foods.
Rice bran
dengan kandungan serat sebesar 13-14%
dapat dijadikan sumber serat diet. Serat
90
larut dalam usus besar menjadi sumber
energi bagi bakteri penghasil asam laktat
(prebiotik).
Mengingat berbagai keunggulan dari
sangat
segi nutrisi maka rice bran
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
suplemen pada produk yogurt probiotik,
guna meningkatkan viabilitas probiotik.
Pembuatan minuman fermentasi berbasis
rice bran terfermentasi probiotik akan
memberikan nilai tambah yang bersifat
multifungsional, yakni kandungan senyawa
fitokimia serta kandungan serat yang
berperan sebagai prebiotik yang dapat
meningkatkan viabilitas probiotik.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui pengaruh penambahan bekatul
dalam minuman susu probiotik terhadap
viabilitas Lactobacillus casei dan aktivitas
antimikrobial selama proses fermentasi.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang dipergunakan antara lain
bakteri Lactobacillus casei yang diperoleh
dari PAU Pangan dan Gizi UGM,
Staphylococcus aureus diperoleh dari
Laboratorium Biokimia dan Nutrisi THP
Universitas Brawijaya Malang. Bekatul
padi varitas IR diperoleh dari salah satu
hasil penggilingan padi di Malang, MRS
Broth (Oxoid), susu bubuk skim, glukosa,
alkohol 70%, kertas payung dan aquades.
Metode
Penelitian ini menggunakan rancangan
acak kelompok dengan faktor tunggal yaitu
proporsi susu skim dan bekatul dengan 4
level (12:0; 8:4; 4:8; 0:12) dengan 3 kali
ulangan.
Pembuatan kultur starter cair
1. Penyiapan 10 ml MRS broth steril.
2. Penggoresan dari stok kultur agar
miring Lactobacillus casei pada 10
ml MRS broth steril lalu diinkubasi
selama 50 jam pada suhu 42°C.
3. Pemindahan 10 ml MRS broth yang
berisi kultur dalam 100 ml larutan
10% susu skim dan 1% glukosa lalu
diinkubasi selama 50 jam pada suhu
Pengembangan Pangan Probiotik Berbasis Bekatul (Elok Zubaidah)
kultur
Pembuatan susu bekatul fermentasi
1. Glukosa 1% (b/v) dilarutkan dalam
aquades 1000 ml.
2. Larutan glukosa ditambah susu skim
dan bekatul sesuai dengan level
perlakuan.
3. Pemanasan pada suhu 85°C selama
10 menit sambil diaduk supaya
larutan homogen.
4. Sterilisasi dalam autoklaf pada suhu
121°C selama 15 menit.
5. Pendinginan dalam ruang aseptis
sampai mencapai suhu 42°C.
6. Inokulasi kultur starter Lactobacillus
casei 2% (v/v).
7. Inkubasi pada suhu 42°C sampai
mencapai pH 4,5.
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisa dengan
analisa varians (ANOVA) 5%. Untuk uji
beda digunakan uji beda BNT 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisa Kimiawi Bekatul dan Susu
Skim
Pada
Tabel
1.
nampak
bahwa
kandungan protein, gula reduksi dan
laktosa susu skim lebih tinggi daripada
bekatul, sedangkan kandungan abu, serat,
pati bekatul lebih tinggi daripada susu
skim.
Tabel 1. Rerata Komposisi kimia bekatul
dan susu skim
Jenis Uji
Bekatul
Susu skim
Air(%)
Abu(%)
N-amino(%)
Protein (%)
Serat Kasar(%)
Lemak(%)
Gula reduksi(%)
Pati(%)
Laktosa(%)
8,54
8,78
1,56
9,36
8,81
7,95
17,69
30,7
-
5,19
5,74
1,35
38,19
1,06
43,29
4,53
35,56
Analisa Mikrobiologis dan kimiawi bekatul
terfermentasi probiotik
Seiring dengan peningkatan substitusi
susu skim oleh bekatul terjadi peningkatan
yang lebih tinggi pada populasi BAL L.
casei dan total asam, tetapi terjadi
penurunan pH yang lebih besar (Gambar
1,2 dan 3).
6.0003
(10E9)Total BAL
42°C sehingga diperoleh
starter cair siap pakai.
