Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha

advertisement
Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara
Bagian Pertama : Gugatan
Oleh
Ayi Solehudin
Pendahuluan
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan salah satu pilar peradilan
dari empat peradilan yang ada di lingkungan Mahkamah Agung. Pengadilan
Tata Usaha Negara dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Sampai saat ini UndangUndang No. 5 Tahun 1986 telah mengalami dua kali perubahan/revisi yaitu
dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 51
Tahun 2009. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan Pengadilan
Administrasi yang mengkhususkan pengujiannya pada Keputusan Pejabat
Tata Usaha Negara. Syarat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang
dapat diuji oleh Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Pejabat
Tata Usaha Negara yang memenuhi ketentuan Pasal 1 Angka 9 UU No. 51
Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa “Keputusan Tata Usaha Negara
adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara yang berisi Tindakan Hukum Tata Usaha Negara yang
berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, yang bersifat
konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata”. Apabila suatu Keputusan Pejabat
Tata Usaha Negara telah memenuhi secara kumulatif ketentuan Pasal 1
Angka 9 UU No. 51 Tahun 2009, maka seseorang atau Badan Hukum
Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha
Negara dapat mengajukan gugatan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang membuat Keputusan Tata Usaha Negara tersebut melalui
Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengajuan Gugatan melalui pengadilan Tata
Usaha Negara dapat dilakukan langsung oleh orang atau badan hukum
perdata yang bersangkutan atau dapat diwakili oleh kuasa hukum yang
berprofesi sebagai Advokat.
Setelah perkara masuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara, maka mulai saat
itu, tanggung jawab penyelesaian perkara tersebut berada di pundak
Pengadilan. Pengadilan akan memeriksa dan memutus Perkara yang masuk
ke PTUN dalam jangka waktu paling lama 6 bulan1. Supaya gugatan yang
disampaikan oleh Penggugat isinya sesuai dengan aturan yang berlaku di
lingkungan Pengadilan Tata usaha Negara, ada baiknya calon penggugat
terutama yang tidak menggunakan jasa Advokat untuk memahami gugatan
ini secara terperinci.
1. Pengertian Gugatan
Pengertian gugatan terdapat dalam Pasal 1 Angka 11 UU No. 51 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara. Dalam Pasal dan Angka tersebut dinyatakan bahwa
“Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau
pejabat tata usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan
putusan”. Berdasarkan rumusan Ketentuan diatas, dapat dipahami bahwa
unsur-unsur dari gugatan adalah sebagai berikut :
- Permohonan tertulis
- Berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara untuk
menyatakan batal atau tidak sah suatu KTUN ataupun menuntut untuk
diterbitkan suatu KTUN.
- Diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara melalui Kepaniteraan perkara
- Tujuan diajukannya gugatan untuk mendapatkan putusan
2. Objek Gugatan
Setelah kita memahami pengertian dan unsur-unsur gugatan, selanjutnya
harus dipahami juga objek yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha
Negara. Ada dua objek yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha
Negara, yaitu :
a. Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)
Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat dijadikan objek gugatan di
Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang
telah memenuhi secara kumulatif unsur-unsur yang termuat dalam Pasal 1
Angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu penetapan tertulis
1
SEMA No. 3 Tahun 1998 tentang Penyelesaian Perkata Angka 1 huruf a
menyebutkan : 1. Bahwa perkara-perkara di Pengadilan harus diputus dan diselesaikan
dalam waktu 6 (enam) bulan termasuk minutasi, yaitu : a. perkara-perkara perdata umum,
perdata agama dan perkara tata usaha negara, kecuali karena sifat dan keadaan perkaranya
terpaksa lebih dari 6 (enam) bulan, dengan ketentuan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama
yang bersangkutan wajib melaporkan alasan-alasannya kepada Ketua Pengadilan Tingkat
Banding.
yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
Konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum.
