604 Jurnal Ecosystem Volume 17 Nomor 1, Januari – April 2017

advertisement
604
ANALISIS STRUKTUR POPULASI IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS)
PADA DAERAH RUMPON TERHADAP TEKANAN EKSPLOITASI
DI PERAIRAN TELUK BONE
Oleh
Harfika Sari Baso
Email: [email protected]
Ps. Aquakultur Universitas Andi Djemma Palopo
ABSTRAK
Ikan cakalang memiliki Nilai ekonomis yang tinggi disertai permintaan yang makin
meningkat membuat populasi ikan cakalang di perairan Teluk Bone menurun. Peneltian ini
bertujuan: (1) menganalisis struktur ukuran ikan cakalang yang tertangkap di daerah rumpon
pada perairan Teluk Bone (2) menganalisis kondisi biologi populasi ikan cakalang yang
tertangkap dengan menggunakan alat bantu rumpon di perairanTeluk Bone.
Metode pengumpulan data, yaitu menganalisis struktur ukuran ikan cakalang yang
tertangkap di daerah rumpon dengan menggunakan uji-t student, kelompok umur di analisis
dengan menggunakan metode selisih frekuensi panjang, Pertumbuhan ikan cakalang di analisis
dengan menggunakan persamaan pertumbuhan eksponential Von Bertalanfi, kebiasaan makanan
ikan cakalang akan digunakan metoda “ Indeks Relatif Penting” , hubungan panjang berat
menggunakan persamaan Effendi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) ukuran ikan cakalang yang tertangkap di daerah
rumpon memiliki ukuran yang tidak jauh berbeda, 2) jumlah kelompok umur yang tertangkap
pada daerah rumpon yaitu 3 kelompok umur, tetapi panjang rata-rata menurut kelompok umur
berbeda. (3) pertumbuhan ikan cakalang di Teluk Bone daerah rumpon mencapai ukuran Lο‚₯ =
83.9152 dengan koefisien laju pertumbuhan 0,31589 pertahun. (4) kebiasaan makanan pada
daerah rumpon terdiri dari ikan teri, ikan lain, cumi-cumi, dan krustacea. (5) hubungan panjang
dan berat di daerah rumpon adalah alometrik negatif, yaitu pertambahan panjang lebih cepat
daripada pertambahan berat.
Kata kunci : Teluk Bone, Ikan Cakalang, Rumpon
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
adalah salah satu jenis ikan pelagis besar
perairan Teluk Bone yang bernilai ekonomis
tinggi sehingga banyak dimanfaatkan oleh
nelayan Pantai Timur Sulawesi Selatan.
Populasi ikan cakalang di perairan Teluk
Bone dieksploitasi oleh nelayan yang berbasis
di sepanjang perairan Teluk Bone mulai dari
ujung Selatan Perairan Teluk Bone
(Kabupaten Bulukumba, Sinjai dan Bone),
perairan bagian Tengah Teluk Bone
(Kabupaten Luwu dan Kota Palopo) sampai
ke ujung Utara Perairan Teluk Bone
(Kabupaten Luwu Timur, Luwu Utara dan
Kolaka) bahkan sampai pada perairan Selat
Makassar dan perairan Pantai Selatan
(LautFlores) (Mallawadkk, 2010).
Cakalang
ditangkap
dengan
menggunakan berbagai macam alat tangkap
dan tingkat teknologi yang bervariasi seperti
huhate (pole and line), pancing tangan (hand
line), pancing tonda (trolling line), pukat
cincin (purse seine) dan kadang jaring insang
permukaan
(surface gill net), yang
menggunakan alat bantu rumpon atau
memburu gerombolan ikan (Yahya dkk,
2001).
Saat ini kegiatan penangkapan ikan
cakalang di Teluk Bone berlangsung secara
bebas (open access) sehingga semua nelayan
dan berbagai alat tangkap yang ada di daerah
pesisir kabupaten/kota bebas mengakses
untuk menangkap
cakalang.
Nelayan
memiliki kecenderungan kapan dan dimana
saja dengan bebas melakukan penangkapan
termasuk ikan yang masih berukuran belum
layak tangkap. Sehingga hal tersebut
menyebabkan produksi cakalang menurun.
