Resistant Staphylococcus aureus

advertisement
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Propolis Apis Mellifera Terhadap Pertumbuhan MethicillinResistant Staphylococcus aureus (MRSA) Secara In Vitro
Arina Novilla
ABSTRACT
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is the major problem of nosocomial infection which
spread through the contact within infectious paramedic and their have colonization (as reservoir) with
patient in hospital. Several MRSA infection cured by antibiotics such as vancomycin, teicoplanin, and
linezoid. The increases vancomycin uses for MRSA cases finally making decreases of antibiotic
sensitivities. The nature source optimalization is one of alternative to find an antibacterial medicine which
can not become resistant dan give the side efect, one of the alternative is propolis. Propolis is resinous
mixture collected by bees. It uses as the isolation material in beehives which useful for body stamina and
has bacterial activity.
The research method is experiment. The object of the research are to find the efectivity of propolis extract
Apis mellifera to inhibit growth and to determine minimal concentration of propolis extract Apis mellifera
Methicilin-Resisten Staphylococcus aureus in vitro.
The propolis extract Apis mellifera is the strong liquid exctract, it has three kind of fraction, there are etanol
fraction (polar), ethyl acetate fraction (semipolar), and n-hexana fraction (non polar). Ethyl acetate fraction
has the bigger antimicrobial activity than etanol and n-hexan fractions. The ethyl acetate fraction inhibiting
three kinds of bacterial ( Escherichia coli, Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus) in the screening
antimicrobial sensitivity, therefore ethyl acetate fraction of the extract used for antibacterial sensitivity test
againts MRSA.
According to the antimicrobial sensitivity test of ethyl acetate fraction, it shows in 10% concentration able
to inhibiting MRSA growth with inhibit diameter dua mm. The result shows that ethyl acetate fraction of
propolis Apis mellifera extract is able to inhibiting MRSA in vitro.
Key words : Antibakteri, Propolis Apis Mellifera, Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang sering menjadi masalah dalam bidang
kesehatan. Setiap jaringan maupun organ tubuh dapat diinfeksi oleh bakteri ini dan menyebabkan
timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan
abses. Selain itu S. aureus memiliki kemampuan menjadi resisten terhadap
berbagai antibiotika.
S. aureus yang telah resisten terhadap metisilin atau disebut Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus
(MRSA)
dan
kasus
MRSA
ini
pada
tahun
1961
ditemukan
di
Inggris
(http://en.wikipedia.org/wiki/Methicillin-resistant_Staphylococcus_aureus) sedangkan di Ameriksa
Serikat ditemukan pada tahun 1968 (Rybak, 2005).
Di Asia, prevalensi infeksi MRSA mencapai 70%. Sementara di Indonesia pada tahun 2006
prevalensinya berada di angka 23,5%. Sebagian besar infeksi MRSA dapat diobati dengan
antibiotik seperti vankomisin, teicoplanin dan linezoid. Namun antibiotik yang banyak digunakan
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
9
selama ini adalah vankomisin. Peningkatan penggunaan vankomisin untuk kasus MRSA akhirnya
membuat sensitifitas antibiotik ini berkurang. Kasus berkurangnya sensitifitas vankomisin terhadap
S. aureus dilaporkan pertama kali pada tahun 1996. Pada November 2005 telah dilaporkan terjadi
kasus pasien yang terinfeksi
vancomycin-resistant Staphylococcus aureus (VRSA) di Amerika
Serikat (U.S. Centers for Disease Control, 2005). Munculnya VRSA ini menjadi berbahaya karena
akan mempersulit penanganan MRSA di rumah sakit (Majalah Farmacia, 2007 : Rybak, 2005).