4.0003
2.0003
0.0003
0
6
12
18
24
Susu Skim 12% : Bekatul 0%
Susu Skim 4% : Bekatul 8%
30
36
Jam Ke-
42
48
54
60
66
Susu Skim 8% : Bekatul 4%
Susu Skim 0% : Bekatul 12%
Gambar 1. Pertumbuhan BAL selama
fermentasi Minuman susu skim
dsn bekatul
Jumlah
L.casei
tertinggi
pada
perlakuan proporsi susu skim dan bekatul
0:12 atau tanpa susu skim. Diduga hal ini
terjadi karena bekatul mengandung unsur
makro dan mikro yang lengkap untuk
Kandungan serat
pertumbuhan L.casei.
larut yang terdapat dalam bekatul diduga
dapat meningkatkan aktivitas pertumbuhan
L.casei. Lebih dari 20% dari bekatul adalah
serat yang sebagian besar diantaranya
a
tidak dapat larut (Anonymous , 2003).
Bekatul mengandung serat pangan larut
c
2002).
sebanyak
12%
(Anonymous ,
Menurut Indrati-ningsih dkk. (2003),
tingginya viabilitas probiotik disebabkan
karena kandungan serat pangan larut yang
banyak berperan sebagai prebiotik dan
memacu pertumbuhan probiotik. Selain itu
bekatul mengandung sejumlah protein dan
seluruh asam amino esensial tersedia
didalamnya. Lemak bekatul mengandung
asam lemak tidak jenuh, terutama oleat dan
linoleat.
Bekatul juga kaya vitamin B
kompleks, beta karoten, vitamin C, D dan
mineral yang penting seperti kalsium,
fosfat dan besi (Cheruvanky, 2003).
91
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 2 (Agustus 2006) 89-95
Jumlah
L.casei
terendah
pada
perlakuan proporsi susu skim dan bekatul
12:0. Hal ini diduga karena rendahnya
aktivitas proteolitik dan enzim betagalaktosidase
yang
dimiliki
L.casei
sehingga tumbuh lambat pada medium
susu. Menurut Gilliland (1986), kemampuan
hidrolisa laktosa maupun protein susu
golongan Lactobacillus terbatas dalam
medium susu. Shah (2001) menambahkan
keterbatasan ini disebabkan rendahnya
aktivitas proteolitik dan produksi enzim
beta-galaktosidase.
Total asam terendah pada perlakuan
proporsi susu skim dan bekatul 12:0. Hal
ini diduga karena rendahnya aktivitas
proteolitik dan enzim beta-galaktosidase
sehingga tumbuh lambat pada medium susu
yang berakibat rendahnya total asam yang
dihasilkan.
Hal
ini
sesuai
dengan
pernyataan Shah (2001) bahwa L.casei
tidak dapat bermultiplikasi secara cepat
pada medium susu karena rendahnya
aktivitas proteolitik dan enzim betagalaktosidase yang dimiliki oleh bakteri itu.
Grafik pH
7.5
1.2
6.5
0.8
6
pH
Total Asam (%)
7
1
5.5
0.6
5
0.4
4.5
0.2
4
0
0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
60
66
Perlak uan
0
6
12
18
24
Susu Skim 12% + Bekatul 0%
Susu Skim 4% + Bekatul 8%
30
36
Jam Ke -
42
48
54
60
66
Susu Skim 12% + Bekatul 0%
Susu Skim 4% + Bekatul 8%
Susu Skim 8% + Bekatul 4%
Susu Skim 0% + Bekatul 12%
Susu Skim 8% + Bekatul 4%
Susu Skim 0% + Bekatul 12%
Gambar 2. Perubahan total asam selama
fermentasi minuman susu skim
dan bekatul
Gambar
Total asam tertinggi adalah pada
perlakuan proporsi susu skim dan bekatul
0:12. Adanya ketersediaan nutrisi pada
bekatul. diduga berpengaruh terhadap
jumlah
dan
kecepatan
pertumbuhan
L.casei. Semakin tinggi jumlah L.casei
maka
semakin
banyak
asam
yang
dihasilkan.