Jurnal Ecosystem Volume 17 Nomor 1, Januari – April 2017
605
Ikan cakalang dieksploitasi sepanjang
tahun, dan sepanjang masa ruaya mencari
makannya (feeding migration) di perairan ini.
Ukuran yang tertangkap mulai dari ukuran
kecil sampai ukuran besar tanpa adanya
pengaturan. Jika keadaan ini terus
berlangsung
tanpa
dibatasi
maka
dikhawatirkan akan mengganggu kelestarian
populasinya.Hal ini mulai terlihat dari
produksi hasil tangkapan cakalang yang
mengalami penurunan selama lima tahun
terakhir. Padatahun 2007 hasil tangkapan di
wilayahTeluk Bone untuk perairan Kabupaten
Bone, Wajo, Luwu, Kota Palopo, Luwu
Utara, dan LuwuTimur, totalnya mencapai
12.965,3 ton. Mengalami penurunan sampai
pada tahun 2011 yaitu hanya sekitar 3.738 ton
(DKP, 2012).
Tekanan eksploitasi terhadap ikan
cakalang yang terus meningkat dikhawatirkan
akan berpengaruh terhadap populasinya di
perairan Teluk Bone. Untuk itu perlu adanya
pengkajian Biologi Populasi sebagai data base
dalam
menentukan
pemanfaatan
dan
pengelolaan Ikan Cakalang di Teluk Bone.
B. Bahan Dan Metode
1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah unit alat tangkap kapal
pole and line, gps, coolbox, kamera digital,
timbangan elektrik, papan ukur, alat tulis
menulis, peta DPPI. Bahan yang digunakan
yaitu ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama11
(sebelas) bulan dalam 3 (tiga) musim
penangkapan ikan cakalang yaitu musim
Timur, musim peralihan Timur ke Barat, dan
musim Barat. Yaitu dari bulan Agustus 2012
sampai
dengan
Juni
2013.
Lokasi
pengambilan sampel dilakukan di perairan
Teluk Bone. Fishing base dipilih berdasarkan
basis nelayan untuk penangkapan ikan
cakalang di Perairan Teluk Bone yaitu
Kabupaten
Luwu,
Sulawesi
Selatan
(gambar.1)
Gbr 1. Peta lokasi penelitian di Perairan
Teluk Bone Yaitu Kabupaten Luwu,
Sulawesi Selatan
II. METODE PENELITIAN
A. Metode Pengumpulan Data
1. Pengambilan Dan Pengukuran Sampel
Data yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu data primer yang dikumpulkan
melalui pengamatan langsung di lapangan
(insitu) dan data sekunder yang dikumpulkan
melalui desk study. Sebelumnya dilakukan
penentuan
daerah
penangkapan
yang
sebelunya sudah diletakkan alat bantu berupa
rumpon informasi daerah dan musim
penangkapan dari nelayan setempat. Lokasi
tersebut akan ditentukan melalui bantuan
GPS.
Sampel ikan cakalang (katsuwonus
pelamis) didapatkan oleh nelayan setempat
yang melakukan kegiatan penangkapan pada
alat tangkap pole and line selanjutnya
dilakukan pengukuran sebagai dasar untuk
menentukan ukuran ikan cakalang.
2. Analisis Data
Struktur ukuran. Struktur ukuran ikan
yang tertangkap disajikan dalam bentuk
histogram. Perbedaan struktur ukuran antara
ikan cakalang hasil tangkapan pole and line
rumpon dan non rumpon dianalisis dengan
menggunakan uji t student.
Kelompok umur. Kelompok umur di
analisis dengan menggunakan metode selisih
frekuensi panjang (Bhattacharya, 1967), yaitu
dengan memetakan antara logaritma selisih
frekuensi (βˆ† log F) sebagai sumbu Y dan
Jurnal Ecosystem Volume 17 Nomor 1, Januari – April 2017
606
tengah kelas sebagai sumbu X. Sebelum
dilakukan perhitungan βˆ† log F, terlebih
dahulu dilakukan normalisasi frekuensi
panjang menurut kelas panjang melalui
persamaan distribusi normal.