Berkaitan
dengan
unsure-unsur
KTUN
sebagaimana
dimaksud
oleh
ketentuan diatas, penulis sampaikan dua pendapat mengenai unsur-unsur
KTUN tersebut, yaitu :
Menurut Indroharto, unsur KTUN ada 6 (enam), yaitu:2
a. Bentuk penetapan itu harus tertulis;
b. Ia dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
c. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara;
d. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Bersifat Konkret, Individual dan final;
f. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Pendapat senada disampaikan oleh Paulus E. Lotulung, yang menyatakan
bahwa unsur KTUN ada 7 (tujuh), yaitu:3
a. Penetapan tertulis;
b. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
c. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d. Bersifat Konkret;
e. Individual;
f. final;
g. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Walaupun jumlah unsur KTUN dari kedua pendapat diatas berbeda, namun
intinya sama yaitu : bentuk KTUNnya harus tertulis, diterbitkan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara, berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara,
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat
Konkret, individual dan final serta menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata. Apabila suatu KTUN telah memenuhi unsurunsur diatas maka KTUN seperti ini dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha
Negara.
2
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Buku I, Beberapa Pengertian Dasar Peradilan Tata Usaha Negara, Cet. Keenam,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hlm. 162-163.
3
Paulus Effendi Lotulung, Perbuatan-perbuatan Pemerintahan Menurut Hukum
Publik, dalam P.J.J Sipayung (Editor), Pejabat Sebagai Calon Tergugat Dalam Peradilan
Tata Usaha Negara, Jakarta: CV. Sri Rahayu, 1989, hlm. 148.
b. Fiktif Negatif ( yang dianggap sama dengan KTUN)
Disamping KTUN, terdapat satu lagi objek yang dapat di gugat di Pengadilan
Tata Usaha Negara yaitu Fiktif Negatif. Fiktif Negatif ini tidak ada wujudnya
atau abstrak. Abstrak disini maksudnya adalah tidak berbentuk Surat KTUN,
hal ini terjadi apabila Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan SK yang
dimohonkan
kepadanya
oleh
Penggugat,
sedang
hal
itu
menjadi
kewajibannya maka hal tersebut dianggap sama dengan KTUN. KTUN ini
dikenal dengan istilah Fiktif Negatif yang juga merupakan Objek gugatan
yang merupakan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara.
Pengaturan mengenai Fiktif Negatif terdapat dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun
1986 sebagai berikut :
(1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut
disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
(2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana
ditentukan data peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat,
maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah
menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak
menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya
permohonan,
Badan
atau
Pejabat
Tata
Usaha
Negara
yang
bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
3. Subjek Gugatan
a. Pihak yang dapat Menggugat
Mengenai pihak yang dapat menggugat diatur dalam Pasal 53 Ayat (1) UU
No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1986 berbunyi:
Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan
tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar
Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal
atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau
rehabilitasi.
Berdasarkan ketentuan di atas maka yang berkualitas menjadi Penggugat
adalah
Seseorang
atau
Badan
Hukum
Perdata
yang
merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat TUN baik di pusat maupun di daerah. Berkaitan dengan pihak
yang dapat menggugat, Indroharto berpendapat sebagai berikut : Mengenai
pengertian orang (natuurlijke person) sendiri tidak menimbulkan banyak
komplikasi4. Sekarang kalau dipertanyakan: apakah organisasi dan instansi
pemerintah seperti Propinsi, Kabupaten dalam kedudukannya sebagai badan
hukum perdata itu juga berhak mengajukan gugatan TUN, maka logikanya
boleh. Namun karena yang digugat harus selalu Badan atau Jabatan TUN,
maka kemungkinan tersebut akan langka terjadi5. Dari pendapat Indroharto
tersebut, penulis sependapat bahwa Badan Hukum Publik yang sedang
dalam kedudukannya sebagai badan hukum perdata dapat menjadi
Penggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara.
b. Pihak yang dapat Digugat
Pasal 1 Angka 12 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU
No. 5 Tahun 1986 tentang Peratun menyebutkan, bahwa:
Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau
yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum
perdata.
