hubungan pengetahuan dan sikap terhadap

advertisement
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP
PERILAKU IBU DALAM PEMIJATAN BAYI DIPUSKESMAS
PAMULANG TAHUN 2011
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Keperawatan (S.Kep)
OLEH :
MULYATI
106104003483
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2013 M / 1434 H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak memiliki nilai yang sangat tinggi untuk keluarga dan bangsa. Setiap
orang tua mengharapkan anaknya dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan tangguh.
Menurut Dasuki (2003) tercapainya pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu
faktor genetik, lingkungan, perilaku, dan rangsangan atau stimulasi.
Stimulasi tumbuh kembang pada bayi penting dilakukan lebih awal antara
lain dengan melakukan pijat bayi karena pijat bayi adalah pemijatan yang
dilakukan dengan usapan-usapan halus pada permukaan kulit bayi, dilakukan
dengan menggunakan tangan yang bertujuan untuk menghasilkan efek terhadap
syaraf, otot, sistem pernafasan serta sirkulasi darah dan limpa (Subakti dan Rizky,
2008). Sentuhan dan pijat pada bayi setelah kelahiran dapat memberikan jaminan
adanya kontak tubuh berkelanjutan yang dapat mempertahankan perasaan aman
pada bayi.
Pijat bayi sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di seluruh belahan
dunia. Laporan tertua tentang seni pijat untuk pengobatan tercatat di Papyrus
Ebers, yaitu catatan kedokteran zaman Mesir Kuno. Ayur-Veda buku kedokteran
tertua di India (sekitar 1800 SM) menuliskan tentang pijat, diet, dan olah raga
sebagai cara penyembuhan utama masa itu. Sekitar 5000 tahun yang lalu para
dokter di Cina dari Dinasti Tang juga meyakini bahwa pijat adalah salah satu dari
4 teknik pengobatan penting (Roesli, 2009). Di Indonesia pijat bayi pada
masyarakat pedesaan masih dilakukan oleh dukun bayi. Selama ini pemijatan
tidak hanya dilakukan bila bayi sehat, tetapi juga pada bayi sakit atau rewel dan
sudah menjadi rutinitas perawatan bayi setelah lahir (Prasetyono, 2009).
Pada dasarnya bayi yang mengalami proses kelahiran normal sudah
mengalami pemijatan secara alamiah, terbukti ketika bayi harus melalui sebuah
saluran dari rahim, bayi mendapatkan berbagai tekanan yang mampu membentuk
kepalanya dan memompa cairan nutrisi di sekitar sistem syaraf pusat (Jackson,
2009).
Para pakar ilmu kesehatan modern telah membuktikan secara ilmiah bahwa
terapi sentuhan dan pijat pada bayi mempunyai banyak manfaat terutama bila
dilakukan sendiri oleh orang tua bayi terhadap peningkatan produksi ASI dan
kenaikan berat badan bayi. Berdasarkan hasil penelitian Lana Kristiane dalam
Roesli (2008) di Australia membuktikan bahwa bayi yang dipijat oleh orang
tuanya akan mempunyai kecenderungan peningkatan berat badan. Penelitian
Dasuki (2003) tentang pengaruh pijat bayi terhadap kenaikan berat badan bayi
umur 4 bulan memperoleh hasil bahwa pada kelompok kontrol terdapat kenaikan
berat badan sebesar 6,16% sedangkan pada kelompok yang dipijat sebesar 9,44%,
serta adanya hubungan emosional dan sosial yang lebih baik.
Selain manfaat di atas ada beberapa manfaat pijat bayi yang lain yaitu
meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan daya tahan tubuh bayi,
meningkatkan konsentrasi bayi dan membuat bayi tidur lebih lelap, meningkatkan
ikatan kasih sayang orangtua dan anak (bonding attachment), serta meningkatkan
produksi ASI (Roesli, 2008).
Penelitian Field & Scafidi (1986 dalam Roesli, 2008) menunjukkan bahwa
pada bayi yang dipijat akan terjadi peningkatan tonus nervus vagus (saraf otak).
Peningkatan aktivitas nervus vagus akan menyebabkan peningkatan produksi
enzim penyerapan seperti gastrin dan insulin sehingga penyerapan makanan
menjadi lebih baik. Kondisi inilah yang dapat menjelaskan berat badan bayi yang
dipijat lebih meningkat (Roesli, 2001).
Pengamatan T. Field dari Universitas Miami AS, (Roesli 2008) yang dikutip
dr. J. David Hull, ahli virologi molekuler dari Inggris, menyebutkan bahwa terapi
pijat selama 30 menit per hari bisa mengurangi depresi dan kecemasan pada bayi
sehingga bayi dapat tidur lebih nyenyak dan tenang. Terapi pijat yang dilakukan
15 menit selama enam minggu pada bayi usia 1-3 bulan juga meningkatkan
kesiagaan (alertness), diikuti dengan peningkatan berat badan, perbaikan kondisi
psikis, berkurangnya kadar hormon stres, dan bertambahnya kadar serotonin.
Peningkatan aktivitas neurotransmitter serotonin ini akan meningkatkan kapasitas
sel reseptor yang mengikat glucocorticoid (adrenalin). Proses ini menyebabkan
terjadinya penurunan kadar hormon adrenalin (hormon stres), dan selanjutnya
akan meningkatkan daya tahan tubuh.
Begitu banyak manfaat pijat bayi yang disebutkan di atas perlu diketahui
dan dilaksanakan oleh orang tua yang memiliki bayi, karena orang tua mungkin
mengalami masalah dalam membesarkan anak-anak seperti tidak dapat tidur
nyenyak dan kesulitan makan, sehingga rentan terhadap penyakit. Orang tua yang
melakukan pemijatan sendiri terhadap bayinya akan belajar memperhatikan
bagaimana reaksi bayi pada saat disentuh, mengetahui apa yang disukai dan tidak
disukai bayi, sehingga membuat para orang tua lebih mudah mengerti dan menjadi
sabar dalam menghadapi masalah yang timbul pada bayinya. Saat orang tua
memperhatikan dan mengenali reaksi anak-anaknya dan memberikan responnya,
bayi memberikan reaksinya kembali dan terbangunlah sebuah hubungan yang
positif di antara orang tua dan bayi. (Health dan Bainbridge, 2007).
Ibu harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang pijat bayi agar Ibu
dapat melakukan pemijatan sendiri pada bayinya. Hal ini sesuai dengan teori yang
di temukan oleh Green (Notoatmodjo, 2007) bahwa ada tiga faktor yang
mempengaruhi seseorang untuk melakukan perilaku kesehatan. Ketiga faktor
tersebut adalah faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pendorong. Salah
satu faktor yang paling berpengaruh dan berasal dari dalam diri adalah faktor
predisposisi yang terdiri dari pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai-nilai serta
kepercayaan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sedangkan sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Allport (1954, dalam
Notoatmodjo, 2003) sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu kepercayaan
(keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau
evaluasi terhadap objek, kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen itu
secara bersama-sama membentuk suatu sikap yang utuh (total attitude) dan di
pengaruhi oleh pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi. Sementara itu
perilaku merupakan bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar (Skinner 1938, dalam Notoatmodjo 2007).
Pengetahuan merupakan domain kognitif dalam perubahan sikap dan
praktek. Menurut Roger (1974, dalam Notoatmodjo 2007) sikap dan praktek yang
tidak didasari oleh pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan lama pada
kehidupan seseorang, sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak diimbangi
oleh sikap dan praktek yang berkesinambungan tidak akan mempunyai makna
yang berarti bagi kehidupan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan, sikap dan praktek merupakan 3 komponen penting yang
harus dimiliki seseorang sebelum melakukan tindakan. Oleh karena itu sebelum
seorang Ibu ingin melakukan pemijatan pada bayi, seorang Ibu harus memiliki
pengetahuan tentang pijat bayi, manfaatnya dan bagaimana cara melakukannya.
Apabila hal tersebut telah diperoleh kemungkinan Ibu tersebut akan mencoba
untuk melakukan pemijatan bayi.
Pada studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Pamulang, terdapat
kunjungan sebanyak 194 Ibu yang mempunyai bayi usia 0 – 12 bulan pada bulan
Mei – Juni 2011 di Poliklinik KIA. Menurut salah satu tenaga kesehatan di
Puskesmas Pamulang, petugas memberikan pendidikan kesehatan mengenai
pemijatan bayi hanya kepada Ibu yang mempunyai bayi prematur yang datang ke
Poliklinik KIA, tetapi mereka tidak mengevaluasi bagaimana pengetahuan Ibu
tentang pemijatan bayi dan apakah bayi di pijat di rumah atau tidak.
Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tenaga kesehatan
di Puskesmas Pamulang di informasikan bahwa di Puskesmas belum pernah
dilakukan kegiatan pemijatan bayi pada seluruh bayi yang baru dilahirkan. Hal ini
didukung oleh hasil survey pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 10 orang
pengunjung di Poliklinik KIA Puskesmas Pamulang. Dari 10 pengunjung
Poliklinik KIA, terdapat 6 Ibu yang mengetahui tentang pijat bayi dan 4 Ibu
mengatakan tidak mengetahui tentang pijat bayi. Diantara 10 Ibu tersebut 7
diantaranya mengatakan bersedia mengikuti program pijat bayi dan 3 Ibu tidak
bersedia mengikuti program pijat bayi dengan alasan tidak sempat untuk
mengikuti program pijat bayi. Sementara itu, dari 3 Ibu yang bayinya sudah
dilakukan pemijatan oleh dukun hanya 2 Ibu yang pernah mencoba melakukan
pemijatan sendiri terhadap bayinya dan 7 Ibu yang bayinya belum pernah sama
sekali dilakukan pemijatan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar Ibu yang berkunjung ke puskesmas khususnya
Poliklinik KIA tidak melakukan pijat bayi. Hal ini disebabkan tidak adanya
promosi kesehatan dan program mengenai pemijatan bayi dari pihak puskesmas,
padahal pemijatan bayi merupakan salah satu program kesehatan yang berbasis
pada pelayanan promotif dan preventif dalam proses tumbuh kembang bayi
(Depkes RI, 2009).
Promosi kesehatan merupakan aktivitas yang ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan dengan menggunakan pendekatan perilaku, bukan berorientasi pada
penyakit serta mempunyai cakupan yang luas. Selain itu promosi kesehatan tidak
hanya melibatkan gaya hidup tetapi juga mengikutsertakan individu dan
masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor
penentu kesehatan (Pender,
1996).
Meskipun pijat bayi mempunyai manfaat yang besar bagi bayi, namun
kenyataannya banyak Ibu yang tidak melakukan pemijatan pada bayinya. Hal ini
disebabkan kurangnya pengetahuan tentang pijat bayi, sebagian mereka hanya
mengandalkan dukun untuk memijat bayinya padahal berdasarkan pembahasan
diatas, pemijatan terhadap bayi yang dilakukan oleh Ibunya sendiri sangat
mempunyai makna, karena sangat berpengaruh terhadap hubungan batin atau
hubungan kejiwaan antara Ibu dan anak. Bagi sang bayi, pijatan Ibu dapat
dirasakan sebagai sentuhan kasih sayang yang sangat berarti bagi pembentukan
kepribadiannya kelak dikemudian hari, karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap terhadap
perilaku Ibu dalam pemijatan bayi di Puskesmas Pamulang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan di atas, begitu banyak manfaat dari pemijatan
bayi, maka pemijatan bayi perlu dilakukan sedini mungkin yang merupakan salah
satu promosi kesehatan. Berdasarkan teori Green (Notoatmodjo, 2007) mengenai
perilaku kesehatan, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi,
faktor penguat dan faktor pendorong. Salah satu faktor yang akan diteliti adalah
faktor predisposisi, di antaranya pengetahuan dan sikap. Menurut Roger (1974
dalam Notoatmodjo, 2007), suatu perilaku a–untuk meneliti adanya hubungan
pengetahuan, dan sikap terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi di Puskesmas
Pamulang.
