No. 6/ 104/BGub/Humas Kondisi Ekonomi Positif :Bank Indonesia

advertisement
No. 6/ 104/BGub/Humas
Kondisi Ekonomi Positif :Bank Indonesia Tidak Ubah Stance Kebijakan
Asesmen Bank Indonesia menunjukkan bahwa secara umum perkembangan sampai dengan
Agustus 2004 menunjukkan perkembangan positif. Di sisi domestik, permintaan domestik masih
terus menguat sementara pasar global masih diwarnai tingginya pertumbuhan volume
perdagangan dunia. Berbagai perkembangan tersebut semakin memperkuat optimisme bahwa
perekonomian pada 2004 akan tumbuh pada batas atas perkiraan semula sebesar 4,5-5,0% (yoy).
Bank Indonesia akan terus mengamati perkembangan ekonomi tersebut karena peningkatan
permintaan domestik masih tetap didominasi oleh konsumsi. Tingginya permintaan yang kurang
diimbangi dengan meningkatnya kapasitas perekonomian dikhawatirkan dapat menimbulkan
tekanan inflasi. Berkaitan dengan itu, sebagai langkah antisipasi terhadap tekanan inflasi ke
depan, Bank Indonesia akan tetap melanjutkan kebijakan moneter yang cenderung ketat (tight
bias) agar pencapaian sasaran inflasi yang rendah dalam jangka menengah dapat dicapai. Dalam
kerangka kebijakan tersebut, Bank Indonesia akan berupaya menyerap kelebihan likuiditas secara
optimal, dengan tidak menutup kemungkinan adanya kenaikan suku bunga. Demikian salah satu
kesimpulan pokok dalam Rapat Dewan Gubernur Bulanan yang diselenggarakan hari ini di
Jakarta.
Sejalan dengan kondisi eksternal yang kondusif dan permintaan domestik yang masih terus
meningkat, pertumbuhan ekonomi triwulan III-2004 diperkirakan mencapai 4,6 - 5,1% (yoy).
Permintaan domestik tersebut masih tetap didominasi untuk oleh pengeluaran konsumsi,
sementara investasi dan ekspor menunjukkan peningkatan meskipun peranannya dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi masih relatif terbatas. Investasi riil mulai tumbuh relatif cukup
tinggi dan kinerja ekspor mulai menunjukkan kecenderungan yang meningkat ditengah kondisi
eksternal dan nilai tukar yang kondusif seiring dengan volume perdagangan dunia. Terhambatnya
ekspor diindikasikan karena kurang kompetitifnya produk Indonesia di pasar internasional. Hal
ini tercermin dari pertumbuhan ekspor komoditas primer yang tumbuh jauh lebih tinggi
dibandingkan komoditas industri. Sementara itu, sumbangan terbesar terhadap ekspor non migas
masih didominasi oleh komoditas industri.
Perkembangan inflasi menunjukkan kecenderungan kenaikan yang disebabkan oleh
meningkatnya permintaan agregat, depresiasi nilai tukar rupiah, kenaikan harga-harga komoditas
impor, dan ekspektasi inflasi. Pada Agustus 2004, inflasi IHK tercatat sebesar 0,09% (mtm), atau
secara tahunan mencapai 6,67%. Secara kumulatif, inflasi IHK mencapai 3,78%. Relatif
rendahnya inflasi bulan Agustus terutama disebabkan oleh penurunan harga kelompok bahan
makanan akibat melimpahnya pasokan. Inflasi IHK pada triwulan III-2004 diperkirakan akan
berada pada kisaran 6,5-7,0%. Pada triwulan IV-2004, pengendalian tingkat inflasi akan
menghadapi tantangan untuk meningkatnya tekanan inflasi pada hari-hari besar keagamaan.
