BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Model Advanced

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Kajian Teori
1.
Model Advanced Organizer
Menurut Insih Wilujeng (2003: 4) Model pembelajaran Advanced
Organizer
adalah model pembelajaran yang lebih mengutamakan
stuktur kognitif siswa, yang oleh Ausubel diberi arti pengetahuan
seseorang tentang bidang ilmu tertentu, pada waktu tertentu, dan sejauh
mana pengorganisasiannya, kejelasan dan kemantapannya. Ausubel
berpendapat bahwa struktur kognitif yang dikuasai seseorang merupakan
faktor yang sangat menentukan, apakah materi- materi baru akan
bermakna. Sebelum kita dapat menyuguhkan materi baru dengan
berhasil, kita harus meningkatkan stuktur kognitif siswa.
Menurut Ausubel, apakah materi atau informasi akan bermakna bagi
siswa lebih tergantung pada kesiapan siswa dan pengorganisasian materi
dari pada metode presentasinnya. Jika siswa mulai dengan perangkat
yang tepat, dan jika pembelajaran diorganisasi dengan baik, maka
terjadilah belajar yang bermakna (Soeparman Kardi, 1997: 4) pendapat
Ausubel terhadap materi bidang studi dan stuktur kognitif mempunyai
implikasi langsung yang penting terhadap pengorganisasian kurikulum
dan prosedur intruksional.
Pengorganisasian awal (advanced organizer) adalah sejumlah
pengetahuan
dari
pengalaman
seseorang
selama
hidupnya
pengetahuan apa yang mereka miliki untuk mempelajari pengetahuan
7
dan
baru. Hasil penelitian melaporkan bahwa pengetahuan awal seseorang
siswa akan megendalikan kemungkinan-kemungkinan belajar yang baru
(Arends, 1997: 246).
Ratna wilis Dahar (2006: 100), menggunakan
istilah pengaturan awal untuk menterjemahkan istilah advanced
organizer. Pengaturan awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan
dipelajari, dan menolong siswa untuk menginggat kembali informasi
yang berhubungan yang digunakan untuk membantu menanamkan
pengetahuan baru. Suatu pengaturan awal dapat dianggap semacam
pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru.
Gredler dan Margereth (1991), dalam Napsin Palisoa (2007: 32),
mengemukakan bahwa model pembelajaran Advance Organizer memiliki
tiga maksud yaitu:
a. Memberikan kerangka konseptual untuk belajar yang akan terjadi
berikutnya.
b. Dipilih secara saksama sehingga dapat menjadi penghubung antara
serangkaian informasi siswa sekarang dan belajar yang baru.
c. Sebagai jembatan struktur kognitif yang akan diperoleh.
Ausubel (1960), dalam Arends (1997: 246) menganalogikan
pengetahuan awal atau advanced organizer sebagai jembatan yang
menghubungkan antara pengetahuan awal dan pengetahuan baru.
Advanced organizer dapat berbentuk penjelasan verbal, wacana teks,
gambar, atau diagram.
8
Ausubel menjelaskan dalam (Soeparman Kardil, 2003: 3), bahwa
informasi baru dapat dipelajari secara bermakna dan tidak mudah
dilupakan asal informasi baru tersebut dapat dihubungkan dan dikalikan
dengan konsep yang sudah ada. Jika materi yang baru sangat
bertentangan dengan struktur kognitif yang ada atau tidak dapat dikaitkan
dengan konsep yang sudah ada, maka materi baru tersebut tidak dipahami
dan disimpan lagi.
Joyce dan Weil (1996: 272) Terdapat dua macam pengorganisasian
awal,
yaitu
expository
dan
comparation.
Espasitory
organizer
mengandung konsep dasar pada tingkat abstraksi tinggi dan mungkin
beberapa konsep di bawahnya. Sedangkan comparative organizer banyak
digunakan pada materi yang relative telah dikenal. Tujuan dari
pengorganisasian awal ini disusun untuk membedakan konsep awal dan
konsep baru.
Soeparman Kardi dalam Napsin Palisoa (2007: 36) Advanced
Organizer termasuk dalam kegiatan pembelajaran. Advanced Organizer
dirancang untuk memantapkan struktur kognitif siswa. Struktur kognitif
merupakan faktor yang sangat menentukan apakah materi baru akan
bermakna dan sejauh mana materi-materi tersebut dapat diperoleh dan
dipertahankan.
