Eksistensi Small Claim Court dalam

advertisement
Eksistensi Small Claim Court dalam Mewujudkan Tercapainya Peradilan
Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan.
Efa Laela Fakhriah1
ABSTRAK
Secara konvensional penyelesaian sengketa perdata dilakukan melalui mekanisme
gugatan ke pengadilan (litigasi) yang pada praktiknya seringkali memerlukan waktu
yang lama untuk menyelesaikan satu perkara, kadang dapat lebih dari satu tahun baru
selesai pemeriksaan di satu tingkat Pengadilan Negeri. Akan semakin panjang waktu
yang diperlukan bila ada pihak yang mengajukan upaya hukum, baik banding
maupun kasasi. Kondisi ini tidak sejalan dengan asas peradilan cepat, sederhana dan
biaya ringan sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang Kekuasaan Kehakiman.
Untuk mengatasi hal ini, Mahkamah Agung telah pula mengeluarkan Surat Edaran
No. tahun 1992 yang menegaskan bahwa pemeriksaan perkara perdata yang diajukan
ke pengadilan “wajib” diselesaikan dalam waktu 6 bulan pada semua tingkat
peradilan. Diharapkan dalam waktu paling lama satu tahun setengah perkara yang
diajukan ke pengadilan sudah selesai sampai tingkat Mahkamah Agung.
Mekanisme yang panjang dan tidak sederhana sangat tidak menguntungkan untuk
menyelesaikan sengketa bisnis yang memerlukan penyelesaian secara cepat, terlebih
lagi bagi sengketa-sengketa yang nilai gugatannya kecil. Diperlukan suatu
mekanisme penyeelesaian sengketa perdata (bisnis) yang prosesnya cepat, sederhana
dan biaya ringan; namun hasilnya berupa putusan hakim yang memiliki kekuatan
hukum mengikat seperti halnya yang dikenal dan berkembang di negar-negara maju.
Mekanisme demikian dikenal dengan small claim court, yaitu penyelesaian sengketa
melalui pengadilan dengan acara cepat dan sederhana sehingga biaya dapat lebih
ringan, dengan menggunakan prosedur beracara di luar prosedur dalam menangani
perkara perdata biasa, yang diperuntukan bagi perkara perdata dengan nilai gugatan
kecil. Melalui mekanisme small claim court, penyelesaian sengketa perdata (bisnis)
diharapkan dapat memenuhi asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
Kata kunci: small claim court, penyelesaian sengketa
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung pada mata kuliah Hukum Acara
Perdata, Hukum Penyelesaian Sengketa, Hukum Kesehatan.
A. Latar Belakang
Small Claim Court telah lama berkembang baik dinegara-negara yang
bersistem hukum Common Law maupun negara-negara dengan sistem hukum
Civil law. Bahkan tumbuh dan berkembang pesat tidak hanya di negara maju
seperti America, Inggris, Kanada, Jerman, Belanda tetapi juga dinegara-negara
berkembang baik dibenua Amerika Latin, Afrika dan Asia. Hal ini dikarenakan
forum penyelesaian sengketa bisnis melalui pengadilan yang efisien, cepat dan
biaya perkara murah bagi perkara yang jumlah nilai perkaranya kecil diperlukan
dalam dunia bisnis. Pembentukan suatu forum demikian sangat dibutuhkan
terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia, untuk meningkatkan
kepercayaan para investor dalam dan luar negeri guna mengembangkan dunia
bisnis.
Sengketa bisnis memerlukan penyelesaian secara cepat dan sederhana
sehingga biaya perkara relatif lebih sedikit dengan hasil penyelesaian dapat
diterima oleh kedua pihak yang bersengketa tanpa menimbulkan masalah baru
atau
memperpanjang
sengketa.
Berbagai
cara
dapat
dilakukan
untuk
menyelesaikan sengketa bisnis, baik melalui pengadilan (litigasi) maupun melalui
proses di luar pengadilan (non litigasi/perdamaian), namun untuk penyelesaian
sengketa bisnis lebih disukai melalui cara non litigasi meskipun seingkali tidak
dapat menyelesaikan masalah secara tuntas, sehingga cara non litigasi bukan juga
merupakan pilihan penyelesaian sengketa yang tepat guna.
Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan (litigasi) dianggap tidak efektif
dan efisien sehingga akan mengganggu atau menghambat kegiatan bisnis. Hal ini
disebabkan proses berperkara ke pengadilan harus menempuh prosedur beracara
yang sudah ditetapkan dan tidak boleh di simpangi, sehingga memerlukan waktu
yang lama, tidak melindungi kerahasiaan, serta hasilnya ada pihak yang kalah dan
yang
menang,
sehingga
akan
memperpanjang
persengketaan
karena
dimungkinkannya melanjutkan perkara ke pengadilan tingkat yang lebih tinggi
(upaya hukum); meskipun terdapat asas peradilan yang cepat, sederhana dan
biaya murah.
Di sisi lain, peyelesaian sengketa secara non litigasi (secara damai) yang
didasarkan pada kesepakatan para pihak, ternyata hasilnya tidak memiliki
kekuatan mengikat secara formal bagi para pihak , meskipun undang-undang
mengharuskan agar kesepakatan para pihak tersebut dituangkan dalam bentuk
akta tertulis dan didaftarkan ke Pengadilan Negeri. Selain itu, dalam sistem
hukum acara (perdata) yang berlaku, bahwa terhadap akta hasil kesepakatan yang
telah dicapai tersebut tidak dapat langsung dimohonkan ke pengadilan untuk
dijadikan putusan perdamaian hakim (acta van dading) , melainkan untuk itu para
pihak harus tetap menempuh pengajuan gugatan ke pengadilan dengan
melampirkan akta kesepakatan dimaksud, baru kemudian dalam persidangan
diputus oleh hakim berdasarkan akta perdamain yang telah dicapai para pihak di
luar pengadilan tersebut, dengan putusan perdamaian hakim (acta van dading).
