transitivitas pada kasus kekerasan seksual dalam harian lombok

advertisement
TRANSITIVITAS PADA KASUS KEKERASAN SEKSUAL DALAM HARIAN
LOMBOK POST: SEBUAH POTRET KETERSUDUTAN PEREMPUAN
DI NUSA TENGGARA BARAT
Irma Setiawan
Universitas Muhammadiyah Mataram
Jalan K.H. Ahmad Dahlan No. 1 Mataram-Nusa Tenggara Barat (NTB)
e-mail: [email protected]
Abstrak
Kasus kekerasan seksual dalam pemberitaan media cetak saat ini semakin marak
diperbincangkan. Hal ini tentu tidak luput dari tingginya tingkat pelecehan seksual yang
terjadi dan dialami kaum perempuan di NTB. Beberapa kasus yang teridentifikasi di
antaranya, seperti: kasus pemerkosaan atau pencabulan, penganiayaan atau pembunuhan,
gratifikasi seks, dan kasus kawin cerai. Untuk itu, dalam penelitian ini permasalahan yang
ditelaah berupa analisis transitivitas pada beberapa jenis kasus yang telah teridentifikasi pada
harian Lombok Post. Sejalan dengan itu, tujuan analisis ini adalah mengungkap berbagai
ihwal kekerasan seksual yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam media cetak.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori LFS oleh Halliday yang terfokus pada
analisis teks dan konteks dalam kasus kekerasan seksual di harian Lombok Post. Sumber data
hanya diperoleh pada teks pemberitaan kekerasan gender di media Lombok Post. Data yang
terkumpul dianalisis dengan metode kombinasi, yakni deskriptif kualitatif dan kuantitatif
guna mendeskripsikan penelitian secara sistematis, kategorisasi, dan terpola. Hasil penelitian
ini berupa fakta dominasi tindakan laki-laki terhadap perempuan dalam kasus kekerasan
seksual di wilayah NTB yang sebelumnya telah dianalisis melalui sistem transitivitas.
Perempuan lebih sering ditampilkan sebagai korban, sedangkan laki-laki kerap diposisikan
sebagai pelaku tindakan dalam kekerasan seksual, sehingga pihak perempuan paling sering
dirugikan dalam interaksinya terhadap pihak laki-laki di masyarakat.
Kata kunci: transitivitas, kekerasan seksual, harian Lombok Post, LFS.
Abstract
Sexual violence case on print media nowadays coverage increasingly widespread discussion.
It is not far from the high levels of women sexual abuse in NTB. Some cases which are
identified among them, such as rape case or sexual abuse, mistreatment or murder, sexual
gratification, and divorce-remarriage case. Therefore, this study explores any relate issues of
that topic, that is the transitivity in some types of cases that have been identified in Lombok
Post. Accordingly, this analysis is to reveal the various happenings of sexual violence that
occurs between men and women in the print media. Theory of LFS by Halliday is used on
this research especially his theory which focus on the text and the context analysis in cases
of sexual violence in Lombok Daily Post. Text of gender violence on Lombok Post become
the data source in this research. The data were analyzed using the combination method,
namely descriptive qualitative and quantitative research in order to describe systematically,
categorized, and patterned. The result is dominance fact of men’s action against women in
sexual violence case in the region of NTB which had previously been analyzed through
transitivity system. Women are more often shown as victims, while men are often positioned
as the perpetrator of act of sexual violence, so that women are often at disadvantage position
when interact with men side in community.
Keywords : transitivity , sexual violence , Lombok Daily Post, LFS.
1. Pendahuluan
Kekerasan seksual ialah kekerasan fisik dan psikis yang terjadi pada peran atau
kedudukan antara pihak laki-laki terhadap perempuan dalam interaksi sosial di suatu
59
Vol.2, No.1 Februari 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
masyarakat. Sejalan dengan itu, realitas di lapangan ditunjukkan bahwa kasus kekerasan
gender, khususnya kekerasan seksual terhadap perempuan cukup tinggi terjadi di
Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal ini didasari atas data Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (2009:9); (2010:9); (2011:8); (2012:18);
(2013:34) tercatat angka Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) di NTB pada lima tahun
terakhir mencapai 3.234 kasus, dengan rincian kasus; tahun 2008 (530 kasus), tahun
2009 (1172 kasus), tahun 2010 (1023 kasus), tahun 2011 (285 kasus), dan tahun 2012
(224 kasus). KTP didominasi atas kekerasan fisik berupa pemerkosaan, pencabulan, dan
pembunuhan bermotif asmara, dengan perhitungan tidak semua kasus tercatat secara
akurat dikarenakan para pelapor tidak berani atau takut melapor.
Berdasarkan data KTP di atas, tindak kekerasan seksual cenderung fluktuatif,
tetapi tidak secara keseluruhan kasus tercatat dikarenakan adanya rasa takut ataupun
malu melapor ke aparat berwenang, sehingga dimungkinkan tingkat kekerasan gender
lebih tinggi dari data yang tercatat. Dalam pada itu, isu kekerasan gender juga sering
ditemukan pada kolom-kolom pemberitaan media, baik itu media cetak atau elektronik.