2.
Aktivitas Belajar
Aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi segala sesuatu yang
dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non
9
fisik, merupakan suatu aktivitas. Menurut Sriyono aktivitas adalah
segala kegiatan yang dilaksanakan baik jasmani atau rohani. Aktivitas
siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator
adanya keinginan siswa untuk belajar.
Menurut Oemar Hamalik (2001: 28), belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Aspek tingkahlaku tersebut adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan,
keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau
budi pekerti dan sikap.
Disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan
yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka
mencapai
tujuan
belajar.
Aktivitas
yang
dimaksudkan
disini
penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif.
Keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu
indikator adannya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa
dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku
seperti sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru, mampu menjawab pertanyaan, senang
diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.
Seorang pakar pendidikan, Trinandita (1984), dalam Oemar
Hamalik (2001: 24) menyatakan bahwa yang paling mendasar yang
dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan
10
siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang
tinggi antara guru dengan siswa ataupun antar siswa. Hal ini akan
mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana
masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal
mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan
terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada
peningkatan prestasi.
Para ahli mengelompokkan aktivitas belajar dalam beberapa
klasifikasi yaitu:
1. Paul D. Dierich dalam Oemar Hamalik (2001: 172)
membagi
kegiatan belajar dalam 8 kelompok, yaitu:
a. Visual Activities
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati percobaan,
mengamati orang lain bekerja.
b. Oral Activities
Mengemukakan pendapat, menghubungkan suatu kejadian,
memberi saran, mengajukan pertanyaan.
c. Listening Activities
Mendengarkan penjelasan guru.
d. Writing Activities
Mengerjakan latihan, menulis catatan, menulis cerita, membuat
karangan, mengisi angket, dan mengerjakan tes.
e. Drawing Activities
Menggambar grafik, membuat pola, chart dan diagram.
f. Motor Activities
Melakukan
percobaan,
melaksanakan
pameran,
menyelenggarakan permainan dan lain-lain.
g. Mental activities
Memecahkan masalah, membuat keputusan, menganalisa.
h. Emotional Activities
Bersemangat, menaruh minat.
11
Oemar Hamalik (2001: 175) Aktivitas sangat besar nilainya bagi
pengajaran, hal ini disebabkan karena:
1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami
sendiri.
2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi
siswa secara integral
3. Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan siswa.
4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan siswa sendiri
5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar
menjadi demokratis
6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, hubungan antar
orang tua dan guru
7. Pembelajaran diselenggarakan secara realistis dan kongkrit
sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta
menghindari verbalistis.
8. Pengajaran sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam
kehidupan masyarakat.
3.
Hasil Belajar
Abdurrahman (1999), dalam Asep jihad (2008: 14) Hasil belajar
adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar. Belajar itu sendiri merupakan proses dari seseorang yang
berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang
relatif
menetap.
Dalam
kegiatan
pembelajaran
atau
kegiatan
instruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang
berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran ataupun tujuan instruksional.
Menurut Benjamin S. Bloom dalam Asep Jihad (2008: 14) tiga
ranah (domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Menurut A.J Romizowki dalam Asep Jihad (2008: 14) hasil belajar
merupakan keluaran dari suatu system pemrosesan masukan. Masukan
12
dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan
keluarannya adalah perbuatan atau kinerja.
Disimpulkan bahwa hasil belajar pencapaian bentuk perubahan
perilaku yang menetapkan dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris
dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. Selanjutnya
Benjamin
S.
dikelompokkan
Bloom
berpendapat
kedalam
dua
bahwa
macam
hasil
yaitu
belajar
pengetahuan
dapat
dan
keterampilan. Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu:
a. Pengetahuan tentang fakta
b. Pengetahuan tentang prosedural
c. Pengatahuan tentang konsep
d. Pengatahuan tentang prinsip.
Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu
a. Keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif
b. Keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik
c. Keterampilan bereaksi atau bersikap
d. Keterampilan berinteraksi
Hasil belajar diperoleh dengan
melakukan evaluasi atau
penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur
tingkat pengausaan siswa. Hasil belajar adalah segala sesuatu yang
menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang
dilakukannya. Oemar Hamalik (2003) dalam asep jihad (2008: 15)
mengatakan bahwa hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
13
nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap, serta apersepsi
dan abilitas. Kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengertian hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara
nyata setelah dilakukan proses mengajar yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Setelah melalui proses belajar maka siswa diharapkan dapat
mencapai tujuanpembelajaran yang disebut juga sebagai hasil
belajar yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah menjalani
proses pembelajaran. Nana Sudjana (2004) dalam Asep Jihad (2008:
21)
mengatakan
bahwa
hasil
belajar
adalah
kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.
Oemar Hamalik dalam Asep Jihad (2008: 15) Tujuan belajar
adalah sejumlah hasil belajar, yang menunjukkan behwa siswa telah
melakukan
perbuatan
belajar
yang
meliputi
pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan dapat
dicapai oleh siswa.
Usman (2001) dalam Asep jihad (2008: 16) menyatakan bahwa
hasil belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan
rumusan tujuan instruksional yang direncanakan guru sebelumnnya
yang dikelompokkan kedalam tiga kategori, yakni domain kognitif
afektif dan psikomotorik.
14
1. Domain Kognitif
a. Pengetahuan (knowledge). Jenjang yang paling rendah
dalam kemampuan kognitif meliputi pengingatan hal-hal
yang bersifat kusus atau universal, mengetahui metode dan
proses, pengingat terhadap suatu pola, struktur atau seting.
b. Pemahaman (comprehension). Jenjang seting di atas
pengetahuan ini meliputi penerimaan dalam komunikasi
secara akurat, menetapkan hasil komunikasi secara akurat,
menettapkan hasil komunikasi dalam bentuk penyajian yang
berbeda, mengkoordinasikannya secara setingkat tanpa
merubah pengeryian dan dapat mengekplorasikan.
c. Aplikasi atau penggunaan prinsip atau metode pada situasi
yang baru.
d. Analisa. Jenjang yang keempat ini berhubungan dengan
kemampuan anak dalam memisah-misah suatu materi
menjadi bagian-bagian yang membentuknya, mendeteksi di
antara bagian-bagian itu dengan cara mencari materi yang
terorganisir.
e. Sintesa. Jenjang yang sudah satu tingkat lebih sulit dari
analisa, ini meliputi anak untuk menempatkan bagian-bagian
elemen sehingga membentuk keseluruhan yang koheren.
f. Evaluasi. Jenjang ini adalah paling atas atau yang dianggap
paling sulit dalam kemempuan pengetahuan anak didik,
melipiti kemampuan anak didik dalam mengambil
keputusan atau dalam menyatakan pendapat tentang nilai
suatu tujuan, ide, pekerjaan, pemecahan masalah, metoda,
materi dan lain-lain.
2. Domain kemampuan sikap (affective)
a. Menerima atau memperhatikan. Jenjang ini akan meliputi
sifat sensitif terhadap adanya eksistensi suatu phenomena
tertentu atau suatu stimulus dan kesadaran yang merupakan
perilaku kognitif. Termasuk didalamnya juga keinginan
untuk menerima atau memperhatikan.
b. Merespon. Dalam jenjang ini anak didik dilibatkan secara
puas dalam suatu subjek tertentu, phenomena atau suatu
kegiatan sehingga ia akan mencari-cari dan menambah
kepuasan dari bekerja dengannya atau terlibat di dalamnya.
c. Penghargaan. Pada level ini perilaku anak didik adalah
konsisten dan stabil tidaknya hanya dalam persetujuan
terhadap suatu nilai.
d. Mengorganisasikan. Dalam jenjang ini anak didik
membentuk suatu sistem nilai yang dapat menuntun
perilaku.
e. Mempribadikan. Pada tingkat akhir sudah ada internalisasi,
nilai-nilai telah mendapatkan tempat pada diri individu,
15
diorganisasikan ke dalam suatu sitem yang bersifat internal,
memiliki kontrol perilaku.