Hasil perpotongan garis regresi yang
terbentuk dengan sumbu y memberikan hasil
nilai
rata-rata panjang setiap wilayah
kelompok umur. Jumlah garis regresi yang
terbentuk menunjukkan jumlah kelompok
umur. Kemudian dilakukan perbandingan
secara deskriptif jumlah kelompok umur dan
panjang rata-rata individu dalam kelompok
umur menurut daerah penangkapan di
wilayah rumpon.
Pertumbuhan. Pertumbuhan ikan
cakalang dianalisis dengan menggunakan
persamaan pertumbuhan eksponential Von
Bertalanffy (Sparre et al, 1989) yaitu :
L(t) = L~ [ 1 – e –K(t – to)]
Dimana
L(t) : panjang ikan pada umur t
L ~ : panjang asimptot : umur ikan
to : umur teoritis pada saat panjang ikan 0
K : koefisien laju pertumbuhan
Pendugaan parameter laju pertumbuhan
(K) dan panjang asimptot akan menggunakan
metoda Ford – Walford (Sparre et al, 1989).
Kemudian dilakukan analisis perbandingan
model
pertumbuhan
menurut
daerah
penangkapan ikan pada wilayah rumpon.
Kebiasaan
makanan.
Untuk
mengetahui jenis makanan ikan cakalang
akan digunakan metoda “ Indeks Relatif
Penting (Yesaki, 1981) dengan persamaan :
IRP = (% W ) x (% F)
Dimana % W adalah persentase berat suatu
jenis makanan dan, % F adalah persentase
kejadian suatu jenis makanan.
Hubungan
Panjang
Berat,
Perhitungan
hubungan
panjang
berat
menggunakan persamaan Effendi (1997) yaitu
:
π‘Š = π‘ŽπΏπ‘
Dimana W adalah berat ika
L
adalah
panjang ikan a dan b adalah konstanta, di
mana nilai “b” menggambarkan bentuk tubuh
ikan cakalang (montok atau ramping).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Ukuran Ikan Cakalang
Untuk menentukan struktur ukuran
ikan dilakukan pengukuran panjang cagak
pada ikan cakalang yang tertangkap saat
operasi. Pengukuran sampel ikan yang
diambil selama penelitian di perairan teluk
bone pada daerah penangkapan selama
penelitian sebanyak 1126 ekor ikan cakalang
dengan berbagai ukuran. Struktur ukuran ikan
cakalang yang tertangkap di daerah rumpon
dapat dilihat pada Gambar 2
Frekuensi (ekor)
140
120
100
80
60
40
20
0
31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59 61 63 65 67 69
Tengah Kelas (cm)
Gambar 2. Struktur Ukuran Ikan Cakalang Di Daerah Rumpon
Berdasarkan data grafik di atas
dijelaskan bahwa ikan cakalang yang
tertangkap pada daerah rumpon didominasi
pada kisaran 50.2 cm – 52.2 cm FL,sebanyak
121 ekor. Hasil tangkapan yang paling sedikit
didapatkan pada ukuran 42.2 cm – 44.2 cm
(FL) yaitu sebanyak 9 ekor. Kisaran panjang
yang diperoleh adalah 30.2 cm – 69.2 cm FL
(50.00±2.65). Histogram memperlihatkan tiga
puncak dengan ukuran dominan pada kisaran
Jurnal Ecosystem Volume 17 Nomor 1, Januari – April 2017
607
panjang masing-masing 34.2 cm – 40,2 cm
FL, 48.2 cm – 54,2 cm FL, dan 58.2 cm –
64,2 cm FL.
Hasil yang berbeda didapatkan
beberapa tahun yang lalu oleh Baso (2011)
menjelaskan bahwa Ikan cakalang yang
tertangkap dengan pole and line di perairan
Teluk Bone memiliki ukuran panjang total
14,0 – 86,0 cm, dengan frekuensi panjang
terbesar pada kelas panjang 26,0 – 29,0 cm
sebanyak 132 ekor dan frekuensi panjang
terkecil pada ukuran 83,0 – 86,0 cm sebanyak
7 ekor.