C. Pertanyaan Penelitian
1.
Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan Ibu tentang pemijatan bayi?
2.
Bagaimana gambaran sikap Ibu tentang pemijatan bayi?
3.
Bagaimana gambaran perilaku Ibu dalam pemijatan bayi?
4.
Bagaimana hubungan pengetahuan terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi?
5.
Bagaimana hubungan sikap Ibu dengan perilaku Ibu dalam pemijatan bayi?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku Ibu
dalam pemijatan bayi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan tentang pemijatan bayi pada Ibu di Puskesmas
Pamulang tahun 2011.
b. Mengidentifikasi sikap tentang pemijatan bayi pada Ibu di Puskesmas
Pamulang 2011.
c. Mengidentifikasi perilaku dalam pemijatan bayi pada Ibu di Puskesmas
Pamulang 2011.
d. Mengidentifikasi hubungan pengetahuan Ibu terhadap perilaku Ibu dalam
pemijatan bayi di Puskesmas Pamulang 2011.
e. Mengidentifikasi hubungan sikap Ibu terhadap perilaku Ibu dalam pemijitan
bayi di Puskesmas Pamulang 2011.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan,
pengalaman penulis tentang hubungan pengetahuan dan sikap den
Ibu dalam pemijatan bayi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
gan perilaku
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi mengenai
penelitian pijat bayi dalam Mata Kuliah Keperawatan Anak bagi mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bagi Puskesmas
Penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pihak
puskesmas untuk mempromosikan dan melaksanakan program pijat bayi sebagai
salah satu bentuk dari stimulasi terhadap bayi karena pijat bayi memiliki banyak
manfaat untuk kesehatan dan tumbuh kembang bayi.
4. Bagi Masyarakat
Penulisan penelitian ini merupakan salah satu bentuk edukasi kepada
masyarakat, sehingga dapat mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat untuk
pijat bayi.
5. Bagi Penelitian selanjutnya
Penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan sebagai bahan untuk
penelitian selanjutnya.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku
Ibu dalam pemijitan bayi. Responden untuk penelitian ini adalah Ibu yang
mempunyai bayi yang berkunjung ke KIA Puskesmas Pamulang. Data yang di
ambil adalah data primer berupa wawancara dan observasi dengan menggunakan
kuesioner,
dilakukan
dengan
pendekatan
Analitik
Kuantitatif
dengan
menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian telah dilakukan pada
bulan Juli 2011.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BAYI
Bayi merupakan anak yang belum lama lahir, sementara bayi baru
lahir adalah janin yang lahir melalui proses persalinan dan telah mampu
hidup di luar kandungan dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu
dan berat badan lahir 2500-4000 gram. Bentuk fisik bayi baru lahir
antara lain dagu dan pinggul sempit, perut agak buncit, serta lengan dan
kaki yang agak pendek, kepala bayi baru lahir lebih besar di banding
bagian-bagian badan yang lain, tengkorak bayi baru lahir masih belum
sempurna menjadi tulang sedangkan tengkorak manusia dewasa adalah
kurang lebih 1/8 dari panjang badan ketika dilahirkan. Adapun
karakteristik pertumbuhan bayi dari 0 – 12 bulan meliputi: usia 0-3
bulan, bayi akan tidur dengan durasi 17 sampai 19 jam perhari tetapi
tidak tidur sekaligus melainkan secara berseri dengan periode tidur
pendek. Pada usia ini bayi lebih menyukai digendong dan diayun-ayun,
dan ketajaman visualnya akan meningkat. Bayi akan membalas tatapan
ketika orang terdekat memeluk dan menatapnya dengan penuh kasih
sayang. Usia 3-4 bulan, bayi bisa melihat hingga ke seberang ruangan
dengan cukup jelas. Bayi sudah lebih mudah ditenangkan saat rewel,
karena banyak hal-hal di sekeliling yang membuatnya tertarik. Usia 4-6
bulan, kontrol bayi terhadap tubuhnya sudah meningkat, bayi mulai
menggunakan tangan dan kakinya untuk sedikit ‘bersenang-senang’,
misal membuat gerakan menendang sambil menendang-nendang. Usia
6-9 bulan, bayi mulai duduk dan merangkak, sambil duduk bayi akan
mengamati dan meraih apapun yang bisa ia genggam dengan tangannya
setelah bosan bayi akan merangkak untuk mengeksplorasi apa yang
menarik di sekelilingnya. Usia 9-12 bulan, bayi mulai berdiri dan
belajar berjalan. Kemampuan bayi meningkat, diantarnya bayi bisa
memungut benda jatuh dengan Ibu jari dan telunjuk, bahkan bayi
sengaja bermain-main dengan mainan yang ia jatuhkan, memungut, lalu
menjatuhkan kembali mainan itu. Setelah bayi lebih aktif, seorang Ibu
ataupun orang terdekat bayi juga perlu lebih hati-hati menjaganya,
pastikan bayi berada di lingkungan yang aman untuk bermain dan
bereksplorasi (Hurlock, 1990)
B. PEMIJATAN BAYI
Pemijatan bayi adalah terapi sentuh tertua dan terpopuler yang
dikenal manusia. Sentuhan merupakan indera pertama dimana bayi
dapat memberikan reaksi, dengan cara menyampaikan rasa kasih
sayang kepada bayi. Teknik relaksasi pemijatan yang lembut dan jarang
menyebabkan efek samping (Prasetyono,2009)
Pijat bayi telah lama dilakukan hampir di seluruh dunia termasuk di
Indonesia dan diwariskan secara turun temurun (Roesli, 2009).
Di kalangan masyarakat Indonesia, ilmu pijat bayi tradisional
sudah lama dikenal, dan sampai saat ini di daerah-daerah masih sering
dilakukan oleh dukun pijat bayi. Ilmu pijat bayi umumnya mudah
dipelajari dengan beberapa kali latihan, orang tua akan mahir
melakukannya. Selain itu pijat bayi juga mudah karena hanya
menggunakan minyak (baby oil). Tanpa disadari ketika memandikan
bayi, mengeringkan tubuhnya dengan menggosok punggungnya, atau
bermain-main dengan cara memijat kakinya, sebenarnya merupakan
bentuk rangsangan yang dilakukan pada bayi. Pemberikan rangsangan
pada bayi memang banyak caranya. Salah satu diantaranya melalui
pijatan
(stroking).
Pijat
merupakan
bentuk
ideal
untuk
merealisasikannya, sebab saat memijat bayi, Ibu “melatih” dirinya
untuk lebih mengenal bayinya dengan memijat bagian demi bagian
tubuh bayi secara lembut, Ibu belajar mengenali tubuh dan bahasa
tubuh bayinya secara individual. Dapat kita diketahui dari sini pijatan
mana yang menyenangkan bagi bayi dan mana yang tidak disukainya.
Selanjutnya Ibu akan menjadi lebih terampil dan percaya diri dalam
mengurus bayi (Soedjatmiko, 2007).
Pijat bayi dilakukan dengan cara mengurut bagian tubuh untuk
melemaskan otot sehingga peredaran darah lancar yang dilakukan pada
seluruh permukaan tubuh bayi. Seni pijat ngenggunakan terapi sentuhan
kulit dengan menggunakan tangan. Pijat meliputi manipulasi terhadap
jaringan atau organ tubuh dengan tujuan pengobatan serta sebagai
istilah yang digunakan untuk menggambarkan gerakan manipulasi
tertentu dari jaringan lunak tubuh (Lowe 2003, dalam Oktobriariani
2010). Menurut Soedjatmiko (2007) nutrisi, kasih sayang, dan stimulasi
dini pada bayi dan balita sangat tak bisa dipandang dengan sebelah
mata karena kebutuhan fisik-biologis berguna untuk pertumbuhan otak,
sistem sensorik dan motorik, kebutuhan emosi kasih sayang untuk
mempengaruhi kecerdasan emosi, inter dan intrapersonal, sementara
stimulasi dini untuk merangsang kecerdasannya. Kebutuhan stimulasi
meliputi rangsangan yang terus menerus dengan berbagai cara untuk
merangsang semua sistem sensorik dan motorik, salah satunya adalah
dengan pijat bayi, atau yang dikenal dengan stimulasi sentuh (touch).
Faktor-faktor ini berperan besar dalam mendongkrak kecerdasan
multipel dan kreativitas anak. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pemijatan bayi merupakan terapi sentuhan kulit
dengan teknik relaksasi sentuhan lembut dengan menggunakan tangan
untuk menstimulasi organ tubuh pada bayi agar tumbuh kembang bayi
dapat optimal serta memperkuat ikatan batin antara Ibu dan anak.
a. Manfaat Pemijatan Bayi
Ada beberapa manfaat pijat bayi antara lain meningkatkan berat
badan bayi, meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan daya tahan
tubuh bayi, dan membuat bayi tidur lebih lelap, meningkatkan ikatan
kasih sayang orang tua dan anak (bonding attachment), serta
meningkatkan produksi ASI (Roesli, 2008).
Selain itu dengan pemijatan, akan membuat bayi semakin tenang
atau rileks, efektivitas istirahat (tidur) bayi menungkat, membantu
proses tumbuh kembang dan kecerdasan anak seperti memacu
perkembangan otak maupun sistem saraf, selanjutnya meningkatkan
gerak peristaltik untuk pencernaan sehingga nafsu makan meningkat
dan dapat menstimulasi aktivitas nervus vagus untuk perbaikan
pernapasan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, meringankan gejala
masuk angin, mengajari bayi sedini mungkin tentang bagian tubuh
dapat meningkatkan aliran oksigen dan nutrisi menuju sel, serta dapat
meningkatkan kepercayaan diri Ibu, lebih lanjut memudahkan orangtua
“mengenali” bayinya. Pijat bayi juga dapat memberikan hiburan yang
menyenangkan untuk keluarga sehingga ikatan yang kuat antara
orangtua dengan anak yang terbentuk atas dasar cinta dan keterbukaan
komunikasi terbina, dan menurunkan hiperaktivitas serta meningkatkan
sifat lembut anak (Roesli, 2008).
Pijat
bayi
memudahkan
pembelajaran
terhadap
kesigapan,
perkembangan fisik yang optimal, dan peningkatan koordinasi otot
untuk meningkatkan kepercayaan diri serta keberanian. Bagi orangtua
pemijatan bayi dapat meningkatkan kesadaran akan manajemen
pengelolaan mental dan teknik meredakan stres, memudahkan cara
pelenturan setiap hari, baik bagi orangtua maupun anak, mengurangi
komplikasi pada bayi dari Ibu pecandu obat-obatan, memperbaiki
perasaan positif bayi yang dilahirkan secara caesar, meringankan asma
dan mengobati depresi atau syok (shock) (Roesli, 2008).