3. Ranah psikomotorik
a. Menirukan. Apabila ditunjukkan kepada anak didik suatu
action yang dapat diamati, maka akan mulai membuat turuan
terhadap action itu sampai pada tingkat sistim otot-ototnya
dan dituntut oleh dorongan kata hari untuk menirukan.
b. Manipufasi. Pada tingkat ini anak didik dapat menampilkan
suatu action seperti yang diajarkan.
c. Keseksamaan. Meliputi kemampuan anak didik dalam
penampilan yang telah sampai pada tingkat perbaikan yang
lebih tinggi dalam mereproduksi suatu kegiatan tertentu.
d. Artikulasi. Yang utama disini anak didik telah dapat
mengkoordinasikan serentetan action dengan menetapkan
urutan secara tepat diantara action yang berbeda-beda.
e. Naturalisasi. Tingkat akhir dari kemampuan psikomotorik
adalah apabila anak telah dapat melakukan secara alami
suatu action atau sejumlah action yang urut.
Perubahan salah satu atau ketiga domain yang disebabkan oleh
proses belajar dinamakan hasil belajar. Hasil belajar dapat dilihat dati
ada tidaknya perubahan ketiga domain tersebut yang dialami siswa
setelah menjalani proses belajar.
Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari
seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa, disamping diukur dari
segi prosesnya, artinya seberapa jauh tipe hasil belajar dimiliki siswa.
Baik buruknya hasil belajar dapat dilihat dari hasil pengukuran yang
berupa evaluasi, selain mengukur hasil belajar penilaian dapat juga
ditunjukkan kepada proses pembelajaran, yaitu untuk mengetahui
sejauh mana tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
Semakin baik proses pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran, maka seharusnya hasil belajar yang diperoleh
16
siswa akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya.
4.
Hakikat Pembelajaran Fisika
Sains (fisika) telah diajarkan kepada siswa sejak di tingkat sekolah
dasar dan berperan penting dalam seluruh proses pendidikan. Pendidikan
sains (Fisika) di tingkat dasar memberikan kontribusi yang signifikan
pada seluruh proses pendidikan siswa. Melalui sains (fisika), siswa
diperkenalkan berbagai konsepsi tentang lingkungan sekitarnnya,
termasuk penerapan sains dan tehnologi di masyarakat. Disimpulkan
bahwa sains tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat.
Pembelajaran fisika di dalamnya harus lebih menekankan pada proses
pemecahan masalah dan pembentukan pengetahuan. Pembentukan
pengetahuan
yang
dimaksud
bukan
semata-mata
mengalihkan
pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa, melainkan pembentukan
pengetahuan dan memperhatikan pengetahuan awal yang dimiliki siswa.
Pembentukan pengetahuan ini akan menghasilkan nilai lebih bila
diperoleh dari berbagai kegiatan, itulah sebabnya aspek proses sangat
ditekankan dalam pembelajaran fisika.
Belajar fisika bukan sekedar menghafalkan konsep, teori, prinsip,
serta rumus. Namun lebih dari itu, belajar fisika berarti juga belajar
mengembangkan berbagai nilai (R. Rohandi, 1998: 17). (T. Sarkim,
1998: 140) menyatakan bahwa tujuan pengajaran sains terdiri dari:
mengembangkan pemahaman siswa tentang alam, mengembangkan
17
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh atau
mengolah pengetahuan baru, serta mengembangkan sikap-sikap positif.
Sikap positif yang dimaksud merupakan sikap keilmuan yang antara lain:
mampu berpikir kritis, berpikir analitis, perhatian pada masalah sains,
serta menghargai sains.
Aspek proses dalam pembelajaran fisika memang tidak mungkin
dapat dimasukkan pada setiap waktu, pada setiap pokok bahasan,
maupun sub pokok bahasan. Keterbatasan waktu menjadi penyebab
karena banyaknya materi yang harus disampaikan, serta ketersediaan
alat, sangat mungkin terjadi apabila suatu metode hanya diterapkan pada
pokok bahasan tertentu, atau hanya sebagai langkah yang dapat dialami
siswa pada suatu pokok bahasan tertentu, atau hanya sebagian langkah
yang dapat dialami siswa pada suatu pokok bahasan namun pada pokok
bahasan lain, proses ini dimunculkan.
5.
Implikasi untuk pembelajaran
Pengorganisasian awal adalah sarana utama untuk memperkuat
struktur kognitif dan mempertinggi presentasi informasi baru. Ausubel
mengambarkan pengorganisasian awal sebagai materi pengantar yang
diberikan mendahului pembelajaran pada tingkat abstraksi dan
kekhususan yang lebih tinggi dari pada pembelajarannya. Tujuanya
adalah menjelaskan, mengintegrasikan dan saling mengaitkan materi
pembelajaran dengan materi yang dipelajari terlebih dahulu.