Cara penyelesaian sengketa non litigasi lainnya adalah melalui arbitrase yang
bersifat yudisial (melalui proses peradilan) meskipun Arbitrase bukan merupakan
badan peradilan melainkan adalah lembaga penyelesaian sengketa. Dalam
praktiknya, melalui lembaga arbitrase juga
seringkali tidak mencapai
penyelesaian sengketa (bisnis) secara efektif dan efisien, karena sekalipun telah
ada pengaturan yang jelas tentang kompetensi mengadili yang absolut antara
Pengadilan dengan Arbitrase, para pihak yang bersengketa seringkali masih juga
mengajukan sengketanya ke pengadilan dan pengadilan memeriksa serta memutus
perkara tersebut. Karenanya penyelesaian sengketa menjadi tidak efektif dan tidak
efisien lagi.
Upaya yang juga telah dilakukan untuk mengatasi penyelesaian sengketa
perdata secara berlarut larut adalah dengan dibentuknya mekanisme mediasi di
pengadilan berdasarkan Perma No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan, yang mewajibkan seluruh perkara perdata yang diajukan ke
pengadilan (kecuali undang-undang menentukan lain) harus di mediasikan
terlebih dahulu di pengadilan. Tapi ini pun tidak efektif dan tidak mencapai
sasaran untuk mengurangi penumpukan perkara di pengadilan.
Demikian pula halnya dengan keberadaan Pengadilan Niaga, yang meskipun
dari namanya (sebagai terjemahan dari comersial court) dapat diartikan sebagai
pengadilan yang menyelesaikan masalah-masalah sengketa perniagaan, tetapi
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, kompetensi dari Pengadilan
Niaga terbatas pada Kepailitan dan sengketa HaKI, bukan pengadilan atas
sengketa bisnis secara keseluruhan.
Dari pemikiran di atas, maka dirasakan perlu adanya suatu bentuk prosedur
penyelesaian sengketa (bisnis), seperti yang dikenal di negara-negara yang
menganut sistem common law dengan memberikan kewenangan pada pengadilan
untuk menyelesaikan perkara didasarkan pada besar kecilnya nilai objek sengketa,
sehingga dapat tercapai penyelesaian sengketa (bisnis) secara cepat, sederhana
dan murah, melalui mekanisme yang dinamakan small claim court.
Berdasarkan penelitian Bank Dunia (The world Bank-International Finance
Corporation-Doing Business 2011)
salah satu faktor hambatan dalam
penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia adalah penyelesaian sengketa pada
pengadilan tingkat pertama yang tidak effisien, jangka waktu penyelesaian yang
lama dan biaya perkara yang tinggi serta biaya pengacara yang tinggi.
Selain alasan di atas small claim court sangat dibutuhkan bagi penyelesaian
sengketa yang timbul dalam transaksi bisnis yang dilakukan oleh pengusahan
mikro, kecil dan menengah (UMKM). Perkembangan UMKM di Indonesia terus
meningkat, krisis keuangan global mengintensifkan fokus kebijakan pada usaha
kecil dan menengah sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia
UMKM merupakan bisnis perusahaan yang telah memberikan kontribusi pada
pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan sekitar 60% dari produk domestic bruto.
(The Central Bureau of Statistics, Indonesia, 2010) UMKM juga merupakan
perusahaan yang menyediakan lapangan kerja terbesar, membuka mata
pencaharian bagi lebih dari 90% tenaga kerja dari suatu negara.2
Small claim court
juga menawarkan kepada konsumen untuk
menyelesaikan sengketa mereka melalui sistem pengadilan yang cepat
bagi
perolehan ganti rugi bagi mereka. Small claim court merupakan suatu mekanisme
penyelesaian sengketa konsumen untuk mendapatkan kompensasi dalam jumlah
yang tidak besar yang timbul dari suatu transaksi jual beli barang atau jasa.3
Menyadari bahwa sistem pengadilan biasa sering di luar jangkauan konsumen
rata-rata dengan nilai klaim yang rendah, sejumlah besar negara maju telah
memperkenalkan prosedur pengadilan disederhanakan untuk klaim kecil.
Prosedur-prosedur ini dirancang sebagai alternatif tradisional informal dispute
resolution untuk proses pengadilan sipil, yang memungkinkan individu untuk
menyelesaikan sengketa dan pemulihan hak dengan biaya dan beban tidak
proporsional dengan jumlah klaim mereka. Menjadi independen, mengikat dan
dapat dilaksanakan, small claim court menawarkan konsumen manfaat utama
dari sistem peradilan tanpa biaya tinggi, delay dan kompleksitas prosedur
prosedural berhubungan dengan pengadilan biasa.
Dua puluh negara berikut telah menanggapi menyederhanakan prosedur
pengadilan bagi klaim yang nilai perkaranya kecil, seperti: Australia, Austria,
Kanada, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Irlandia, Italia, Jepang, Korea,
Meksiko, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia , Swiss, Inggris dan
Amerika Serikat. Prosedur-prosedur ini bervariasi secara signifikan antara negara
dan bahkan antar daerah di negara yang sama. Variasi dapat dilihat pada jenis
prosedur; jenis sengketa dan klaim yang dapat diadili;
2
biaya perkara yang
The International Finance Corporation (IFC)- Indonesia. Small Enterprise Development Policies in Indonesia:
An Overview. October 2007 dalam Doing Business in Indonesia 2012 A COPUBLICATION OF THE WORLD BANK
AND THE INTERNATIONAL FINANCE CORPORATION, Washington, hlm 19.
3
CONSUMER DISPUTE RESOLUTION AND REDRESS IN THE GLOBAL MARKET PLACE OECD , page
6 Copyright OECD, 2006.
dibebankan
kepada para pihak; dan aksesibilitas secara keseluruhan kepada
konsumen ("consumer friendliness").