Hal
ini
sesuai
dengan
pernyataan Ramadayanti (2001) bahwa
proses pertumbuhan sel dibarengi dengan
terbentuknya metabolit berupa asam laktat
yang dihasilkan dari perombakan gula,
protein dan asam-asam lain. Selain itu
diduga komponen serat pangan bekatul
juga dimanfaatkan sebagai sumber pangan
prebiotik yang fermentasinya menghasilkan asam-asam lemak rantai pendek
(SCFA) berupa asetat, propionat, butirat,
laktat, suksinat, piruvat, dan format
b
(Anonymous , 2004). Keberadaan asamasam organik ini juga mempengaruhi
tingginya total asam dalam medium
fermentasi.
Semakin banyak L.casei maka asam
laktat yang dihasilkan semakin tinggi
sehingga menyebabkan menurunnya pH
medium fermentasi. Singleton (1998) dalam
Anafia
(1997)
menyatakan
bahwa
penurunan pH merupakan salah satu akibat
proses fermentasi yang terjadi karena
adanya akumulasi asam laktat sebagai
produk utama dari aktifitas bakteri L.casei
yang bersifat homofermentatif. Wibowo
(1990) menambahkan bahwa inkubasi pada
suhu
optimum
menyebabkan
proses
ionisasi asam laktat menjadi maksimal yang
mengakibatkan semakin banyaknya ion H
yang dibebaskan. Bertambahnya ion H
bebas menyebabkan pH menurun.
Bakteri probiotik seperti L.casei dapat
memproduksi asam-asam organik seperti
asam laktat dan asam asetat, hidrogen
peroksida, dan bakteriosin. Penurunan pH
akibat adanya asam-asam organik yang
dihasilkan
oleh
bakteri
tersebut
menyebabkan adanya efek bakterisidal dan
92
3.
Perubahan
pH
selama
fermentasi susu skim dan
bekatul
Pengembangan Pangan Probiotik Berbasis Bekatul (Elok Zubaidah)
bakteriostatik (Shah, 2001). Gambar 4
menunjukkan
aktivitas
antimikrobial
L.casei
yang
ditunjukkan
dengan
penghambatannya
terhadap
bakteri
pathogen Staphilococcus aureus dengan
metode turbidimetri (derajat kekeruhan).
daya cerna yang lebih besar terhadap
karbohidrat kompleks dari pada laktosa.
Lactobacillus acidophillus memiliki daya
amilolitik
yang
baik
yang
dapat
memproduksi maltosa, maltotriosa dan
sejumlah kecil glukosa dari amilopektin
(Salminen and Wright, 1993).
0.45
0.4
Kontrol
0.3
12 : 0
0.25
8:4
0.2
4:8
0.15
0 : 12
0.1
0.05
0
0
3
6
9
Gula Reduksi (%)
Kekeruhan (Abs)
0.35
8.000
7.000
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0.000
Waktu Inkubasi (Jam ke-)
12 : 0
8:4
4:8
0 : 12
Perlakuan
4.
Aktivitas
penghambatan
pPertumbuhan Staphylococcus
aureus selama waktu Inkubasi
Selama proses fermentasi bakteri
asam laktat (L.casei) memerlukan nutrisi
untuk pertumbuhannya. Hal ini ditunjukkan
dengan
terjadinya
penurunan
pada
beberapa jenis nutrisi pada medium
fermentasi.
2.5
Pati (%)
2
1.5
1
0.5
0
12 : 0
8:4
4:8
0 : 12
Pe rlakuan
Pati Aw al
Gula Reduksi Aw al
Gula Reduksi Akhir
Gambar 6. Perubahan kadar gula reduksi
pada medium fermentasi susu
skim dan bekatul
Gambar 6 menunjukkan bahwa terjadi
kenaikan gula reduksi selama proses
fermentasi. Hal ini diduga karena terjadi
perombakan pati dan laktosa menjadi gula
reduksi sebagai sumber karbon dan energi
untuk pertumbuhan L.casei. Laktosa dan
glukosa merupakan senyawa gula yang
terlibat dalam proses fermentasi asam
laktat.
Peningkatan
jumlah
bakteri
menyebabkan peningkatan senyawa yang
dirombak menjadi glukosa dan asam laktat
(Oberman, 1985).
