View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB III
GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI SUNGAI NIL
A. Potensi Sungai Nil
Sungai Nil merupakan salah satu sungai terpanjang di dunia. Mengalir
sepanjang 6695 km1 dari sumbernya yaitu Danau Viktoria yang terletak di
Uganda kemudian mengalir pada kedua anak Sungai Nil utama yaitu Nil Biru
dan Nil Putih. Sungai lintas negara ini melalui sembilan negara di Afrika yaitu
Uganda, Ethiopia, Rwanda, Burundi, Tanzania, Kenya, Kongo, Sudan, dan
Mesir. Uganda dan Ethiopia merupakan negara hulu dan Mesir sebagai negara
hilirnya. Setiap harinya sungai ini memiliki laju air sebanyak 300 juta m3.
Sungai
Nil
mempunyai
peranan
yang
amat
penting
bagi
keberlangsungan negara-negara yang dilewatinya karena mereka menjadikan
Sungai Nil sebagai sumber air bersih utamanya. Kurang lebih 160 juta
penduduk tinggal di sekitar Sungai Nil dan 300 juta penduduk negara-negara
Nile Basin menggantungkan hidupnya dari Sungai Nil,2 karena itu Sungai Nil
menjadi sumber peradaban bagi negara-negara yang dilaluinya contohnya saja
Mesir. Bagi Mesir Sungai Nil merupakan sumber peradaban kehidupan
sejarah bangsanya sejak ribuan tahun yang lalu, bisa dilihat dari banyaknya
1
UNESCO. http://www.unesco.org/water/news/newsletter/160.shtml. Diakses pada 4 Februari 2013.
Ashok Swain, 2008, Mission Not Yet Accomplished: Managing Water Resources In The Nile Basin,
Journal of International Affairs , vol 61 no 2.
2
penduduk yang tinggal disekitar Nil yaitu 95% dari penduduk Mesir. Total
dari wilayah yang ada di sekitar sungai Nil mencapai 3.346.000 km.3
Gambar 1. Peta Sungai Nil
.
Sumber: World Bank. http://siteresources.worldbank.org/intafrnilebasini/about%20us/210824
59/nile_river_basin.htm5, Diakses pada 17 Desember 2012
Wondwosen Teshome B, 2008, “Transboundary Water Cooperation in Africa” Tourkish Journal of
International Relation vol 7 no. 4.
3
Lahan-lahan di sekitar Sungai Nil merupakan daerah yang subur sehingga
negara-negara Nile Basin mengembangkan sektor pertanian. Sebagian besar
penduduk negara-negara tersebut menggantungkan hidupnya dari sektor
pertanian, salah satu contohnya adalah Kenya, yang 80% penduduknya
bekerja di sektor pertanian dan menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian
yang berasal dari lahan sekitar Sungai Nil.6 Setiap negara yang dialiri Sungai
Nil memiliki saluran-saluran air untuk lahan pertanian mereka. Mesir dan
Sudan merupakan negara yang memiliki sektor pertanian terbesar diantara
negara Nile Basin lainnya yang berarti bahwa mereka bergantung lebih besar
terhadap Sungai Nil dibanding negara-negara lainnya.7
Tabel 1. Lahan Pertanian Negara-Negara Nile Basin
Negara
Persentase Lahan Subur
(2009)
Burundi
Kongo
Mesir
Ethiopia
Kenya
Rwanda
Sudan
Tanzania
Uganda
44,9%
3,2%
3,7%
13,6%
10,4%
60,0%
8,1%
12,1%
36,6%
Lahan Irigasi di Nile Basin
(ha) 2009
14,625
2,963,581
90,769
34,156
17,638
1,749,300
110,544
25,131
“Potensi dan Peluang Kerjasama Indonesia dengan Kenya” , http://www.deplu.go.id/_layouts/mobile/
PortalDetail- NewsLike.aspx?l=en...&ItemID=cbbad139-c8fc-492a-9cc1-da6f4bf37ee3, diakses pada
3 Februari 2013.
7
Ashok Swain, 2008, Managing Water Resources In The Nile Basin, Journal of International Affairs,
vol. 61, no. 2.
6
Sumber : FAO. http://www.fao.org/nr/water/aquastat/water_use_agr/index.stm . Diakses pada
18 Februari 2013.8
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa masih banyak negara yang lahan
suburnya kurang, sehingga ketergantungan akan air juga semakin tinggi.
Seperti yang kita tahu, bahwa sebagian besar lahan di Afrika memiliki tingkat
kekeringan yang tinggi. Selain untuk pertanian, Sungai Nil juga menjadi rute
jalur transportasi air, letaknya yang melewati beberapa negara membuat
Sungai Nil dilewati oleh banyak kapal-kapal dagang maupun kapal-kapal
penumpang. Sungai Nil yang terhubung dengan Laut Mediterania dan Laut
Merah ini merupakan perpanjangan Samudera Hindia. Berada di antara Arab
dan Afrika, yang menghubungkan ke Medditerania melalui terusan Suez yang
dibuat pada abad ke 5 SM, sehingga lebih mempermudah jalur transportasi,9
Hal ini tentunya memberikan keuntungan ekonomi tersendiri bagi
negara negara yang dilaluinya. Selain itu aliran Sungai Nil juga dimanfaatkan
sebagai Pembangkit listrik oleh negara negara yang dilewatinya. Seperti
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang bersumber dari Sungai Nil terbesar
di Mesir dan Ethiopia. PLTA di Ethiopia tepatnya bersumber dari bendungan
besar yang mereka bangun yaitu Grand Ethiopian Reenaissance Dam.10
Bendungan yang diresmikan pada Maret 2012 ini menghasilkan 45000 mw
FAO- Aquastat, “Agricultural Land-Nile Basin”,
http://www.fao.org/nr/water/aquastat/water_use_agr/index.stm, diakses pada 18 Februari 2013.