18
Soeparman Kardi (2003) dalam Napsin Palisoa (2007: 33) Model
pembelajaran yang disusun di sini berdasarkan pada pandangan
Ausubel terhadap materi pelajaran atau bidang studi, struktur kognitif,
belajar secara aktif (Active reception learning), dan pengorganisasian
awal
Sintaks Advanced Organizer atau perorganisasian awal terdiri atas
tiga fase kegiatan. Fase pertama, presentase pengorganisasian awal, fase
kedua adalah presentasi tugas materi pembelajaran, dan fase ketiga
adalah penguat organisasi kognitif dan menelaah hubungan antara
materi pembelajaran dan pengetahuan yang sudah ada agar terjadi
proses belajar secara aktif. Secara singkat sintaks tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Sintaks Model Advanced Organizer (Pengorganisasian Awal)
(Joyce dan Weil, 2009: 289)
Fase I
Presentasi PA
•
•
•
•
•
•
Fase II
Presentasi Tugas
Fase III
Penguatan
Organisasi Kognitif
Menjelaskan Tujuan • Mempertahankan
• Menggunakan
pembelajaran
perhatian
prinsip rekonsiliasi
intergratif
Mengidentifikasi ciri • Pengorganisasian
khusus
yang sistemik
• Menggerakkan
reception learning
Memberikan contoh
• Urutan
aktif
pembelajaran yang
Menghubungkan
sistemik
• Memberi
dengan materi/konteks
kesempatan
Mengulang
pendekatan materi
Mengingatkan
bidang studi secara
kembali
kritis
pengetahuan/pengala
• Menjelaskan
man
siswa
yang
relevan
19
Model pembelajaran Advanced Organizer sangat bermanfaat untuk
menstrukturkan urutan kurikulum atau mata pelajaran dan mengajarkan
kepada siswa secara sistemik isi materi bidang studi. Setahap demi
setahap,
konsep-konsep
dan
proporsi
penting
dijelaskan
dan
diintegrasikan, sehingga pada akhir periode pembelajaran siswa akan
memperoleh pespektif keseluruhan bidang studi yang dipelajari.
Diharapkan pula akan terjadi peningkatan penguasaan siswa terhadap
informasi factual yang dihubungkan dan dijelaskan melalui ide-ide
pokok
6.
Materi
a. Pengenalan AVOmeter
AVOmeter berasal dari AVO dan meter, “A” untuk ampere, “V”
untuk volt, dan “O” untuk ohm. AVOmeter merupakan alat ukur
listrik yang dapat digunakan untuk mengukur kuat arus listrik,
tegangan listrik, dan juga hambatan. AVOmeter biasa disebut
dengan nama multitester (multi : banyak/lebih dari 1 dan tester : alat
untuk mengetes / mengukur). Bagian-bagian AVOmeter antara lain
skala, pointer (jarum penunjuk), selektor batas ukur, pengatur posisi
jarum, pengatur 0 ohm, terminal, dan probe.
1. Skala
Skala berupa garis berbentuk busur yang terdapat rentang
angka yang dipecah oleh beberapa garis. Terdapat beberapa skala
dengan rentang angka dan warna yang berbeda. Skala ada simbol
20
Ω hanya digunakan dalam pembacaan nilai hambatan. Terdapat
pula skala yang digunakan dalam pembacaan nilai tegangan
DC/AC dan kuat arus listrik DC. Tiga skala dengan rentang
berbeda yang dapat digunakan dalam pengukuran tegangan dan
kuat arus listrik.
2. Pointer (jarum penunjuk)
Jarum penunjukan akan bergerak yang berfungsi untuk
menunjukkan angka pada skala sebagian hasil pembacaan
pengukuran yang dilakukan. Mengamati angka yang ditunjukan
jarum, maka harus dilihat secara tegak lurus pada jarum. “Untuk
membantu pembacaan secara tegak harus, pada papan skala
terdapat cermin sebagai alat untuk mengurangi kesalahan”
3. Selektor Batas Ukur
Selektor batas ukur berupa skalar yang dapat diputar untuk
memilih batas ukur yang hendak digunakan. Bagian ini
merupakan bagian yang
sangat penting ketika menggunakan
AVOmeter, Karena menentukan fungsi dan batas pengukuran
yang akan digunakan.