Pati Akhir
Gambar 5. Perubahan kadar pati pada
medium fermentasi minuman
susu skim dan bekatul
Gambar 5 menunjukkan terjadinya
penurunan kadar pati setelah 12 jam terjadi
penurunan kadar pati. Hal ini diduga karena
enzim yang dihasilkan oleh L.casei yang
mampu memecah senyawa kompleks
menjadi senyawa yang lebih sederhana
yang
dapat
dimanfaatkan
untuk
metabolisme sel. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa Lactobacillus memiliki
0.35
0.3
Serat Kasar (%)
Gambar
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
12 : 0
8:4
4:8
0 : 12
Perlakuan
Serat Kasar Aw al
Serat Kasar Akhir
Gambar 7. Perubahan kadar gula reduksi
pada medium fermentasi susu
skim dan bekatul
93
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 2 (Agustus 2006) 89-95
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
12 : 0
8:4
4:8
0 : 12
Per lakuan
Protein Aw al
Protein Akhir
Gambar 8. Perubahan kadar gula reduksi
pada medium fermentasi susu
skim dan bekatul
Hal ini diduga karena adanya hidrolisa
protein menjadi senyawa yang lebih
sederhana oleh mikroba. Senyawa tersebut
diduga mengalami penguapan selama
proses fermentasi yang menyebabkan
penurunan
kadar
protein
medium
fermentasi.
Menurut
Fardiaz
(1992),
senyawa-senyawa intermediet dan produk
akhir hasil pemecahan asam amino sangat
bervariasi. Selain itu dibebaskan alkohol
dan berbagai gas seperti karbon dioksida,
metana, hidrogen dan amonia. Amonia
dilepaskan dalam jumlah yang tinggi pada
94
pemecahan protein lebih lanjut. Pemecahan
protein
juga
melepaskan
senyawasenyawa berbau busuk seperti hidrogen
sulfida, merkaptan, indol, skatol, putresin
dan kadaverin.
H-Terlarut (%)
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
12 : 0
8:4
4:8
0 : 12
Perlakuan
N-Terlarut Aw al
N-Terlarut Akhir
Gambar 9. Perubahan kadar gula reduksi
pada medium fermentasi susu
skim dan bekatul
Penurunan kadar nitrogen terlarut
terjadi setelah fermentasi. Hal ini diduga
karena adanya konsumsi nitrogen terlarut
oleh L.casei. Nitrogen terlarut merupakan
salah satu nutrisi bagi pertumbuhan bakteri
untuk proses metabolismenya (Bonczar,
2003)
Lemak (%)
Protein (%)
Gambar
7
menunjukkan
terjadi
penurunan kadar serat kasar selama
proses fermentasi. Penurunan kadar serat
diduga karena adanya pemanfaatan serat
L.casei untuk
kasar
oleh
aktivitas
metabolisme sel. Serat pangan tidak larut
dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat
meskipun laju pemecahannya lebih lambat
dari pada pemecahan serat pangan larut.
Hal ini disebabkan keterbatasan enzim
hidrolitik pemecah serat pangan tidak larut
(Karppinen, 2003). Bakteri asam laktat
memiliki
kemampuan
memfermentasi
selulosa menjadi senyawa SCFA (“short
chain fatty acids”) tetapi SCFA yang
dihasilkan
lebih
rendah
dibanding
fermentasi pada fruktooligosakarida, xylooligosakarida serta arabinoxylan (Kludsen
et al, 1993; dalam Ruberfroid, 1998).
Selama proses fermentasi senyawa
nitrogen digunakan untuk sintesis sel
sehingga jumlahnya akan tetap. Penurunan
kadar nitrogen total selama proses
fermentasi ditunjukkan oleh gambar 8.
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
12 : 0
8:4
4:8
0 : 12
Per lak uan
Lemak Aw al
Lemak Akhir
Gambar 10. Perubahan kadar gula reduksi
pada medium fermentasi susu
skim dan bekatul
Setelah proses fermentasi terjadi
penurunan kadar lemak. Hal ini diduga
karena enzim yang dihasilkan oleh L.casei
yang mempu memecah lemak menjadi
senyawa yang lebih sederhana yang dapat
dimanfaatkan untuk metabolisme sel.
Aktivitas lipase pada beberapa bakteri
asam laktat dapat memecah lemak menjadi
asam-asam lemak yang jumlahnya berbeda
Pengembangan Pangan Probiotik Berbasis Bekatul (Elok Zubaidah)
pada
jenis
medium
yang
berbeda,
tergantung pada komposisi dan aktivitas
lipolitik yang ada dalam starter (Wood et
al., 1998).