9
Terje Tvedt, 2010, The River Nile in the Post Colonial Era, London: LB Tauris, hal 217.
10
“Di Tengah Sengketa Ethiopia Nekat Resmikan Bendungan”,
www.republika.co.id/berita/internasional//global/11/04/03/lj2hd2-di-tengah-sengketa-ethiopia-nekatresmikan-bendungan, diakses pada 20 April 2013.
8
per harinya. Listrik yang dihasilkan tersebut kemudian diekspor/dialirkan ke
beberapa negara tetangganya yaitu Kenya, Djibouti, Sudan, dan Yaman.11
Keindahan Sungai Nil dan wilayah sekitarnya pun dimanfaatkan oleh
negara-negara Nile Basin sebagai salah satu tujuan wisata di negaranya.
Lembah yang subur, beragam hewan yang hidup disekitarnya disertai
pemandangan sungai yang indah menjadi salah satu tujuan utama para
wisatawan yang berkunjung ke Mesir dan Sudan, dua negara inilah yang
menjadikan Sungai Nil sebagai objek wisata utamanya. Beberapa bendungan
dibuat oleh negara-negara yang dialiri Sungai Nil. Bendungan tersebut dibuat
untuk memaksimalkan potensi yang ada pada Sungai Nil. Salah satu
bendungan terbesar dibangun pada tahun 1898-1920 yaitu bendungan Aswan
yang terletak di kota Aswan, Mesir.12 Bendungan tersebut dimanfaatkan
sebagai pembangkit listrik dan juga sebagai pencegah terjadinya banjir yang
disebabkan oleh luapan Sungai Nil karena jika tidak dibendung Sungai Nil ini
bisa menyebabkan banjir tiap tahunnya.
11 “East Africa: Cross-Border Resource Management - How Do the Nile Countries Fare?”
http://allafrica.com/stories/201211161009.html?page=2, diakses pada 5 Februari 2013
12
“Aswan Dam”, http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,808166,00.html, diakses pada 13
April 2013
B. Geopolitik dan Geostrategi Negara-Negara Afrika Terhadap Sungai Nil
Di Afrika, akses terhadap air bersih merupakan salah satu aspek yang
paling penting bagi kehidupan mereka. Sekitar 300 juta penduduk di Afrika
terutama penduduk sekitar Sungai Nil memiliki sanitasi yang kurang baik.13
Tabel 2. Akses Air Bersih di Negara-Negara Nile Basin
Negara
Burundi
Kongo
Mesir
Ethiopia
Kenya
Rwanda
Sudan
Tanzania
Uganda
Akses Air Bersih
Akses Sanitasi
Persentase
penduduk
pedesaan
2008
Persentase
penduduk
perkotaan
2008
Persentase
penduduk pedesaan
2008
Persentase
penduduk
perkotaan
2008
71 %
28%
98%
26%
52%
62%
64%
80%
91%
83%
80%
100%
98%
83%
77%
52%
45%
64%
46%
23%
92%
8%
32%
55%
18%
21%
49%
49%
23%
97%
29%
27%
50%
55%
32%
38%
Sumber: UNICEF. http://www.unicef.org/wash/, diakses pada 13 Februari 2013.14
Dalam tabel diatas dapat kita lihat bahwa di beberapa negara Nile
Basin, terutama negara yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, masih
banyak yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses terhadap air
bersih baik di wilayah desa maupun kota. Dimana tingkat kesehatan juga
berpengaruh dari sulitnya mendapatkan air bersih itu sendiri.
13
14
World Water Council. http://www.worldwatercouncil.org/, diakses pada 15 Februari 2013
UNICEF. http://www.unicef.org/wash/, diakses pada 13 Februari 2013
Selain menyebabkan sanitasi yang buruk, tingkat kekeringan yang
cukup tinggi menjadikan intensitas konflik sering terjadi diantara mereka.
Sungai Nil mengalir melewati sembilan negara di Afrika yang sebagian besar
diantaranya merupakan negara miskin kecuali Sudan dan Mesir yang
termasuk kedalam negara berkembang. Sungai ini mengalir dari Ethiopia dan
berakhir di laut Mediterania. Hal ini menjadikan Nil mempunyai lokasi yang
strategis, ditambah lagi dengan adanya kanal yang menghubungkannya
dengan laut merah sehingga mempermudah akses rute perdagangan yang
melewati sungai itu. Sungai Nil yang memiliki keuntungan ekonomi bagi
negara-negara yang dilewatinya menjadikannya memiliki peranan penting
bagi keberlangsungan negara-negara tersebut. Mesir menjadi salah satu negara
yang sangat diuntungkan dengan adanya Sungai Nil. Sungai Nil menjadikan
negara-negara yang dilewatinya memiliki tanah yang subur sehingga memiliki
dampak yang baik bagi pertaniannya.