Berdasarkan ketentuan di atas maka tidak diperkenankan perorangan
menjadi Tergugat. Untuk menentukan siapa yang harus digugat sehubungan
dengan adanya wewenang yang ada pada jabatan TUN, maka harus
diketahui lebih dahulu apakah wewenang tersebut bersifat atribusi, delegasi
ataukah mandat.
a. Kewenangan Atribusi adalah wewenang yang ada pada Badan atau
Pejabat TUN yang diperoleh dari ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Konsentrasi pertanggungjawaban tindakan
disini adalah berada pada Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan,
4
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Buku II, Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, Cet. Kesembilan, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1996, hlm. 43.
5
Ibid, hlm. 44.
maka yang harus digugat adalah Badan atau Pejabat TUN yang
bersangkutan;
b. Delegasi adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan wewenang
dari pejabat atasan atau pejabat lain. Konsentrasi pertanggungjawaban
tindakan disini telah berpindah sepenuhnya dari pejabat yang memberi
mandat
(delegant)
kepada
pejabat
yang
menerima
delegasi
(delegatoris). Maka yang harus digugat adalah pejabat yang menerima
delegasi;
c. Mandat adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan wewenang
dari pejabat atasan atau pejabat lain. Konsentrasi pertanggungjawaban
tindakan disini adalah tetap berada pada pejabat yang memberi mandat.
Maka yang harus digugat adalah pejabat yang memberi mandat.
4. Tenggang waktu
a. Terhadap Gugatan yang objek gugatannya adalah Keputusan Tata
Usaha Negara yang dimaksud dalam Pasal 1 Angka 9 UU No. 51
Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986;
Terhadap gugatan dalam konteks ini, Tenggang waktu mengajukannya diatur
dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986, yang berbunyi:
Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari
terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Di dalam SEMA No. 2 Tahun 1991 tanggal 9 Juli 1991 angka romawi V
dijelaskan mengenai tenggang waktu ini secara lebih akurat:
1. Penghitungan tenggang waktu sebagaimana dimaksud Pasal 55
terhenti/tertunda (geschorst) pada saat gugatan didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang;
2. Sehubungan dengan Pasal 62 Ayat (6) dan Pasal 63 Ayat (4) maka
gugatan baru hanya dapat diajukan dalam sisa tenggang waktu
sebagaimana dimaksud pada butir 1;
3. Bagi mereka yang tidak dituju oleh suatu Keputusan Tata Usaha
Negara tetapi merasa kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dihitung secara kasuistis
sejak saat ia merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata
Usaha Negara dan mengetahui adanya keputusan tersebut
b. Terhadap Gugatan yang objek gugatannya Fiktif Negatif
(yang
dianggap sama dengan KTUN)
Dalam hal gugatan diajukan dengan objek gugatannya yang dimaksud dalam
Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986, maka tenggang waktu mengajukan gugatan
diatur dalam Penjelasan Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986, antara lain sebagai
berikut:
1. Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan menurut
ketentuan Pasal 3 Ayat (2) yang berbunyi:
Jika
suatu
Badan
atau
Pejabat
Tata
Usaha
Negara
tidak
mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu
sebagaimana
ditentukan
data
peraturan
perundang-undangan
dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang
dimaksud.
Maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari dihitung setelah lewat
tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang
dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.
2. Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan menurut
ketentuan Pasal 3 Ayat (3) yang berbunyi:
Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak
menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya
permohonan,
Badan
atau
Pejabat
Tata
Usaha
Negara
yang
bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
Maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh hari) hari itu dihitung setelah
lewatnya batas waktu 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal
diterimanya permohonan yang bersangkutan.
3. Dalam hal peraturan dasarnya menentukan bahwa suatu keputusan itu
harus diumumkan, maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh hari) hari
dihitung sejak hari pengumuman.