Dalam pemberitaannya, media kerap dianggap tidak berimbang dalam penyajian suatu
kasus atau peristiwa tindak kekerasan. Hal ini tercermati dan dapat ditelusuri pada diksi
atau rangkaian klausa teks berita yang diangggap kurang profosional. Artinya, tindak
kekerasan yang masih terencana dideskripsikan oleh wartawan telah terjadi, sehingga
pelaku atau korban seolah-olah telah mengalami peristiwa tidak menyenangkan
dalam interaksi sosialnya yang sebenarnya dalam realita, baik pelaku atau korban
belum terlibat dalam kasus tersebut secara pasti. Persoalan diksi dalam klausa teks
pemberitaan ini, tidak lagi dianggap sebagai suatu kelumrahan berita, tetapi terindikasi
adanya motif pengeksploitasian korban perempuan dan pelaku laki-laki dalam laporan
pemberitaannya.
Untuk itu, media seharusnya berlaku proporsi, presisi, dan bertanggung jawab
dalam setiap rekonstruksi realitas suatu peristiwa di lapangan menjadi fakta-fakta
dalam teks berita yang disajikan. Seorang wartawan harus bersikap bijak dan tidak
mencondongkan acuan kasus, pada salah seorang pelibat (korban atau pelaku) dalam
suatu realitas peristiwa, sehingga teks berita yang disugguhkan media pada khalayak
pembaca memiliki pengkauan dan kredibilitas fakta yang akurat dan terpercaya. Hal ini
sebelumnya telah diatur dalam UU Pers No. 40 pasa 7 tahun 1999 yang memuat tentang
profesionalitas wartawan. Lebih dari itu, masyarakat seyogainya bersikap kritis dan
cermat dalam penginterpretasian setiap fakta suatu kasus dalam teks berita. Apakah suatu
kasus benar adanya? ataukah hanya rekayasa rekonstruksi realitas menjadi fakta yang
difaktualkan pewarta berita.
Terkait dengan fenomena-fenomena di atas, pencermatan intensif terhadap kasus
kekerasan seksual terfokus pada teks-teks pemberitaan media cetak, dalam hal ini Harian
Lombok Postdijadikan sebagai objek sasarkaji peneliti dalam mengungkap realitas
gender dalam teks-teks berita yang kemudian ditelaah berdasarkan pendekatan Linguistik
Fungsional Sistemik (LFS), dengan tujuan untuk pendeskripsian proporsi realitas teks
berita pada media. Sejalan dengan itu, pengungkapan proporsi teks berita kekerasan seksual
dengan pendekatan LFS, hanya terfokuskan pada permasalahan analisis transitivitas
pada teks-teks berita kekerasan seksual dalam Harian Lombok Post guna mencermati
ketersudutan pihak perempuan di NTB. Dengan demikian, pengkajian ini diharapkan
dapat mengungkap realitas dan ketidakberimbangan teks berita dalam pemberitaan para
pewarta berita, sehingga pada akhirnya para penikmat warta dapat memperoleh informasi
60
Vol.2, No.1 Februari 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
yang akurat, terpercaya, dan bertanggung jawab.
2. Teori
Pengkajian LFS diperkenalkan oleh Halliday (1985);(1991);(2004);(2014). Disebut
sistemic pada pengkajian ini karena berakar pada kata sistem yang artinya representasi
dari teori terhadap hubungan paradigmatik. LFS yang berupaya ditelaah dengan bahasa
sebagai suatu sistem tanda yang dapat dianalisis berdasarkan struktur bahasa dan
penggunaan bahasa. LFS sebagai suatu kajian penelaahan dengan bahasa sebagai suatu
sistem arti dan sistem lain (sistem bentuk dan ekspresi). Kajian ini didasarkan pada dua
konsep dasar yang berbeda dengan aliran linguistik lainnya, yakni; (a) bahasa merupakan
fenomena sosial yang berwujud sebagai semiotik sosial dan (b) bahasa merupakan teks
yang berkaitan dan saling memengaruhi dengan konteks sosial, sehingga kajian bahasa
tidak pernah terlepas dari konteks sosial. Perealisasian pengalaman linguistik dalam teks
berita kekerasan seksual dapat dicermati melalui sistem transitivitas di antaranya sebagai
berikut (Halliday, 2014); a) proses (material, mental, relasional, tingkah laku, verbal, dan
wujud), b) partisipan (partisipan I/interaktan dan partisipan II/non-interaktan), dan c)
sirkumstan (waktu ‘lokasi dan tempat’, lokasi ’tempat dan waktu’, cara, sebab, lingkungan,
penyerta, peran, masalah, dan pandangan.
Analisis teks sebagai suatu studi terhadap struktur pesan dalam interaksi penutur
(lisan atau tulisan) dalam komunikasi. Teks merupakan unsur utama dalam pengkajian LFS.