Lokasi yang strategis bagi Mesir menjadikan Mesir sebagai negara
yang dapat mengambil banyak manfaat dari Sungai Nil ini. Hal tersebut juga
menjadikan Mesir memiliki peradaban yang cukup maju. Sungai Nil
membentang membelah Mesir sehingga cukup banyak wilayah Mesir yang
dilalui Sungai Nil. Perjanjian pada masa kolonial Inggris, menjadikan Mesir
mendominasi dalam pengelolaan maupun penggunaan Sungai Nil.
Tabel 3. Pembagian Aliran Sungai Nil
Negara
Burundi
Kongo
Mesir
Ethiopia
Kenya
Rwanda
Sudan
Tanzania
Uganda
Sumber
Aliran yang Keluar
(juta m3/tahun) 2009
Total (Juta m3/tahun) 20002010
10,1
900
1,8
122
20
9,5
30
84
39
0,29
0,62
68,30
5,56
2,74
0,15
37,14
5,18
0,32
Sumber: FAO. http://www.fao.org/nr/water/aquastat/globalmaps/index.stm, diakses pada
Februari 2013.15
18
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Mesir dan Sudan mendapatkan
jatah aliran Sungai Nil yang lebih banyak dibandingkan negara-negara Nile
Basin lainnya. Hal ini tentunya dinilai tidak adil bagi beberapa negara-negara
Nile Basin lainnya. Jumlah penduduk yang lebih banyak dibandingkan dengan
negara Sungai Nil lain menjadi alasan Mesir
tetap bertahan tidak mau
mengurangi jatah airnya. Mesir menolak untuk menandatangani beberapa
perjanjian yang nantinya akan mempengaruhi jatah airnya. Seperti yang
terjadi saat Mesir menolak untuk menadatangani CFA (Comprehensive
Framework Agreement).16
Dalam pengelolaannya pun Mesir berhak membuat proyek-proyek
yang berasal dari Sungai Nil tanpa meminta persetujuan dari negara-negara
FAO-Aquastat “Water Resources-Nile Basin”.
http://www.fao.org/nr/water/aquastat/globalmaps/index.stm, diakses pada 18 Februari 2013.
16
NBI http://www.nilebasin.org/newsite/index.php?option=com_content&view=section&layout=
blog&id=10&Itemid=71&lang=en, diakses pada 18 Februari 2013
15
lainnya terlebih dahulu, berbeda dengan negara-negara yang lain yang harus
meminta persetujuan terlebih dahulu sebelum membuat proyek-proyek
pembangunan yang melibatkan Sungai Nil. Hal ini berpotensi memicu konflik
diantara negara negara tersebut.
Afrika merupakan wilayah yang amat rentan terjadi konflik, terutama
yang dipicu oleh sumber daya alam. Tingkat kekeringan tinggi di wilayah
tersebut menjadikan sumber daya air sebagai sesuatu yang langka, seperti
Sungai Nil. Hal tersebut menjadikan Sungai Nil yang merupakan sumber air
bersih terbesar bagi negara-negara yang dilewatinya, bernilai vital bagi
negara-negara tersebut. Sehingga setiap negara Nile Basin tentu akan
memanfaatkan sebanyak mungkin sumber air tersebut. Namun beberapa
negara tidak bisa berbuat banyak karena pada saat perjanjian pembagian air
Sungai Nil dibuat, Inggris saat itu masih memiliki kekuasaan yang besar
terhadap Mesir. Hal itu membuat negara-negara lain tidak memiliki kuasa
untuk melakukan penolakan terhadap perjanjian tersebut, yang dinilai sangat
menguntungkan Mesir.
Negara-negara Nile Basin lainnya mendorong Mesir kembali
menegosiasikan pembagian air Sungai Nil setelah munculnya berbagai
masalah seperti pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, pemanasan
global, krisis ekonomi global, penipisan sumber daya alam, perkembangan
politik di negara mereka. Mesir yang selama ini telah menguasai Sungai Nil
untuk waktu yang lama telah menjadi negara besar yang memiliki akses
lengkap terhadap Nil. Sampai saat ini negara-negara Nile Basin terus
mendesak
untuk
memperbaharui
perjanjian
terutama
Ethiopia
yang
penduduknya semakin meningkat sehingga kebutuhan airnya juga meningkat.
Beberapa negara mulai berani memberikan pernyataaan yang menunjukkan
keberatan terhadap tindakan-tindakan Mesir selama ini. Menteri perdagangan
Ethiopia, Girma Birru, mengatakan bahwa “Egypt has been pressuring
international financial institutions to desist from assisting Ethiopia in
carrying out development projects in the Nile Basin… It has used its influence
to persuade the Arab world not to provide Ethiopia with any loans or grants
for Nile water development”.17
Selain itu Kenya juga menyampaikan pernyataan lain, Wakil Menteri
luar negeri Kenya, Moses Wettang’ Ula menyatakan “Kenya will not accept
any restrictions on use of Lake Victoria or Nile River.. It however does not
wish to be a lone ranger in deciding how to use the waters and has
consequently rough the involvement countries”.18 Hal tersebut kemudian
direspon oleh Mesir. Menteri sumber daya air Mesir, Mahmoud Abu Zeid
mengatakan bahwa pernyataan Kenya tersebut merupakan “a declaration of
war”. Ia juga mengatakan “any action that would endanger the waters of the
17
Wondwosen Tashome B, 2008, Transboundary Water Cooperation In Africa, Tourkish Journal of
International Relation, vol 7 No 4
18
Ibid
blue Nile will be forced with a firm reaction on the part of Egypt even if that
action should lead to war”. Mesir tetap beranggapan bahwa negara hulu tidak
sepenuhnya tergantung pada Sungai Nil, karena mereka masih memiliki aliran
sungai lain dan danau lain sebagai sumber air mereka.19
1. Geopolitik dan Geostrategi Sudan
Sudan merupakan salah satu negara hilir dari Sungai Nil, aliran air
yang didapat oleh Sudan berasal dari salah satu anak Sungai Nil yaitu Nil
Putih. Sudan juga menjadi negara yang paling banyak dilaui oleh Sungai Nil.