Pemijatan mampu meningkatkan sistem kekebalan, meningkatkan
aliran cairan getah bening keseluruh tubuh untuk membersihkan zat
yang berbahaya dalam tubuh, mengubah gelombang otak secara positif,
memperbaiki sirkulasi darah dan pernafasan, merangsang fungsi
pencernaan serta pembuangan, meningkatkan kenaikan berat badan,
mengurangi depresi dan ketegangan, membuat tidur lelap, mengurangi
rasa sakit, mengurangi kembung dan kolik (sakit perut), meningkatkan
hubungan batin antara orang tua dan bayinya, meningkatkan volume air
susu Ibu, mengembangkan komunikasi, memahami isyarat bayi, dan
meningkatkan percaya diri (Roesli 2009) dan (Lee, 2009).
b. Waktu Pelaksanaan Pijat Bayi
Pijat bayi dapat segera dimulai setelah bayi dilahirkan, sesuai
keinginan orang tua. Pijat bayi yang dilakukan lebih awal akan
mendapat keuntungan yang lebih besar, terlebih jika pemijatan dapat
dilakukan setiap hari sejak kelahiran sampai berusia 5-7 bulan (Subakti,
2008).
Pemijatan dilakukan pagi hari sebelum mandi, atau bisa juga
malam hari sebelum bayi tidur, karena aktivitas bayi sepanjang hari
cukup melelahkan. Tentunya, bayi juga perlu relaksasi agar otot-otot
menjadi kendur kembali, sehingga bayi dapat tidur lebih nyenyak dan
tenang. Pijat bayi dapat dilakukan 1-2 jam setelah makan/minum susu.
Tindakan pijat dikurangi seiring dengan bertambahnya usia bayi. Sejak
usia enam bulan, pijat dua hari sekali sudah memadai (Prasetyono,
2009). Waktu yang digunakan dalam pemijatan tidak ada ketentuan
baku. Namun, berdasarkan pengalaman, paling lama pemijatan secara
lengkap dapat dilakukan sekitar 15 menit. Setelah selesai, bayi segera
dimandikan agar tubuhnya merasa segar dan bersih dari lumuran baby
oil (Subakti, 2008)
c. Tindakan yang Dianjurkan Selama Pemijatan
Hal-hal yang dianjurkan selama pemijatan berlangsung (Roesli, 2008)
adalah
1) Tataplah mata bayi disertai pancaran kasih sayang selama
pemijatan berlangsung.
2) Awali pemijatan dengan melakukan sentuhan ringan, kemudian
secara bertahap tambahkanlah tekanan pada sentuhan tersebut,
terutama bila sudah yakin bahwa bayi mulai terbiasa dengan pijatan
yang sedang dilakukan.
3) Tanggaplah pada isyarat yang diberikan bayi. Bila bayi menangis,
cobalah untuk menenangkannya sebelum melanjutkan pemijatan.
Bila bayi menangis lebih keras, hentikanlah pemijatan, karena
mungkin bayi minta digendong, disusui atau sudah mengantuk dan
ingin tidur.
4) Mandikanlah bayi segera setelah pemijatan berakhir agar bayi
merasa segar dan bersih setelah terlumuri minyak atau baby oil/
lotion.
5) Hindarkan mata bayi dari percikan atau lelehan minyak atau baby
oil/ lotion.
d. Tindakan yang Tidak Dianjurkan Selama Pemijatan
Hal-hal yang tidak dianjurkan selama pemijatan berlangsung (Subakti,
2008) yaitu:
1) Memijat bayi langsung setelah makan.
2) Membangunkan bayi khusus untuk pemijatan.
3) Memijat bayi pada saat bayi dalam keadaan tidak sehat.
4) Memijat bayi pada saat bayi tidak mau dipijat.
5) Memaksakan posisi pijat tertentu pada bayi.
e. Suasana Saat Pemijatan
Ketika akan dipijat, bayi dan orang yang memijat harus dalam
keadaan yang tenang dan nyaman. (Praseyono, 2009). Kondisi yang
dikatakan tenang dan nyaman memenuhi kriteria sebagai berikut :
a) Suasana bayi, yaitu saat bayi ceria dan saat kondisi perut yang
sudah terisi makanan.
b) Suasana pemijat, yaitu suasana hati pemijat tenang, menampilkan
mimik wajah tersenyum, menebar kasih sayang, dan bila perlu
memutar musik klasik.
f. Ruangan yang Nyaman Saat Melakukan Pemijatan
Pada saat pemijatan bayi, diperlukan ruangan yang nyaman agar
bayi dapat menikmati pemijatan tersebut, (Gichara, 2006) adalah:
1) Ruangan yang hangat tetapi tidak panas.
2) Ruangan yang kering dan tidak pengap.
3) Ruangan yang tidak berisik.
4) Ruangan yang penerangannya cukup, dan
5) Ruangan tanpa aroma menyengat dan mengganggu.
g. Efek Samping Pemijatan
Pemijatan adalah teknik relaksasi yang lembut dan jarang
menyebabkan efek samping. Namun bila pemijatan dilakukan terlalu
dalam, dapat menyebabkan perdarahan pada organ vital seperti hati
karena adanya pembentukan penumpukan darah (Subakti, 2008).
h. Pelaksanaan ijat Bayi
Persiapan yang diperlukan sebelum melakukan pijat bayi adalah :
a. Persiapan alat (Kurnia, 2009) yaitu:
1) Alat yang empuk, lembut, rata dan bersih (kasur, busa yang
dilapisi kain lembut). Luas alas minimal sebesar ukuran
bayi.
2) Handuk atau lap lembut untuk kulit bayi.
3) Popok untuk menutup bagian tubuh bayi setelah dipijat.
4) Baju ganti untuk mengganti baju lama usai pemijatan.
5) Minyak untuk memijat (baby oil, lotion atau minyak
zaitun).
6) Air dan waslap (kain untuk mengelap).
b. Persiapan bayi yaitu :
1) Saat bayi ceria (bayi terlihat sehat, senyum dan tidak rewel)
2) Saat kondisi perut yang sudah terisi makanan.
c. Persiapan pemijat (Chopra, 2006) yaitu:
1) Tentukan siapa yang akan memijat bayi.
2) Pemijatan dalam keadaan bersih.
3) Kuku dipotong, untuk menghindari goresan atau luka pada
kulit bayi, dan cuci tangan dengan sabun di air mengalir.
d. Urutan pijat bayi
Catatan : setiap gerakan pada tahap pemijatan ini dapat diulang
sebanyak enam kali.
1) Bagian Kaki
Mulailah dengan memegang kaki bayi pada pangkal paha
seperti cara memegang pemukul softball. Gerakan tangan
ke bawah secara bergantian seperti memerah susu dan
putar. Pegang pangkal paha dengan tangan secara
bersamaan memeras dan memutar kaki bayi dengan tangan
secara bersamaan memeras dan memutar kaki bayi dengan
lembut dari pangkal paha ke arah mata kaki. Kemudian
telapak kaki diurut dengan dua ibu jari secara bergantian
mulai dari tumit keseluruh telapak kaki. Pijat jari kaki satupersatu dengan memutar menjauhi telapak, diakhiri tarikan
lembut di tiap ujung jari. Lalu, peras dan putar pergelangan
kaki dengan ibu jari dan jari lain. Usap kaki bayi dengan
tekanan lembut dari pangkal paha hingga akhir.
2) Bagian Perut
Pijat perut bayi dari atas ke bawah seperti gerakan
mengayuh sepeda. Pijat perut mulai bagian kiri atas ke
bawah dengan jari-jari tangan membentuk huruf I lalu L
terbalik.
3) Bagian Dada
Buat gerakan ke atas sampai dengan bawah leher lalu ke
samping kiri-kanan di atas tulang selangka membentuk
gambar jantung lalu kembali ke ulu hati. Gerakan diagonal
di dada (huruf X) dari kiri ke kanan.
4) Bagian Punggung
Tengkurapkan melintang. Pijat punggung dengan gerakan
maju mundur sepanjang punggung mulai dari bokong
hingga leher. Buat gerakan melingkar dengan jari-jari mulai
batas punggung sampai dengan bokong.
5) Bagian Lengan
Peras dan putar dengan kedua tangan dengan lembut mulai
dari pundak ke pergelangan tangan. Pijat telapak tangan
dengan ibu jari mulai telapak hingga jari-jari. Usap
punggung tangan dari arah pergelangan ke jari-jari dengan
lembut. Peras sekeliling pergelangan tangan dengan ibu jari
dan telunjuk.
6) Bagian Muka
Letakkan ibu jari diantara alis mata si bayi. Pijat dengan ibu
jari secara lembut pada alis dan diatas kelopak mata. Pijat
dari pertengahan alis turun ke bawah melalui samping
lipatan hidung.
C. PERILAKU
1. Definisi
Berdasarkan sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu
kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup
mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia,
berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara
lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca dan sebagainya. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat
diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi
merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Skinner membedakan adanya
dua respons, yaitu :
a. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan (stimulus tertentu). Stimulus semacam
ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan responsrespons yang relatif tetap.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulus atau
reinforcer, karena memperkuat respons.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua :
a. Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung
atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap
yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan
belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat
diamati atau dilihat oleh orang lain.
Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku
kesehatan dapat diklafikasikan menjadi 3 kelompok :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan
Perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
jika sakit.
b. Perilaku pencarian pengobatan
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya sehingga lingkungan
tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan kata lain,
bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak
mengganggu kesehatanya sendiri, keluarga atau masyarakat.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Lawrance Green (Notoatmodjo, 2007) mencoba menganalisis
perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku
(behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor,
yaitu :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud
dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas
atau sarana dan prasarana kesehatan, misalnya puskesmas, obatobatan dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain dari
pendidikan
masyarakat.
merupakan
kelompok
referensi
dari
perilaku
Kurt lewin (1970, dalam Notoatmodjo, 2003) berpendapat bahwa
perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara
kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan
penahan (restining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi
ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut dalam diri
seseorang.
Dapat disimpulkan bahwa perilaku seserang atau masyarakat
tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi, dan sebagainya. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap,
dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan
mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
3. Domain Perilaku
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan
membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 domain, ranah atau kawasan
yakni
kognitif
(cognitive),
afektif
(affectife),
psikomotor
(psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini kemudian
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Taksonomi Bloom (1987) pengetahuan mencakup
enam tingkat domain kognitif, yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
dan
meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (aplication)
Aplikasi
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi real ( sebenarnya ). Aplikasi di sini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi
ini
berkaitan
dengan
kemampuan
untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
Menurut Rogers (1974, dalam Notoatmodjo, 2007)
sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri
orang tersebut sudah terjadi proses berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus
(objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek
tersebut, dimana sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial
(mencoba) dimana subjek mulai mencoba untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki
oleh stimulus.
e. Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap
stimulus.
Pengukuran
pengetahuan
dapat
dilakukan
dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur
dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas
(Notoatmodjo, 2007).
Ada variabel yang mempengaruhi pengetahuan, antara lain :
a. Umur
Umur merupakan lamanya hidup dalam hitungan waktu
yang dihitung dari sejak dilahirkan hingga saat ini dalam
satuan tahun. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap
pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan baru. Pada
dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani
dan mental, semakin bertambah umur seseorang akan semakin
tinggi tingkat pengetahuan yang diperoleh (Notoadmodjo,
2003)
b. Pendidikan
Pendidikan
adalah
proses
pertumbuhan
seluruh
kemampuan dan perilaku melalui pengajaran sehingga dalam
pendidikan
perlu
dipertimbangkan
umur
(proses
perkembangan) dan hubungannya dengan proses belajar
tingkat pendidikan, juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi persespsi seseorang untuk lebih mudah
menerima ide-ide dan tekhnologi baru (Arikunto, 2006)
Bahwa tingkat pendidikan seseorang akan menetukan pola
pikir dan wawasan, selain itu tingkat pendidikan merupakan
bagian dari pengalaman kerja. Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka diharapkan pengetahuan dan keterampilan
akan semakin meningkat. Pendidikan memiliki peranan
penting
dalam
menentukan
kuwalitas
manusia.
