1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga membutuhkan terciptanya keharmonisan agar tujuan-tujuan
dalam pembentukan keluarga dapat tercipta. Keharmonisan keluarga terbentuk
ketika nilai-nilai dalam keluarga dapat berjalan dengan baik, suami istri
diharapkan saling terbuka, menjaga, menghormati, dan saling memenuhi
kebutuhan. Terpenuhinya fungsi-fungsi keluarga dapat membantu keluarga untuk
menjalankan perannya di masyarakat.
Ada beberapa aspek dalam keluarga yang dapat menciptakan suatu
keharmonisan keluarga, yaitu waktu bersama keluarga, kehidupan beragama
dalam keluarga, komunikasi yang baik, saling menghargai, kualitas dan kuantitas
konflik yang minim, hubungan atau ikatan yang erat. Diperlukan beberapa hal
yang termasuk faktor psikologis untuk menjaga keharmonisan keluarga terutama
untuk suami istri. Faktor tersebut antara lain suami istri mengetahui sifat kedua
pasangan, faktor keluarga, faktor keuangan serta faktor seksual (Ahmadi, 1991).
Faktor seksual merupakan salah satu dari faktor yang mempengaruhi
keharmonisan dalam keluarga dan berhubungan dengan kesejahteraan dan
kesehatan wanita (Littleton dan Engebretson, 2002). Faktor seksual dapat
terganggu jika terdapat disfungsi seksual pada salah satu pasangan, salah satu
yang mempengaruhi adalah gangguan ginekologi. Berdasarkan data Riskesdas
20013 diketahui bahwa prevalensi kejadian penyakit tumor atau kanker di
Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk, dengan prevalensi tertinggi di
1
2
Yogyakarta sebanyak 4,1% diikuti Jawa Tengah 2,1%, Bali 2%, Bengkulu, dan
DKI Jakarta 1,9%. (Departemen Kesehatan, 2013).
Pengobatan yang dilakukan untuk kasus ginekologi adalah melalui
tindakan histerektomi, kemoterapi, radiasi dan terapi hormon. Histerektomi
merupakan tindakan operasi pengangkatan uterus. Total abdominal histerektomi
(TAH) merupakan salah satu metode operasi atau pembedahan dengan
mengangkat servik dan rahim.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nagib (2001) ditemukan data
pasien ginekologi selama 3 tahun di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta sebanyak 1997
pasien, dengan 129 kasus (6,5%) pasien dengan histerektomi abdominal atas
indikasi benign. Sedangkan data yang diperoleh peneliti dari uji pendahuluan di
rekam medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 1 April 2013-30 Maret 2015
sebanyak 997 kejadian, setelah dilakukan penelusuran terdapat angka kejadian
TAH atas indikasi benign sebanyak 147 kejadian (14,7%).
Tindakan histerektomi atas indikasi benign dilakukan karena keluhan
obstruksi
traktus
urinarius,
perdarahan
yang
berlebihan
(menorrhagia),
adhenomiosis, mioma uteri perdarahan diantara dua sirklus haid (metrorrhagia)
dan ukuran uterus membesar seperti umur kehamilan 12-14 minggu (Schorge, et
al., 2008).
Bagi seorang wanita, histerektomi merupakan ancaman karena hilangnya
fungsi reproduksi dan juga fungsi seksual, hal ini dihubungkan dengan fungsi
rahim yang berperan dalam kontraksi selama fase orgasm. (Böös J & Shoultz,
1992). Pengangkatan serviks menyebabkan anatomi vagina menjadi pendek yang
3
mempengaruhi gejala dyspareunia (nyeri selama koitus dan berhubungan seksual)
dan sensasi yang berubah selama koitus (Sheth dan Studd. 2003).