Sebagai salah satu negara yang pernah dijajah Inggris, Sudan juga
mendapatkan keuntungan yaitu dari perjanjian yang terjadi pada tahun 1929
dan 1959. Inggris juga sempat memuat perjanjian yang bertujuan untuk
menjaga aliran sungai dari Nil Putih ke Sudan, yaitu perjanjian antara InggrisItalia pada 1925. Secara politik dan ekonomi Sudan merupakan negara
berkembang, berbeda dengan negara lainnya yang dilewati Sungai Nil yang
merupakan negara miskin, hal tersebut menjadikannya memilki kekuatan
dibandingkan negara Nile Basin lainnya.
2. Geopolitik dan Geostrategi Mesir
Mesir yang sama-sama merupakan negara yang ekonominya paling
berkembang dibandingkan negara Nile Basin lainnya. Mesir juga merupakan
19
Ibid
negara yang paling diuntungkan dari perjanjian lama yang dibuat oleh Inggris
saat masih menjajah Mesir. Yang mana dalam perjanjian pada tahun 1929 dan
1959 Mesir diberikan hak yang menjadikannya dominan dalam pengelolaan
dan pembagian aliran Sungai Nil. Walaupun lokasinya yang terletak di hilir
Sungai Nil, kekuatan politik yang dimiliki oleh Mesir menjadikannya
mendapat manfaat yang paling banyak dari Sungai Nil serta mampu menekan
negara-negara hulu Nile Basin terutama Ethiopia, untuk tidak melakukan
protes maupun perlawanan terhadap Mesir
3. Geopolitik dan Geostrategi Ethiopia
Ethiopia menjadi negara hulu yang merupakan penyumbang terbanyak
dari aliran Sungai Nil, sekitar 85% sumbernya berasal dari Ethiopia. Ethiopia
merupakan negara yang cukup sering menekan negara-negara hilir untuk
melakukan perjanjian ulang untuk pengelolaan maupun pembagian jatah air
Sungai Nil. Sebagai negara hulu seharusnya Ethiopia memiliki banyak
keuntungan dari situ, akan tetapi keadaan ekonomi dan kekuatan politiknya
lemah dibandingkan dengan Mesir dan Sudan, sehingga penekanan yang
dilakukan Ethiopia hingga saat ini belum ada yang berhasil.
C. Bentuk-Bentuk Kerjasama Pengelolaan Sungai Nil
Sungai Nil yang memiliki peranan yang amat penting bagi negaranegara yang dilaluinya sehingga perlu ada kerjasama dan perjanjian yang
mengatur pengelolaan Sungai Nil tersebut. Apalagi negara-negara yang dilalui
Sungai Nil tersebut sebagian besar memiliki tingkat kekeringan yang tinggi
sehingga air ini dapat memicu terjadinya konflik di antara negara-negara
tersebut. Kerjasama serta perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan
pengelolaan Sungai Nil telah dibuat sejak masa kolonial Inggris, Prancis,
Belgia, dan Italy di Afrika.
Tabel 4. Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Sungai Nil
No
Tahun
Perjanjian
1
15 April 1891
Protokol Anglo-Italian
2
15 Mei 1902
Perjanjian Inggris-Ethiopia
3
9 Mei 1906
Perjanjian Inggris-Kongo
4
Desember 1925
Perjanjian Inggris-Itali
5
7 Mei 1929
Perjanjian Mesir-Sudan
6
1959
Perjanjian Mesir-Sudan
7
Februari 1999
8
1999-2007
Terbentuk NBI (diikuti oleh sembilan
negara Nile Basin)
Comprehensive Framework Agreement
9
26 Desember 2012
Grant Agreement NBI-World Bank
Sumber : “The Defects and Effect of Past Treaties and Agreement on The Nile Rivers
Waters”. http://www.ethiopians.com/abay/engin.html, diakses pada 15 Februari.20
Perjanjian pengelolaaan Sungai Nil pertama kali terjadi pada tanggal
15 April 1891 pada saat itu Itali menandatangani Protokol Anglo-Italian yang
mana pada pasal 3 perjanjian tersebut berpengaruh terhadap aliran Sungai Nil
ke Sudan dan Mesir. Kemudian pada 15 Mei 1902 terjadi lagi perjanjian
“The Defects and Effect of Past Treaties and Agreement on The Nile Rivers Waters”.
http://www.ethiopians.com/abay/engin.html, diakses pada 15 Februari 2013.