B. Permasalahan
1. Bagaimana small claim court sebagai mekanisme penyelesaian sengketa
bisnis dalam praktiknya?
2. Bagaimana hubungan
antara penyelesaian
sengketa perdata melalui
mekanisme small claim court dengan asas peradilan sederhana, cepat dan
biaya ringan?
3. Bagaimana prospektif small claim court dalam sistem peradilan di Indonesia?
C. Metode Penelitian
Spesifikasi penelitian adalah deskriptif analitis yang bertujuan untuk
memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai eksistensi small claims
court sebagai mekanisme penyelesaian sengketa bisnis yang memerlukan
penyelesaian dengan cepat, sederhana dan murah. Metode pendekatan yang
digunakan adalah metode pendekatan yuridis kualitatif yaitu penelitian hukum
yang mengutamakan penelitian terhadap bahan pustaka atau data sekunder berupa
hukum positif yaitu antara HIR, UU No.48 tahun 2009, Perma No. 1 Tahun 2008
dan Rules of The Small Claims Court Ontario. Data yang diperoleh kemudian
akan dianalisis secara kualitatif, kemudian hasil analisis dideskripsikan dalam
bentuk laporan penelitian.
Tahapan penelitian yang dilakukan adalah penelitian bahan hukum,
meliputi : penelitian terthadap bahan hukum primer berupa hukum positif, antara
lain HIR, Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009, Perma No. 1 Tahun 2008, dan
Rules of The Small Claims Court Ontario; Bahan hukum sekunder, yaitu bahan bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer antara lain literatur
bidang hukum kepailitan dan hukum acara perdata; dan bahan hukum tersier,
yaitu bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan
sekunder, antara lain artikel di koran, majalah, dan browsing internet yang
berkaitan dengan pokok masalah penelitian.
Teknik pengumpulan data terdiri dari: studi literatur, yaitu yang terkait
dengan objek penelitian yang turut didukung data data dari internet sebagai data
baru yang lebih up to date, dan studi peraturan perundang-undangan. Penarikan
kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dilakukan dengan metode
analisis normatif kualitatif. Normatif karena penelitian bertitik tolak dari
peraturan yang ada sebagai hukum positif, asas asas hukum, dan pengertian
hukum. Seluruh data yang diperoleh kemudian akan dianalisis secara kualitatif.
D. Kajian Teoretik
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa penyelesaian sengketa
perdata dapat dilakukan baik secara konvensional melalui pengadilan (litigasi)
maupun melalui mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan
(non litigasi). Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa secara
formal yang didasarkan pada penerapan hukum acara perdata dengan tahapantahapan penyelesaian sesuai prosedur beracara.
Proses litigasi dimulai dari pengajuan surat gugatan melalui pendaftaran
perkara ke pengadilan yang berkompeten, penomoran dan pendistribusian
perkara pada majelis hakim dan panitera yang ditunjuk untuk memeriksa, upaya
perdamaian/mediasi di pengadilan, tahap proses pemeriksaan perkara di
persidangan, dan tindakan pasca putusan hakim sampai dengan pelaksanaan
putusan.
Proses pemeriksaan perkara di persidangan dimulai dari sidang pertama
dengan acara pemeriksaan identitas para pihak dan upaya perdamaian oleh
hakim, kemudian siding-sidang berikutnya dengan acara jawaban tergugat,
replik, duplik, kesimpulan pertama, pembuktian oleh para pihak, kesimpulan
terakhir, dan putusan. Tahapan-tahapan ini memerlukan waktu yang cukup
lama, apalagi bila ada pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan hakim
maka dapat mengajukan upaya hukum ke pengadilan yang lebih tinggi.
Keseluruhan proses beracara di pengadilan sebagaimana diuraikan di atas,
sudah barang tentu memerlukan waktu yang panjang, setidaknya diperlukan
waktu 4 sampai 6 bulan paling cepat untuk persidangan pada pengadilan tingkat
pertama (Pengadilan Negeri). Untuk ini, Mahkamah Agung telah mengeluarkan
Surat Edaran (SEMA) Nomor 6 tahun 1992, yang menegaskan bahwa
pemeriksaan perkara (perdata) pada semua tingkat peradilan “wajib”
diselesaikan dalam waktu paling lama 6 bulan. Apabila terjadi keterlambatan
maka hakim yang memeriksa wajib melaporkannya pada Ketua Pengadilan
Negeri, kemudian KPN mempunyai kewajiban melaporkannya pada pengadilan
yang lebih tinggi, dalam hal ini Pengadilan Tinggi.
Demikian pula halnya jika keterlambatan pemeriksaan perkara terjadi
pada tingkat banding, maka hakim
yang memeriksa perkara wajib
melaporkannya pada Ketua Pengadilan Tinggi, dan selanjutnya KPT
mempunyai kewajiban melaporkannya pada Mahkamah Agung. Namun
demikian, pada praktiknya seringkali pemeriksaan perkara (perdata) di
pengadilan berlangsung lebih dari 6 bulan, bahkan dapat sampai lebih dari satu
tahun untuk setiap tingkat peradilan.