5. Mengajukan gugatan
Apabila Objek dan Subjek gugatan telah terpenuhi dan masih dalam
tenggang waktu yang ditentukan oleh Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku, maka gugatan dapat diajukan dengan syarat sebagai berikut :
a. Syarat formiil
1. Identitas para pihak: nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan
pekerjaan penggugat atau kuasanya;
2. Nama, jabatan dan tempat kedudukan Tergugat;
b. Syarat materiil
3. Dasar gugatan (posita);
4. Hal yang diminta untuk diputuskan oleh pengadilan (petitum).
Adapun Prosedur Penerimaan Permohonan Gugatan Menurut Buku
Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Buku
II Edisi Tahun 2009 Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah sebagai
berikut :
1) Petugas pada meja pertama/loket pertama bertanggungjawab untuk
menerima gugatan dan gugatan perlawanan terhadap penetapan
dismissal.
2) Dokumen yang perlu di sertakan dalam pendaftaran perkara sekurangkurangnya adalah :
a) Surat gugatan atau surat gugatan perlawanan.
b) Surat kuasa khusus dari penggugat kepada kuasa hukumnya
(bila
penggugat menguasakan kepada kuasa hukum).
c) Fotocopy kartu advokat kuasa hukum yang bersangkutan.
d) Fotocopy surat keputusan TUN yang menjadi obyek sengketa,
kecuali apabila obyek sengketa berupa keputusan fiktif-negatif atau
apabila obyek sengketa tidak dikuasai oleh penggugat.
3) Petugas
penerima
berkas
memeriksa
kelengkkapan
dengan
menggunakan daftar periksa (check list) dan meneruskan berkas yang
telah selesai di periksa kelengkapannya kepada Panitera Muda Perkara
untuk menyatakan berkas telah lengkap/tidak lengkap.
4) Panitera Muda Perkara mengembalikan berkas yang belum lengkap
dengan melampirkan daftar periksa supaya Pemohon/Penggugat atau
kuasanya dapat melengkapi kekurangannya
5) Panjar biaya perkara yang telah ditetapkan di tuangkan dalam SKUM
(Surat Kuasa Untuk Membayar),dengan ketentuan :
a) Dalam
menentukan
mempertimbangan
besarnya
panjar
biaya
perkara
harus
jarak dan kondisi daerah tempat tinggal para
pihak, agar proses persidangan
yang berhubungan dengan
panggilan dan pemberitahuan dapat terselenggara dengan lancar.
b) Biaya pemeriksaan lebih dari 5 orang sanksi di tanggung oleh pihak
yang meminta
c) Biaya panjar perkara wajib di tambah dalam hal panjar biaya perkara
sudah tidak mencukupi.
6) Pada berkas perkara yang telah lengkap, dibuatkan SKUM rangkap tiga:
a) Lembar pertama untuk Penggugat.
b) Lembar kedua untuk Kasir
c) Lembar ketiga untuk di lampirkan dalam berkas gugatan.
7) Berkas perkara yang telah di lengkapi dengan SKUM diserahkan kepada
penggugat atau kuasanya agar membayar jumlah uang panjar yang
tercantum dalam SKUM kepada kasir pengadilan TUN.
8) Kasir menandatangani dan membubuhkan stempel lunas pada SKUM
setelah menerima pembayaran, serta mencatat ke dalam buku Jurnal
Keuangan Perkara.
9) Dalam hal gugatan, banding, kasasi, dan peninjauan kembali yang
diterima melalui pos, maka harus diperhatikan :
a) Tenggang waktu pembayaran panjar biaya perkara paling lambat 6
(enam)
bulan
terhitung
sejak
tanggal
dikirimkannya
surat
pemberitahuan tentang pembayaran panjar biaya perkara kepada
penggugat.
b) Setelah panjar biaya perkara di terima, surat gugatan yang telah
dilengkapi SKUM diserahkan kepada kasir untuk di catat dalam buku
jurnal yang bersangkutan
c) Petugas para meja kedua/loket kedua mencatatnya dalam register
Induk Perkara dan Register Perkara Gugatan.
d) Gugatan Penggugat tidak akan di daftar apabila setelah lewat 6
(enam)
bulan
sejak
dikirimkan
surat
pemberitahuan
tentang
pembayaran panjar biaya perkara pada penggugat,ternyata panjar
perkara belum di terima di kepaniteraan.