Pengangkatan ovarium melalui prosedur oophorektomi juga menyebabkan
wanita kehilangan hormon seks, sehingga terjadi peningkatan keluhan mengenai
hasrat seksual pada wanita setelah TAH (Böös J & Shoultz, 1992). Disisi lain
fungsi ovarium yang merupakan organ penghasil estrogen yang berpengaruh
terhadap lumbrikasi vagina, jika terjadi penurunan maka menyebabkan
kekeringan vagina/ dyspareunia (Wallach dan Eisenberg, 2003).
Histerektomi merupakan pembedahan yang mempunyai efek samping
mengganggu anatomi dan fungsional dari organ pelvis dan organ yang ada di
sekitarnya, termasuk kandung kemih, usus, vagina, suplai saraf dan sirkulasi
jaringan yang ada di organ panggul. Kerusakan anatomi ini mengganggu fungsi
seksual pasien setelah total abdominal histerektomi (Sheth dan Studd, 2002)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Greimel, et al. (2009)
menyebutkan bahwa wanita yang telah menjalani tindakan TAH atas indikasi
kanker serviks mengatakan keluhan yang biasa dirasakan adalah keringnya vagina
yang disebabkan berkurangnya hormon estrogen dan menipisnya bantalan lemak
yang mengurangi pengumpulan darah yang merupakan faktor penting dalam
perangsangan seksual. Menurut penelitian Greimel, et al. (2009) menyebutkan
bahwa pasien dengan TAH mengeluhkan berkurangnya kenikmatan seksual
dengan pasangan walaupun tidak mempengaruhi kualitas hidup dari pasien
tersebut. Pasien merasakan kesakitan dan cenderung menghindari hubungan
seksual setelah dilakukan tindakan pembedahan
4
Berdasakan penelitian yang dilakukan oleh Clarke, et al. (1995)
menyebutkan bahwa sebelum operasi 366 responden dengan indikasi benign
melaporkan gangguan dalam aktivitas seksual. Tiga bulan setelah
TAH
melaporkan gejala nyeri, perdarahan dan kurangnya hasrat seksual. Kenikmatan
seksual berdasarkan Clarke, et al. (1995) didapatkan setelah 3 bulan pasca TAH
walaupun frekuensi seksual tetap yang tidak berubah berubah.
Hal yang sama dikemukakan oleh Penelitian Rodriguez, et al. (2012) yang
melakukan penelitian pada wanita setelah 1 tahun TAH atas indikasi benign.
Penelitian tersebut didapatkan data bahwa 53% responden memiliki nilai FSFI
dibawah 26,55 (fungsi seksual terganggu). Berdasarkan survey dalam penelitian
ini 63% responden diberikan terapi
pengganti hormon dan 2% responden
diberikan obat psikotropika.
Hal ini berbeda dikemukakan oleh penelitian yang dilakukan Virtanen, et
al. (1993) pada 102 wanita yang dilakukan TAH dengan indikasi benign
ditemukan setelah 12 bulan setelah operasi didapatkan data terdapat penurunan
kejadian dispareunia dan peningkatan orgasm. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Gutl, et al. (2002) yang melakukan penelitian mengenai perbedaan output dari
abdominal dan vaginal histerektomi di Austria. Dalam penelitian tersebut
mengatakan bahwa terdapat peningkatan hasrat seksual dan aktivitas seksual pada
3 bulan dan 2 tahun setelah operasi, hal tersebut sebanding dengan penurunan
dispareunia, vaginismus, anorgasmia dan kekurangan gairah seksual.
Penelitian mengenai seksualitas dan histerektomi sudah pernah dilakukan,
namun masih terpisah dalam kaitannya kedua variabel tersebut. Penulis tertarik
5
untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam mengenai seksualitas setelah
TAH pada pasien dengan indikasi benign. Seksualitas difokuskan pada fungsi
seksual dan kepuasan seksual setelah TAH.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya, pasien
setelah menjalani TAH kehilangan organ serviks dan uterus, dimana organ
tersebut berperan penting dalam aktivitas seksual. Hal tersebut secara tidak
langsung mempengaruhi seksualitas pada wanita setelah TAH. Peneliti menyadari
bahwa sedikit sekali perhatian kepada pasien yang telah menjalani TAH. Datadata yang telah terkumpul melatarbelakangi peneliti untuk menfokuskan
penelitiannya mengenai “Seksualitas pada wanita setelah total abdominal
histerektomi”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran seksualitas
pada wanita setelah menjalani tindakan TAH di RSUP Dr.Sardjito
Yogyakarta.
2. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui gambaran fungsi seksual pada wanita setelah menjalani
TAH.
b. Untuk mengetahui gambaran kepuasan seksual pada wanita setelah
menjalani TAH.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada pasien yang akan menjalani TAH atas
indikasi benign mengenai seksualitas setelah TAH.
b. Bagi pemberi pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberikan
masukan serta wawasan terhadap perawat, khususnya perawat maternitas
mengenai perlunya program penyuluhan kesehatan seksualitas setelah
TAH pada pasien yang akan menjalani TAH atas indikasi benign.
2. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah referensi bagi ilmu keperawatan terutama keperawatan maternitas
mengenai seksualitas pada wanita setelah menjalani tindakan TAH.
E.
1.
Keaslian Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Perz, et al. (2013) mengenai “Constructions
of sex and intimacy after cancer: Q methodology study of people with
cancer, their partners, and health professionals”. Penelitian tersebut
dilakukan di Australia pada pasien dengan kanker serviks. Wawancara
dilakukan pada 44 wanita dengan kanker, 35 pasangan dan 37 tenaga
kesehatan yang bekerja di onkologi. Penelitian tersebut dilakukan untuk
mengeksplore pengalaman pasien dan professional kesehatan yang
menangani kanker mengenai seksualitas pada konteks kanker serviks. Pasien
maupun pasangan merasakan penurunan fungsi seksual. Kepuasan seksual
diperoleh melalui komunikasi yang baik dan kepuasan non genital.
7
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama untuk melihat gambaran
seksualitas pada wanita. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada
penelitian ini sampel penelitian yang digunakan adalah wanita histerektomi
atas indikasi benign/ non kanker.
2.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Fram, et al. (2013) mengenai “Sexuality
after hysterectomy at University of Jordan Hospital: a teaching hospital
experience”. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Akademik Jordan
University. Sampel 124 pasien dengan Histerektomi atas indikasi benign.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi aktivitas seksual
pasien setelah histerektomi atas indikasi benign dengan studi retrospektif
selama 2 tahun. Didapatkan hasil bahwa sebanyak 93 pasien (75%) pasien
merasakan perbaikan aktivitas seksual setelah 2 tahun dilakukan
histerektomi dan 69 pasien (55,6%) pasangan seksual merasakan perbaikan
yang baik pada aktivitas seksual. Persamaan dengan penelitian ini adalah
sampel penelitian yang digunakan adalah responden atas indikasi benign.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah dalam penelitian Fram, et al. (2013)
jumlah sampel yang digunakan adalah 124 pasien, dimana wawancara
dilakukan oleh dokter yang mengoperasi dan kuesioner digunakan untuk
merekam jawaban yang diberikan oleh masing-masing pasien. Dalam
penelitian ini yang melakukan wawancara adalah peneliti terhadap wanita
setelah TAH.
3.
Penelitian lain dilakukan oleh Varma, et al. (2010) mengenai “The effect of
hysterectomy and/ or oophorectomy on sexual satisfaction”. Penelitian
8
dilakukan di Klinik obstetric dan gynecology FK Universitas Pamukkale,
Turki dengan jumlah sampel 40 orang. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan histerektomi dengan
oophorektomi atau tindakan histerektomi saja terhadap kepuasan seksual.