Halliday &Hasan, (1992:13) teks merupakan bahasa yang berfungsi, yang dimaksudkan
bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi. Teks tidak terlepas
dari konteks sosial, keduanya saling berhubungan erat, karena teks merupakan tulisan yang
memperkuat makna (Piliang, 2010:341). Hubungan teks dengan konteks sosial adalah
hubungan konstrual, artinya konteks sosial menentukan dan ditentukan oleh teks. Dalam
pada itu, Fairclough (1995:103) menjelaskan teks tidak hanya menampilkan bagaimana
suatu subjek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek didefinisikan.
Teks merupakan unit arti atau unit semantik (makna), bukan unit tata bahasa (gramatika),
seperti kata, frasa, klausa. paragraf, dan naskah. Teks terbentuk bukan dalam keadaan
terisolasi, melainkan dikonstruksikan melalui sistem sosial, yaitu konteks. Halliday &
Mathiessen (2004:1);(2014) teks haruslah diperhatikan pada dua visi utama; 1) fokus pada
teks sebagai objek dalam dirinya sendiri dan 2) fokus pada teks sebagai alat untuk mencari
tahu tentang sesuatu yang lain. Artinya, teks dapat menyatakan dirinya melalui isi teks
tersebut dan setiap teks dapat mendorong seseorang untuk memahami makna di luar teks,
yaitu konteks. Namun, perlukiranya dipertimbangkan usulan Renkema (2004:36) sesuatu
hal bisa dikatakan teks, tergantung situasi tertentu. Artinya sesuatu hal bisa dikatakan teks
apabila disertai dengan konteks situasi.
Lebih lanjut, terkait dengan kekerasan seksual tersebut, Fakih (2012:17); Darma
(2009:179); bandingkan juga dengan pernyataan Badara (2012:69) menjelaskanada
beberapa bentuk kekerasan yang dikategorikan dalam kekerasan gender, di antaranya:
a) pemerkosaan, termasuk pemerkosaan dalam perkawinan, penganiayaan, dan bahkan
pembunuhan; b) kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence) atau KDRT, termasuk
di dalamnya kekerasan terhadap anak-anak; c) bentuk penyiksaan pada organ alat kelamin
(genital multilation); d) kekerasan dalam bentuk prostitusi, kekerasan ini diselenggarakan
oleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan perempuan; d) kekerasan dalam bentuk
pornografi, jenis kekerasan ini adalah nonfisik, yaitu pelecehan terhadap perempuan demi
keuntungan seseorang; e) kekerasan dalam bentuk sterelisasi dalam Keluarga Berencana
61
Vol.2, No.1 Februari 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
(KB) dalam rangka memenuhi target mengontrol pertumbuhan penduduk; f) ekerasan
terselubung, yaitu menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan tanpa kerelaan
dari si pemilik tubuh; dan g) pelecehan seksual lainnya, seperti pada pemberitaanpemberitaan media yang mempergunakan lelucon jorok atau seksis secara vulgar dalam
pemberitaannya.
Media (Sobur, 2009:29) sesuguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat
dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Media
berusaha sebagai representasi realitas ke dalam fakta-fakta berita media. Kekuatan media
tidakhanyaditentukanoleh pengaruhpada khalayak, namun juga, bagi Van Dijk (1993:241)
ditentukan oleh suatu jaringan yang kompleks,organisasielitatau aktorsosial lainnyayang
kuat. Media berpotensi untuk diintervensi oleh pihak yang dominan atau superior.
Keseluruhan fakta berita pada media bukanlah semata-mata berupa realitas di lapangan,
menurut Eriyanto (2009a:19) fakta atau peristiwa adalah hasil proses konstruksi.
3. Metode Penelitian
Pada penelitian ini, dibedakan dua bentuk pendekatan, yakni pendekatan penelitian
dan pendekatan analisis. Pendekatan penelitian merupakan suatu paradigma peneliti dalam
merekonstruksi bentuk atau sifat penelitiannya, sedangkan pendekatan analisis merupakan
suatu paradigma peneliti dalam merekonstruksi bentuk analisis yang dipergunakan pada
suatu teks. Pendekatan penelitian yang dipergunakan pada berupa pendekatan kombinasi
(mixed methods) yang menggambungkan dua metode penelitian, yakni metode penelitian
kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan ini dipergunakan bersamaan dengan asumsi dasar
sebagai upaya terbaik untuk mendapatkan pemahaman terhadap permasalahan penelitian
(Creswell, 2012a:535;2012b:311); (Brannen, 2005); bandingkan dengan (Denzin &
Lincoln, 2000) dan (Syamsuddin & Damaianti, 2009:73).