Lewat
pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan
dan semakin tinggi pendidikan akan semakin berkuwalitas
(Hurlock, 2006).
Lewat pendidikan manusia akan dianggap memperoleh
pengetahuan dan dengan pengetahuannya diharapkan manusia
dapat membangun kehidupannya dengan lebih baik. Semakin
tinggi pendidikan, semakin berkualitas hidup manusia. Jika
wanita berpendidikan mereka akan membuat keputusan yang
benar dalam memperhatikan kesehatannya (Notoadmojo,
2003).
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan sehari-hari.
Jenis pekerjaan yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai
Ibu rumah tangga, wiraswsta, pegawai negeri, dan pegawai
swasta dalam semua bidang pekerjaan yang memerlukan
hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Pekerjaan
memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia.
Pekerjaan membatasi kesenjangan antara informasi kesehatan
dan praktek yang memotivasi seseorang untuk memperoleh
informasi dan berbuat sesuatu untuk menghindari masalah
kesehatan (Notoadmojo, 2003).
d. Sumber informasi
Informasi adalah data yang diproses dalam suatu bentuk
yang mempunyai arti dan mempunyai nilai nyata. Sumber
informasi adalah sesuatu yang menjadi perantara dalam
menyampaikan
informasi,
merangsang
pikiran
dan
kemampuan (Kamus besar Bahasa Indonesia, 2007).
e.
Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah
tersebut dapat diartikan pengalaman merupakan sumber
pengetahuan,
atau
pengalaman
memperoleh
kebenaran
itu
pengetahuan.
suatu
Oleh
cara
untuk
sebab
itu
pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu
(Notoatmodjo, 2007).
f. Sosial Budaya
Sosial budaya adalah kebiasaan dan tradisi yang dilakukan
orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan
baik atau buruk. Pengetahuan seseorang akan bertambah
melalui apa yang diketahuinya walaupun tidak melakukan.
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan
sesorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam
hubungannya dengan orang lain, karena melalui hubungan ini
seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh
suatu pengetahuan (Hendra, 2008 dalam Mawarni, 2008).
Pengukuran
pengetahuan
dapat
dilakukan
dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur
dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas
(Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan ini dapat diperoleh melalui jalur pendidikan
formal dan jalur pendidikan nonformal. Jalur pendidikan
formal misalnya sekolah, termasuk didalamnya pendidikan
intra dan ekstra kurikuler. Seseorang biasa mendapatkan
pengetahuan melalui pendengaran atau informasi, melihat dan
meraba baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui
media cetak, elektronik dan media informasi lainnya melalui
pendidikan nonformal.
Apabila seseorang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar dan jelas baik
secara tertulis ataupun secara lisan, maka dapat dikatakan
seseorang mengerti mengenai bidang tersebut. Sekumpulan
jawaban
verbal
yang
diberikan
seseorang
disebut
pengetahuan/knowledge (Skinner, dalam Notoatmodjo 2007).
Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang
melalui proses pengingatan atau pengenalan suatu informasi,
ide atau fenomena yang sudah diperoleh sebelumnya.
Pengetahuan merupakan dasar untuk pembentukan tingkatan
tingkatan ranah kognitif berikutnya yang meliputi tingkatan
pemahaman
(comprehension),
penerapan
(application),
analisis, sintesis dan penilaian (evaluasi).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Rahmania (2008) dengan judul Pengetahuan Ibu Tentang
Biang Keringat Pada Bayi 0-1 Tahun Di BPS Sri
Wahyuningsih Punggur Lampung Tengah Pada Bulan Maret
2008, terdapat 76 Ibu yang mempunyai Bayi berumur 0-1
tahun mengikuti imunisasi di BPS Sri Wahyuningsih Punggur
Lampung Tengah. Dari hasil penelitian tersebut terdapat 8
(40%) orang Ibu yang memiliki pengetahuan baik, 7 (35%)
orang Ibu memiliki pengetahuan cukup dan 5 (25%) orang, dan
Ibu yang memiliki pengetahuan kurang mengenai biang
keringat.
Penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
merupakan aspek penting dalam sesuatu yang membentuk
tindakan seseorang.
b. Sikap (attitude)
Notoatmodjo (2007) mengatakan sikap adalah respon
individu yang masih bersifat tertutup terhadap suatu rangsangan
dan sikap tidak dapat diamati secara langsung oleh individu lain.
Sikap belum merupakan suatu tindakan, tetapi sikap merupakan
suatu faktor pendorong individu untuk melakukan tindakan. Proses
terbentuknya suatu sikap pada individu dapat dijelaskan pada
diagram ini :
Bagan 2.1. Proses terbentuknya sikap
Stimulus
Rangsangan
Proses Stimulus
Reaksi
Tingkah laku
(terbuka)
Sikap
Sumber : Notoatmodjo (2007)
Menurut Allport (1954, dalam Notoadmodjo, 2003) sikap
mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:
1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu
objek.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak
Ketiga komponen itu secara bersama-sama membentuk suatu
sikap yang utuh (total attitude) dan dipengaruhi oleh pengetahuan,
pikiran, keyakinan dan emosi. Sikap mempunyai beberapa
tingkatan, diantaranya:
a) Menerima (receiving), pada tingkat ini individu mau
memperhatikan stimulus yang diberikan berupa objek atau
informasi tertentu.
b) Merespon (responding), pada tingkat ini individu akan
memberikan jawaban apabila ditanya mengenai objek tertentu
dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Usaha individu
untuk menjawab dan menyelesaikan tugas yang diberikan
merupakan indikator bahwa individu tersebut telah menerima
ide tersebut terlepas dari benar atau salah usaha yang
dilakukan oleh individu tersebut.
c) Menghargai (valuing), pada tingkat ini individu sudah mampu
untuk
mengajak
mendiskusikan
orang
suatu
lain
masalah,
untuk
mengerjakan
berarti
individu
atau
sudah
mempunyai sikap positif terhadap suatu objek tertentu.
d) Bertanggung jawab (responsible), pada tingkat ini individu
mampu bertanggung jawab dan siap menerima resiko dari
sesuatu yang telah dipilihnya. Tingkat ini merupakan sikap
tertinggi dalam tingkatan sikap seseorang untuk menerima
suatu objek atau ide baru.
c. Hubungan Sikap dan Perilaku
Azwar (1995, dalam Sobur, 2003) mengemukakan tiga postulat
untuk mengidentifikasi tiga pandangan umum mengenai hubungan
sikap dan perilaku, yaitu : postulate of consistency, postulate of
independent variation, dan postulate of contingent consistency.
Penjelasan mengenai ketiga postulat tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Postulat konsistensi (postulate of consistency)
Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal merupakan
petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksikan apa yang
akan dilakukan seseorang bila ia dihadapkan pada suatu objek
sikap.
Jadi,
postulat
ini
mengasumsikan
adanya
postulat
konsistensi dapat terlihat pada pola perilaku individu yang
memiliki sikap ekstrem cenderung untuk berperilaku yang
didominasi keekstreman sikapnya itu, sedangkan mereka yang
sikapnya lebih moderat akan berperilaku yang lebih didominasi
oleh faktor-faktor lain.
2) Postulat
Variasi
Independen
(postulate
of
independent
variation)
Postulat Variasi Independen mengatakan bahwa tidak ada
alasan untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku
berhubungan secara konsisten. Sikap dan perilaku merupakan
dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah,
dan berbeda. Adanya pengetahuan tentang sikap tidak berarti
dapat memprediksi perilaku. Dukungan yang jelas pada postulat
ini adalah hasil studi klasik yang sangat terkenal yang
dilakukan oleh LaPierre (1934, dalam Sobur, 2003).
Contoh, seorang profesor berkulit putih berpergian keliling
Amerika serikat bersama suami istri muda berkebangasaan
Cina. Pada saat itu, masih terdapat prasangka yang kuat
terhadap orang Asia dan tidak ada hukum yang menentang
diskriminasi rasial di penginapan umum. Ketiga pelancong
tersebut singgah lebih dari 200 hotel, montel, dan restoran,
tanpa masalah dan hanya satu tempat yang dikunjungi yang
tidak melayani mereka dengan baik. Kemudian mereka menulis
surat ke semua tempat yang telah dikunjungi yang menanyakan
apakah mereka dapat menerima pasangan suami istri Cina
sebagai tamu di tempat mereka. Berdasarkan 128 jawaban yang
diterima, 92 persen mengatakan bahwa mereka tidak dapat
menerimanya, dengan kata lain, pemilik tempat tersebut
mengungkapkan sikap yang jauh berprasangka dibandingkan
perilakunya sendiri (Atkinson dalam Sobur, 2003).
3) Postulat Konsistensi Tergantung (postulate of contingent
consistency)
Postulat konsistensi tergantung menyatakan bahwa hubungan
sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor
situasional tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan
kelompok, kebudayaan, dan sebagainya, merupakan kondisi
ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan
perilaku. Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat
disandarkan pada sikap, akan berbeda dari waktu ke waktu dan
dari satu situasi ke situasi lainnya.
d. Praktek atau Tindakan (practice)
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu
tindakan, diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan terwujudnya suatu tindakan, diantaranya adalah
faktor fasilitas dan faktor dukungan dari pihak lain. Beberapa
tingkatan dalam praktek antara lain:
1)
Persepsi (perception), merupakan praktek pada tingkat
pertama. Pada tingkat ini individu mampu mengenal dan
memilih berbagai objek terkait dengan tindakan yang akan
diambil.
2)
Respon terpimpin (guide response), indikator pada tingkat ini
adalah individu mampu untuk melakukan sesuatu dengan
urutan yang benar.
3)
Mekanisme (mechanism), pada tingkat ini individu sudah
menjadikan suatu tindakan yang benar menjadi suatu
kebiasaan.
4)
Adopsi (adoption), individu sudah mampu memodifikasi suatu
tindakan tanpa mengurangi nilai kebenaran dari tindakan
tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung
dengan cara wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan
oleh individu sebelumnya, dan secara langsung dengan cara
mengobservasi
tindakan
atau
kegiatan
individu
tersebut
(Notoadmodjo, 2007).
Perilaku pemijatan bayi yang dimaksud pada penelitian ini
dilakukan secara langsung dengan cara mengobservasi tindakan
Ibu ketika melakukan pemijatan bayi dengan cara mengurut pada
bagian tubuh tertentu seperti kedua kaki dan tangan secara
bergantian, badan, punggung, serta wajah.
Contoh Hasil penelitian yang dilakukan oleh Firdiansyah
(2008) tentang Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil
Terhadap Perilaku
Puskesmas
Rawat
Kunjungan
Inap
Pemeriksaan
Kedaton
Kehamilan
Bandar
Di
Lampung,
memperlihatkan hasil bahwa pengetahuan Ibu hamil dari seluruh
sampel paling banyak memiliki pengetahuan yang baik, yaitu
sebanyak 58 orang (54,7%). Sikap Ibu hamil dari seluruh sampel,
memperlihatkan sikap yang mendukung sebanyak 51 orang
(48,1%), sedangkan perilaku kunjungan pemeriksaan Ibu hamil
yang tinggi sebanyak 61 orang (57,5%). Berdasarkan hasil
penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang.