Ikan cakalang di perairan Teluk Bone
dapat mencapai ukuran yang lebih panjang
(86,0 cm) dibanding dengan perairan lainnya.
Syamsuddin dkk (2003) menjelaskan bahwa
komposisi ukuran ikan yang tertangkap di
perairan Kupang berkisar 29,0 cm – 58,9 cm.
Jumlah tangkapan terbanyak adalah ukuran
47,0 cm – 49,9 cm (17,90 %), dan disusul
oleh ukuran 44,0 – 46,9 cm (16,64 %) dan
ukuran 38,0 – 40,9 cm (16,36 %).
Jumlah sampel ikan cakalang yang
diperoleh selama penelitian di perairan teluk
bone pada daerah penangkapan rumpon
dengan menggunakan alat tangkap pole and
line adalah 711 ekor. Berdasarkan hasil
analisa metode battacharya yaitu hasil yang
diperoleh memperlihatkan tiga kelompok
umur untuk daerah rumpon memiliki ukuran
masing-masing L1 = 37 cm, L2 = 51 cm dan
L3 = 61 cm.
Adanya perbedaan ukuran pada
kelompok umur ini disebabkan terjadinya
migrasi atau perpindahan dari berbagai
wilayah peraiaran, ini sehubungan dengan
ketersedian makanan.Klorofil-a merupakan
faktor yangdapat memberikan indikasi
langsung keberadaan makanan ikan maupun
jalur wilayah migrasi ikan tuna (Polovina et
al. 2001). Kandungan klorofil-a dapat juga
digunakan sebagai ukuran banyaknya
fitoplaknton pada suatu perairan tertentu dan
dapat
digunakan
sebagai
petunjuk
produktivitas perairan. Daerah-daerah dengan
nilai klorofil-a tinggi mempunyai hubungan
erat dengan adanya proses penaikan massa
air/upwelling (Nontji 1993).
B. Kelompok umur
2.50
L2 = 51
2.00
L1 = 37
L3 = 61
1.00
0.50
69.2
65.2
67.2
63.2
59.2
61.2
57.2
55.2
55.2
53.2
49.2
51.2
47.2
43.2
45.2
43.2
39.2
41.2
37.2
-0.50
33.2
35.2
0.00
31.2
Δ Ln Fc
1.50
-1.00
-1.50
Tengah Kelas (cm)
Gambar 3. Kohor Hasil Tangkapan Yang Tertangkap Di Daerah Rumpon
Pada Perairan Teluk Bone
Hasil analisis frekuensi panjang ikan
cakalang dengan metoda Tanaka (1960 diacu
dalam Sparred & Venema 1999), pada
kawasan teluk Bone terdiri dari 4 (empat)
kelompok umur dengan modus ukuran atau
panjang rata-rata untuk ikan cakalang adalah
384 mm, 455 mm, 493 mm dan 549 mm.
Penelitian lain yang dilakukan oleh
Suhendrata et al. (1986), memperoleh 3
kelompok umur ikan cakalang yang
tertangkap dengan alat pole andline di
perairan sorong dengan menggunakan analisis
modus yaitu 370 mm, 540 mm dan 640 mm,
selanjutnya diperoleh 4 kelompok umur ikan
cakalang yang tertangkap di laut Banda yaitu
410 mm, 580 mm, 670 mm dan 720 mm,
sedangkan kelompok umur ikan cakalang
yang tertangkap di Pelabuhan Ratu dengan
metode analisis modus diperoleh 4 kelompok
Jurnal Ecosystem Volume 17 Nomor 1, Januari – April 2017
608
umur yaitu 330 mm, 500 mm, 570 mm dan
660 mm.
Selanjutnya
Sumadhiharga
dan
Hukom (1987), menyatakan bahwa sebaran
frekuensi panjang cagak dari 5040 ekor ikan
cakalang yang diukur menunjukkan panjang
minimum 300 mm dan panjang maksimum
699 mm, dengan kelompok ikan yang
dominan terletak pada selang kelas 450-559
mm.