Prosedur yang panjang dalam acara pemeriksaan perkar perdata ini tidak
mencerminkan asas sederhana, cepat dan biaya ringan; selain itu penyelesaian
yang dihasilkan memposisikan adanya pihak yang menang dan kalah saling
berhadapan, meskipun dituangkan dalam bentuk putusan hakim yang memiliki
kekuatan hukum mengikat bagi para pihak. Asas sederhana, cepat dan biaya
ringan merupakan salah satu asas peradilan yang diamanatkan oleh Undangundang No 49 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sederhana adalah acara yang jelas, mudah difahami dan tidak berbelitbelit. Makin sedikit dan sederhana formalitas-formalitas yang diwajibkan atau
diperlukan dalam beracara di muka pengadilan, akan makin baik. Terlalu
banyak formalitas yang sukar difahami, atau peraturan-peraturan yang
berwayuh arti (dubieus), sehingga memungkinkan timbulnya pelbagai
penafsiran, kurangf menjamin adanya kepastian hukum dan menyebabkan
keengganan atau ketakutan untuk beracara di muka pengadilan4
Cepat menunjuk pada jalannya peradilan, terlalu banyak formalitas
merupakan hambatan bagi jalannya peradilan. Dalam hal ini bukan hanya
jalannya peradilan dalam pemeriksaan di muka siding saja, tetapi juga
penyelesaian pada berita acara pemeriksaan di persidangan sampai pada
penandatanganan putusan oleh hakim dalam pelaksanaannya. Jalannya
persidangan yang cepat akan meningkatkan kewibawaan pengadilan dan
menambah kepercayaan masyarakat kepada pengadilan. Biaya ringan,
dimaksudkan agar dapat dipikul oleh rakyat pada umumnya, biaya perkara yang
tinggi dapat menyebabkan pihak yang berkepentingan enggan untuk
mengajukan tuntutan hak ke pengadilan.
Prosedur pemeriksaan perkara melalui pengadilan sebagaimana di uraikan
di atas, dirasakan tidak efektif dan efisien jika digunakan untuk menyelesaikan
sengketa bisnis yang memerlukan penyelesaian secara cepat dan prosedur yang
lebih sederhana sehingga relatif biaya lebih murah serta hasilnya tidak ada kalah
menang bagi para pihak (win-win solution). Cara penyelesaian yang demikian
dapat diperoleh melalui mekanisme penyelesaian sengketa alternatif (non
litigasi), namun hasilnya hanya berupa kesepakatan para pihak yang tidak dapat
dipaksakan pelaksanaannya (tidak memiliki kekuatan hukum mengikat).
Sementara pada kenyataannya di masyarakat banyak terjadi sengketa
perdata yang memerlukan penyelesaian secara cepat dengan biaya murah,
khususnya sengketa bisnis terutama yang nilai gugatannya kecil; Namun
memerlukan hasil penyelesaian yang memiliki kekuatan mengikat bagi para
pihak sehingga dapat dipaksakan pelaksanaannya manakala para pihak tidak
4
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi keenam, Liberty,
Yogyakarta, 2006, hlm. 36
mau melaksanakan putusan secara sukarela. Karenanya perlu difikirkan suatu
bentuk penyelesaian sengketa yang dapat diselesaikan secara sederhana dan
cepat namun hasilnya berupa putusan hakim yang memiliki kekutan hukum
mengikat bagi para pihak, khususnya bagi sengketa-sengketa bisnis yang
memerlukan penyelesaian secara cepat.
Di negara-negara maju dikenal suatu mekanisme penyelesaian sengketa
yang dilakukan melalui pengadilan (proses litigasi) tetapi dengan menerapkan
hukum acara yang sederhana dan singkat, berbeda dengan prosedur beracara di
pengadilan (penerapan hukum acara) pada umumnya dalam menangani
sengketa perdata biasa. Sehingga proses penyelesaian sengketa dapat dilakukan
secara sederhana dan cepat/singkat, sementara hasil penyelesaian yang
diperoleh berupa putusan hakim yang mempunyai daya paksa untuk
dilaksanakan (kekuatan mengikat).
Mekanisme penyelesaian sengketa dimaksud adalah small claim court,
dan jenis sengketa yang diselesaikan melalui mekanisme demikian terbatas pada
sengketa (bisnis) yang nilai gugatannya kecil dan memerlukan penyelesaian
yang cepat. Seperti misalnya tuntutan ganti kerugian yang diakibatkan adanya
cacat pada barang yang dibeli oleh konsumen, atau tuntutan ganti kerugian atas
utang piutang (wanprestasi) yang nilainya kecil sehingga tidak akan efisien
kalau diajukan gugatan ke pengadilan dengan acara biasa.
Small claim court didirikan oleh Pengadilan Cleveland pada tahun 1913.
Latar belakang sejarah small claim court di Cleveland, adalah ketika gagasan
itu muncul sebagai pengadilan pertama yang mengakhiri eksploitasi pada orang
miskin dengan menawarkan keadilan yang mengutamakan perdamaian di
Cleveland sejak kota tersebut tidak memiliki pengadilan itu sendiri, masyarakat
dari Cleveland kemudian menyetujui rancangan undang-undang yang
menjadikan terciptanya gagasan small claim court pada tahun 1913.
Tanggung jawab utama dari small claim court/tribunal, atau dalam hal
ini, pengadilan, adalah untuk melaksanakan keadilan. Dalam hal ini,
court/tribunal berkomitmen untuk menyelesaikan sengketa secara efektif dan
adil dengan menjunjung tinggi aturan hukum dan meningkatkan akses terhadap
keadilan.
Berdasarkan Black’s Law Dictionary5, small claim court diartikan sebagai
suatu pengadilan yang bersifat informal (di luar mekanisme pengadilan pada
umumnya) dengan pemeriksaan yang cepat untuk mengambil keputusan atas
tuntutan ganti kerugian atau utang piutang yang nilai gugatannya kecil.
Baldwin, dalam bukunya mendefinisikan bahwa small claim court merupakan
bentuk jajak pendapat yang bersifat informal, sederhana dan biaya murah, serta
kekuatan hukumnya kurang mengikat. Dalam hal ini, pihak yang berperkara
diharapkan untuk mengajukan kasusnya sendiri tanpa bantuan dari seorang
pengacara dan hakim didorong untuk untuk melakukan pendekatan yang lebih
intensif.6 Adapun Tujuan small claim court adalah untuk dapat menyelesaikan
perkara gugatan dengan waktu yang cepat, biaya murah dan menghindari proses
berperkara yang kompleks dan formal.7
Konsep small claim court adalah badan hukum yang dimaksudkan untuk
memberikan solusi yang cepat dan ekonomis untuk menyelesaikan sengketa
yang tidak membutuhkan biaya yang mahal. Pada umumnya, small claim court
juga diartikan sebagai “Pengadilan Rakyat”8 yang nyata.