Bagian tepi selektor terdapat tanda AC V, Ω, DC Ma dan DC
V. Penjelasan masing-masing tanda adalah sebagai berikut:
AC V
: untuk mengukur tegangan listrik PLN (arus bolak
balik).
21
DC V
: khusus untuk mengukur tegangan listrik DC. Misalnya
tegangan yang ditimbulkan oleh baterai.
DC mA : mengukur kuat arus listrik yang mengalir pada suatu
komponen.
: digunakan untuk mengukur nilai hambatan suatu
Ω
komponen
4. Zero Position Adjuster (Pengatur Posisi Nol jarum)
Pada AVOmeter, bagian ini digunakan untuk mengatur posisi
jarum pada angka nol yang letaknya paling kiri pada skala.
“sebelum melakukan pengukuran, cek apakah jarum sudah pada
posisi nol, jika belum, atur menggunakan pengaturan posisi jarum
dengan memutar ke kanan atau ke kiri hingga jarum pada posisi
nol.
5. Pengatur Nol Ohm
Bagian ini berfungsi untuk memutar jarum pada posisi nol
skala ukur hambatan ketika mengenolkan AVOmeter dalam
mengukur hambatan.
6. Probe
Probe merupakan bagian AVOmeter yang bersentuhan
langsung dengan objek yang akan diukur nilai besaran listriknya.
Terdapat dua probe pada AVOmeter yaitu warna merah dan
warna hitam.
22
7. Terminal Pengukuran
Terminal pengukuran adalah bagian untuk menghubungkan
probe dengan AVOmeter. Biasanya terdapat dua terminal pada
AVOmeter yaitu terminal + dan –.
b. Mengukur Hambatan Listrik, Tegangan dan arus Listrik
1. Mengukur Hambatan Listrik
Tahap persiapan sebelum melakukan pengukuran hambatan
menggunakan AVOmeter adalah mengenolkan AVOmeter
terlebih dahulu dengan menyentuhkan probe merah dan probe
hitam, kemudian pada tombol kecil berlabel “0Ω” putar perlahan
hingga jarum mengarah ke angka nol.
a.
Memasang ujung kabel probe hitam dipasang ke teminal
yang ditandai “Common” atau – dan ujung kabel probe
merah dipasang ke terminal yang ditandai dengan +.
Pastikan Probe benar-benar terpasang pada AVOmeter.
b.
Mencari dua titik kontak listrik (kaki) dari komponen yang
hendak diukur. Tekan probe hitam dan probe merah pada
masing-masing titik (kaki). Kemudian jarum akan bergerak
dari posisi kiri ke kanan.
c.
Pembacaan skala atau hasil pengukuran yaitu mengamati
skala dengan mata tegak lurus terhadap skala. Untuk
memperoleh nilai hambatan menggunakan persamaan
Hasil ukur = Skala yang ditunjuk jarum × batas ukur
23
2. Mengukur Tegangan Listrik
Mengenolkan posisi pointer terlebih dahulu sebelum
digunakan dalam pengukuran dengan cara “pada tombol kecil
berlabel “Zero Adjust” putar perlahan hingga jarum mengarah
ke posisi angka nol pada skala.
a.
Memutar tombol selektor sacara perlahan dan tempatkan
pada fungsi Voltmeter sebagai alat ukur tegangan listrik.
Pilih batas ukur yang digunakan, untuk menjaga kondisi
AVOmeter supaya tidak terjadi tegangan berlebih, pilih
pada batas ukur yang besar untuk pengukuran pertama.
b.
Menghubungkan probe pada rangkaian yang akan diukur.
Memasang AVOmeter secara paralel dengan komponen
dalam rangkaian yang hendak diukur.
c.
Pembacaan skala, mengamati skala dengan mata tegak
lurus, untum memperoleh nilai egangan listrik hitung
‫݉ݑݎ݆ܽ ݇ݑ݆݊ݑݐ݅݀ ݃݊ܽݕ‬
menggunakan݈ܵ݇ܽܽ
rumusan
‫= ݎݑ݇ݑ ݈݅ݏܽܪ‬
݈ܵ݇ܽܽ ݉ܽ݇‫݈ܽ݉݅ݏ‬
× ܾܽ‫ݎݑ݇ݑ ݏܽݐ‬
3. Mengukur Arus Listrik
Mengenolkan
posisi
jarum
terlebih
dahulu
sebelum
digunakan dalam pengukuran dengan cara memutar tombol
kecil berlabel “Zero Adjust” perlahan hingga jarum mengarah
ke posis angka nol skala.