Seting penelitian yang digunakan pada analisis teks pemberitaan kekerasan gender,
berupa penentuan lokasi, populasi, maupun sampel penelitian tidak seperti penelitian
pada umunya, melainkan penelitian ini menelaah data berwujud teks tulis, sebagai hasil
rekonstruksi media cetak. Sumber data yang digunakan dengan pengumpulan langsung teks
kewacanaan di media Lombok Post. Walaupun demikian, terkait dengan data penelitian,
diperlukan beberapa sampel data yang representatif guna keterwakilan keseluruhan
data, karena perlu untuk diperhatikan bahwa sampel data penelitian, cukup seseorang
atau satu data tetapi representative, sebaliknya, terlalu riskan jika data sampel hanya
seseorang atau satu data saja, karena data yang diperoleh tidak bisa dikorelasikan silang
demi keabsahannya. (Samarin, 1988); bandingkan dengan (Mahsun, 2007:29). Untuk itu,
peneliti menetapkan pengambilan data pada harianLombok Post yang dilakukan melalui
satu tahapan, yakni dilakukan pada tanggal 1 Maret 2013 – 31 Mei 2013 (keseluruhannya
selama tiga bulan) dengan jumlah data transkrip mencapai 25 data berita.
Dalam penelitian ini, metode penyediaan data yang digunakan adalah metode
pustaka melalui teks-teks pemberitaan kekerasan gender pada media cetak (lihat Ratna,
2012:196). Hal ini dipergunakan guna pengumpulkan seluruh teks pemberitaan kriminal
yang berperspektif gender yang menunjukkan ketidakberimbangan pembahasaan sehingga
menimbulkanpenafsiran di balik ideologi terselubung. Data yang terkumpul hanya
bersumber pada media cetak Lombok Post dengan edisi 1 Maret 2013 – 31 Mei 2013.
Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data, yakni; teknik baca guna pencermatan
dan pemolaan data dan teknik catat guna mendata dan melihat relasi, dalam hal ini
adalah relasi setiap konstruksi diksi dalam kebahasaan media tersebut (Ratna, 2012:245);
62
Vol.2, No.1 Februari 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
bandingkan dengan (Muhammad, 2011:168); bandingkan dengan (Mahsun, 2007:131),
teknik dokumentasi bertujuan untuk pengumpulan data penelitian yang bersumber pada
media cetak Lombok Post (lihat Moleong, 2007:216). Disamping itu, dengan mencatat
data, maka akan memudahkan untuk pengkategorian/pemolaan, pengolahan transitivitas,
dan pendeskripsian muatan ideologi pada teks pemberitaan.
Data dianalisis dengan metode kombinasi (mixed methods), yakni kualitatif
dipergunakan untuk melakukan kategorisasi dan pemolaan diksi yang menstereotipkan
perempuan atau laki-laki dalam teks media Lombok Post, sedangkan pada kuantitatif
dipergunakan statistik deskriptif untuk mendeskripsikan perhitungan persentase
transitivitas guna mendukung analisis kualitatif. Tujuan analisis kualitatifadalah untuk
melakukan penyeleksian dan pengorganisasian yang rasional terhadap kategori-kategori
yang ada sebagai makna utama pada teks tertentu (Titscher, dkk, 2009:106); bandingkan
Chadwick, dkk (1991:239), sedangkan kuantitatif bertujuan untuk mendukung analisis
data temuan kualitatif dalam penelitian tentang data yang terukur (misalnya; persentase
transitivitas dalam teks pemberitaan) (Brannen, 2005:42). Dengan demikian, diperoleh
gambaran yang jelas tentang bentuk dan pola serta persentase transitivitas kekerasan
seksual dalam teks pemberitaan di media cetak Lombok Post.
Prosedur analisis data kualitatif dilakukan dengan mengutip pernyataan Miles dan
Huberman (1992:16); bandingk Emzir (2010) yang menyatakan bahwa tahapan analisis
data dapat dilakukan melalui tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu;
reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan/verifikasi.
4. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis transitivitas (dalam tiga bentuk pengalaman linguistik,
yakni; proses, partisipan, dan sirkumstan) yang dilakukan dalam teks berita Harian
Lombok Post, kasus kekerasan seksual yang teramati berjumlah 25 data kasus yang terbagi
dalam beberapa bentuk tindakan. Tindakan tersebut di antaranyai; 1) pemerkosaan atau
pencabulan [18 kasus], 2) pembunuhan [3 kasus], 3) pemukulan atau penganiayaan [2
kasus], 4) gratifikasi seks atau prostitusi [1 kasus], dan 5) perampasan atau perampokan
[1 kasus]. Adapun deskripsinya sebagai berikut.