Telah banyak dilakukan penelitian dengan memanfaatkan bahan alam yang bertujuan untuk
menghasilkan obat yang mempunyai efek samping yang tidak merugikan, salah satunya adalah
propolis. Propolis adalah suatu zat yang dihasilkan oleh lebah madu, karena bentuknya lengket
seperti lem, disebut sebagai bee glue. Propolis dihasilkan lebah dengan cara mengumpulkan resin
atau getah dari berbagai macam tumbuhan, kemudian resin ini bercampur dengan saliva dan
berbagai enzim yang ada pada lebah (Lofty, 2006). Bagi lebah sendiri propolis bersifat desinfektan
(antibakteri) yang dapat membunuh serangga yang masuk ke sarang lebah, lebah juga melindungi
sarangnya dengan propolis dari serbuan kuman, virus atau bakteri. Hal inilah yang mendasari
digunakannya propolis sebagai antibiotik. Kelebihan propolis dibanding antibiotik lainnya adalah
efek sampingnya yang kecil dan tidak menimbulkan resistensi.
Selain itu propolis memiliki
selektivitas yang tinggi yaitu propolis hanya membunuh kuman penyebab penyakit saja sedangkan
mikroba yang berguna seperti mikroflora usus tidak terganggu oleh propolis (Caal, 1991 dalam
Winingsih, 2004). Salah satu kandungan senyawa kimia yang penting pada propolis adalah
senyawa flavonoid. Propolis ditemukan mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri kokus
dan batang Gram positif tetapi hanya sedikit menghambat Gram negatif batang. Penemuan ini
mengkonfirmasi penemuan sebelumnya terhadap zat antimikroba yang berperan yaitu tingginya
kandungan flavonoid (Grange dan Davey, 1989). Penelitian secara in vitro maupun in vivo
menunjukkan aktivitas biologis dan farmakologis dari senyawa flavonoid sangat beragam salah
satu diantaranya memiliki aktivitas antibakteri (Pepeljnjak, 1985 ; Mirzoeva, 1997).
Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitikan untuk mencoba keefektifan dari ekstrak
propolis lebah Apis mellifera dan menentukan konsentrasi minimal propolis lebah Apis mellifera
yang dapat menghambat pertumbuhan Methicillin-Resistant Stapylococcus aureus (MRSA).
2. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui efektifitas ekstrak propolis Apis mellifera dalam menghambat pertumbuhan
Methicilin-Resisten Staphylococcus aureus secara in vitro.
b. Menentukan konsentrasi minimal ekstrak propolis Apis mellifera dalam menghambat
pertumbuhan Methicilin-Resisten Staphylococcus aureus secara in vitro
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
10
3.
Manfaat Penelitian
Mendapatkan ekstrak propolis Apis mellifera yang dapat digunakan sebagai alternatif
pengobatan infeksi yang disebabkan Methicilin-Resisten Staphylococcus aureus.
B. METODE PENELITIAN
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah propolis lebah Apis mellifera
yang berasal dari Pusat Perlebahan Sukatani Bogor.
1. Bahan dan Cara Kerja
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah propolis dari jenis lebah Apis
mellifera, kemudian propolis diekstraksi. Setelah ekstrak propolis didapat, perlakuan dilanjutkan
dengan proses pemekatan. Medium yang digunakan dalam penelitian ini adalah medium agar
nutrisi, digunakan untuk uji sensitivitas antimikroba serta medium kaldu nutrisi, digunakan untuk
pengaktivan kultur bakteri uji.
2. Ekstraksi Propolis Lebah Apis mellifera
Ekstraksi propolis lebah madu lokal dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Kimia Bahan
Alam Sekolah Farmasi (School of Pharmacy) Institut Teknologi Bandung.