Perlakuan Terbaik
Tabel 2. nilai parameter mikrobiologi dan
kimia perlakuan terbaik (0 : 12)
Parameter
Perlakuan
terbaik
9
Total BAL (cfu/ml)
2,9x10
Total asam(%)
1,003
pH
4,267
Laktosa(%)
0,002
Pati(%)
1,7
Serat kasar(%)
0,857
Gula reduksi(%)
6,393
Lemak(%)
0,483
N total(%)
0,5
N-terlarut(%)
0,142
N amino(%)
0,367
Pemilihan perlakuan terbaik perlakuan
proporsi susu skim dan bekatul pada
medium fermentasi dilakukan dengan
metode “Multiple Attribute”. Perlakuan
terbaik dipilih dari nilai jarak kerapatan
terkecil dari parameter yang sudah
ditentukan pada masing-masing perlakuan.
berdasarkan parameter jumlah total BAL
(L.casei), total asam, pH dan aktivitas
bakteriosin, proporsi susu skim dan
bekatul 0:12 memiliki jarak kerapatan
terkecil dan menjadi perlakuan terbaik.
KESIMPULAN
Perlakuan terbaik minuman fermentasi
diperoleh pada perlakuan proporsi susu
skim dan bekatul 0:12, dengan nilai total
9
BAL (Lactobacillus casei) 2,9x10 cfu/ml;
total asam 1,003%; pH 4,267; aktivitas
antimikrobial pada kekeruhan 0,245; kadar
laktosa 0,002%; kadar pati 1,7%; kadar
serat kasar 0,857%; kadar gula reduksi
6,393%; kadar lemak 0,483%; kadar Ntotal 0,5%; kadar N-terlarut 0,142% dan
kadar N-amino 0,367%.
Perlu penelitian lebih lanjut tentang
formulasi minuman fermentasi berbasis
bekatul agar disukai konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymousb.
2002.
Probiotik
dan
Prebiotik
untuk
Kesehatan.
http://www.kompas.com/kompascetak/0201/iptek/prob22.htm.
Tanggal akses 9 Juli 2005
Anonymousc. 2002. Stabilized Rice Bran
as a Nutraceuticals Food. Inovation
in Food Technology
2003.
Rice
Bran.
Anonymousa.
http://www.cliffscott.com/Rice_Bra
n.htm. Tanggal akses 15 Agustus
2005
Ardiansyah.
2004.
Sehat
dengan
Mengkonsumsi
Bekatul.
www.beritaiptek.com/message/artik
el/739102004em.shtml
Tanggal
akses 15 Agustus 2005
Brandt, L.A. 2001. Prebiotics Enhance
Gut
Health. Medical
Research
Council. Dunn Clinical Nutrition
Center. Cambridge UK
Bonczar. 2003. The Influence of Different
Amount of Starter Culture on The
Properties of Yoghurts Obtain From
Ewe’s
Milk.
http://www.ejpau.media.pl.html
Tanggal akses 24 Desember 2005
Cheruvanky, R. 2003. What is Rice Bran?.
http://www.moormans.com/equine
/TechBulletins/whatisricebran.htm.
Tanggal akses 15 Agustus 2005
Gilliland, S.E. 1986. Bacteria Starter
Culture for Food. CRC Press Inc.,
Boca Raton. Florida
Indratiningsih
dkk.
2004.
Produksi
Yoghurt Shitake (Yoshitake) Sebagai
Pangan Kesehatan Berbasis Susu.
Jurnal Teknologi dan Industri
pangan XV (1);12-11
Roberfroid, M.B. 1998. Probiotics and
Synbiotics: Concepts and Nutritional
Properties. 80:S 197-S 2002
Robinson, R.K. and A.Y. Tamime. 1981.
Microbiology of Fermented Milks. In
R.K.
Robinson
(ed.).
Diary
Microbiology.Vol 1. The Microbiology
of
Milks.
Applied
Science.
Publishing, London
Salminen, N.P., A. Wright. 1993. Lactic
Acid Bacteria. Macel Dekker, Inc.
New York
Shah, N.P. 2001. Functional Foods from
Probiotics and Prebiotics. J. Food
Tech. 55(11):46-52
95
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 2 (Agustus 2006) 89-95
96
Download