Hal
ini sejalan
dengan maksud dibentuknya small claim court adalah untuk menyediakan
formalitas kecil dan teknis sebagai pertimbangan yang tepat mengenai materi
gugatan9, pemeriksaan perkara yang tidak rumit untuk menyelesaikan sengketa
yang bersifat sederhana yang tidak membutuhkan uang yang banyak untuk
menjamin biaya litigasi formal.10 Selain itu, kedua belah pihak akan
5
Bryan A. Gardner, Black’s Law Dictionary, 8th edition, West Publishing, 2004.
John Baldwin, Small Claims in the County Courts in England and Wales, Oxford: Oxford University
Press, 2003
7
Christopher J. Wheelan, SMall CLaims Courts - A Comparative Study, New York: Oxford University
Press, 1990.
8
Texas Young Lawyers Association and the State Bar of Texas, How to Sue in Small Claims Court, 5th
Edition, 2009, page 1.
9
Lokal Courts Act 2007 s35(2), New South Wales Consolidated Acts.
10
Stephanie Francis Ward, ABA Journal, “Mr. Small Claims Makes a Career on Volume”, Oktober 2011
6
mengajukan gugatan masing-masing kepada hakim dan biasanya hakim tidak
perlu memiliki pengetahuan yang luas mengenai hukum itu sendiri untuk
diterapkan dalam sebuah sengketa yang bersifat sederhana.
Mekanisme beracara (prosedur) small claim court bervariasi dari satu
negara ke negara yang lain. Di Irlandia, mekanisme ini didefinisikan sebagai
sebuah pelayanan yang dijalankan oleh Pengadilan Negeri mengenai gugatan
yang diajukan oleh konsumen terhadap penyedia barang atau jasa,11 namun ini
menunjukkan bahwa small claim court di Irlandia hanya berkaitan dengan
gugatan yang melibatkan konsumen yang mengalami kerugian. Namun
demikian, kebanyakan tidak hanya berkaitan dengan gugatan konsumen, tetapi
juga pada setiap sengketa perdata lainnya.
Oleh karena itu, small claim court lebih sering disebut sebagai Tribunal
Small Claim atau Small Claims Procedure, yang lebih lanjut bisa dianggap
sebagai pengadilan dengan prosedur yang cepat yang pada umumnya
dipisahkan tetapi di bawah yurisdiksi pengadilan pertama. Dengan adanya
pengadilan yang memiliki prosedur penyelesaian sengketa yang cepat maka
akan banyak sengketa yang ditangani secara cepat pula dengan verifikasi yang
sederhana.
Di sejumlah negara, klaim konsumen yang membutuhkan biaya yang
kecil diselesaikan oleh pengadilan tingkat pertama berdasarkan prosedur yang
disederhanakan dan/atau prosedur dipercepat. Sangat sering, pengadilan ini
memiliki divisi atau bagian yang terpisah untuk menangani klaim yang
membutuhkan biaya yang kecil.
Sebagai contoh, di Australia, semua negara bagian dan teritori memiliki
small claim court atau administrasi tribunal yang diberikan oleh pengadilan
Magistrates. Di Jepang, small claim berdasarkan yurisdiksi pengadilan
11
Robert McDonagh, et. al., Benchmarking of existing national legal e-business practices:Country Report of
Ireland, 1998, page 3.
ringkasan, yang memiliki prosedur informal untuk menyelesaikan kasus
secepatnya. Di Jerman, pengadilan dapat menyelesaikan sengketa nilai rendah
sipil dan komersial dengan prosedur disederhanakan. Di Yunani, pengadilan
daerah beroperasi di bawah prosedur disederhanakan ketika menyelesaikan
small claim. Di Irlandia, ada prosedur small claim tersedia di pengadilan distrik.
Di Norwegia, ada prosedur khusus yang tersedia di pengadilan negeri untuk
penyelesaian small claim, dan diskusi sedang berlangsung tentang peningkatan
sistem. Di Polandia, prosedur disederhanakan baru untuk small claim
diperkenalkan ke dalam kode sipil pada tahun 2000. Prosedur ini adalah wajib
bagi semua sengketa jatuh di bawah ambang batas nilai uang tertentu. Di
Swedia, ada prosedur small claim yang tersedia di pengadilan sipil. Di Inggris
ada prosedur khusus, dikenal sebagai jalur small claim yang digunakan dalam
pengadilan daerah untuk menyelesaikan small claim (perkara perdata dengan
nilai gugatan yang kecil).
E. Pembahasan
1. Pelaksanaan mekanisme penyelesaian sengketa bisnis melalui Small
Claim Court
Small calim court yang pertama di Amerika Serikat dikembangkan
pada awal abad kedua puluh karena proses formal peradilan sipil yang begitu
kompleks, rumit, dan mahal yang tidak dapat digunakan oleh sebagian besar
orang yang memiliki penghasilan atau pengusaha kecil yang memiliki upah
atau rekening untuk mengumpulkan biaya yang terlalu kecil untuk
membenarkan biaya dan penundaan dari prosedur sipil formal. Sebagai sarana
yang murah penagihan utang, model ini awalnya diadopsi di Amerika Serikat
yang meliputi lima komponen utama.12
12
Steven Weller, John C Ruhnka, and John A Martin, “American Small Claim Courts,” in Small Claim
Courts: A Comparative Study edited by Chiristopher J Whelan, Oxford, Clarendom Press, 1990, page 5
a. pengurangan biaya pengadilan
b. penyederhanaan proses permohonan
c. Prosedur percobaan sebagian besar diserahkan kepada kebijaksanaan
hakim pengadilan, dan aturan formal dari bukti yang telah diseleksi.