3. Pengaktivan kultur bakteri uji
Kultur biakan murni bakteri uji E. coli, B. subtilis, S. aureus dan MRSA (MethicilinResistant Staphylococcus aureus) ditumbuhkan pada medium agar nutrisi miring. Pengaktivan
dilakukan dengan memindahkan satu jarum ose kultur biakan murni bakteri uji dalam agar miring
ke dalam tabung reaksi berisi lima mL medium kaldu nutrisi dan diinkubasi pada suhu 37oC
selama 24 jam. Kemudian dipindahkan sebanyak lima mL ke dalam labu Erlenmeyer 100 mL
yang sudah berisi medium kaldu nutrisi sebanyak 45 mL dan diinkubasi pada suhu 37oC selama
12 jam. Suspensi bakteri tersebut diukur kekeruhannya menggunakan spektrofotometer
(Spectronic 20 Bausch & Lomb Fisher Scientific) pada λ 600 nm. Bakteri siap digunakan untuk
uji secara mikrobiologi dengan tingkat kekeruhan OD (Optical density) 0,1.
4. Penapisan Sensitivitas Antimikroba
Menurut Jorgensen (1997), bakteri
uji E. coli, S. aureus dan B. subtilis dapat
digunakan sebagai strain kontrol untuk tes kerentanan terhadap antimikroba.
Penapisan
dilakukan dengan metode difusi agar Kirby Bauer (Cappucino dan Sherman, 1987). Medium agar
nutrisi yang telah diinokulasi oleh bakteri uji sebanyak satu mL yang memiliki nilai OD 0,1,
kemudian dibuat silinder stainless steel (diameter 6 mm). Ke dalam silinder diberi ekstrak
propolis masing-masing sebanyak 50 µL
lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam.
Hasil uji dinyatakan secara kualitatif berdasarkan adanya zone hambatan di sekitar silinder.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
11
Pengukuran diameter dari setiap zone hambatan pertumbuhan bakteri dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong/mistar.
5. Uji Sensitivitas Antibakteri Ekstrak Propolis Lebah Apis mellifera Terhadap MRSA
(Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus)
Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri ekstrak propolis terhadap bakteri
MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus) adalah metode difusi agar Kirby Bauer.
Pada silinder tersebut kemudian diisi dengan larutan sampel dan Kontrol dengan menggunakan
sebanyak 50 µL, selanjutnya, cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam pada
temperatur 37° C selama 24-48 jam. Hasil uji dinyatakan secara kualitatif berdasarkan adanya
zone jernih di sekitar silinder. Pengukuran diameter dari setiap zone hambatan pertumbuhan
bakteri dilakukan dengan menggunakan jangka sorong/mistar.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Ekstraksi Propolis Apis mellifera
Propolis dari lebah Apis mellifera diekstraksi menghasilkan 3 macam ekstrak kental yang
masing-masing merupakan fraksi etanol (polar), etil asetat (semipolar), dan n-heksan (nonpolar)
yang memberikan gambaran hasil berwarna coklat kekuning-kuningan, berbentuk pekat dan
bersifat lengket.
Gambar 1 Hasil ekstraksi dari propolis lebah Apis mellifera
2. Pembuatan Pengenceran ekstrak Propolis
Hasil ekstraksi dari semua fraksi (etanol, n-heksan dan etil asetat) dilakukan pengenceran
dengan konsentrasi sebesar 10%, 5% dan 1%. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan
larutan pengencer akuades dan penambahan Tween 80 sebesar 5% dari total volume. Ditimbang 1
gr ekstrak propolis kemudian dilarutkan sedikit demi sedikit Tween 80 sebanyak 500 µL, setelah
larut kemudian tambahkan akuades sebanyak 9,5 mL (konsentrasi 10%). Pembuatan ekstrak 5%,
dibuat dengan cara dari konsentrasi ekstrak 10% diambil lima mL kemudian tambahkan akuades
lima mL. Sedangkan pembuatan ekstrak 1% adalah dengan cara dari konsentrasi ekstrak 10%
diambil satu mL larutkan dalam sembilan mL akuades.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
12
3. Penapisan sensitivitas antimikroba
Penapisan sensitivitas antimikroba terhadap 3 macam fraksi hasil ekstraksi menggunakan
tiga bakteri uji yaitu Escherichia coli, Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus. Medium agar
nutrisi yang telah diinokulasi oleh bakteri uji sebanyak satu mL, kemudian dibuat silinder stainless
steel (diameter 6 mm). Ke dalam silinder diberi ekstrak propolis masing-masing sebanyak 50 µL
lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam. Hasil uji dinyatakan secara kualitatif
berdasarkan adanya zone hambatan di sekitar silinder.