Dari penelitian tersebut tidak ditemukan perbedaan bermakna antara
histerektomi dengan oophorektomi atau tindakan histerektomi saja pada
bulan ke 3 dan ke 6. Kepuasan seksual mengalami penurunan setelah
histerektomi terutama sensuality, vaginismus dan anorgasmia. Kecemasan
dan depresi menurun setelah operasi. Penelitian ini memiliki keterbatasan
pada beberapa sampel yang sudah dalam tahap menopause sebelum operasi
dan tidak dilakukan analisa terhadap gejala menopause sebelum dan setelah
histerektomi. Persamaan dengan penelitian ini adalah sampel penelitian yang
digunakan adalah responden post histerektomi atas indikasi benign.
Perbedaan: Pada penelitian Varma, et al. (2010) pemberian kuesioner
dilakukan 3 kali: 15 hari sebelum tindakan histerektomi, 3 bulan dan 6 bulan
setelah histerektomi, dimana fokus penelitian pada gejala depresi, gejala
kecemasan, kepuasan seksual. Dalam penelitian ini pemberian kuesioner
dilakukan satu kali, yaitu setelah pasien dilakukan TAH dengan rentang 3-2
bulan post TAH.
4.
Penelitian yang dilakukan oleh McPherson,
et al. (2005) mengenai
“Psychosexual health 5 years after hysterectomy: population based
comparison with endometrial ablation for dysfunctional uterine bleeding” .
Sampel penelitian berjumlah 11.325 orang. Sampel diambil dari 400 rumah
9
sakit di Inggris, Irlandia Utara, Wales. Penelitian kuantitatif dengan studi
prospektive kohort ini bertujuan untuk membandingkan kehilangan hasrat
seksual, berkurangnya keinginan seksual, dan kekeringan vagina 5 tahun
setelah histerektomi tanpa atau dengan bilateral oophorectomy. Responden
penelitian melaporkan bahwa problem psikoseksual semakin meningkat
dimana 80% kehilangan libido, 82% kehilangan keinginan seksual dan 69%
mengalami kekeringan vagina. Persamaan dengan penelitian ini adalah
sampel penelitian yang digunakan adalah responden post histerektomi atas
indikasi benign. Perbedaan dalam penelitian ini adalah penelitian
McPherson dilakukan pada responden dengan riwayat 1,3, dan 5 tahun
post histerektomi dimana kuesioner dikirimkan melalui pos. Sedangkan
dalam penelitian ini responden dengan riwayat 3 bulan-2 tahun post TAH.
5.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Afiyah (2010) mengenai “Kualitas
hidup perempuan yang mengalami histerektomi serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya”.
Sampel berjumlah 10 responden dipilih dengan
purposive sampling, yaitu wanita yang memiliki riwayat histerektomi
minimal delapan bulan sampai 13 tahun di wilayah DKI Jakarta. Penelitian
grounded theory. Dampak yang dirasakan pada perempuan yang mengalami
histerektomi yaitu dampak fisik, psikologi dan sosial. Psikoseksual pada
pasien pascahisterektomi totalis perabdominal, yaitu terjadi kecenderungan
peningkatan fungsi seksualitasnya seperti: frekuensi hubungan seks,
frekuensi orgasme, peningkatan libido dan nyeri saat hubungan seks
berkurang serta kecenderungan penurunan dari pembatasan emosi (cemas
10
ataupun depresi). Persamaan dengan penelitian ini adalah topik yang sama
yaitu mengenai histerektomi , juga menggambarkan mengenai seksualitas
yang merupakan bagian dari kualitas hidup. Perbedaan dengan penelitian
Afiyah (2010) adalah desain penelitian yang digunakan adalah penelitian
kualitatif dengan grounded theory mengenai kualitas hidup yaitu mengenai
aktivitas sehari-hari termasuk didalamnya aktivitas seksual, interaksi sosial,
dukungan keluarga. Penelitian ini dengan pendekatan kuantitatif dan
kualitatif mengenai seksualitas pada wanita setelah TAH.
Download