C. Pertumbuhan
Dari persamaan pertumbuhan ikan
cakalang pada daerah penangkapan rumpon
tersebut dapat diketahui panjang ikan
cakalang dari berbagai umur relatif, sehingga
di peroleh pertambahan panjang ikan
cakalang setiap tahunnya hingga mencapai
panjang asimptotnya pada panjang 83,9 cm
pada umur 48 bulan (Gambar 4).
Panjang total (cm)
100
80
60
40
20
0
-2
8
Umur18(waktu relatif)
28
38
48
Gambar 4. Kurva Pertumbuhan Ikan Cakalang Di Perairan Teluk Bone
Pada Wilayah Rumpon
Bentuk kurva pertumbuhan pada
gambar 4 disebut kurva spesifik dimana ikan
cakalang pada fase awal dari hidupnya
mengalami pertumbuhan cepat dan akan
diikuti pertumbuhan yang lambat pada umur
tua.hal ini disebabkan karena energi yang
didapatkan dari makanan tidak lagi
dipergunakan utuk pertumbuhan melainkan
dipergunakan untuk mengganti sel-sel tubuh
yang rusak.
Data analisis mengenai pertumbuhan
ikan cakalang di perairan teluk bone
menggunakan analisis Ford Walford (Sparre
et al. 1989), didapatkan nilai parameter
pertumbuhan masing-masing dilihat tabel
dibawah ini
Tabel 1.
Nilai Parameter Pertumbuhan di Daerah Penangkapan Rumpon
Daerah penangkapan
Parameter pertumbuhan
rumpon
83.91527
Panjangasimptot (cm) (Lο‚₯)
Koefisienlajupertumbuhan (K) (tahun)
0.31589
Umurteoritis (t0)
-0.3474
Tabel diatas menunjukkan bahwa
panjang asimptot (Lο‚₯) untuk daerah rumpon
yaitu
83.91527cm.
Koefisien
laju
pertumbuhan (K) di daerah rumpon nilai
rendah karena dibawah 0.15 per tahun
sehingga memerlukan waktu yang lama untuk
mencapai panjang asimptotnya Maka di
dapatkan umur teoritis (t0) untuk ikan
cakalang yang tertangkap di daerah rumpon
adalah -0.3474 (waktu relative). Berdasarkan
nilai parameter pertumbuhan yang di peroleh
(Lο‚₯, K, t0) maka persamaan pertumbuhan
ikan cakalang yang tertangkap di perairan
teluk bone pada daerah rumpon berdasarkan
von berthalanfy adalah :
L (t) = Lο‚₯[ 1 – e –K (t - t0)]
L (t) = 83.91527 [ 1 – e –0.31589 (t + 0.3474)]
Jurnal Ecosystem Volume 17 Nomor 1, Januari – April 2017
609
D. Kebiasaan Makanan
Isi lambung ikan cakalang
yang
diperoleh dari daerah penangkapan rumpon
meliputi ikan teri, cumi-cumi, crustacea dan
ikan lain . Berdasarkan Gambar 5 dapat
terlihat bahwa ikan teri IP tertinggi dari
semua jenis makanan yang terdapat pada
lambung ikan cakalang, dimana nilai
persentase kehadiran (FK) mencapai 46 % ,
kemudian diikuti oleh crustacea, cumi-cumi,
dan ikan lain dengan presentase masingmasing FK yaitu 11%, 15%, dan 29% Dari
nilai FK maka dapat diketahui apa saja
makanan ikan cakalang yang utama,
pelengkap dan makanan tambahannya.
Gbr 6. Komposisi Makanan Ikan
Cakalang Tertangkap Di Rumpon
E. Hubungan
Panjang
Berat
Cakalang di Daerah Rumpon
Ikan
Hubungan panjang berat ikan cakalang
yang tertangkap oleh nelayan di perairan
Teluk Bone Kabupaten Luwu pada rumpon
disajikan pada Gambar 34 di bawah ini:
6
y = 0.086x - 1.814
4
R² = 0.7396
2
bobot (kg)
Hasil Penelitian Jamal (2011) yang
juga dilakukan di teluk bone mendapatkan
hasil
dengan
persamaan
parameter
pertumbuhan L(t) = 76 [1– e 0,19 (t + 0,36)].