4.1 Kasus pemerkosaan atau pencabulan
Pada kasus pemerkosaan atau pencabulan, ditemukan konstuksi klausa para jurnalis
dalam teks pemberitaan kekerasan seksual di Lombok Post yang didominasi atas proses
material (43,79%). Hal ini berarti, seorang wartawan dalam peliputan dan pelaporan suatu
kasus, berusaha mendeskripsikan pemberitaan secara faktual dengan penyajian pola atau
tingkah para pelibat dalam suatu teks pemberitaan. Pada aspek pelibat dalam teks, terdapat
pemosisian partisipan I (55,82%) lebih dominan dibandingkan partisipan II (44,18%)
yang berarti para wartawan dalam perekonstruksian suatu kasus, sangat ditekankan
pada partisipan I sebagai pelaku aksi atau tindakan dalam suatu kasus. Dalam pada itu,
keterlibatan para partisipan yang terdiri atas pihak perempuan dan pihak laki-laki dengan
rincian persentase, yakni tingkat keterlibatan pihak perempuan (50%) dengan peranan
hanya sebagai korban (100%), sebaliknya pihak laki-laki dengan tingkat keterlibatan
(50%) tetapi hanya berperan sebagai pelaku (100%). Itu artinya, pihak perempuan kerap
sebagai korban penderita atas tindakan yang dilakukan pihak laki-laki. Di samping itu,
juga terdapat penggunaan sirkumstan lokasi (tempat dan waktu) 47,33%, yang berarti
suatu teks pemberitaan lebih ditonjolkan pada pengidentifikasian lokasi kasus guna
63
ISSN 2442-3475
JURNAL TUTUR
Vol.2, No.1 Februari 2016
perekonstruan realitas dalam pemberitaan, berikut ini.
4.1.1 Proses
Keseluruhan persentase perhitungan proses pada kasus pemerkosaan dan pencabulan
pada harian Lombok Post dapat dicermati pada tabel 4.0 di bawah ini.
Tabel 4.0: Tabel Proses pada Kasus Pemerkosaan atau Pencabulan
No.
1
2
3
4
5
6
Proses
Material
Mental
Relasional
Tingkah Laku
Verbal
Wujud
Jumlah
Jumlah
74
19
8
17
45
6
169
Persentase (%)
43,79
11,24
4,73
10,06
26,63
3,55
100
4.1.2 Partisipan
Persentase keterlibatan partisipan laki-laki dan perempuan pada kasus pemerkosaan
dan pencabulan pada harian Lombok Post dapat dicermati pada tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1: Tabe Partisipan pada Kasus Pemerkosaan atau Pencabulan
No.
1
2
Kedudukan
Partisipan I
Partisipan II
Jumlah
Kasus Pemerkosaan atau
Pencabulan
Pelaku
Korban
Total Keterlibatan
Jumlah
163
129
292
Perempuan
Laki-laki
18
18
18
18
Persentase (%)
55,82
44,18
100
Persentase
(%)
P (0) L (100)
P (100) L (0)
P (50) L (50)
4.1.3 Sirkumstan
Persentase sirkumstan pada kasus pemerkosaan dan pencabulan pada harian Lombok
Post dapat dicermati pada tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2: Tabel Sirkumstan pada Kasus Pemerkosaan atau Pencabulan
No. Jenis Sirkumstan
Jumlah
Persentase (%)
1
Sirkumstan Rentang
4
3,05
2
Sirkumstan Lokasi
62
47,33
3
Sirkumstan Lingkungan
3
2,29
4
Sirkumstan Sebab
3
2,29
5
Sirkumstan Masalah
8
6,11
6
Sirkumstan Peran
3
2,29
7
Sirkumstan Penyerta
3
2,29
8
Sirkumstan Pandangan
2
1,53
9
Sirkumstan Cara
43
32,82
131
100
Jumlah
64
ISSN 2442-3475
JURNAL TUTUR
Vol.2, No.1 Februari 2016
4.2 Kasus pembunuhan
Pada kasus pembunuhan diperoleh dominasi; proses material (61,54%), partisipan I
(54,54%) dan pelibat pihak perempuan (60%) dengan rincian hanya sebagai korban 100%
dan pelaku (33,33%), sedangkan pihak laki-laki (40%) dengan rincian sebagai pelaku
(66,67%) dan tidak pernah menjadi korban pembunuhan oleh perempuan, dan sirkumstan
masalah (14,29%). Keseluruhan persentase pada kasus pembunuhan ini diperlihatkan
sikap wartawan dalam menyajikan kasus pembunuhan dengan pengabtraksian realitas
secara faktual melalui pengidentifikasian tingkat keterlibatan partisipan perempuan dan
laki-laki dalam berbagai motif masalah yang memicu timbulnya suatu konflik gender.
Lebih jelasnya dapat disimakberikut ini.
4.2.1 Proses
Persentase proses pada kasus pembunuhan pada harian Lombok Post dapat dicermati
pada tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3: Tabel Proses pada Pembunuhan
No.
1
2
3
4
5
Proses
Material
Mental
Relasional
Tingkah Laku
Verbal
Jumlah
Jumlah
24
8
1
1
5
39
Persentase (%)
61,54
20,52
2,56
2,56
12,82
100
4.2.2 Partisipan
Persentase keterlibatan partisipan laki-laki dan perempuan pada kasus pembunuhan
pada harian Lombok Post dapat dicermati pada tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4: Partisipan pada Pembunuhan
No.