d. Hakim dan panitera pengadilan yang diharapkan dapat membantu
berperkara baik dalam persiapan percobaan dan di pengadilan
sehingga perwakilan oleh pengacara akan sebagian besar tidak
diperlukan.
e. Hakim diberi kekuatan untuk pembayaran angsuran secara langsung
Sengketa-sengketa yang dapat diajukan ke small claim court adalah
kasus perdata13, seperti misalnya klaim mereka yang berkaitan dengan:
a. Utang piutang berdasarkan perjanjian: rekening yang belum dibayar
untuk barang atau jasa yang dijual dan dikirimkan, pinjaman yang
belum dibayar, sewa yang belum dibayar, dan upah yang belum
dibayar
b. Klaim untuk: kerusakan property, pengembalian property, cedera
akibat perbuatan, dan pelanggaran kontrak
Beberapa kasus perdata tidak dapat diajukan ke small claim court,
seperti misalnya:14 perbedaan pendapat tentang judul untuk real properti,
pengembalian kepemilikan real properti, penggusuran, klaim terhadap
pemerintah, tindakan untuk menyita atau menegakkan hukum, klaim yang
timbul dari malpraktek professional (misalnya, dugaan malpraktik oleh
13
Sioux Falls, Business Journal a Gannett Company, Displaying 100 of 30,566 Small
Claims Court Judgment, 2006
14
Alaska Court System, Alaska Small Claims Handbook, 19th Edition, 2011, page 1
dokter, dokter gigi atau pengacara), klaim untuk tunjangan perkawinan, klaim
yang timbul dari pengesahan hakim.
Small claim court merupakan mekanisme penyelesaian sengketa
melalui pengadilan (litigasi) dengan prosedur yang terpisah (berbeda) dari
prosedur pengadilan biasa, karenanya dikatakan juga sebagai pengadilan
informal untuk menyelesaikan gugatan perdata dengan nilai gugatan yang
kecil (relatif).
2. Penyelesaian sengketa perdata melalui mekanisme small claim court guna
menunjang asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan
Konsep small claim court adalah badan hukum yang dimaksudkan
untuk memberikan solusi yang cepat dan ekonomis untuk menyelesaikan
sengketa yang tidak membutuhkan biaya yang mahal. Pada umumnya, small
calim court juga diartikan sebagai “Pengadilan Rakyat”15 yang nyata. Hal ini
sejalan dengan maksud dibentuknya small claim court adalah untuk
menyediakan formalitas kecil dan teknis sebagai pertimbangan yang tepat
mengenai materi gugatan16, pemeriksaan perkara yang tidak rumit untuk
menyelesaikan sengketa yang bersifat sederhana yang tidak membutuhkan
uang yang banyak untuk menjamin biaya litigasi formal. Selain itu, kedua
belah pihak akan mengajukan gugatan masing-masing kepada hakim dan
biasanya hakim tidak perlu memiliki pengetahuan yang luas mengenai hukum
itu sendiri untuk diterapkan dalam sebuah sengketa yang bersifat sederhana.
Tuntutan untuk dapat memenuhi asas peradilan yang sederhana, cepat
dan biaya ringan, telah diamanatkan oleh Pasal 2 ayat (4) Undang Undang No.
48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Lebih lanjut di dalam
penjelasannya
dikatakan
bahwa
“sederhana”
adalah
pemeriksaan
danpenyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien dan efektif. Yang
15
Texas Young Lawyers Association and the State Bar of Texas, How to Sue in Small Claims Court, 5th
Edition, 2009, page 1.
16
Local Courts Act 2007 s35(2), New South Wales Consolidated Acts.
dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang dapat dijangkau
oleh masyarakat. Namun demikian, asas sederhana, cepat, dan biaya ringan
dalam
pemeriksaan
dan
penyelesaian
perkara
di
pengadilan
tidak
mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan
keadilan.
Mekanisme beracara (prosedur) small claim court bervariasi dari satu
negara ke negara yang lain. Di Irlandia, small claim court didefinisikan
sebagai sebuah pelayanan yang dijalankan oleh Pengadilan Negeri mengenai
gugatan yang diajukan oleh konsumen terhadap penyedia barang atau jasa,17
namun ini menunjukkan bahwa small claim court di Irlandia hanya berkaitan
dengan gugatan yang melibatkan konsumen yang mengalami kerugian.
Namun demikian, kebanyakan small claim court tidak hanya berkaitan dengan
gugatan konsumen, tetapi juga pada setiap sengketa perdata lainnya. Hal ini
lebih lanjut akan diuraikan di bawah ini.
Oleh karena itu, smaal claim court
lebih sering disebut sebagai
Tribunal Small Claim atau Small Claims Procedure, yang lebih lanjut bisa
dianggap sebagai pengadilan dengan prosedur yang cepat yang pada
umumnya dipisahkan tetapi di bawah yurisdiksi pengadilan pertama. Dengan
adanya pengadilan yang memiliki prosedur penyelesaian sengketa yang cepat
maka akan banyak sengketa yang ditangani secara cepat pula dengan
verifikasi yang sederhana.
Small calim court dimaksudkan untuk meningkatkan akses ke
pengadilan dengan menyediakan “layanan yang bersifat cepat, murah dan adil
bagi para pihak yang kekurangan dari segi finansial. Tingginya biaya proses
hukum dapat menjadi penghalang untuk memperoleh keadilan, terutama
17
Robert McDonagh, et. al., Benchmarking of existing national legal e-business practices:Country Report
of Ireland, 1998, page 3.
dalam kasus dimana jumlah gugatannya tidak banyak. Untuk mengatasi hal
ini, biaya pengajuan gugatan ke Pengadilan diupayakan sangat terjangkau.