20
antara Inggris dengan Ethiopia mengenai aliran Nil biru yang sumbernya dari
Ethiopia dan perjanjian ini hanya diiikuti oleh negara-negara hulu saja. Pada
tahun 1902 juga bendungan Aswan telah selesai dibuat setelah masa
pembuatannya yang dilakukan sejak tahun 1898, bendungan yang dibuat oleh
Inggris ini secara resmi dibuka pada 10 Desember 1902. Bendungan tersebut
berfungsi
untuk meningkatkan irigasi pertanian dan untuk memperbesar
kapasitas penyimpanan air.21 Saat Inggris menandatangani kemerdekaan
Kongo pada 9 May 1906, Inggris juga menetapkan perjanjian tentang jumlah
aliran Sungai Nil putih ke Sudan.
Setelah itu perjanjian lain terjadi pada 13 Desember di tahun yang
sama antara Prancis, Itali, Inggris kemudian ada perjanjian lanjutannya antara
Inggris dan Itali pada Desember 1925. Perjanjian ini bertujuan untuk menjaga
aliran Sungai Nil dari pengalihan air hulu. Pada 1929 terjadi perjanjian antara
Mesir, Sudan dan pemerintahan Inggris. Dalam perjanjian tersebut disepakati
beberapa hal yaitu:
1. Aliran air selama tanggal 20 Januari-15 Juli (Musim kemarau) disediakan
untuk Mesir.
2. Mesir juga berhak untuk memantau aliran Nil di negara-negara hulu.
21
Wondwosen Teshome B, 2008, Transboundary Water Cooperation in Africa, Tourkish Journal of
International Relation, vol 7 no. 4.
3. Mesir dapat melakukan proyek pada Sungai Nil tanpa persetujuan negaranegara Nile Basin lainnya.
4. Mesir diberikan hak untuk menindak setiap proyek yang kepentingannya
akan berdampak negatif bagi Nil.22
Perjanjian tersebut semakin menyebabkan Mesir memiliki kontrol
yang tinggi terhadap Sungai Nil dan menambah keuntungan lebih terhadap
Mesir dibandingkan negara-negara Nile Basin lainnya. Pertanian kapas Mesir
yang pada saat itu menjadi pemasok utama bagi pabrik-pabrik Lancashire di
Inggris membuat Inggris menjadikan Mesir memiliki peran yang dominan
terhadap Sungai Nil
dan mendapatkan jatah yang lebih besar dalam
pembagian air. Negara-negara lainnya tidak memiliki kekuatan untuk
menentang perjanjian tersebut.
Kemudian perjanjian paling penting tentang pembagian air dan
pemanfaatan Sungai Nil dicapai antara Sudan dan Mesir pada tahun 1959. Isi
perjanjian itu ialah:
1. Mesir berhak atas 55,5 juta m3 dan Sudan 18,5 juta m3 air sungai Nil.
2. Sudan akan mengkonstruksi program yang akan meningkatkan pencegahan
evaporasi di rawa Sudan yang berlokasi di Sudan Selatan
22
The Defects and Effects of Past Treaties and Agreements on the Nile River Waters: Whose
Faults Were they?, http://www.ethiopians.com/abay/engin.html, diakses pada 6 Februari 2013.
3. Kesepakatan ini memberikan Mesir hak untuk merekonstruksi proyek
pembangunannya.23
Perjanjian
ini
dibuat
kembali
setelah
Sudan
mencapai
kemerdekaannya. Selama masa kolonial, Inggris secara efektif mengontrol
Sungai Nil melalui kekuatan militernya di Afrika. Perjanjian yang terjadi
selama masa kolonial yang berhubungan dengan pengelolaan Sungai Nil,
dirasa tidak adil oleh negara-negara Nile Basin selain karena perjanjian
tersebut tidak melibatkan mereka di dalamnya perjanjian tersebut juga terjadi
ketimpangan terhadapan pengelolaan Sungai Nil dimana Mesir amat
mendominasi pengelolaannya.
Pada tahun 1954 Mesir telah berencana untuk membuat bendungan
tinggi Aswan untuk menambah simpanan airnya. Pembangunan bendungan
tinggi Aswan kemudian dilakukan pada 1960, proyek itu dilakukan tanpa
meminta persetujuan dari negara Sungai Nil lainnya.24 Bendungan yang
letaknya bersebelahan dengan bendungan rendah aswan yang dibangun pada
1989 ini dibangun oleh Rusia. Kemudian pembangunannya selesai pada tahun
1970. Bendungan Aswan ini bermanfaat untuk mengendalikan debit air
Sungai Nil sehingga tidak terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan
23
Ibid
Ashok Swain, 2008, Managing Water Resources in The Nile River Basin, Journal of International
Affairs, vol. 61, no. 2.
24
pada musim kemarau. Bendungan ini juga dimanfaatkan untuk pengairan
pertanian di Mesir serta dijadikan objek wisata.
Sebagai salah satu sumber daya terpenting bagi negara-negara yang
dilaluinya, Sungai Nil memerlukan kerjasama pengelolaan yang baik dalam
berbagai sektor. Seperti sektor pengairan, sektor perekonomian, sektor
pariwisata, maupun pengelolaan lingkungan. Kerjasama tersebut dilakukan
secara bilateral maupun multilateral. Beberapa kerjasama telah dilakukan
dalam bidang pengairan, salah satunya pembuatan waduk. Waduk-waduk
tersebut dibangun dengan tujuan untuk menambah jumlah penyimpanan air
bersih bagi negara tersebut.