1
2
Kedudukan
Partisipan I
Partisipan II
Jumlah
Kasus Pembunuhan
Pelaku
Korban
Total Keterlibatan
Jumlah
42
35
77
Perempuan
Laki-laki
1
2
3
2
2
Persentase (%)
54,54
45,45
100
Persentase
(%)
P (33,33) L (66,67)
P (100) L (0)
P (60) L (40)
4.2.3 Sirkumstan
Persentase sirkumstan pada kasus pembunuhan pada harian Lombok Post dapat
dicermati pada tabel 4.4 di bawah ini.
65
Tabel 4.5: Sirkumstan pada Pembunuhan
No.
1
2
3
4
5
6
ISSN 2442-3475
JURNAL TUTUR
Vol.2, No.1 Februari 2016
Jenis Sirkumstan
Sirkumstan Rentang
Sirkumstan Lokasi
Sirkumstan Sebab
Sirkumstan Masalah
Sirkumstan Penyerta
Sirkumstan Cara
Jumlah
Jumlah
2
4
1
6
1
21
35
Persentase (%)
5,71
11,43
2,86
14,29
2,86
60
100
4.3 Kasus Pemukulan atau Penganiayaan
Pada kasus pemukulan atau penganiayaan, didominasi beberapa aspek, yakni proses
material (37,5%), partisipan I (53,33%) dan keterlibatan partisipan perempuan (50%)
dengan hanya sebagai korban pihak laki-laki (100%), sedangkan keterlibatan pihak
laki-laki (50%) dengan hanya sebagai pelaku pemukulan atau penganiayaan terhadap
perempuan (100%), dan sirkumstan lokasi (83,33%). Hal ini sebagai penanda bahwa
sikap jurnalis dalam pemberitaan kasus pemukulan atau penganiayaan, diidentifikasi
secara faktual dengan dikedepankannya aspek yang teramati (nyata) dalam berbagai
konteks lokasi (waktu dan tempat) dengan pedeskripsian intensitas keterlibatan pelaku
laki-laki sebagai pelaku yang melakukan pemukulan atau penganiayaan terhadap korban
perempuan. Lebih jelasnya dapat dicermati pada tabel 4.6, 4.7, dan 4.8 di bawah ini.
4.3.1 Proses
Persentase proses pada kasus pemukulan atau penganiayaan pada harian Lombok
Post dapat dicermati pada tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.6: Proses pada Kasus Pemukulan atau Penganiayaan
No.
1
2
3
4
5
Proses
Material
Mental
Relasional
Tingkah Laku
Verbal
Jumlah
Jumlah
3
1
1
2
1
8
Persentase (%)
37,5
12,5
12,5
25
12,5
100
4.3.2 Partisipan
Persentase keterlibatan partisipan pada kasus pemukulan atau penganiayaan pada
harian Lombok Post dapat dicermati pada tabel 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.7: Partisipan pada Kasus Pemukulan atau Penganiayaan
No.
1
2
Kedudukan
Partisipan I
Partisipan II
Jumlah
8
7
15
Jumlah
Kasus Pemukulan atau Penganiayaan
Pelaku
Korban
Total Keterlibatan
Perempuan
Laki-laki
1
1
1
1
66
Persentase (%)
53,33
46,67
100
Persentase
(%)
P (0) L (100)
P (100) L (0)
P (50) L (50)
ISSN 2442-3475
JURNAL TUTUR
Vol.2, No.1 Februari 2016
4.3.3 Sirkumstan
Persentase keterlibatan partisipan pada kasus pemukulan atau penganiayaan pada
harian Lombok Post dapat dicermati pada tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.8: Sirkumstan pada Kasus Pemukulan atau Penganiayaan
No.
1
2
Jenis Sirkumstan
Sirkumstan Lokasi
Sirkumstan Cara
Total
Jumlah
5
1
6
Persentase (%)
83,33
16,67
100
4.4 Kasus gratifikasi seks atau prostitusi
Pada kasus gratifikasi seks atau prostitusi diperoleh dominasi proses verbal
(42,85%), partisipan I (61,76%) dan keterlibatan pihak perempuan (50%) dengan hanya
sebagai korban (100%), sebaliknya keterlibatan pihak laki-laki (50%) dengan hanya
sebagai pelaku (100%), dan sirkumstan cara (40%). Hal ini berarti pihak wartawan dalam
pemberitaan berusaha menyajikan kasus gratifikasi seks atau prostitusi dengan penekanan
pada aspek pengakuan para pelaku atau pelibat kasus, yakni antara pihak perempuan dan
laki-laki yang ditampilkan dalam berbagai motif atau cara tindakan.
4.4.1 Proses
Persentase keterlibatan partisipan pada kasus gratifikasi seks atau prostitusipada
harian Lombok Post dapat dicermati pada tabel 4.9 di bawah ini.