D. KERANGKA TEORI
Kerangka teori merupakan modifikasi dari teori Green 1980, dan
Notoatmodjo 2007.
Bagan 2.2. Kerangka Teori
Faktor predisposisi :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Nilai-nilai dan
keyakinan
Faktor pendukung :
1. Ketersediaan
sarana dan
prasarana
2. Puskesmas
Faktor pendorong :
1. Pendidikan
kesehatan dari
tenaga kesehatan
Perilaku kesehatan
(Pijat Bayi)
1. Pengertian,
2. Manfaat,
3. Waktu
pelaksanaan,
4. Tindakan yang
dianjurkan dan
yang tidak
dianjurkan,
5. Suasana saat
pemijatan,
Ruangan yang
nyaman, Efek
samping serta
Pelaksanaan.
Keterangan:
------ : Tidak diteliti : Faktor Presdisposisi Kepercayaan, nilai-nilai dan keyakinan.
Faktor pendukung Ketersediaan sarana dan prasarana, Puskesmas. Faktor
prndorong Pendidikan kesehatan dari tenaga kesehatan.
_____ : Diteliti : Faktor Predisposisi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Kesehatan
(Pijat Bayi)
Sumber : Notoatmodjo (2007), Roesli (2008-2009)
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini, variabel yang diteliti adalah variabel bebas
(independen) yakni pengetahuan dan sikap dengan perilaku Ibu terhadap
pemijatan bayi, sedangkan variabel terikat (dependen) yang akan diteliti
yaitu pelaksanaan pemijatan bayi.
Variabel pengetahuan dan sikap merupakan variabel yang sangat
mempengaruhi perilaku sehat yang dilakukan seseorang, dimana
pengetahuan dan sikap merupakan domain dari perilaku (Notoatmodjo,
2007). Alasan kenapa variabel lainnya yang terdapat dalam kerangka teori
tidak diikutsertakan dalam penelitian ini disebabkan karena keterbatasan
penelitian, dan kesukaran dalam pengukuran. Penelitian ini hanya
dilakukan di satu Puskesmas Pamulang, dimana jumlah kunjungan Ibu
yang memiliki bayi di poliklinik KIA cukup banyak dan prasarana untuk
pemijatan bayi di Puskesmas tersebut dapat disediakan, akan tetapi
promosi kesehatan tentang pemijatan bayi dari Puskesmas tersebut belum
ada.
Pengetahuan Ibu
Perilaku
pemijatan bayi
Sikap Ibu
Bagan
3.1. Kerangka Konsep Penelitian tentang Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Ibu dalam Pemijatan
Bayi di Puskesmas Pamulang.
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
NO
Definisi
Cara Ukur
1
Pengetahuan
adalah Wawancara
Alat Ukur Hasil Ukur
Skala Ukur
Kuesioner
Ordinal
1. Pengetahuan
kemampuan Ibu dalam
rendah
memahami
pemijatan
presentase < 55%
bayi
berkaitan
dengan
yang
pengertian
jika
2. Pengetahuan
sedang
jika
pemijatan bayi, tujuan
presentase 56% -
dan manfaat pemijatan
75%.
bayi,
indikasi
dan
3. Pengetahuan baik
kontraindikasi pemijatan
jika
bayi,
76% - 100%.
syarat
untuk
presentase
melakukan
bayi,
pemijatan
serta
pelaksanaan
(Nursalam, 2003).
waktu
pemijatan
bayi.
2
Sikap adalah tanggapan, Wawancara
reaksi
positif
Kuesioner
atau
1. Sikap
negatif
Ordinal
jika total skor
negatif dari perilaku Ibu
kurang
terhadap pemijatan bayi
nilai median.
2. Sikap
dari
positif
jika total skor
lebih dari nilai
median.
3
Perilaku Pemijatan bayi Obsevasi
adalah suatu tindakan
Kuesioner
1. Ya
Ordinal
2. Tidak
nyata dari Ibu untuk
melakukan
pemijatan
pada bayi.
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku Ibu dalam pemijatan
bayi.
2. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku Ibu dalam pemijatan bayi.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis
penelitian
ini
adalah
penelitian
kuantitatif
dengan
menggunakan desain penelitian Cross Sectional. Desain tersebut dipilih
oleh peneliti dengan pertimbangan waktu yang dibutuhkan bertujuan untuk
mengidentifikasi hubungan pengetahuan dan sikap Ibu terhadap perilaku
pemijatan bayi di Puskesmas Pamulang.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Pamulang Tangerang
Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011. Alasan peneliti
memilih Puskesmas Pamulang sebagai lokasi penelitian karena di
Puskesmas ini jumlah pasien Ibu yang memiliki bayi cukup banyak, dan
belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan
sikap terhadap perilaku Ibu dalam pemijitan bayi di Puskesmas Pamulang.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugito, populasi (2003) adalah generalisasi yang
terdiri
atas
objek/subjek
yang
mempunyai
kualitas
dan
karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian hari ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007).
Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu-ibu yang berkunjung ke
Poliklinik KIA Puskesmas Pamulang tahun 2011.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah bagian yang diambil
mewakili populasi yang ada. Pengambilan sampel menggunakan
Simple Random Sampling yaitu dengan mengambil data responden
di KIA Puskesmas Pamulang yang sudah ada dilakukan
pengocokan, kemudian diambil dari 70 pengunjung untuk dijadikan
sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi.
3. Kriteria Sampel
Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
a. Kriteria Inklusi
1) Ibu yang memiliki bayi untuk melakukan kunjungan di
Puskesmas Pamulang.
2) Ibu bersedia menjadi responden.
3) Dapat membaca, menulis dan berkomunikasi lancar dan
bersedia ikut dalam penelitian.
4. Besar Sampel
Perhitungan besar sampel penelitian dengan menggunakan
rumus hipotesis untuk uji beda dua proporsi sebagai berikut :
Keterangan:
n
= Jumlah sampel yang dibutuhkans
= 1,96 (Derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval
dengan (α) sebesar 5%)
= 0,84 (Kekuatan uji sebesar 80%)
PΌ
= 0,537 (proporsi pengetahuan kurang penelitian Radita,
2009)
P΍
= 0,295 (proporsi pengetahuan baik
penelitian Radita,
2009)
P̅
= (PΌ+P΍)/2 = (0,537+0,295)/2= 0,416
n
=
n
= 64
Setelah dilakukan perhitungan, maka didapat n (sampel) = 64
responden, dan dikalikan 10%
untuk mengantisipasi adanya
kemungkinan hilangnya data atau ketidaklengkapan pengisian
kuesioner, 64x10% = 6,4 maka total sampel dalam penelitian adalah
64+6,4= 70,4 dibulatkan menjadi 70 responden.
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti mengunakan
lembaran kuesioner yang disusun secara terstruktur berdasarkan teori dan
berisikan pertanyaan yang harus dijawab responden. Instrumen ini terdiri
dari empat bagian yaitu data demografi meliputi inisial nama responden,
usia bayi, dan alamat. Bagian kedua kuesioner untuk tingkat pengetahuan
Ibu memuat beberapa pertanyaan yang dirancang oleh peneliti dengan
mengacu pada literatur khususnya mengenai pengetahuan Ibu mengenai
pemijatan bayi. Semula terdapat 12 pertanyaan akan tetapi
setelah
dilakukan validasi menjadi 6 pertanyaan oleh karena tidak bermakna.
Untuk kuesioner pengetahuan menggunakan pilihan benar dan salah,
tentang pemijatan bayi, manfaat, tahapan, syarat boleh mengikuti pijat
bayi, dan waktu dan tempat pelaksanaan pijat bayi, keuntungan dan
kerugian pemijatan, dan efek samping. Untuk menghindari persoalan
teknis yang berkaitan dengan saat dilakukan pengumpulan data responden
dan ketelitian dalam memberikan jawaban, peneliti memberikan petunjuk
dalam pengisian kuesioner serta mengadakan pengawasan dan penjelasan
kembali bila responden mengalami kesulitan dalam hal-hal yang kurang
jelas bagi responden yang bisa membaca dan menulis.
Penilaian
untuk
pernyataan
positif
tentang
pengetahuan
menggunakan skala diskontinyu yaitu jika jawaban benar mendapatkan
nilai (1) dan jika jawaban salah tidak mendapat nilai (0). Pernyataan
positif mengenai pengetahuan yaitu kuesioner P1, P2, P3, P4, P5, dan P
10, sedangkan pernyataan negatif yaitu kuesioner P6, P7, P8, P9, P11, dan
P12.
Bagian ketiga kuesioner berisi 12 pernyataan menjadi 9 pertanyaan
tentang sikap pemijatan bayi dan penilaiannya menggunakan skala Likert.
Pernyataan yang memiliki nilai positif adalah kuisioner C2, C3, C5, C6,
C8, C9, C10, C11, dan C12 sedangkan pernyataan yang memiliki nilai
negatif adalah kuisioner C1, C4, dan C7. Penilaian untuk pernyataan
positif sikap Ibu yaitu:
Sangat setuju
:4
Setuju
:3
Tidak setuju
:2
Sangat tidak setuju
:1
Tidak ada pendapat
:0
Sedangkan penilaian pernyataan negatif sikap Ibu tentang
pemijatan bayi juga menggunakan skala Likert, yaitu:
Sangat tidak setuju
:4
Tidak setuju
:3
Setuju
:2
Sangat setuju
:1
Tidak ada pendapat
:0
Bagian keempat lembar observasi yang di isi oleh peneliti tentang
perilaku Ibu terhadap pemijatan bayi dengan menggunakan skala
diskontiniu yaitu jika jawaban ya untuk dilakukan mendapatkan nilai (1)
dan jika jawaban tidak untuk tidak melakukan mendapat nilai (0).
E. Metode Pengumpulan Data
1. Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian melalui
beberapa tahap. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji,
dilanjutkan dengan mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Menyelesaikan kelengkapan administrasi seperti surat izin penelitian
dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan surat izin dari Dinkes Tangerang Selatan. Surat balasan
dari Dinkes Tangsel untuk mengambil data di Puskesmas Pamulang,
dengan melakukan pendataan kepada calon responden dengan
menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian.
3. Meminta ijin kepada calon responden untuk menerima lembar
persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani oleh calon
responden apabila setuju menjadi subjek penelitian.
a. Peneliti mengambil data di KIA Puskesmas Pamulang terlebih
dahulu untuk dilakukan pengocokan dan dijadikan responden
b. Dengan menggunakan tekhnik simple random sampling peneliti
mengocok data calon responden sebanyak 70 Ibu sesuai dengan
besar sampel yang telah ditentukan.
4.
Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden
selanjutnya akan diberikan penjelasan mengenai cara pengisian
kuesioner dan responden dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan
ataupun pernyataan yang kurang jelas.
5.
Peneliti memberikan waktu kira-kira 15 menit kepada responden
untuk menjawab pertanyaan dalam kuesioner.
6.
Responden diharapkan menjawab seluruh pertanyaan di dalam
kuesioner, setelah selesai lembar kuesoner dikembalikan kepada
peneliti.
7.
Setelah
responden
mengambil
kuesioner
kemudian
peneliti
melanjutkan kembali melakukan observasi dengan membuat janji
untuk berkunjung kerumah.
8.
Kuesioner dan lembar observasi yang telah diisi selanjutnya akan
diolah dan dianalisa oleh peneliti.
F. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen
Salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel maka
kuesioner tersebut harus diuji validitas dan reliabilitas. Sebelum kuesioner
digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dengan
rumus Pearson Product Moment dan dicari reliabilitas dengan
menggunakan metode Alpha Cronbach.
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang
akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pada uji tersebut digunakan beberapa
item pertanyaan yang dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang
diukur tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara
masing-masing skor item pertanyaan dari tiap variabel dengan total skor
variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment
dari Pearson. Suatu instrumen dikatakan valid atau sahih apabila korelasi
tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat,
2008).
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,
dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reabilitas
menggunakan bantuan software computer dengan rumus Alpha Cronbach.
Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach
>0,70 (Hidayat, 2007).
Uji coba instrumen dilakukan pada bulan Juli 2011. Uji coba
dilakukan terhadap 30 Ibu, yang mempunyai karakteristik demografi yang
hampir sama dengan Puskesmas Pamulang. Responden yang telah diikut
sertakan dalam uji coba penelitian tidak dimasukan lagi dalam sempel
penelitian.
Setelah
dilakukan
modifikasi
pertanyaan
nomor
P6,P7,P8,P9,P11,P12,S1,S4,S7 yang mempunyai nilai korelasi < 0,374,
didapatkan alpha cronbach pada pengetahuan sebesar 0.708 dan sikap
0,702
G. Teknik Analisis Data
1. Langkah Analisis Data
Pada saat melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah
dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Informasi yang
diperoleh digunakan untuk proses pengambilan keputusan,
terutama dalam pengujian hipotesis (Hidayat, 2007). Dalam proses
pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh,
diantaranya :
a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data
yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan
pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian
kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data
menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode
dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code
book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu
kode dari suatu variabel.
c. Entry Data
Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer,
kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa
dengan membuat tabel kontingensi
2. Melakukan Teknik Analisis
Pada teknik analisis, khususnya terhadap data penelitian akan
menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan
tujuan yang hendak dianalisis. Penelitian ini merupakan penelitian
yang bersifat analitik, sehingga analisis yang digunakan statistika
inferensial (menarik kesimpulan) yaitu statistika yang digunakan
untuk menyimpulkan parameter (populasi) berdasarkan statistik
(sampel) atau lebih dikenal dengan proses generalisasi dan
inferensial
H. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi
variabel dependen dan independen. Variabel independen yaitu
pengetahuan dan sikap, sedangkan variabel dependen yaitu
perilaku Ibu mengenai pemijatan bayi.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara 2
variabel yaitu variabel dependen
(perilaku Ibu
mengenai
pemijatan bayi) dengan variabel independen (pengetahuan dan
sikap). Teknik analisis yang dilakukan yaitu dengan Analisis ChiSquare dan Spearman Correlations dengan menggunakan derajat
kepercayaan 95 % dengan α 5%, sehingga jika nilai P (p value)
≤0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau
menunjukkan ada hubungan antara variabel dependen dengan
variabel independen, dan apabila nilai p value >0,05 berarti hasil
perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan
antara variabel dependen dengan variabel independen.
I.
Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan menjamin kerahasian identitas responden,
melindungi dan mengormati hak responden dengan mengajukan sudut
pertanyaan persetujuan (informed consent) (Hidayat, 2007). Sebelum
mendatangani surat persetujuan, peneliti menjelaskan judul penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan menjelaskan kepada responden
bahwa penelitian tidak akan membahayakan bagi responden. Peneliti akan
menjamin identitas responden, dimana data yang di peroleh hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian dan apabila penelitian telah
selesai maka data tersebut akan dimusnahkan.
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Puskesmas Pamulang berada di sebelah Timur Kabupaten Tangerang
berbatasan dengan Kotip Depok di sebelah Selatan, sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Ciputat, dan di sebelah Barat dengan
Kecamatan Serpong, Wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Puskesmas Pamulang terdiri dari dataran rendah. Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas Pamulang terletak diwilayah
Kecamatan Pamulang dan mempunyai luas wilayah 2788.718 ha, dengan
batas wilayah sebagai berikut. Sebelah Utara Kecamatan Ciputat, Sebelah
Barat Kecamatan Serpong dan Kecamatan Setu, Sebelah Timur: Kotip
Depok, serta Sebelah Selatan Kecamatan Ciputat Timur dan Kabupaten
Bogor
1. Gambaran Umum Puskesmas Pamulang
Puskesmas Pamulang memiliki wilayah kerja meliputi 8
Kelurahan. Berikut ini adalah visi, misi, motto, dan sasaran
kegiatan Puskesmas Pamulang.
a. Visi
Puskesmas Pamulang mempunyai visi yaitu terwujudnya
Puskesmas Pamulang dengan pelayanan kesehatan yang
bermutu, menyeluruh dan terpadu.
b. Misi
Misi dari Puskesmas Pamulang adalah sebagai berikut:
1) Memberikan pelayanan prima di semua sektor.
2) Menjadi pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar.
3) Menjadi pusat pemberdayaan masyarakat dan
keluarga.
4) Meningkatkan kemitraan dengan berbagai sektor.
c. Motto
Motto Puskesmas Pamulang adalah “Berhasil Prima”
(Bersih Harmonis, Silaturahmi, dan Pelayanan Prima).
d. Program Puskesmas
Adapun program yang terdapat di Puskesmas Pamulang
yaitu
program
pengembangan
kesehatan
dasar,
pengembangan wajib, dan pengembangan pilihan.
1) Pengembangan kesehatan dasar meliputi: Promosi
kesehatan, Penyehatan lingkungan, Kesehatan Ibu
dan anak, Keluarga berencana, Perbaikan gizi,
Pencegahan penyakit menular dan Pengobatan
2) Pengembangan wajib meliputi: Lansia, Usaha
Kesehatan Sekolah, Anti NAPZA
3) Pengembangan pilihan meliputi: Laboratorium,
UKGMD, DUKM/DUKS
2. Sumber daya kesehatan
a. Ketenagaan
Dokter terdapat 7 orang yang terdiri dari dokter umum 4 dan
dokter gigi 3, Bidan 16 orang, perawat 11, termasuk perawat
gigi 1, Pelaksana Gizi 1 orang, Analisa Kesehatan 2 orang,
Asisten Apoteker 1 orang dan Pekarya/TU 6 orang.
B. Analisis Univariat
Analisis
univariat
dalam
penelitian
ini
bertujuan
untuk
menggambarkan hasil dari pengambilan data responden. Hal yang
dianalisis univariat dalam penelitian ini yaitu gambaran pengetahuan Ibu
tentang pemijatan bayi, gambaran sikap Ibu tentang pemijatan bayi, dan
gambaran perilaku Ibu terhadap pemijatan bayi.
1. Gambaran distribusi pengetahuan responden
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang
Pemijatan Bayi di Puskesmas Pamulang Juli – Agustus 2011
(n = 70)
Pengetahuan
Frekuensi
Persentase
Baik
31
44,3%
Cukup
21
30,0%
Kurang
18
25,7%
Total
70
100%
Hasil analisis pada tabel 5.1 diatas, diperoleh 31 responden
(44,3%) mempunyai pengetahuan baik, 21 responden (30,0%) mempunyai
pengetahuan cukup, dan 18 responden (25,7%) mempunyai pengetahuan
kurang. Jadi, dapat disimpulkan sebagian besar Ibu yang menjadi
responden dalam penelitian ini memiliki pengetahuan yang baik tentang
pemijatan bayi.
2. Gambaran Distribusi Sikap Responden
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Terhadap Pemijatan
Bayi di Puskesmas Pamulang Juli – Agustus 2011
(n = 70)
Sikap
Frekuensi
Persentase
Positif
35
50%
Negatif
35
50%
Total
70
100%
Hasil analisis pada tabel 5.2, diperoleh 35 responden (50%)
memiliki sikap positif, sedangkan 35 responden (50%) memiliki sikap
negatif. Jadi, dapat disimpulkan Ibu yang menjadi responden dalam
penelitian ini memiliki sikap yang seimbang antara positif dan negatif
terhadap pemijatan bayi. Sikap positif yang dimaksud adalah adanya
keinginan dari Ibu tersebut untuk melakukan pemijatan bayi sedangkan
sikap negatif yang dimaksud adalah tidak adanya keinginan dari Ibu
tersebut untuk melakukan pemijatan bayi.
3. Gambaran Distribusi Perilaku Responden
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Perilaku Pemijatan Bayi
Juli – Agustus 2011
(n = 70)
Perilaku
Frekuensi
Persentase
Melakukan
41
58,6%
Tidak melakukan
29
41,4%
Total
70
100%
Hasil analisis pada tabel 5.3 diatas, diperoleh 41 responden
(58,6%) melakukan pijat bayi, sedangkan 29 responden (41,4%) tidak
melakukan pijat bayi. Jadi, dapat disimpulkan sebagian besar Ibu yang
menjadi responden dalam penelitian ini melakukan pijat bayi.
C. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara 2 variabel
yaitu variabel bebas (pengetahuan dan sikap Ibu terhadap pemijatan bayi)
dengan variabel terikat (perilaku pemijatan bayi). Uji statistik yang
digunakan adalah uji statistik Chi Square, dan Spearman Correlations.
Jika dinyatakan ada hubungan, kemudian dilanjutkan dengan menentukan
nilai Odd Ratio (OR).
1. Hubungan pengetahuan terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Dengan
Perilaku Ibu Tentang Pemijatan Bayi Juli – Agustus 2011 (n = 70)
Pengetahuan
Perilaku
Total
Tidak
PValue
Melakukan
Melakukan
N
%
N
%
N
%
Kurang
9
12,9
9
12,9
18
100
Cukup
11
15,7
10
14,3
21
100
Baik
9
12,9
22
31,4
31
100
Total
29
41,4
41
58,6
70
100
0,329
Hasil analisis pada tabel 5.4 diatas, diperoleh 9 dari 18 responden (12,9%)
mempunyai pengetahuan kurang tetapi melakukan pemijatan bayi, 10 dari 21
responden (14,3%) mempunyai pengetahuan cukup dan melakukan pemijatan
bayi, dan 22 dari 31 reponden (31,4%) yang mempunyai pengetahuan baik
dan melakukan pemijatan bayi. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,329,
hal tersebut menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel
pengetahuan dengan variabel perilaku pemijatan bayi pada Ibu (p > 0,05).
2. Hubungan sikap terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Dengan Perilaku Ibu
Tentang Pemijatan Bayi, Juli – Agustus 2011
(n = 70)
PSikap
Pelaksanaan
Tidak
Total
Value
OR
Melakukan
Melakukan
N
%
N
%
N
%
Negatif
24
34.3
11
15,7
35
100
Positif
5
7,1
30
42,9
35
100
Total
29
41,4
41
58,6
70
100
0,000
13,091
Hasil analisis pada tabel 5.5 diatas, diperoleh 25 dari 35 responden
(34,3%) memiliki sikap negatif tetapi melakukan pemijatan bayi,
sedangkan 5 dari 35 responden (7,1%) memiliki sikap positif dan
melakukan pijat bayi. Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan yang
bermakna antara variabel sikap dengan variabel perilaku pemijatan bayi
(p < 0,05). Hasil OR diketahui 13,091. Hal itu berarti Ibu yang memiliki
sikap negatif beresiko 13 kali tidak melakukan pemijatan bayi
dibandingkan dengan Ibu yang memiliki sikap positif.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pemijatan Bayi
Notoadmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan
hasil tahu yang didapatkan dari lima penginderaan individu seperti indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan perasa terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan Ibu dalam penelitian ini adalah Ibu mampu
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pemijatan bayi dan tujuan serta
pemijatan bayi dan lain sebagainya.