Persamaan tersebut dapat memberikan
indikasi bahwa cakalang mencapai FL
maksimum (L∞) sebesar 76 cm pada umur 84
bulan. Panjang maksimum ikan cakalang di
kawasan Teluk Bone berbeda dari cakalang
yang ditangkap di perairan Sumatera Barat,
yaitu L =87,8 cm pada umur 120 bulan
(merta, 1989). Perbedaan nilai parameter
pertumbuhan tersebut (L dan K) dari spesies
ikan yang sama pada lokasi yang berbeda
dipengaruhi oleh faktor lingkungan masingmasing
perairan
seperti
ketersediaan
makanan, suhu perairan, oksigen terlarut,
ukuran ikan dan kematangan gonad (Merta,
1992).
0
0
20
40
60
80
panjang (cm)
Gbr 7. Hubungan Panjang Berat
Ikan Cakalang Perairan Luwu
Teluk Bone di Rumpon
Hasil perhitungan hubungan panjang
berat ikan cakalang pada daerah rumpon
dengan menggunakan persamaan hubungan
panjang berat yang dilinierkan didapatkan
bahwa untuk hasil tangkapan rumpon
hubungan panjang berat ikan adalah : W =
0.0012219
L1.9369,penentuan
pola
pertumbuhan dapat diketahui melalui
hubungan antara panjang dan berat . dari hasil
analisa diperoleh nilai b = 1.9369 untuk ikan
yang tertangkap di daerah rumpon. Nilai b
yang diperoleh lalu di uji apakah b = 3 atau b
tidak sama dengan 3 (lampiran 1).
Dari hasil uji t untuk ikan yang
tertangkap di daerah rumpon nilat t hitung
lebih kecil dari t tabel, ini berarti nilai b tidak
sama dengan 3. Berdasaarkan hasil tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa pola
pertumbuhan ikan cakalang yang tertangkap
pada perairan teluk bone di daerah rumpon
termasuk alometrik negative , ini berarti
pertambahan panjang tubuh lebih cepat
daripada pertambahan bobot tubuh.
Hasil yang berbeda didapatkan oleh
(Jamal dkk, 2011) mengatakan bahwa tubuh
ikan cakalang di kawasan perairan teluk bone
memiliki pola ismotrik atau pertambahan
panjang yang sama dengan pertambahan
berat. Merta (1992) diacu dalam Manik
(2007),
menyatakan
karena
kondisi
lingkungan sering berubah dan atau kondisi
ikannya berubah, maka hubungan panjang
berat akan sedikit menyimpang dari hukum
kubik (b≠3).
Sedangkan menurut (Ricker 1973
diacu dalam Kalayci et al. 2007), menyatakan
bahwa perbedaan tersebut dapat juga
diakibatkan oleh faktor ekologi seperti
Jurnal Ecosystem Volume 17 Nomor 1, Januari – April 2017
610
temperatur, ketersediaan makanan, kondisi
pemijahan atau faktor-faktor lain seperti
kelamin,
umur,
daerah
dan
waktu
penangkapan serta kapal penangkapan yang
digunakan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kisaran ukuran ikan cakalang yang
tertangkap pada daerah rumpon yaitu
berkisar antara 50.2 cm – 52.2 cm FL.
2. Jumlah Kelompok umur yang tertangkap
pada daerah rumpon yaitu 3 kelompok
umur, memilikiukuranmasing-masing L1
= 37 cm, L2 = 51 cm dan L3 = 61
cm.tetapi panjang rata-rata menurut
kelompok umur berbeda.
3. Pertumbuhan Ikan cakalang di Teluk
Bonedaerah rumpon mencapai ukuran
Lο‚₯ = 83.9152 dengan koefisien laju
pertumbuhan 0,31589 pertahun.
4. Kebiasaan makanan pada daerah rumpon
terdiri dari ikan teri, Ikan lain, cumicumi, dan krustacea, namun pada daerah
non rumpon juga dijumpai, ikan peperek.