Untuk menyeimbangkan prosedur beracara, dan meminimalkan biaya
litigasi, tidak ada pihak yang diwakili oleh penasehat hukum. Sebaliknya,
mereka harus muncul secara pribadi dan menyampaikan gugatan mereka
sendiri. Proses peradilan juga dilakukan secara informal. Prosedur informal
dan sederhana dari Pengadilan akan menjadi efektif dan memungkinkan orang
awam pun untuk mengajukan kasusnya sendiri dengan mudah.
Bila dilihat dari pengertian tentang small claim court sebagai
mekanisme penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan tetapi dengan
menggunakan penerapan hukum acara yang singkat, sederhana dan cepat
(berbeda dengan penyelesaian perkara pada umumnya) dan tujuannya adalah
untuk dapat menyelesaikan sengketa perdata (bisnis) yang nilai gugatannya
kecil sehingga dapat diselesaikan secara efisien dan efektif , maka mekanisme
small
claim
court
dapat
dijadikan
sebagai
salah
satu
penunjang
tercapainya/terlaksananya asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan; sebagaimana diharapkan oleh masyarakat pencari keadilan.
3. Prospektif Small Claim Court dalam sistem peradilan di Indonesia
Keberadaan small claim court adalah untuk menjembatani antara
penyelesaian sengketa secara non litigasi yang hasilnya tidak memberikan
kekuatan mengikat dengan penyelesaian secara litigasi
yang lebih
memberikan kepastian hukum, sehingga diperoleh suatu mekanisme
penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana dan biaya ringan dengan putusan
yang mempunyai kekuatan mengikat karena diselesaikan dalam jalur litigasi
serta mekanisme pemeriksaan perkara yang terpisah dari pemeriksaan perkara
secara kontradiktoir (biasa).
Mekanisme small claim court berada dalam jalur penyelesaian sengketa
melalui pengadilan, akan tetapi dengan prosedur beracara yang berbeda
dengan proses pemeriksaan perkara perdata biasa, yaiu dengan acara singkat
(sederhana). Karenanya putusan small claim court sama kekuatan hukumnya
dengan putusan hakim pengadilan pada umumnya. Secara kelembagaan,
mekanisme small claim court berada di Pengadilan Negeri, akan tetapi acara
pemeriksaan perkaranya berbeda dengan pemeriksaan perkara secara
kontradiktoir (acara pemeriksaan perkara biara)
Jenis perkara yang dapat diselesaikan melalui small claim court yaitu
perkara-perkara dengan nilai gugatan kecil yang dapat diselesaikan dalam
waktu singkat dengan ditangani oleh hakim tunggal, yaitu perkara perdata
yang nilai ekonomi gugatannya relatif kecil dan tidak memerlukan proses
administrasi perkara serta pembuktian yang kompleks serta dapat diselesaikan
dengan hukum acara singkat/sederhana, seperti
konsumen,
antara lain: sengketa
utang piutang, jual beli barang, klaim kerusakan barang, biaya
jasa pelayanan,
sengketa UMKM, dan sengketa-sengketa lain yang timbul
dari hubungan kontraktual
Dengan demikian dapat diberikan batasan terhadap tolok ukur perkara
untuk dapat digolongkan ke dalam perkara kecil/ringan sehingga dapat
diselesaikan melalui small calim court, yaitu:
a. nilai sengketa/gugatannya kecil
b. tidak kompleks permasalahannya,
c. tuntutan
haknya sederhana
d. tidak menggunakan jasa pengacara
e. diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal
f. pelaksanaan sidang maksimal 3 kali sidang dengan lama waktu 1
bulan sudah diputus oleh hakim
g. pembuktiannya sederhana
a. Nilai Gugatan
Tolok ukur suatu perkara dikatakan sebagai gugatan dengan nilai
yang kecil relatif, tidak dapat disamakan untuk setiap wilayah hukum di
Indonesia, tergantung pada keadaan sosial ekonomi masyarakatnya dan
pemahaman serta ketaatan hukum masyarakat. Hal ini mengingat untuk
berhasilnya penyelesaian sengketa melalui small claim court diperlukan
komitmen yang tinggi dari para pihak.
Dengan pertimbangan di atas, nilai gugatan perdata yang dapat
diselesaikan melalui small claim court maksimal 100 juta rupiah.
dengan diberikan kebebasan kepada masing-masing pengadilan untuk
menentukan besaran nilai gugatan lyang dapat diajukan melalui small
claim court melebihi batas maksimal.
b. Bentuk Pengaturan
Idealnya diatur dalam undang-undang yang secara khusus mengatur
tentang acara perdata, dalam hal ini UU Hukum Acara Perdata (yang
sampai saat ini masih berbentuk RUU), namun karena proses untuk
diundangkan menjadi UU lama dan masih belum jelas, maka diusulkan
pengaturan dalam bentuk lain.
Pengaturan dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung dianggap
lebih tepat untuk mengatasi penanganan perkara perdata (khususnya
sengketa bisnis) yang menumpuk di pengadilan. Di samping itu juga
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan yang
menghendaki penyelesaian sengketa secara cepat, murah dan sederhana
tetapi hasilnya (putusannya) tetap mempunyai kekuatan mengikat karena
diputus oleh hakim melalui proses peradilan.
c. Kompetensi Pengadilan
Dalam mekanisme small claim court berlaku asas actor sequitor
forum rei, artinya bahwa pengadilan yang berwenang untuk mengadili
perkara perdata dengan mekanisme small claim court adalah Pengadilan
Negeri di wilayah hukum mana Tergugat bertempat tinggal, atau ke
Pengadilan Negeri tempat dimana perbuatan hukum dimaksud
dilakukan,
d. Mekanisme Pembuktian
Pembuktian dilakukan secara sederhana oleh kedua pihak yang
bersengketa dengan menggunakan alat bukti salah satu diantara: Surat,
saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah, dan keterangan
saksi ahli. Sedangkan alat bukti lainnya seperti persangkaan, dan
pemeriksaan setempat tidak digunakan karena dalam pelaksanaannya
akan memerlukan waktu lama sehingga pembuktiannya menjadi tidak
sederhana. Dalam pembuktian yang sederhana, asas unus testis nullus
testis tidak perlu diterapkan.