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa 31 Ibu yang mempunyai
bayi (44,3%) mempunyai pengetahuan baik tentang pemijatan bayi, 21 Ibu
yang mempunyai bayi (30,0%) mempunyai pengetahuan cukup tentang
pemijatan bayi, dan 18 Ibu yang mempunyai bayi (25,7%) mempunyai
pengetahuan kurang tentang pemijatan bayi. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa rata-rata Ibu yang mempunyai bayi yang berkunjung ke Puskesmas
Pamulang mempunyai pengetahuan baik.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuli
(2011) yaitu pengetahuan Ibu tentang pemijatan bayi yang mengikuti pijat
bayi sangat baik dan menunjukkan hal positif yang dibuktikan dengan
menjawab pertanyaan tentang pemijatan bayi dengan lancar dan penuh
keyakinan,
mengerti
dan
memahami
manfaat
pijat
bayi
untuk
meningkatkan berat badan bayi, meningkatkan pertumbuhan bayi,
meningkatkan daya tahan tubuh bayi, membuat bayi tidur lebih lelap,
meningkatkan ikatan kasih sayang orang tua dan anak (bonding
attachment), serta meningkatkan produksi ASI.
Pemijatan bayi adalah terapi sentuh tertua dan terpopuler yang
dikenal manusia. Pijat bayi telah lama dilakukan hampir di seluruh dunia
termasuk di Indonesia dan diwariskan secara turun temurun
(Roesli,
2009). Pemijatan bayi bukan merupakan hal baru di Indonesia dan dalam
sosialisasinya masih berlangsung sampai saat ini melalui petugas
kesehatan, majalah, dan media-media cetak lainnya. Pada penelitian ini
mayoritas pengetahuan Ibu tentang pijat bayi di Puskesmas Pamulang
adalah baik, terbukti dari 70 responden yang menjawab kuesioner
sejumlah 6 (30,0%) soal dapat diketahui 31 (44,3%) Ibu yang mempunyai
bayi berpengetahuan baik, 21 (30,0%) Ibu yang mempunyai bayi
berpengetahuan
cukup,
dan
18
(25,7%)
Ibu
yang
mempunyai
berpengetahuan kurang.
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Noor (2009) tentang Gambaran Pengetahuan dan Praktik Pijat Bayi 06 Bulan di Desa Tirta Kencana. Pada penelitian tersebut pengetahuan Ibu
tentang pijat bayi di bagi menjadi empat ketegori, yakni sebanyak 10
responden (31,25%) mempunyai pengetahuan baik, 17 responden
(53,12%) mempunyai pengetahuan cukup, dan 5 responden (15,62%)
mempunyai pengetahuan kurang, dan 1 responden (2,38%) memiliki
pengetahuan yang sangat kurang tentang pijat bayi.
Pengetahuan menurut Locke (2004, dalam Notoatmodjo 2007)
menjelaskan bahwa setelah manusia mendapatkan informasi–informasi
akan diolah lebih lanjut dengan memikirkan, mengolah, mempertanyakan,
menggolongkan dan merefleksikan. Pengetahuan yang sudah cukup baik
ini hendaknya dipertahankan dan diperdalam dengan cara memberikan
informasi seputar pijat bayi melalui promosi kesehatan dari pihak
puskesmas yang dilengkapi dengan leflet atau poster agar pemberian
informasi lebih menarik dan dapat diterima secara maksimal.
B. Gambaran Sikap Ibu Terhadap Pemijatan Bayi
Notoatmodjo (2003) mengatakan sikap adalah respon individu yang
masih bersifat tertutup terhadap suatu rangsangan dan sikap tidak dapat
diamati secara langsung oleh individu lain. Sikap merupakan suatu produk
dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan
rangsangan yang diterimanya dan sikapnya belum tentu merupakan
tindakan yang aktif, tetapi merupakan tindakan predisposisi dari tingkah
laku (Marat, 1984). Pada penelitian ini sikap Ibu yang memiliki bayi
adalah bagaimana Ibu bersikap terhadap pemijatan bayi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dari 35 Ibu yang
memiliki bayi (50%) memiliki sikap yang positif terhadap pemijatan bayi,
sedangkan 35 Ibu yang mempunyai bayi (50%) memiliki sikap yang
negatif terhadap pemijatan bayi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata Ibu
yang mempunyai bayi yang berkunjung ke Puskesmas Pamulang
khususnya di ruang KIA memiliki sikap yang seimbang antara positif dan
negatif
terhadap pemijatan bayi. Sikap positif yang dimaksud adalah
adanya keinginan dari Ibu tersebut untuk melakukan pemijatan bayi
sedangkan sikap negatif yang dimaksud adalah tidak adanya keinginan
dari Ibu tersebut untuk melakukan pemijatan bayi.
Hal ini sejalan dengan penelitian Suarti (2010) tentang Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Tentang Pijat Bayi Terhadap Sikap dan Praktik
Pijat Bayi Di Polindes Harapan Bunda Sukoharjo, menunjukkan bahwa
responden yang memiliki sikap positif terhadap pemijatan bayi 20
responden (51,3 %), dan yang memiliki sikap negatif sebanyak 19
responden (48,7%). Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan
mayoritas Ibu yang memiliki bayi memiliki sikap yang positif terhadap
pemijatan bayi.
Sikap Ibu yang positif terhadap pemijatan bayi, dapat dilihat dari 6
pernyataan positif terhadap pemijatan bayi dalam kuesioner dimana
sebagian besar responden menjawab setuju. Begitu pula sebaliknya pada 3
pernyataan yang bersifat negatif terhadap pemijatan bayi, sebagian besar
responden menjawab tidak setuju. Hal ini dapat disebabkan mayoritas
responden memiliki pengetahuan yang baik tentang pemijatan bayi,
sehingga ada keinginan yang kuat untuk melakukan pemijatan bayi.
Pada penelitian ini didapatkan pula beberapa responden yang
memiliki sikap negatif terhadap pemijatan bayi. Hal ini dapat disebabkan
ada beberapa responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang
pemijatan bayi, sehingga tidak ada keinginan yang kuat untuk melakukan
pemijatan bayi. Selain itu dari wawancara dengan beberapa responden,
mereka berpendapat bahwa tanpa melakukan pemijatan bayi proses
pertumbuhan bayi dapat berjalan dengan normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap ada dua,
pertama pengalaman pribadi yang merupakan dasar pembentukan sikap
seseorang dan pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat.
Sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional. Kedua,
kebudayaan dimana pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan
tempat individu tersebut dibesarkan (Marat, 1984 dalam Notoatmodjo
2003). Menurut asumsi peneliti, yang menimbulkan sikap negatif pada
pemijatan bayi tersebut karena kurangnya kepercayaan dan keyakinan Ibu
yang mempunyai bayi tersebut terhadap pemijatan bayi, yang percaya
bahwa tanpa pemijatan bayi pun proses pertumbuhan bayi dapat berjalan
dengan normal.
Oleh karena itu sikap positif dari Ibu yang memiliki bayi untuk
melakukan pemijatan bayi perlu ditingkatkan dengan pemberian informasi
dan motivasi secara terus menerus dengan cara menjelaskan berbagai
macam manfaat pemijatan bayi diantaranya meningkatkan berat badan
bayi, meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan daya tahan tubuh
bayi, dapat membuat bayi tidur lebih lelap, meningkatkan ikatan kasih
sayang orang tua dan anak (bonding attachment), serta meningkatkan
produksi ASI dengan demikian diharapkan Ibu yang mempunyai bayi
dapat tertarik dengan pemijatan bayi.
C. Gambaran Perilaku Ibu Dalam Pemijatan Bayi
Robert Kwick (1974, dalam Notoadmodjo, 2003) menyatakan bahwa
perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat
diamati dan bahkan dapat dipelajari. Skinner (1938, dalam Notoadmodjo,
2003) menyatakan perilaku dapat dibedakan menjadi dua. Pertama
perilaku terbuka (overt behaviour) yaitu respons seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap
stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik
(practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
Kedua perilaku tertutup (covert behaviour) yaitu respons seseorang
terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau
reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Perilaku dalam penelitian ini adalah tindakan yang dapat dilakukan
oleh responden dalam melakukan pemijatan bayi. Dalam hal ini cara yang
terbaik untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku yang dilakukan
oleh responden dalam melakukan pemijatan bayi adalah dengan cara
mengobservasi secara langsung kepada Ibu yang melakukan pemijatan
bayi dengan cara mengurut pada bagian tubuh tertentu seperti kedua kaki
dan tangan secara bergantian, badan, punggung, serta wajah saat
penelitian. Peneliti berasumsi bahwa Ibu yang terbiasa melakukan
pemijatan pada bayinya selama di rumah cenderung tepat dan terampil
melakukan pemijatan bayi.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebanyak 41 Ibu yang
mempunyai bayi (58,6%) melakukan pemijatan bayi, sedangkan 29 Ibu
yang mempunyai bayi (41,4%) tidak melakukan pemijatan bayi.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan rata-rata Ibu yang
mempunyai bayi yang berkunjung ke Puskesmas Pamulang khususnya di
KIA melakukan pemijatan bayi.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suarti (2010)
tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Pijat Bayi Terhadap
Sikap dan Praktik Pijat Bayi Di Polindes Harapan Bunda Sukoharjo.
Yakni,
perilaku Ibu terhadap pemijatan bayi sangat baik dan positif,
karena adanya keinginan yang kuat untuk melakukan pijat bayi dengan
tangan Ibu sendiri, dan Ibu pun akan lebih memperhatikan tumbuh
kembang anaknya. Penelitian Dasuki (2007) tentang pengaruh pijat bayi
terhadap kenaikan berat badan bayi memperoleh hasil bahwa pada
kelompok kontrol, kenaikan berat badan sebesar 6,16%, sedangkan pada
kelompok yang dipijat kenaikan berat badan 9,44%.
Perilaku merupakan bentuk stimulus, namun dalam memberikan
respon sangat tergantung karakteristik atau faktor lain dari orang yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2007). Stimulus dalam penelitian ini adalah
Ibu yang melakukan pijat pada bayinya. Meskipun stimulusnya sama, akan
tetapi respon dari setiap individu berbeda. Dalam penelitian ini faktor lain
yang mempengaruhi stimulus ini adalah pengetahuan dan sikap.
Pengetahuan dan sikap yang baik diharapkan dapat memberikan stimulus
yang baik pula.
Ibu yang memiliki bayi sebaiknya mempunyai pemikiran bahwa
dengan melakukan pemijatan bayi sama halnya dengan menjaga hubungan
batin antara Ibu dan anak. Sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo (2003)
semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah orang tersebut
menerima informasi. Pengalaman merupakan pendekatan yang penting
dalam upaya memecahkan suatu masalah seperti melakukan pijat bayi
(Notoatmodjo, 2003).
Pada penelitian ini, faktor-faktor yang menyebabkan Ibu yang
mempunyai bayi tidak melakukan pijat bayi, karena pengetahuan Ibu yang
masih kurang tentang pemijatan bayi dan beberapa Ibu memiliki sikap
yang negatif terhadap pemijatan bayi. Hal ini ditunjukan oleh jawaban
responden pada kuesioner pengetahuan dan sikap pada Ibu yang tidak
melakukan pemijatan bayi.
