4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue (DBD

advertisement
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Definisi
Demam Berdarah Dengue adalah salah satu bentuk klinis dari
penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia sebagai
manifestasi klinis dan infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue
dan demam berdarah dengue (Anonim, 2011).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
penyakit yang perjalanan penyakitnya cepat dan dapat menyebabkan
kematian dalam waktu singkat. Penyakit ini merupakan penyakit menular
yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia
(Anonim, 2011).
2. Patogenesis
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup didalam sel
hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan
sel manusia sebagai pejamu (host) dalam mencukupi kebutuhan akan
protein. Persaingan tersebut tergantung daya tahan pejamu, bila daya tahan
baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila
daya tahan rendah maka akan perjalanan penyakit menjadi makin berat
dan bahkan menimbulkan kematian (Anonim, 2004).
Patogenesis DBD dan Sindrom Syok Dengue (SSD) masih merupakan
masalah yang kontroversial. Terdapat dua teori yang sering digunakan
untuk menjelaskan perubahan patogenetik yang terjadi pada DBD dan
SSD. Teori yang paling banyak digunakan adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologus infection) atau hipotesis antybody
dependent enhancement (ADE) (Anonim, 2004). Teori ini menyatakan
bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue
pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang
4
FAKTOR PENYEBAB PRESCRIBING ..., LINA JAYANTI, FARMASI, UMP 2014
5
berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6
bulan sampai 5 tahun. Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang
rendah, respons antibodi anamnestik yang akan terjardi dalam beberapa
hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan
menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Disamping itu
replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan
terbentuknya
kompleks
antigen
antibodi
yang
selanjutnya
akan
mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi
C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah
(Rena dkk, 2009).
Gambar 1. Patogenesis DBD (Anonim, 2004)
FAKTOR PENYEBAB PRESCRIBING ..., LINA JAYANTI, FARMASI, UMP 2014
6
3. Diagnosis
Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis
menurut WHO tahun 1999 terdiri dari kriteria klinis dan dan laboratoris.
a. Kriteria klinis
a) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung
terus menerus selama 2-7 hari.
b) Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
(1) Uji tourniquet positif
(2) Retekia, ekomosis, epitaksis, perdarahan gusi.
(3) Hemetamesis dan atau melena.
c) Pembesaran hati
d) Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan
pasien tampak gelisah.
b. Kriteria Laboratoris
a) Trombositopenia (100.000 sel/mm3 atau kurang)
b) Hemokonsentrasi peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
Pada
Demam
Berdarah
Dengue
(DBD)
umumnya
dijumpai
trombositopenia dan hemokonsentrasi. Penurunan jumlah trombosit
kurang dari 100.000/μl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-7, sering
terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit. Pada pasien DBD, saat sebelum syok terjadi
atau sebelum suhu turun biasanya terjadi penurunan nilai trombosit yang
disertai dengan peningkatan nilai hematokrit. Nilai hematokrit dapat
dipengaruhi oleh pemberian cairan atau karena perdarahan. Jumlah
leukosit dapat menurun (leucopenia), limfositosis relatif dengan limfosit
atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Asidosis
metabolik dan peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) ditemukan pada
syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura,
FAKTOR PENYEBAB PRESCRIBING ..., LINA JAYANTI, FARMASI, UMP 2014
7
terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan
berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang mengalami syok, efusi pleura
dapat ditemukan bilateral (Anonim, 2004).
4. Penatalaksanaan DBD
a. Terapi non obat
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simptomatis dan suportif,
yaitu mengatasai kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Keberhasilan
tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis
yaitu saat suhu turun yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan
sirkulasi. Pada pasien DBD dapat terjadi peningkatan nilai hematokrit, jika
nilai hematokrit meningkat lebih dari 20% mencerminkan perembesan
plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Tujuan
pemberian cairan oral adalah untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan
oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah, atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu
diberikan. Cairan diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi
karena demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Penderita DBD perlu diberi
minum sebanyak mungkin, dapat diberikan berupa air teh manis, sirup
atau susu, dan dapat diberikan juga oralit (Anonim, 2004).
a) Penggantian Volume Plasma
Patogenesis dasar DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada
fase penurunan suhu maka dasar pengobatannya adalah penggantian
volume plasma yang hilang. Penggantian volume cairan harus adekuat
(Anonim, 2004).