5. Hubungan panjang berat daerah rumpon
adalahb ≠ 3 yaitu pertambahan panjang
lebih cepat daripada pertambahan
berat.Hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan ikan cakalang di perairan
teluk bone berpola alometrik negative
B. Saran
Sebaiknya
dilakukan
penelitian
lanjutan tentang aspek biologi ikan Cakalang
(Katsuwonuspelamis) sehingga pupolasi ikan
cakalang dapat dimanfaatkan secara lestari
serta mengkaji model pengelolaan perikanan
yang sesuai dengan kondisi kawasan perairan
Teluk Bone.
DAFTAR PUSTAKA
Baso, H.S., 2011. Efektivitas Jenis Umpan
Hidup Terhadap Hasil Tangkapan
Pada Alat Tangkap Pole And Line di
Sekitar Perairan Teluk Bone Kab.
Luwu.
Skripsi
Fakultas
Ilmu
Perikanan Universitas Hasanuddin.
Makassar
DinasKelautandanPerikanan. 2012. Laporan
Statistik Perikanan Sulawesi Selatan
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan.
Yayasan
Pustaka
Nusatama.
Yogyakarta.157 hlm.
Jamal M., M.F.A. Sondita, J. Haluan, dan B.
Wiryawan. 2011. Pemanfaatan Data
Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus
pelamis) dalam Rangka Pengelolaan
PerikananBertanggung Jawab di
Perairan Teluk Bone. Jurnal Natur
Indonesia 14(1)11: 107-113.
Kalayci, F., Samsun, N., Bilgin, S. & Samsun,
O. 2007. Lengthweight relationship of
10 caught by bottom trawl and
midwater trawl from the middle
Black Sea, Turkey. Tourkish Journal
of Fisheries and Aquatic Sciences 7:
33-36
Mallawa, A., Syafruddin dan Palo, M., 2010.
Aspek Perikanan Dan Pola Distribusi
Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis)
Di Perairan Teluk Bone, Sulwesi
Selatan. J. Ilmu Kelautan dan
Perikanan vol 20 no 1 : 17 – 24.
Merta, I.G.S. 1989. Dinamika populasi ikan
cakalang, Katsuwonu pelamis
Linnaeus 1758 (Pisces : Scombridae)
dari perairan Sumatera Barat. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut 53: 33-48.
Merta, I.G.S. 1992. Dinamika Populasi Ikan
Lemuru S. Lemuru Bleekeri, 1 8 5 3
(Pisces :Clupeidae) di Perairan Selat
Bali dan Alternatif Pengelolaan.
Disertasi. Plogram Pascasarjana,
InstitutPertanian Bogor. Bogor.
Nontji.A. 2007. Laut Nusantara. Djambaran.
Jakarta
Sparred, P., E, Ursin and S.C. Venema. 1989.
Introduction to tropical fish stock
assessment. Part I manual. FAO
Rome 337p
Suhendrata, T. Dan Merta, S.G.I., 1986.
Hubungan Panjang Berat, Tingkat
Kematangan Gonad dan Fekunditas
Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
di Perairan Sorong.
Jurusan
Perikanan Laut 43 : 11 – 19.
Syamsuddin, Mallawa, A., Najamuddin dan
Sudirman,
2003.
Analisis
pengembangan
perikanan
ikan
cakalang
(Katsuwonus
pelamis
Linneaus) berkelanjutan di perairan
Kupang Nusa Tenggara Timur. J.
Electronik
PPs
UnHas.
http://pasca.unhas.ac.id.
Jurnal Ecosystem Volume 17 Nomor 1, Januari – April 2017
611
Yahya,
A. M. Diniah. Pujiyati. S,
Parwinia,E.Sobri,
H,
Muh.
Sabri,rusyadi, Ahmad farhan. 2001.
Pemanfaatan sumberdaya Tuna –
Cakalang secara terpadu. Program
Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Yesaki, M. 1981. Demersal Resources of the
Gulf and Gulf of Oman: FAO. Publ.
Rab[71]278.10 pp 89-115.
Jurnal Ecosystem Volume 17 Nomor 1, Januari – April 2017
Download