Tabel 4.9: Proses pada Kasus Gratifikasi Seks atau Prostitusi
No. Proses
Jumlah
Persentase (%)
1
Material
6
28,57
2
Relasional
2
9,52
3
Tingkah Laku
3
14,29
4
Verbal
9
42,85
5
Wujud
1
4,76
21
100
Jumlah
4.4.2 Partisipan
Persentase keterlibatan partisipan laki-laki dan perempuangratifikasi seks atau
prostitusi pada harian Lombok Post, dapat dicermati pada tabel 4.10 di bawah ini.
Tabel 4.10: Partisipan pada Kasus Gratifikasi Seks atau Prostitusi
No.
1
2
Kedudukan
Partisipan I
Partisipan II
Jumlah
21
13
34
Jumlah
Kasus Gratifikasi Seks atau
Prostitusi
Pelaku
Korban
Total Keterlibatan
Perempuan
Laki-laki
1
1
1
1
67
Persentase (%)
61,76
38,24
100
Persentase
(%)
P (0) L (100)
P (100) L (0)
P (50) L (50)
ISSN 2442-3475
JURNAL TUTUR
Vol.2, No.1 Februari 2016
4.4.3 Sirkumstan
Persentase sirkumstan pada kasus gratifikasi seks atau prostitusi pada harian Lombok
Post, dapat dicermati, pada tabel 4.10 di bawah ini.
Tabel 4.11: Sirkumstan pada Kasus Gratifikasi Seks atau Prostitusi
No.
Jenis Sirkumstan
Jumlah
Persentase (%)
1
Sirkumstan Rentang
2
6,67
2
Sirkumstan Lokasi
9
30
3
Sirkumstan Lingkungan
1
3,33
4
Sirkumstan Masalah
3
10
5
Sirkumstan Penyerta
3
10
6
Sirkumstan Cara
12
40
30
100
Total
4.5 Kasus perampasan atau perampokan
Pada pemberiataan kasus yang terakhir tentang tidak perampasan atau perampokan
yang dialami para partisipan yang didominasi atas proses material (60%), partisipan I
(62,5%) dan keterlibatan pihak perempuan (50%) dengan hanya sebagai korban (100%)
kekerasan pihak laki-laki, sedangkan keterlibatan pihak laki-laki (50%) dengan hanya
sebagai pelaku (100%) kekerasan terhadap perempuan, dan sirkumstan lokasi (40%).
Persentase ini menandakan bahwa sikap wartawan dalam pemberitaan kasus perampasan
atau perampokan yang disajikan secara faktual dengan pendeskripsian keterlibatan para
partisipan dan pendeskripsian kasus dengan mencermati setiap lokasi kejadian.
4.5.1 Proses
Persentase proses pada kasus perampasan atau perampokan pada harian Lombok
Post, dapat dicermati, pada tabel 4.12 di bawah ini.
Tabel 4.12: Proses pada Kasus Perampasan atau Perampokan
No.
Proses
Jumlah
Persentase (%)
1
Material
3
60
2
Verbal
1
20
3
Wujud
1
20
5
100
Jumlah
4.5.2 Partisipan
Persentase keterlibatan partisipan laki-laki dan perempuan pada kasus perampasan
atau perampokan pada harian Lombok Post, dapat dicermati, pada tabel 4.13 di bawah
ini.
68
Vol.2, No.1 Februari 2016
ISSN 2442-3475
JURNAL TUTUR
Tabel 4.13: Partisipan pada Kasus Perampasan atau Perampokan
No. Kedudukan
Jumlah
Persentase (%)
1
Partisipan I
5
62,5
2
Partisipan II
3
37,5
8
100
Jumlah
Kasus Perampasan atau
Perampokan
Pelaku
Korban
Total Keterlibatan
Perempuan
Laki-laki
1
1
1
1
Persentase
(%)
P (0) L (100)
P (100) L (0)
P (50) L (50)
4.5.3 Sirkumstan
Persentase keterlibatan partisipan laki-laki dan perempuan pada kasus perampasan
atau perampokan pada harian Lombok Post, dapat dicermati, pada tabel 4.14 di bawah
ini.
Tabel: 4.14: Sirkumstan pada Kasus Perampasan atau Perampokan
No. Jenis Sirkumstan
Jumlah
Persentase (%)
1
Sirkumstan Lokasi
2
40
2
Sirkumstan Sebab
1
20
3
Sirkumstan Masalah
1
20
4
Sirkumstan Cara
1
20
5
100
Total
5. Simpulan dan Saran
Berdasarkan analisis transitivitas pada kasus kekerasan seksual di atas ternyata
sebagian besar teks ditampilkan pada proses material dengan sirkumstan lokasi dan cara,
sedangkan pelibat pihak laki-laki sangat mendominasi peran pelaku pada seluruh jenis
kasus kekerasan seksual, sedangkan pihak perempuan kerap sebagai korban. Hal ini artinya,
dalam setiap kasus, pihak perempuan kerap dijadikan sebagai sasaran kekerasan fisik dan
psikis, seperti dalam kasus; pemerkosaan atau pencabulan, pembunuhan, pemukulan atau
penganiayaan, gratifikasi seks (sex) atau prostitusi dan perampasan atau perampokan.