Berdasarkan hasil uji penapisan
sensitivitas antimikroba didapatkan satu fraksi yang mampu menghambat ketiga jenis bakteri uji
tersebut yaitu fraksi etil asetat serta satu fraksi yang hanya mampu menghambat pertumbuhan
S. aureus dan B. Subtilis tetapi tidak mampu menghambat E. coli yaitu fraksi etanol. Sedangkan
fraksi n-heksan sama sekali tidak dapat menghambat ketiga jenis bakteri uji tersebut, seperti
diperlihatkan pada Tabel 2.
Alasan penggunaan ketiga bakteri uji di atas adalah berdasarkan prosedur tetap menurut
Jorgensen (1997), yang menetapkan ketiga bakteri uji tersebut sebagai strain kontrol untuk tes
kerentanan terhadap antimikroba.
Tabel 2 Besarnya diameter hambatan tiga macam fraksi ekstrak propolis terhadap tiga macam
bakteri uji
Bakteri
E. coli
S. aureus
B. subtilis
1%
-
Ekstrak etanol
(polar)
5%
10%
2 mm
2 mm
1 mm
1 mm
1%
-
Ekstrak etil asetat
(semipolar)
5%
10%
1 mm
1 mm
3 mm
1 mm
3 mm
Ekstrak n-heksan
(nonpolar)
1%
5%
10%
-
Selain itu, ketiga jenis bakteri tersebut mewakili bakteri Gram negatif, Gram positif dan
bakteri penghasil spora. Adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak propolis terhadap ketiga bakteri
uji yaitu E. coli, B. subtilis dan S. aureus ditandai dengan adanya daerah jernih di sekitar silinder
yang menandakan adanya hambatan ekstrak propolis terhadap pertumbuhan ketiga bakteri uji
tersebut. Ekstrak propolis etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri
yang
paling
besar
dibandingkan fraksi etanol dan n-heksan. Zone hambatan fraksi etil asetat konsentrasi 10%
terhadap bakteri uji B. subtilis dan S. aureus lebih besar dibandingkan dengan zone hambatan
terhadap bakteri uji E. coli, seperti terlihat pada Tabel 2.
Konsentrasi minimal ekstrak etil asetat yang bisa menghambat ketiga bakteri uji adalah
sebesar 10%. Hasil ini membuktikan bahwa sifat ketahanan terhadap senyawa antimikroba yang
dimiliki bakteri Gram positif dan negatif berbeda. Penyebab perbedaan yang utama adalah dalam
hal komposisi penyusun dinding sel. Pernyataan ini sesuai dengan yang telah dikemukakan oleh
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
13
Jay (1996) dan Pelczar (1993) yaitu bakteri Gram positif cenderung lebih sensitif dibanding Gram
negatif. Berdasarkan hasil penapisan sensitivitas antimikroba tersebut di atas ekstrak dari fraksi etil
asetat selanjutnya digunakan untuk pengujian sensitivitas antibakteri terhadap MRSA.
4. Sensitivitas antibakteri esktrak propolis terhadap pertumbuhan MRSA
Berdasarkan hasil pengamatan ekstrak propolis yang bersifat antibakteri terhadap MRSA
ini terdapat pada ekstrak fraksi etil asetat, sedangkan konsentrasi minimal ekstrak propolis yang
dapat menghambat pertumbuhan MRSA adalah 10% dengan diameter hambatan sebesar 2 mm
seperti terlihat pada Gambar 2.
Zone hambatan
Gambar 2 Hasil sensitivitas antibakteri ekstrak fraksi etil asetat terhadap pertumbuhan MRSA
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak propolis Apis mellifera mampu
menghambat pertumbuhan MRSA secara in vitro.