Seperti kerjasama bilateral yang dilakukan oleh Mesir dan Sudan,
mereka melakukan kerjasama dalam pembuatan dan dalam pengelolaan
bendungan Aswan. Selain itu waduk-waduk tersebut juga memiliki fungsi
sebagai pembangkit listrik. Salah satu contohnya ialah Ethiopia, ia mengambil
aliran Sungai Nil untuk pembuatan waduk di negaranya, kemudian listrik
tersebut dialirkan ke beberapa negara di sekitar Ethiopia. Hal itu menjadikan
waduk sebagai salah satu sumber pemasukan bagi negara-negara mereka.
Bentuk kerjasama lainnya terjadi pada kerjasama lingkungan. Pengelolaan
lingkungan yang baik sangat diperlukan untuk menjaga keaslian sungai Nil,
seperti pencegahan pembuangan limbah ke Sungai Nil dan juga pelestarian
lingkungan sekitar Sungai Nil. Beberapa kerjasama telah dilakukan secara
regional yaitu:
1. Hydromet Project
Pada tahun 1960 UNDP (United Nation Development Program) dan
WMO (World Meteorogical Organization) memfasilitasi untuk membuat
sebuah kerjasama yang dinamakan Hydromet Survey Project. Kerjasama ini
diikuti oleh Mesir, Kenya, Sudan, Tanzania, dan Uganda. Kerjasama ini
berlangsung selama dua puluh lima tahun tanpa mengikutsertakan Ethiopia di
dalamnya. Kerjasama ini bertujuan untuk mengatur tingkat air Danau Viktoria
yang menjadi salah satu sumber air Sungai Nil serta mengatur aliran Sungai
Nil. Kerjasama tersebut berakhir pada tahun 1992.
2. Tecconile Project
Kemudian di tahun yang sama beberapa negara yang dilalui Sungai
Nil kembali membuat suatu kerjasama yaitu TECCONILE (Technical
Committee for Promotion of The Development and Environmental Protection
of The Nile Basin) kerjasama ini hanya diikuti oleh Mesir, Sudan, Rwanda,
Tanzania, Uganda dan Kongo. Sekretariat nya terletak di Uganda dan
kerjasama ini mulai berjalan efektif pada 1 Januari 1993.
Kerjasama ini
bertujuan untuk menangani permasalahan lingkungan yang terjadi di sekitar
Sungai Nil .
3. Lake Victoria Environmental Management Project
Perjanjian program ini pertama kali ditandatangani pada 5 Mei 1994.
Proyek ini didanai oleh Global Environment Facility. Tujuan dari program ini
adalah untuk memaksimalkan pemanfaatan danau Victoria untuk penduduk
sekitar danau tersebut dalam menghasilkan makanan, pendapatan dan
pekerjaan, pasokan air bersih, dan mempertahankan lingkungan sehat yang
bebas penyakit. Program ini dalam pelaksanaannya dibantu oleh United
Nation Development Program dan FAO.25
Kesamaan kebutuhan akan sumber air bersih dari Sungai Nil serta
pengelolaan yang adil secara bersama, membuat negara-negara Nile Basin
merasa perlu adanya kerjasama dalam pengelolaan Sungai Nil yang
melibatkan semua negara-negara Nile Basin. Oleh karena itu pada tahun 1999
negara-negara yang dilalui Sungai Nil diwakilkan oleh para Menteri membuat
sebuah kerjasama dimana kerjasama tersebut melibatkan semua negara yang
dilaui oleh negara-negara yang dilaui Sungai Nil yaitu, Mesir, Sudan,
Tanzania, Kenya, Kongo, Uganda, Ethiopia, Rwanda, Burundi.
Kerjasama ini merupakan kerjasama terbesar dalam pengelolaan
Sungai Nil dan dibuat dengan tujuan agar Sungai Nil dapat dikelola dengan
baik secara bersama sehingga pemanfaatannya bisa lebih maksimal dan
25
Simon A Mason, 2003, From Conflict To Cooperation in The Nile Basin , Zurich: ETH Zentrum,
hal 28.
menghindari konflik diantara negara-negara yang dilalui Sungai Nil.
Pelaksanaan kerjasama ini dinamakan Nile Basin Initiative (NBI). didirikan
tepatnya pada tanggal 2 Februari 1999 di Dar es Salam, Tanzania.26 Dalam
pelaksaanannya sendiri NBI diberikan bantuan dana oleh beberapa donator
yaitu: World Bank, The Global Environmental Facility dan The African
Development Bank.27
Nile Basin Initiative ini memiliki tujuan utama untuk jangka panjang
dalam pelaksanannya yaitu “To achieve sustainable socio-economic
development through equitable utilization of, and benefit from, the common
Nile Basin Water resources”.
28
Negara- negara yang ikut serta dalam
kerjasama ini berharap dengan adanya kerjasama baru mereka dapat
membantu mereka dalam pengelolaan Sungai Nil dan dapat membuat meraka
mendapatkan jatah lebih dari pembagian air Sungai Nil. Terutama Ethiopia
yang sudah sejak lama menginginkan adanya perjanjian baru terhadap
pembagian air Sungai Nil ditambah dengan adanya dominasi Mesir dalam
pengelolaan Sungai Nil yang dirasa kurang adil oleh negara-negara Nile Basin
lainnya.
“Nile Basin Initiative Background “, http://nileis.nilebasin.org/content/background,”, diakses tanggal
8 Desember 2012.
27
Ibid
28
Ibid
26
Tujuan dari dibuatnya NBI ialah :
1. Untuk mengembangkan sumber daya Nil secara berkelanjutan dan adil.
2. Untuk menciptakan kemakmuran, keamanan dan kedamaian bagi semua
rakyatnya.