10) Dalam hal tempat tinggal penggugat jauh dari pengadilan TUN yang
berwenang memeriksa perkaranya, maka pembayaran panjar biaya
perkara dapat dilakukan dengan 2 cara :
a) Dibayarkan melalui Pengadilan TUN atau Pengadilan Negeri
terdekat,
selanjutnya
oleh
Pengadilan
yang
bersangkutan
dikirimkan ke pengadilan TUN yang berwenang tersebut. Ongkos
kirim di tanggung penggugat di luar panjar biaya perkara.
b) Dikirimkan langsung ke Pengadilan TUN yang berwenang
memeriksa perkaranya.
11) Kasir kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana
tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.
12) Petugas pada meja kedua/loket kedua mencatat perkara yang masuk ke
dalam Register Induk Perkara. Terhadap perkara gugatan perlawanan
terhadap penetapan dismissal,diberi tambahan kode PLW (Perlawanan)
pada nomor perkaranya.
13) Panitera setelah menerima berkas perkara dari petugas meja kedua/loket
kedua membuat resume gugatan,sekurang-kurangnya berisi :
a. Apakah gugatan di ajukan sendiri oleh penggugat atau diwakili oleh
kuasa hukumnya.
b. Apakah gugatan masih dalam tenggang waktu 90(sembilan puluh)hari
sesuai pasal 55 UU PERATUN.
c. Apakah alasan gugatan sesuai pasal 53 ayat (2) UU PERATUN.
d. Apakah gugatan telah memuat hal-hal yang ditentukan pasal 56 UU
PERATUN.
e. Klarifikasi perkara TUN nya.
14) Pengisian kolom-kolom buku register harus di laksanakan dengan tertib
dan cermat berdasarkan jalannya penyelesaian perkara.
6. Bentuk Gugatan
Bentuk gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara disyaratkan dalam bentuk
tertulis karena gugatan tersebut akan menjadi pegangan pengadilan dan para
pihak selama pemeriksaan. Namun, bagi mereka yang tidak pandai baca tulis
dapat mengutarakan keinginannya untuk menggugat kepada Panitera
Pengadilan yang akan membantu untuk merumuskan gugatannya dalam
bentuk tertulis.6
Gugatan yang telah dibuat, ditandatangani oleh Penggugat atau
Kuasanya. Bagi Penggugat yang tidak pandai baca tulis, cukup dengan
membubuhkan cap jari yang dilegalisir oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara, tanpa dibubuhi materai. Terhadap gugatan yang dibuat dan
ditandatangani oleh Kuasa, maka gugatan harus dilampiri surat kuasanya
yang sah.7 Gugatan sedapat mungkin disertai juga Keputusan Tata Usaha
Negara (KTUN) yang disengketakan.8
Bersambung ke Bagian Kedua
6
Penjelasan Pasal 53 Ayat (1) UU No. 9 Tahun 2004.
Pasal 56 Ayat (2) UU No. 5 Tahun 1986, Penulisan nama dalam gugatan harus
menyebutkan terlebih dahulu nama pihak Penggugat prinsipal, baru kemudian nama Kuasa
yang mendampinginya.
8
Lihat Pasal 56 Ayat (3) UU No. 5 Tahun 1986, Namun seringkali KTUN yang akan
disengketakan tidak ada dalam tangan Penggugat atau pihak ketiga yang terkena akibat
hukum KTUN tersebut, dalam keadaan seperti ini tidak menjadi sesuatu yang wajib
dilampirkan dalam gugatan. Dalam rangka pemeriksaan persiapan, Hakim selalu dapat
meminta kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan untuk
mengirimkan kepada Pengadilan Keputusan Tata Usaha Negara yang sedang disengketakan
itu.
7
Download