Metode yang dipakai untuk mengevaluasi
aktivitas antibakteri dari ekstrak propolis terhadap MRSA ini adalah metode difusi agar Kirby Bauer,
karena metode ini paling umum digunakan untuk menentukan suseptibilitas dari bakteri terhadap
bahan yang diuji. Beberapa faktor dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri pada propolis yaitu
sumber propolis, spesies lebah, dan pengolahan/pembuatan ekstrak. Komposisi kimia propolis
tergantung dari letak geografis.
Propolis dari Bulgaria, Turki, Yunani dan Algeria biasanya
mengandung sebagian besar flavonoid dan ester asam kafeat dan ferulat (Velikova, 2000).
Aktivitas antibakteri propolis yang sangat bervariasi ini disebabkan dari komposisi propolis yang
digunakan. Komposisi propolis sendiri sangat dipengaruhi oleh jenis dan umur tanaman, iklim dan
waktu dimana propolis tersebut diperoleh (Hill,1981 dan Chen, 1993 dalam Sabir, 2005). Salah satu
kandungan senyawa kimia yang penting pada propolis adalah senyawa flavonoid (Ghisalberti,
1979). Flavonoid merupakan salah satu senyawa fenol alami yang tersebar luas pada tumbuhan
yang disintesis dalam jumlah sedikit (0,5-15%) dan dapat ditemukan pada hampir semua bagian
tumbuhan (Markham, 1982).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjukkan adanya aktivitas dari ekstrak
propolis salah satu diantaranya memiliki aktivitas antibakteri. Propolis ditemukan sebagai zat
antibakteri terhadap bakteri kokus dan basil Gram positif, termasuk Mycobacterium tuberculosis
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
14
tetapi hanya sedikit menghambat aktfitas Gram negatif. Penemuan ini mengkonfirmasi penelitian
sebelumnya bahwa tentang antimikroba dari propolis, yang dimungkinkan karena
tingginya
konsentrasi flavonoid (Grange dan Davey , 1990).
Takasi (1994) mengemukakan bahwa propolis menghambat pertumbuhan bakteri dengan
cara menghambat pembelahan sel, sehingga menghasilkan formasi yang menyerupai multiseluler
streptococcus. Kemudian propolis mengganggu permeabilitas membran sitoplasma dan dinding
sel sehingga menyebabkan bakteriolisis dan menghambat sintesis protein. Hal tersebut
membuktikan bahwa mekanisme kerja propolis pada sel bakteri sangat komplek dan analogi yang
simpel tidak dapat dibuat seperti pada mekanisme kerja dari antibiotik. Kesimpulan ini berdasarkan
penelitian tentang mekanisme kerja propolis melalui studi microcalorimetric dan menggunakan
mikroskop elektron. Penelitian lain menunjukkan bahwa mekanisme kerja dari propolis sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri antara lain bahwa komponen flavonoid dan asam sinamat
yang terdapat dalam propolis ditemukan memecah energi transduksi membran sitoplasma dan
menghambat motilitas bakteri. Efek status bioenergetika pada membran memberikan kontribusi
sebagai antimikroba propolis dan diobservasi ternyata sinergis dengan kerja antibiotik (Mirzoeva,
1997). Selain itu propolis mempunyai aktivitas bakteriostatik terhadap serangan genus bakteri
yang berbeda dan dapat bersifat bakterisidal dalam konsentrasi yang tinggi (Drago, 2000).
D. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak propolis fraksi etil asetat
bersifat antibakteri terhadap MRSA, sedangkan konsentrasi minimal ekstrak propolis yang dapat
menghambat pertumbuhan MRSA adalah 10% dengan diameter hambatan sebesar 2 mm. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak propolis Apis mellifera mampu menghambat pertumbuhan
MRSA secara in vitro.