Oleh karena itu, pengkajian LFS dengan analisis transitivitas pada pemberitaan kekerasan
seksual dalam media cetak Lombok Post diharapkan dapat dijadikan sebagai gambaran
nyata tentang rekonstruksi para jurnalis terhadap teks pemberitaan kekerasan seksual di
media cetak NTB.
DAFTAR PUSTAKA
Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta:
Kencana.
Brannen, Julia. 2005. Memadu Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Diterjemahkan oleh H. Nuktah Arfawie
69
Vol.2, No.1 Februari 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
Kurde, dkk. dari judul Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Reseacrh. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Creswell, J. W. 2009. Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. 2nd
Ed. Los Angeles: Sage Publication..
Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: CV Yrama Widya.
Denzin, Norman K. & Yvona S. Lincoln. 2000. Handbook of Qualitative Research. London: Sage
Publication.
Djajasudarma, T. Fatimah. 2006. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: Refika
Aditama.
Eggins, Suzanne. 2004. An Introducing to Systemic Functional Linguistics. London: Continuum.
Emzir. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Eriyanto. 2009. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.
Fakih, Mansour. 2012. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fairclough, Norman. 1995. Media Discourse. London: Edward Arnold.
Gerot, L. & P. Wignell 1994. Making Sense of Functional Grammar. Sydney: Gerd Stabler
Halliday, M.A.K.. 1985. “Systemics Background”, dalam Benson, J. D. and W.S. Greaves (eds) Systemic
Perpectives on Discourse, Vol. I, Norwood: Ablex Publishing, 1-15.
Halliday, M.A.K. & Ruqaiya Hasan.1992. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam
Pandangan Semiotik Sosial. Diterjemahkan oleh Asruddin Barori Tou & M. Ramlan dari judul
Language, Context, and Text: Aspect of Language in a Social-Semiotic Perspective. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Halliday, M.A.K.. 1994. An Introduction to Functional Grammar. London: Arnold.
Halliday, M.A.K. & Christian M.I.M Matthiessen. 2004. An Introduction to Functional Grammar. London:
Arnold.
Mahsun. 2007. Edisi Revisi: Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Moeleong, Lexy J.. 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Miles, Matthew B. Dan A. Michael Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang
Metode-metode Baru. Diterjemahkan oleh Tjejep Rohendi R. Jakarta: UI-Press.
Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia.
Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Administrasi Publik: Studi tentang Kualitas Kesetaraan Gender dalam
Administrasi Publik Indonesia Pasca Reformasi 1998-2002. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Piliang, Yasraf Amir. 2010. Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya & Matinya Makna. Bandung:
Matahari.
Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada
Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Renkema, Jan. 2004. Introducing to Discourse Studies. Amsterdam: John Bejamin Publishing Company.
Saragih, A. 2006. Bahasa dalam Konteks Sosial: Pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik terhadap
Tata bahasa dan Wacana. Medan: Pascasarjana Unimed Press.
Samarin, W. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Seri ILDEP. Yogyakarta: Kanisius.
Sobur, Alex. 2009. Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis
Framing. Bandung: PT Rosda Karya.
Tim Penyusun. 1999. Undang-Undang No. 40 tentang Pers. Jakarta: PWI.
Tim Penyusun. 2009. Kerentanan Perempuan Terhadap Kekerasan Ekonomi & Kekerasan Seksual:Di
Rumah Pendidikan dan Lembaga Negara (Catatan KTP tahun 2008). Jakarta:Komnas Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan.
70
Vol.2, No.1 Februari 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
Tim Penyusun. 2010. Tak Hanya di Rumah:Pengalaman Perempuan akan Kekerasan di Pusaran Relasi
Kekuasaan yang Timpang (Catatan KTP tahun 2009). Jakarta:Komnas Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan.
Tim Penyusun. 2011. Teror dan Kekerasan Terhadap Perempuan: Hilangnya Kendali Negara (Catatan
KTP tahun 2010). Jakarta:Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Tim Penyusun. 2012. Stagnasi Sistem Hukum: Menggantung Asa Perempuan Korban, Catatan Kekerasan
Terhadap Perempuan (Catatan KTP tahun 2011). Jakarta:Komnas Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan.
Tim Penyusun. 2013. Korban Berjuang, Republik Bertindak:Mendobrak Stagnasi Sistem Hukum (Catatan
KTP tahun 2012). Jakarta:Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Titscher, Stefan, dkk.. 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana. Diterjemahkan oleh Gazali dkk (Editor
Abdul Syukur Ibrahim) dari Judul Methods of Text and Discourse Analysis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Van Dijk, Teun A. 1993. Elite Discourse and Rasicm. London: Sage Publication.
Surat Kabar
Lombok Post Edisi 1 Maret – 31 Mei 2013.
71
Download