3. Untuk memastikan pengelolaan air yang efisien dan penggunaan optimal
dari Sungai Nil.
4. Untuk menjalankan kerjasama dan tindakan secara bersama sama antara
negara-negara Nile Basin dan mencari win-win solution.
5. Untuk menargetkan pengentasan kemiskinanan mempromosikan integrasi
ekonomi.
6.
Untuk memastikan hasil dari program-program yang sudah direncanakan.
Agar pelaksanannya menjadi lebih efektif NBI ini dibagi menjadi
beberapa bagian berdasarkan tugasnya masing-masing yaitu Nile-COM (The
Nile Council of Minister) yang merupakan badan dan kebijakan tertinggi
dalam pengambilan keputusan di NBI , kemudian Nile-SEC (Secreatariat) dan
Nile-TAC (Technical Advisory Committee). Mereka juga sepakat untuk
membuat Program yaitu Strategic Action Program (SAP) yang terdiri dari dua
program yaitu Subsidiary Action Program (SAP) dan Shared Vision Program
(SVP).29
29
Ibid
Tabel 5. Nile Basin Initiative: Program Visi Bersama
No
1
2
3
Proyek
Tujuan
Tindakan pelestarian
Untuk mempromosikan kerjasama dalam menjaga
lingkungan di Nile Basin
dan mengatur ekosistem Sungai Nil.
Kekuatan perdagangan di
Untuk
kawasan Nile Basin
diantara negara Nile Basin.
Produksi air untuk pertanian
Untuk mengembangkan efisiensi kegunaan air
mengadakan
kekuatan
pasar
regional
untuk pertanian
4
Sumber daya air dan
Untuk membangun keahlian tiap negara untuk
perencanaan pengelolaan
menganalisa hidrologi dan keadaan alam Sungai
Nil.
5
Pembangunan sosial-ekonomi
Untuk membangun jaringan ahli dari perencanaan
dan proyek bagi hasil
ekonomi dan lembaga penelitian untuk mengeksplor
alternatif pengembangan Sungai Nil.
6
Proyek membangun dan
-
meyakinkan pemegang saham
7
Proyek penerapan pelatihan
Untuk
mengembangkan
pengelolaan
Sungai Nil
perencanaan
dengan
dan
membantu
menegmbangkan sumber daya manusia dan sumber
daya alamnya.
8
Proyek
eksekusi
dan Untuk
koordinasi SVP
menguatkan
kapasitas
NBI
dalam
melaksankan program NBI yang lebih luas dan
efektif.
Sumber : Nile Basin Initiative-SVP Project
http://www.nilebasin.org/newsite/index.php?option=com_content&view=section&layout=blog&id=10
&Itemid=71&lang=en. Diakses pada 15 Februari 2013.30
30
Nile Basin Initiative-SVP Project.
http://www.nilebasin.org/newsite/index.php?option=com_content&view=section&layout=blog&id=10
&Itemid=71&lang=en, diakses pada 15 Februari 2013.
Dari tabel diatas dapat dilihat, Program Visi Bersama ini memiliki
delapan proyek yang fokus utamanya yaitu membangun kepercayaan,
keyakinan, dan kapasitas antar negara-negara Nile Basin serta menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi investasi antar negara. Setelah NBI
berlangsung, dibuatlah CFA (Comprehensive Framework Agreement)
dibentuknya kerjasama ini bertujuan untuk menyediakan kerangka kerja yang
permanen dan legal bagi negara-negara Nile Basin. CFA ini diharapkan dapat
mewujudkan Shared Vision Program yang ada dalam NBI. Perjanjian ini telah
dibuat sejak 2007 akan tetapi pelaksanaannya ditunda atas permintaan
Mesir.31 Pada Mei 2010 lima negara hulu sepakat untuk menandatangani
CFA untuk mendapatkan jatah air lebih dari Sungai Nil. Sedangkan Sudan
dan Mesir amat menentang perjanjian tersebut. Ethiopia, Kenya, Uganda,
Rwanda dan Tanzania merupakan negara yang pertama kali menadatangani
perjanjian CFA, kemudian disusul oleh Burundi yang menandatanganinya
pada Februari 2011.
Dibawah masa kolonial dua negara tersebut, Sudan dan Mesir
mendapat jatah air hingga 90% dari Sungai Nil. Negara-negara hulu termasuk
Uganda, Rwanda, Tanzania, dan Ethiopia mengatakan bahwa hal tersebut
tidak adil dan mereka menginginkan adanya perjanjian baru, akan tetapi tidak
31
All Africa, http://allafrica.com/stories/200902230029.html Diakses pada 13 Februari 2013.
ada hal yang disepakati setelah 13 tahun perundingan.32 Juru bicara Menteri
Mesir, Hossam Zaki mengatakan bahwa “Mesir tidak akan bergabung atau
menandatangani perjanjian apapun yang akan mempengaruhi jatah airnya”.33
Dalam bentuk protesnya Sudan dan Mesir membekukan kegiatannya dalam
Nile Basin Initiative.