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari
umur dan berat badan serta derajat kehilangan plasma. Jumlah cairan
rumatan diperhitungkan 24 jam (Anonim,2004).
FAKTOR PENYEBAB PRESCRIBING ..., LINA JAYANTI, FARMASI, UMP 2014
8
Tabel 1.Kebutuhan Cairan Rumatan (Anonim, 2004)
Jenis cairan yang direkomendasikan pada pasien DBD sebagai cairan
rumatan adalah :
a. Kristaloid
a) Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan
ringer laktat (D5/RL).
b) Larutan asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer
laktat (D5/RA).
c) Larutan NaCl 0,9% (faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan
garam faali (D5/GF) (Anonim, 2004).
b. Koloid
a) Dekstran 40
b) Plasma
c) Albumin (Anonim, 2004).
b) Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua
pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan
masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin
gelisah apabila dipasang masker oksigen (Anonim, 2004).
c) Transfusi Darah
Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis
dan melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar
sangat berguna untuk mengganti volume massa sel darah merah agar
menjadi normal (Soegijanto, 2006).
Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal
haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematocrit
(misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah
FAKTOR PENYEBAB PRESCRIBING ..., LINA JAYANTI, FARMASI, UMP 2014
9
diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan
(Anonim, 2004).
b. Terapi Obat-obatan
d)
Antipiretik
Obat antipiretik diberikan bila suhu tubuh lebih dari 38.5°C. Obat
antipiretik diberikan apabila diperlukan. Obat antipiretik digunakan
bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh menjadi dibawah 39° C.
Antipiretik yang dianjurkan adalah parasetamol, sedangkan asetosal tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis
(Anonim, 2004).
Tabel 2. Dosis Parasetamol Menurut Kelompok Umur (Anonim, 2004)
e)
Antibiotik
Belum ada bukti yang mendukung penggunaan antibiotik pada pasien
DBD (Anonim, 2010). Pertimbangan pemberian antibiotik pada keadaan
syok mengingat kemungkinan adanya kejadian infeksi sekunder dengan
translokasi dari saluran cerna. Antibiotik yang digunakan hendaknya yang
tidak berefek terhadap sistem pembekuan (Anonim, 2004).
f)
Antisedatif
Antisedatif dibutuhkan terutama pada pasien yang sangat gelisah.
Obat hepatotoksik sebaiknya dihindarkan, kloralhidrat oral atau rektal
dianjurkan dengan dosis 12,5 – 50 mg/kg tidak lebih dari 1 jam digunakan
sebagai satu macam obat hipnotik (Soegijanto, 2006).
FAKTOR PENYEBAB PRESCRIBING ..., LINA JAYANTI, FARMASI, UMP 2014
10
g)
Antikonvulsan
Anti konvulsan seperti diazepam, fenobarbital atau largaktil diberikan
apabila terdapat indikasi kejang (Anonim, 2004).
h)
Kortikosteroid
Pemakain kortikosteroid pada penderita DBD masih kontroversial.
Pemberian steroid tidak direkomendasikan pada pasien DBD (Anonim,
2010). Sedangkan menurut Dep.Kes. RI. Menyebutkan bahwa pemberian
deksametason 0,5 mg/KgBB/kali tiap 8 jam berguna untuk mengurangi
udem otak karena syok yang berlangsung lama, tetapi apabila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan
(Anonim, 2004).
i)
Antidiuretik
Furosemid 1 mg/KgBB dapat diberikan pada pengobatan syok apabila
diuresis 1 ml/KgBB belum cukup untuk memperbaiki keadaan penderita.
Furosemid diberikan terutama jika pada psien syok terdapat overload
Antara lain edema atau pernafasan meningkat (Anonim, 2004).
j)
Neomisin dan laktulosa
Neomisin dan laktulosa dapat diberikan pada pasien yang mengalami
ensefalopati karena berguna untuk mengurangi produksi amoniak
(Anonim, 2004).
k)
Vitamin K
Pemberian vitamin K secara intravena 3-10 mg selama 3 hari dapat
diberikan apabila terdapat disfungsi hati (Anonim, 2004).