Menurut Johnson (1990), proses terbentuknya suatu perilaku terdiri
dari tiga unsur. Gangguan yang terjadi pada satu unsur dapat mengganggu
unsur lainnya, dan setiap unsur memiliki fungsi masing-masing. Unsur
pertama adalah tujuan/dorongan, didefinisikan sebagai tujuan dari suatu
perilaku. Unsur kedua adalah tindakan yang akan dilakukan oleh
seseorang yang mengacu pada suatu tujuan. Ketiga adalah masing-masing
unsur mempunyai pilihan perilaku alternatif untuk mencapai tujuan
khusus. Perilaku yang terbentuk pada seseorang dapat diperoleh melalui
pembelajaran, penguasaan dan pengalaman. Jadi, dapat disimpulkan
perilaku yang dilakukan seseorang pada dasarnya untuk mencapai suatu
tujuan tertentu.
Hal tersebut sama halnya dengan Ibu yang melakukan pijat bayi,
yaitu mencapai peningkatan tumbuh kembang bayi. Pijatan lembut pada
tubuh bayi memberikan pengalaman positif yang luar biasa antara bayi
dengan orangtuanya, dan meningkatkan fungsi motorik (memperkuat
jalinan otot bayi yang mengalami down syndrome atau gangguan
perkembangan mental) (Subakti dan Deri, 2008)
Dalam pandangan Johnson (1990), tujuan keperawatan adalah
mempertahankan, memulihkan, atau mencapai keseimbangan stabilitas
dalam sistem perilaku klien. Jika seseorang tidak dapat beradaptasi atau
menyesuaikan dengan tekanan lingkungan eksternal, maka perawat
bertindak sebagai kekuatan pengatur eksternal untuk memodifikasi atau
mengubah struktur atau memandu kebutuhan fungsi guna memulihkan
kestabilan. Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari separuh Ibu
melakukan pemijatan bayi (58,6%). Pemijatan bayi memiliki banyak
manfaat khususnya untuk Ibu yang mempunyai bayi, maka dari itu
sangatlah penting bagi tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan
preventif mengenai pemijatan bayi, agar dapat meningkatkan perilaku Ibu
yang mempunyai bayi untuk melakukan pijat bayi.
D. Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Ibu Terhadap Pemijatan
Bayi
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna
antara variabel pengetahuan dengan variabel perilaku pemijatan bayi pada
Ibu dengan nilai p = 0,329 (p > 0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Dewi (2011) tentang Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Ibu Nifas dengan Praktik Pijat bayi di Rumah Bersalin Bunda Setia
tahun 2011 diperoleh nilai p = 0,313 (p<0,05), dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu tentang pijat bayi.
Menurut Notoadmodjo (2003), semakin tinggi pengetahuan seseorang
semakin mudah untuk menerima hal–hal yang baru, sebaliknya apabila
pengetahuan kurang akan lebih sulit untuk bersikap dan bertindak.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, akan
menimbulkan perilaku yang baik. Sementara itu perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut tidak
akan berlangsung lama.
Pemijatan dilakukan karena adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yaitu pengetahuan sebagai stimulus dan sebagai reaksi
pijat bayi. Ibu yang memiliki pengetahuan cukup tinggi tentang pijat bayi
meyakini bahwa pijat bayi merupakan awal yang baik untuk pertumbuhan
dan perkembangan bayi, maka Ibu cenderung untuk melakukan pijat bayi.
Sebaliknya
Ibu
yang
berpengetahuan
kurang,
cenderung
tidak
berkeinginan untuk melaksanakan pemijatan bayi. Hal ini dapat
disebabkan Ibu belum memahami pijat bayi baik langkah–langkah gerakan
pijat serta manfaat–manfaat yang dapat berdampak positif bagi tumbuh
kembang bayi. Beberapa faktor penghambat juga mempengaruhi
pelaksanaan pijat bayi yaitu, rasa malas, tidak adanya keinginan serta
kurangnya motivasi untuk melakukan pijat bayi.
Menurut pernyataan Benyamin Bloom (2003) terbentuknya suatu
perilaku baru, dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu
terhadap stimulus yang berupa materi atau objek, sehingga menimbulkan
pengetahuan baru pada subjek tersebut dan akan menimbulkan respons
batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui dan
disadari sepenuhnya yang menimbulkan respon lebih jauh yaitu berupa
tindakan (action) sehubungan dengan stimulus yang telah diketahui.
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara
pengetahuan Ibu tentang pemijatan bayi terhadap perilaku pemijatan bayi.
Oleh karena itu sangatlah penting bagi tenaga kesehatan Puskesmas
Pamulang Tangerang Selatan untuk memberikan lebih banyak informasi
dan motivasi tentang pemijatan bayi sehingga diharapkan dengan
mempunyai pengetahuan yang baik tentang pemijatan bayi maka Ibu
memiliki keinginan untuk melakukan pijat bayi. Pada akhirnya
pengetahuan tersebut akan menjadi dasar yang kuat untuk menumbuhkan
suatu perilaku (tindakan).
E. Hubungan Sikap Dengan Perilaku Pemijatan Bayi
Proporsi perilaku yang tepat melakukan pemijatan bayi yang
mempunyai sikap positif lebih besar (34,3%) dibandingkan dengan
proporsi perilaku yang tepat melakukan pemijatan bayi yang mempunyai
sikap negatif (7,1%). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara variabel sikap dengan variabel perilaku pemijatan bayi (p
< 0,05). Pada penelitian ini hasil OR diketahui 13,091. Hal ini berarti Ibu
yang memiliki sikap negatif beresiko tidak melakukan pemijatan bayi
dibandingkan dengan Ibu yang memiliki sikap positif.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Green (1980) yang
mengatakan bahwa sikap merupakan predisposisi yang mendasari
perubahan perilaku seseorang. Seseorang akan siap melakukan sesuatu
jika reaksi terhadap objek tersebut positif, karena sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai
suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2005).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa antara sikap dan
perilaku tidak berhubungan secara langsung, akan tetapi masih terdapat
variabel antara yaitu kehendak atau niat (Ajzen & Fishbein, 1980;
Fishbein & Middlestadt, 1989). Sikap merupakan penentuan yang
dilakukan individu atau merupakan pernyataan (ekspresi) tentang
seseorang yang menyukai atau tidak menyukai terhadap objek (stimulus)
(Ajzen & Fishbein, 1980). Menurut asumsi peneliti, sikap yang muncul
disini bisa diartikan apabila semakin baik (positif) sikap Ibu terhadap
program pemijatan bayi, biasanya ada kecenderungan untuk mengikuti
pemijatan bayi.
Perubahan perilaku dalam hal kerja sama berbagai kegiatan
merupakan hasil dari adanya perubahan setelah proses belajar, yaitu proses
perubahan sikap yang tadinya tidak percaya diri menjadi lebih percaya diri
karena pengetahuan atau keterampilannya yang semakin bertambah.
Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan (penambahan)
pengetahuan atau keterampilan serta adanya perubahan sikap yang sangat
jelas (Nursalam, 2007).
Menurut
Allport
(1954,
dalam
Notoadmodjo,
2003)
sikap
mempunyai tiga komponen pokok, yaitu kepercayaan (keyakinan), ide,
dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi
terhadap objek, dan kecenderungan untuk bertindak. Pada penelitian ini,
Ibu yang memiliki sikap positif terhadap pemijatan bayi cenderung untuk
melakukan pemijatan bayi, sedangkan Ibu yang memiliki sikap negatif
terhadap pijat bayi cenderung tidak melakukan pemijatan bayi.
F. Keterbatasan Penelitian
Peneliti
menyadari
adanya
keterbatasan
dalam
pelaksanaan
penelitian ini, keterbatasan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data dengan kuesioner memungkinkan responden
menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak mengerti
maksud pertanyaan sehingga hasilnya kurang mewakili.
2. Belum ada instrumen pengumpulan data yang baku dalam
penelitian ini, sehingga instrumen dalam penelitian ini disusun
sendiri oleh peneliti berdasarkan literatur yang didapatkan
mengenai pemijatan bayi.
3. Houthrone effect ; subjek penelitian mengetahui bahwa dirinya
sedang diteliti sehingga dapat mempengaruhi jawaban responden.
4. Selama proses pengumpulan data ada beberapa kendala yang
dialami
peneliti,
diantaranya
beberapa
responden
kurang
bersahabat saat dilakukan wawancara penerimaan sehingga
jawaban yang diberikan cenderung sekedarnya saja. Hal ini bisa
menyebabkan bias informasi.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan
pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki pengetahuan
yang baik tentang pemijatan bayi. Tingkat pengetahuan responden
yang baik dapat dijadikan dasar dalam pembentukan perilaku Ibu yang
mempunyai bayi untuk melakukan pemijatan bayi, karena pengetahuan
merupakan domain terendah dalam pembentukan perilaku seseorang.
2. Sikap responden dalam penelitian ini memiliki sikap yang seimbang
antara sikap positif dan negatif terhadap pemijatan bayi. Hal ini dapat
disebabkan ada beberapa responden yang memiliki pengetahuan yang
baik tentang pemijatan bayi begitupun sebaliknya ada beberapa
responden yang memiliki pengetahuan yang kurang, sehingga ada dan
tidak adanya keinginan yang kuat untuk melakukan pemijatan bayi
berimbang. Sikap merupakan faktor pendorong seseorang untuk
melakukan pijat bayi.
3. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh Ibu melakukan
pemijatan bayi. Domain praktek dalam pembentukkan suatu perilaku
mempunyai nilai yang sangat penting, karena pengetahuan yang tinggi
dan sikap yang positif terhadap pemijatan bayi akan berkontribusi
terhadap perilaku pemijatan bayi.
4. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara variabel pengetahuan dengan variabel perilaku Ibu dalam
pemijatan bayi. Perilaku Ibu yang mempunyai bayi dan tidak
melakukan pijat bayi disebabkan pengetahuan dan keyakinan yang
kurang sehingga mempengaruhi pelaksanaan pijat bayi.
5. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
variabel sikap dengan variabel perilaku Ibu dalam pemijatan bayi (p <
0,05). Sikap yang positif dari Ibu yang mempunyai bayi menyebabkan
Ibu cenderung untuk melakukan pijat bayi, sedangkan sikap yang
negatif terhadap pemijatan bayi menyebabkan Ibu cenderung untuk
tidak melakukan pijat bayi.
B. Saran
1. Bagi masyarakat
Pijat bayi sangat penting bagi bayi karena dapat meningkatkan
berat badan bayi, meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan
daya tahan tubuh bayi, dan meningkatkan konsentrasi bayi serta
membuat bayi tidur lebih lelap. Maka dari itu diharapkan Ibu yang
mempunyai bayi dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan pijat
bayi, mengingat bahwa pijat bayi itu sangat penting untuk dilakukan
agar lebih meningkatkan ikatan kasih sayang orang tua dan anak.
2. Bagi tenaga kesehatan (puskesmas)
Puskesmas merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang
berbasis preventif, promotif dan kuratif. Untuk meningkatkan kualitas
pelayanan Ibu dan anak, maka diperlukan bagi pihak puskesmas untuk
melakukan promosi kesehatan mengenai pijat bayi pada Ibu yang
memiliki bayi dan menyelenggarakan program pijat bayi agar Ibu yang
mempunayi bayi tertarik dan berminat untuk melakukan pijat bayi.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku Ibu tentang pijat bayi
dan perilaku yang diteliti dapat diobservasi sesuai keseluruhan
prosedur pijat bayi, agar hasil penelitian yang didapatkan menjadi
lebih baik.
Download