Tabel 6. Wilayah Nile Basin
Negara
Mesir
Sudan
Ethiopia
Burundi
Kenya
Rwanda
Uganda
Tanzania
Kongo
Wil. di Nile Basin
(1000 km2)
302,4
2026,5
365,3
13,9
51,4
20,6
240,1
118,5
21,8
Total Populasi
81,1 juta
43,5 juta
82,9
8,3
40,5
10,6
33,4
44,8
65,9
(%) Populasi di
sekitar Nile Basin
95,7
89,6
40,3
58,8
39,7
82,6
99,4
22,6
3,8
Sumber : “UN PSumber: “UN Population Divison”. http://nileis.nilebasin.org/content/nilebasin-initiative- member-states-benefits-profiles. Diakses pada 21 Februari 2013.34
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa Mesir menganggap bahwa
penduduknya merupakan populasi terbanyak dibandingkan negara-negara Nile
Basin lainnya. Tempat tinggal penduduknya pun terpusat disekitar Sungai Nil.
Hal itulah yang menjadi alasan mengapa Mesir tidak menginginkan perjanjian
yang akan mengurangi jatah airnya. Sungai Nil yang merupakan sumber
32
East Africa Seeks More Water From Nile, http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/8682387.stm, diakses
pada 2 Februari 2013.
33
Ibid
34
UN Population Divison, http://nileis.nilebasin.org/content/nile-basin-initiative-member-statesbenefits-profiles, diakses pada 11 Februari 2013.
peradabannya membuat Mesir amat tergantung dengan Sungai Nil dan
menjadikan tempat tinggal penduduknya terpusat pada sekitar Sungai Nil.
Mesir juga memiliki ketergantungan yang tinggi karena sebagian besar
infrastruktur negaranya berasal dari Sungai Nil.35 Perjanjian yang terakhir
ialah perjanjian antara World Bank dengan NBI yang mana perjanjian tersebut
merupakan perjanjian bantuan untuk pelaksaan salah satu proyek dari NBI
yaitu Nile Cooperation Result (NCORE). World Bank memberikan bantuan
sebesar 15,3 juta USD yang mana tujuan dari NCORE ialah untuk
memfasilitasi pengelolaan sumber daya alam dan mengembangkan Nile
Basin. Perjanjian ini kemudian ditandatangani pada 26 Desember 2012.36
Kemudian kerjasama lain yang terjadi yaitu dalam sektor pengembangan
perekonomian dengan meningkatkan fungsi Sungai Nil sebagai sarana untuk
meningkatkan kesejahteraan warganya.
35
Egypt Meets with Nile Basin Countries, http://www.dailynewsegypt.com/2012/06/28/egypt-meetsnile-basin-countries/. 28 Juni 2012, diakses pada 11 Februari 2013.
36
Grant Agreement for Nile Cooperation, http://www.nilebasin.org/newsite/index.php?option
=com_content&view=category&layout=blog&id=40&Itemid=50&lang=en, diakses pada 18 Februari
2013.
Tabel 7. Kondisi Ekonomi Negara-Negara Nile Basin
Negara
Burundi
Kongo
Mesir
Ethiopia
Kenya
Rwanda
Sudan
Tanzania
Uganda
Pendapatan Nasional
Bruto (PNB)
Penduduk hidup dalam
kemiskinan
Angka
pertumbuhan
Manusia
Perkapita ($)2011
pendapatan kurang dari
1,25$ perhari (%)200-2009
2011
368
280
5269
971
1492
1369
1894
328
1124
81,3%
52,2%
<2,0
39,0%
19,7%
76,8%
67,9%
28,7%
0,316
0,286
0,644
0,363
0,509
0,429
0,408
0,466
0,446
Sumber : Human Development Report.http://hdr.undp.org/en/.Diakses pada 18 Februari 2013.37
Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa negara-negara Nile Basin yang
sebagian besar memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Hal juga menjadi
salah pendorong dibuatnya kerjasama dalam hal peningkatan ekonomi negaranegara Nile Basin, yang mana hal tersebut merupakan salah satu program
utama yang ada dalam kerjasama Nile Basin Initiative. Program-program yang
dilaksanakan oleh kerjasama pengelolaan Sungai Nil bukan hanya untuk
memeperbaiki lingkungan, tapi juga program-program untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat di negara-negara Nile Basin.
Kerjasama lainnya terjadi pada sektor pariwisata. Sungai Nil yang
membentang membelah negara-negara di Afrika ini membuat tanah-tanah
sekitarnya subur sehingga memiliki keindahan tersendiri sehingga banyak
37
Human Development Report. http://hdr.undp.org/en/, diakses pada 18 Februari 2013.
menarik wisatawan untuk berkunjung kesana. Setiap negara tersebut
menjadikan Sungai Nil sebagai salah satu tujuan wisata utama bagi negara nya
seperti Mesir, Sudan, dan Ethiopia.
Program kerjasama dalam sektor pariwisata termasuk kedalam salah
satu program Nile Basin Initiative yaitu Join Multiporpose Program, yaitu
merupakan program jangka panjang yang mencakup investasi, untuk
menjamin pembangunan kelanjutan, salah satunya dalam pembangunan
pariwisata negara-negara Nile Basin. Salah satu program pengembangan
pariwisatanya yang lain ialah mengembangkan Ecotourism terhadap Sungai
Nil, yaitu wisata yang mengandalkan alam sebagai daya tariknya.38
38
NBI Project,
http://www.nilebasin.org/newsite/index.php?option=com_content&view=section&layout=
blog&id=10&Itemid=71&lang=en, diakses pada 12 Februari 2013.
Download