e. Prosedur/mekanisme beracara
Perkara /gugatan langsung diajukan oleh para pihak yang
berkepentingan sebagai masyarakat pencari keadilan tanpa bantuan
pengacara agar biaya lebih murah dan penyelesaian lebih cepat. Dalam
hal pihak yang mengajukan gugatan perlu bantuan pengacara (karena
sama sekali tidak mengerti hukum) dapat menggunakan bantuan hukum
cuma-Cuma, melalui POSBAKUM (Pos Bantuan Hukum) yang ada di
setiap Pengadilan Negeri.
f. Jangka Waktu Pemeriksaan Perkara
Jangka waktu pemeriksaan dan penyelesaian sengketa sampai
putusan hakim selama 1 bulan/4 minggu dengan rincian sbb
Minggu I: Persiapan pengajuan gugatan, pengajuan gugatan ke
Pengadilan, membayar biaya perkara, penomoran perkara,
pendistribusian perkara kepada hakim pemeriksa, dengan
Hakim pemeriksa tunggal, penunjukan Panitera perkara,
dan pemanggilan para pihak untuk bersidang
Minggu II :
Persidangan pertama dengan acara, pemeriksaan gugatan
dan jawab menjawab
Minggu III: Persidangan kedua dengan acara pembuktian para pihak
(dilakukan secara cepat dan sederhana)
Minggu IV:
Persidangan ketiga dengan acara penjatuhan putusan oleh
dan pelaksanaan putusan (sifat putusan final dan mengikat,
tidak ada upaya hukum)
F. Kesimpulan
Sebagaiman telah diuraikan di atas bahwa untuk menyelesaikan
sengketa bisnis diperlukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang
cepat, sederhana dan biaya rtelatif murah sehingga dapat lebih efektif dan
efisien. Penyelesaian sengketa yang demikian dapat dilakukan melalui
penyelesaian sengketa secara damai di luar pengadilan (non litigasi), namun
hasil yang didapatkan berupa kesepakatan damai antara para pihak yang
bersengketa tidak memiliki daya paksa (kekuatan hukum) bagi para pihak,
sehingga seringkali tidak kesepakatan yang telah dicapai ditaati/dilaksanakan.
Di sisi lain, penyelesaian sengketa bisnis dapat pula diselesaikan
melalui jalur litigasi, namun penyelesaian sengketa melalui pengadilan
dianggap tidak efisien dan juga tidak efektif meskipun hasilnya yang berupa
putusan hakim mempunyai kekuatan mengikat (kekuatan eksekutorial) bagi
para pihak yang bersengketa. Mekanisme ini memerlukan waktu penyelesaian
sengketa yang lama dan tidak sederhana prosedurnya sehingga biaya yang
dikeluarkan dapat lebih besar, dan juga hasilnya memposisikan para pihak
yang bersengketa pada posisi kalah dan menang. Karenanya persengketaan
terus berlanjut dan pada gilirannya akan merusak hubungan bisnis yang telah
terjalin sebelumnya.
Dengan melihat kedua kondisi di atas, maka kiranya perlu untuk
difikirkan suatu mekanisme penyelesaian sengketa bisnis yang dilakukan
secara damai dengan kesepakatan para pihak, akan tetapi prosesnya dilakukan
di pengadilan dengan prosedur beracara di luar (berbeda dengan) mekanisme
beracara dalam menangani perkara perdata biasa. Mekanisme beracaranya
dilakukan secara sederhana, cepat dan biaya menjadi lebih ringan, dan
putusannya berupa putusan hakim yang mempunyai kekuatan mengikat.
Small claim court merupakan suatu mekanisme penyelesaian sengketa
yang dapat menyelesaikan sengketa bisnis secara efisien dan efektif,
mengingat
small claim court diartikan sebagai suatu pengadilan yang
bersifat informal (di luar mekanisme pengadilan pada umumnya) dengan
pemeriksaan yang cepat untuk mengambil keputusan atas tuntutan ganti
kerugian atau utang piutang yang nilai gugatannya keci.
G. Daftar Pustaka
Alaska Court System, Alaska Small Claims Handbook, 19th Edition, 2011.
Bryan A. Gardner, Black’s Law Dictionary, 8th edition, West Publishing,
2004.
Christopher J. Wheelan, SMall CLaims Courts - A Comparative Study,
New York: Oxford University Press, 1990
CONSUMER DISPUTE RESOLUTION AND REDRESS IN THE
GLOBAL MARKET PLACE OECD, Copyright OECD, 2006.
John Baldwin, Small Claims in the County Courts in England and Wales,
Oxford: Oxford University Press, 2003
Local Courts Act 2007 s35(2), New South Wales Consolidated Acts.
Robert McDonagh, et. al., Benchmarking of existing national legal ebusiness practices:Country Report of Ireland, 1998.
Sioux Falls, Business Journal a Gannett Company, Displaying 100 of
30,566 Small Claims Court Judgment, 2006.
Stephanie Francis Ward, ABA Journal, “Mr. Small Claims Makes a Career
on Volume”, Ontario, Oktober 2011
Steven Weller, John C Ruhnka, and John A Martin, “American Small Claim
Courts,” in Small Claim Courts: A Comparative Study edited by
Chiristopher J Whelan, Oxford, Clarendom Press, 1990.
Sudikno
Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi keenam,
Liberty, Yogyakarta, 2006 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara
Perdata Indonesia, edisi keenam, Liberty, Yogyakarta, 2006.
Texas Young Lawyers Association and the State Bar of Texas, How to Sue
in Small Claims Court, 5th Edition, 2009
The International Finance Corporation (IFC)- Indonesia. Small Enterprise
Development Policies in Indonesia: An Overview. October 2007
Download