24
a.
Pemilihan fungsi amperemeter dengan memutar selektor
secara perlahan dan tempatkan pada fungsi Amperemeter
sebagai alat ukur kuat arus listrik. Memilih batas ukur yang
hendak digunakan. Untuk pertama kali pilih batas ukur yang
terbesar.
b.
Menghubungkan probe dengan rangkaian yang akan diukur,
memasang AVOmeter secara seri terhadap rangkaian.
c.
Pembacaan skala dan hasil pengukuran, yaitu dengan
mengamati skala dengan tegak lurus, untuk memperoleh
nilai kuat arus listrik dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
‫= ݎݑܷ݇ ݈݅ݏܽܪ‬
݈ܵ݇ܽܽ ‫݉ݑݎ݆ܽ ݇ݑ݆݊ݑݐ݅݀ ݃݊ܽݕ‬
× ܾܽ‫ݎݑ݇ݑ ݏܽݐ‬
݈ܵ݇ܽܽ ݉ܽ݇‫݉ݑ݉݅ݏ‬
Irkham Mauliana (2011: 1-15)
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian pada dasarnya tidak beranjak dari nol, akan tetapi pada
umumnya telah ada acuan yang mendasari atas penelitian yang sejenis.
Oleh karena itu perlu mengenali penelitian terdahulu dan yang ada
hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Di bawah ini
penelitian-penelitian yang relevan dan digunakan sebagai acuan, dengan
tujuan agar penelitian yang akan dilakukan dapat terlaksana dengan baik.
Penelitian pertama dilakukan oleh Fadlik Armansah (2005), yang
berjudul Penerapan Advanced Organizer Sebagai Model Penyusunan
25
Rencana Pembelajaran Dalam Upaya Optimalisasi Kegiatan Pembelajaran
Fisika SMA. Dimana kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan
prestasi belajar kognitif antara siswa yang menggunakan Advanced
Organizer dalam pembelajaran fisika dengan yang tidak menggunakan
Advanced Organizer di SMA Muhamadiyah 1 Prambanan.
Penelitian selanjutnya yaitu oleh Fitha Yuniarita (2010), dengan judul
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Media Kartu
Domino Terhadap Penguasaan Konsep Besaran Dan Satuan. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar fisika
antara kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT dengan media kartu domino dengan kelas yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tanpa kartu domino.
Memperhatikan hasil-hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
suatu model pembelajaran dapat meanjadikan proses pembelajaran di kelas
menjadi lebih efektif ataupun meningkatkan hasil belajar siswa. penelitian
ini akan digunakan pembelajaran dengan model pembelajaran Advanced
Organizer untuk mengetahui aktivitas dan hasil belajar kognitif siswa
kelas X. Hasil belajar siswa diketahui setelah siswa diberikan tes.
C. Kerangka berpikir
Keberhasilan Pembelajaran Fisika di SMA didukung oleh beberapa
faktor diantaranya guru, siswa dan lingkungan. Pembelajaran yang
dibawakan oleh guru tidak selamanya berjalan dengan baik. Model
26
pembelajaran yang digunakan oleh guru pada saat mengajar hendaknya
dapat memberikan rangsangan kepada siswa untuk belajar.
Berbagai macam model ataupun metode yang digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar fisika. Masing-masing memiliki pengaruh
terhadap aktivitas dan hasil belajar pada diri siswa. Salah satu model
pembelajaran yang berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa
yaitu model pembelajaran Advanced Organizer.
Model Advanced Organizer adalah salah suatu model pembelajaran
yang dirancang untuk memperjelas struktur kognitif siswa. Struktur
kognitif merupakan faktor yang sangat menentukan apakah materi baru
akan bermakna dan sejauh mana materi-materi tersebut dapat diperoleh
dan dipertahankan. Sebelum memberikan materi baru dengan berhasil,
guru harus meningkatkan stabilitas dan kejelasan struktur kognitif siswa.