Nilai tukar rupiah masih cenderung mengalami tekanan namun bergerak dengan volatilitas yang
lebih rendah dan pada akhir bulan Agustus 2004 tercatat sebesar Rp 9.368,- per dolar AS. Di sisi
fundamental, tekanan tersebut masih disebabkan oleh tingginya permintaan valas di tengah
pasokan yang terbatas. Permintaan valas yang cukup tinggi terutama berasal dari sektor korporasi
dalam memenuhi kebutuhan impornya guna merespon tingginya permintaan domestik. Tekanan
semakin besar mengingat mayoritas pembeli valas tersebut adalah korporasi bukan penghasil
devisa. Beberapa kelompok korporasi yang cukup tinggi kebutuhan valasnya adalah kelompok
BUMN, kelompok otomotif dan kelompok industri makanan. Sementara itu, tekanan juga
bersumber dari beberapa faktor sentimen negatif baik dari eksternal maupun domestik. Namun
demikian, pelaksanaan kebijakan Posisi Devisa Netto (PDN) yang baru dipandang telah cukup
berhasil dalam mendorong penurunan tingkat volatilitas kurs, menurunnya premi swap, serta
meningkatkan transaksi swap bank domestik. Di samping itu, terdapat indikasi adanya
peningkatan penanaman dana oleh pelaku asing ke bentuk penanaman yang berjangka waktu
relatif lebih panjang (SBI).
Sejalan dengan kondisi ekonomi makro yang relatif stabil dan kondusif, kondisi perbankan
nasional secara bertahap juga menunjukkan perbaikan khsusunya pada beberapa indikator utama
risiko dan kinerja perbankan. Fungsi intermediasi perbankan nasional secara bertahap terus
menunjukkan perbaikan tercermin dari terus meningkatnya jumlah kredit perbankan. Berdasarkan
data sampai dengan Juli 2004, posisi kredit perbankan meningkat sebesar menjadi Rp530,2
triliun. Kredit baru juga meningkat sehingga sd Juli 2004 tercatat mencapai Rp43,7 triliun dimana
sebesar 46,5% disalurkan untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM). Meskipun demikian, di
sisi lain undisburse loan juga menunjukkan peningkatan sehingga secara keseluruhan sampai
dengan Juli 2004 telah mencapai Rp135,3 triliun. Tingginya jumlah undisburse loan tersebut
mengindikasikan adanya sejumlah kredit yang telah disetujui bank, namun belum ditarik oleh
debitur. Sementara itu, kualitas kredit perbankan menunjukkan perbaikan yang ditunjukkan oleh
penurunan rasio non performing loan (NPL) gross maupun NPL net yang masing-masing
menurun menjadi 7,4% dan 2,2%. Aspek permodalan industri perbankan masih memadai yakni
tercatat sebesar 21%.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus memonitor berbagai indikator ekonomi khususnya inflasi
dengan cermat. Tekanan inflasi diperkirakan masih cukup tinggi pada triwulan III-2004 terkait
dengan faktor siklikal yang terkait dengan hari besar keagamaan. Namun, pada tahun 2005,
tekanan inflasi tersebut diperkirakan akan berkurang. Mencermati perkembangan ekonomimoneter di atas, kebijakan moneter Bank Indonesia akan diarahkan untuk mengendalikan tekanan
inflasi dalam rangka mempertahankan tingkat inflasi yang rendah dalam jangka menengah.
Dalam kerangka tersebut, langkah penyerapan likuiditas secara optimal akan dilanjutkan dengan
tanpa menutup kemungkinan adanya kenaikan suku bunga.
Di bidang perbankan, Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan untuk mempertahankan
stabilitas sistem perbankan antara lain melalui peningkatan kualitas pelaksanaan manajemen
risiko dan rencana bisnis oleh bank serta pemantauannya oleh pengawas, terutama menjelang
penerapannya pada tahun 2005 dan mendorong fungsi intermediasi perbankan dan menghimbau
perbankan untuk terus memfungsikan pengawasan internal secara intensif dalam rangka
peningkatan good governance.
Jakarta, 8 September 2004
BIRO KOMUNIKASI
Erwin Riyanto
Deputi Kepala Biro
Download