FAKTOR PENYEBAB PRESCRIBING ..., LINA JAYANTI, FARMASI, UMP 2014
11
l)
Vasopresor
Obat-obatan vasopresor seperti dopamin, dobutamin, atau epinephrine
dapat diberikan jika pasien mengalami syok yang belum teratasi dengan
pemberian ringer laktat (Anonim, 2004).
m) Heparin
Heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratories didapatkan
tanda-tanda Koagulasi Intravaskuler Disseminata (KID) (Anonim, 2004).
n)
Natrium bikarbonat
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien
DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu
terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada
umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan
dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan
sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan
(Anonim, 2004).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia pasien dapat
dipulangkan apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini :
1)
Tampak perbaikan secara klinis
2)
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3)
Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)
4)
Hematokrit stabil
5)
Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
6)
Tiga hari setelah syok teratasi
7)
Nafsu makan membaik (Anonim, 2004).
FAKTOR PENYEBAB PRESCRIBING ..., LINA JAYANTI, FARMASI, UMP 2014
12
B. Prescribing Error
Kesalahan peresepan (Prescribing Error ) dapat didefinisikan sebagai
kegagalan dalam proses penulisan resep yang menyebabkan satu atau lebih
kesalahan format penulisan resep sehingga terjadi kesalahan dalam
instruksi pelayanan resep (Aronson, 2009).
Kesalahan pada kesalahan peresepan diklasifikasikan menjadi dua macam,
yakni kesalahan omission dan kesalahan commission (Ni dkk, 2002)
1. Kesalahan omission diartikan sebagai hilangnya informasi penting
pada resep, termasuk tidak ada dan atau tidak lengkap spesifikasi
bentuk sediaan atau kekuatan, dosis dan atau dosis regimen,
jumlah atau durasi obat yang harus ada pada resep yang tidak bisa
terbaca dan resep yang tidak memenuhi aturan.
2. kesalahan
commission
merupakan
kesalahan
memberikan
informasi pada penulisan resep, termasuk kesalahan dosis dan atau
regimen dosis, kesalahan obat dan atau indikasinya, kesalahan
jumlah dan atau durasi terapi, serta adanya interaksi obat pada
resep.
C. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai
kesatuan personal terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani
masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud
yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik ( Siregar,
2003).
Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk
pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut KEPMENKES RI Nomor :
983/Menkes/SK/XI/1992, Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas
sebagaimana dimaksudkan, Rumah Sakit mempunyai fungsi :
FAKTOR PENYEBAB PRESCRIBING ..., LINA JAYANTI, FARMASI, UMP 2014
13
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
2. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis;
3. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan pemberian pelayanan kesehatan; dan
4. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
D. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu unit/ bagian di rumah
sakit yang melakukan pekerjaan kefarmasian dan memberikan pelayanan
kefarmasian menyeluruh, khususnya kepada pasien, professional kesehatan,
rumah sakit, serta masyarakat pada umumnya, dipimpin oleh seorang
apoteker yang sah, kompeten dan profesional (Siregar, 2004).
Kriteria penetapan prioritas penerapan fungsi dan pelayanan IFRS
didasarkan pada berbagai hal berikut.
1. Fungsi yang memastikan tersedianya obat yang paling sesuai, efektif,
aman, rasional, dan memadai.
2. Fungsi yang memastikan, langsung mempengaruhi penulisan serta
penggunaan obat yang paling tepat dan rasional.
3. Fungsi yang memastikan upaya peningkatan keamanan dan kepatuhan
pasien dalam penggunaan obat.
4. Fungsi dan pelayanan yang segera dapat dilakukan tanpa penambahan
biaya yang besar.
5. Fungsi dan pelayanan yang menjadi keahlian serta keterampilan
apoteker.
FAKTOR PENYEBAB PRESCRIBING ..., LINA JAYANTI, FARMASI, UMP 2014
14
6. Fungsi dan pelayanan atas permintaan professional kesehatan lainnya
(Siregar, 2004).
E. Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker
untuk membuat dan atau menyerahkan obat kepada pasien.
Yang berhak menulis resep ialah :
1. Dokter
2. Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut.
3. Dokter hewan, terbatas pengobatan hewan.
Dalam resep harus memuat :
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek Dokter, Dokter gigi dan
Dokter hewan.
b. Tanggal penulisan resep ( inscription).
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama setiap obat
atau komposisi obat (invicatio).
d. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatur).
e. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku (subscriptio).
f. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep Dokter
hewan.
g. Tanda seru dan paraf Dokter untuk resep yang mengandung obat
yang jumlahnya melebihi dosis maksimal (Anief, 1988).
FAKTOR PENYEBAB PRESCRIBING ..., LINA JAYANTI, FARMASI, UMP 2014
Download