Guru dalam melakukan pembelajaran didalam kelas terlebih dahulu
mengetahui pengetahuan awal siswa, kaitanya dengan materi yang akan
diajarkan, sehingga respon siswa terhadap materi yang diajarkan lebih baik
dan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Model pembelajaran Advanced organizer digunakan untuk mengatasi
kesulitasn siswa yaitu mengarahkan dan menolong siswa menginggat
kembali materi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, dan
membantu siswa menanamkan pengetahuan baru.
Berdasarkan asumsi tersebut siswa dengan model advanced organizer
diarahkan untuk mengetahui dan menginggat kembali informasi yang
27
berhubungan dengan materi yang akan dipelajari dan membantu siswa
dalam menanamkan pengetahuan baru. Siswa juga diberikan waktu untuk
berpikir, menjawab, dan saling membantu dalam kelompok sosial. Model
pembelajaran Advanced Organizer diharapkan kesulitan-kesulitan siswa
dalam mempelajari konsep-konsep fisika dapat diatasi. Hal ini
dikarenakan jika siswa merasa kesulitan dalam mempelajari dan
memahami suatu materi pelajaran, maka hasil belajar siswa rendah. Hasil
belajar tinggi atau baik, jika kesulitan siswa dalam mempelajari suatu
materi pelajaran dapat diatasi, dengan menunjukkan hasil belajar yang
baik pula. Hal ini dapat dilihat dari ketuntasan siswa dalam menyelesaikan
soal-soal yang diberikan.
Ketuntasan siswa dalam mempelajari suatu materi dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain: keterlaksanaan perangkat pembelajaran.
Suatu pembelajaran dapat dilaksanakan, bila skenario pembelajaran telah
disiapkan dengan baik. Peneliti harus mengetahui kebutuhan siswa dan
dapat mengatasi kesulitan-kesulitan siswa. Ketuntasan belajar dapat diatasi
bila kesulitan-kesulitan siswa teratasi pula, hal ini menyebabkan aktivitas
siswa didalam kelas meningkat, ditunjukkan dengan meningkatnya
interaksi sosial baik antara siswa dengan siswa, ataupun siswa dengan
guru.
Model pembelajaran Direct Instruction terbatas yaitu pembelajaran
yang dilakukan secara umum di SMA N 1 Mlati namun ada keterbatasanketerbatasan, tidak semua fase dilakukan dalam pembelajaran sehingga
28
menyebabkan pembelajaran tidak maksimal. Sebagian siswa datang ke
sekolah tanpa persiapan materi terlebih dahulu sehingga siswa cenderung
pasif. Siswa hanya mendengar apa yang disampaikan oleh guru didepan
kelas (teacher centered). Siswa menperoleh informasi dari apa yang
disampaikan oleh guru. Informasi dari sumber-sumber buku bacaan lain
kurang dan latihan-latihan soal juga kurang. Disini siswa mengandalkan
guru saat
pembelajaran dimulai. Hal ini memungkinkan kurangnya
aktivitas siswa dan rendahnya hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diperkirakan bahwa siswa yang
diberi model pembelajaran Advanced Organizer akan lebih baik aktivitas
dan hasil belajarnya
dibandingkan dengan siswa yang menggunakan
pembelajaran model Direct Instruction terbatas.
29
Adapun Paradigma
kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat
digambarkan pada gambar 1 .
1. Kurang aktifnya siswa
dalam proses
pembelajaran.
2. Hasil belajar siswa kurang
maksimal
solusi
Model
pembelajaran
Advanced
Organizer
Kelebihan
Aktivitas
Menyebabkan
peningkatan
Hasil
belajar
a. Mengarahkan
dan menolong
siswa
mengingat
kembali
informasi
yang
berhubungan
dengan materi
yang
akan
dipelajari
b. Membantu
menanamkan
pengetahuan
baru
Gambar 1. Bagan kerangka berpikir
30
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis di atas, dapat diambil rumusan
hipotesis sebagai berikut:
1. Ada pengaruh model pembelajaran Advanced Organizer terhadap
aktivitas
belajar Siswa SMA kelas X Pokok Bahasan Listrik
Dinamis.
2. Ada pengaruh model pembelajaran Advanced Organizer terhadap
hasil belajar Kognitif Siswa SMA kelas X Pokok Bahasan Listrik
Dinamis.
31
Download