Hasil ini merupakan langkah pertama dalam pemanfaatan bahan alam ini sebagai salah satu
bahan antibakteri alternatif di bidang pengobatan terhadap infeksi MRSA, yang tentu saja masih
diperlukan serangkaian uji lainnya. Sehingga beberapa saran yang mungkin bermanfaat bagi
penelitian mendatang yaitu perlu dilakukan penelitian untuk pemisahan bahan aktif sebagai zat
antibakteri dari propolis yaitu flavonoid untuk kemudian diuji untuk mengetahui kemampuan flavonoid
propolis dalam menghambat pertumbuhan MRSA secara in vivo, kemudian dilanjutkan uji toksisitas
dan uji aktivitas biologi lainnya.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
15
Daftar Pustaka
Alencar, S.M, Oldoni, T.L.C., Castro,M.L, Cabral I.S.R. (2007)., Chemical composition and biological
acitivity of a new type of Brazilian propolis : Red propolis, Journal of Etnopharmacology-4694.
Bankova V, Popov S, Manolova N, (1988), The Chemical composition of some propolis fraction with
antivitral action, Acta Microbiol Bulg, 23, 52.
Burrows, Textbook of Microbiology, (1963), Eighteenth edition, London : WB Saunders Company.
Cappucino, J.G dan N. Sherman (1987), Microbiology, a laboratory manual, Second edition, The
Benjamin/Cummings Publishing Company Inc, USA, 217-219.
Drago L, Mombelli B, DE Veechi E, Fassina M.C, Tocalli L dan Gismondo M.R, (2000), In vitro
antimicrobial activity of propolis dry extract, J. Chemother 12, 390-395.
Dwijoseputro D, (1994), Dasar-dasar mikrobiologi Jakarta : Djambatan
EMS Village Staff, (2007), Multidrug Resistant Bacteria : Focus on MRSA, EMS Village & Sirius
Innovations LLC.
Ghilsalberti EL ,(1979), Propolis : a review, Bee world, 60, 59-84.
Grange JM dan Davey RW, (1990), Antibacterial properties of propolis (bee glue), JR Soc.Med, 83(3) :
159-60.
Greenway W, Scasbroock T, Whatley FR, (1990), The composition and plant origin of propolis, A report of
work at Oxford. Bee world, 71, 107-8.
Jaya F, Radiati LE, Al Awwaly KU dan Kalsum U, Penaruh pemberian ekstrak propolis terhadap sistem
kekebalan seluler pada tikus putih (Rattus Norvegicus) strain Wistar, Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya, Malang
Jorgensen, J.H., M.J. Ferraro, W.A. Craig, G.V. Doern, S.M. Finegold, J.F. Tomc, S.L. Hansen, J.
Hindler, L.B. Reller, J.M. Swenson, F.C. Tenover, R.T. Testa, dan M.A. Wikler, (1997),
Performance standards for antimicrobial disk susceptibility tests, Sixth edition; approved
standard, volume 17 number 1, NCCLS, Pennsylvania, 14-15.
Kaczmarck F dan Debowski WJ, (1983), β-amylase in propolis, Acta Poloniae Pharmacentica, 40, 121.
Karim, RA, (2007), Propolis penyembuh ajaib dari sarang lebah, Propolis-Diamond.net.
Lamerkabel JSA, (2007), Lebah madu, hasil hutan ikutan dan ternak harapan, Fakultas Pertanian
Universitas Pattimura, Maluku. 26 Sepetember 2007.
Lofty M, (2006), Biological activity of Bee Propolis in Health and Disease, Asian Pacific Journal of Cancer
Prevention, Vol 7.
Markham KR, (1982), Techniques of flavonoid identification, London Academic Press Inc. Ltd , p.1-20
Mirzoeva, O.K, Grishanim, R.N, Calder P.C,(1997), Antimicrobial action for porpolis and some of
its components : the effect on growth, membrane potential and motility of bacteria, Dept.
Biochemistry University of Oxford, UK, J.Microbiol Res, Sep:152(3):239-46.
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani
16
Download