kegiatan geomorfologi dan tektonik di daerah jawa barat

advertisement
ANALISIS LANSEKAP
“PEMBENTUKAN DAN PROSES GEOMORFOLOGI JAWA BARAT
BERSASARKAN TEORI TEKTONIK LEMPENG”
Oleh :
Kelas C
CARLA LEANY W.N. SAPULETE 115040200111195
CUT SRI RAHAYU
115040200111127
HARYATI BR SIBORO
115040201111275
MUHAMMAD NAUFAL
115040201111049
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
PROSES GEOMORFOLOGIS DAERAH JAWA BARAT
Geologi Jawa Barat merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki daya
tarik tersendiri. Aktifitas geologi yang telah berlangsung selama berjuta-juta tahun di
wilayah ini menghasilkan berbagai jenis batuan mulai dari batuan sedimen, batuan
beku (ekstrusif dan intrusif) dan batuan metamorfik dengan umur yang beragam.
Akibat proses tektonik yang terus berlangsung hingga saat ini, seluruh batuan
tersebut telah mengalami pengangkatan, pelipatan dan pensesaran.
Dari sudut pandang ilmu kebumian, daerah Jawa Barat sangat menarik untuk
dipelajari karena geologi daerah ini dikontrol oleh hasil aktifitas tumbukan dua
lempeng yang berbeda jenis. Lempeng yang pertama berada di bagian utara
berkomposisi granitis yang selanjutnya dinamakan sebagai Lempeng Benua
Eurasia, selanjutnya lempeng yang kedua berada di selatan berkomposisi basaltis
yang selanjutnya dinamakan sebagai Lempeng Samudra Hindia-Australia. Kedua
lempeng ini saling bertumbukan yang mengakibatkan Lempeng Samudra menunjam
di bawah Lempeng Benua. Zona tumbukan (subduction zone), membentuk morfologi
menyerupai lembah curam yang dinamakan sebagai palung laut (trench). Di dalam
palung ini terakumulasi berbagai jenis batuan terdiri atas batuan sedimen laut dalam
(Pelagic sediment), batuan metamorfik (batuan ubahan) dan batuan beku
berkomposisi basa hingga ultra basa (ofiolit). Percampuran berbagai jenis batuan di
dalam palung ini dinamakan sebagai batuan bancuh (batuan campur aduk) atau
dkenal sebagai batuan melange.
Jejak-jejak aktifitas tumbukan lempeng masa lampau (paleosubduk) dapat dilihat di
daerah Ciletuh, Sukabumi. Di daerah ini tersingkap batuan “melange Ciletuh” yang
berumur Kapur dan merupakan salah satu batuan tertua di Jawa yang dapat diamati
di permukaan. Daerah lain di Jawa yang juga memiliki batuan sama adalah daerah
Karangsambung di Kebumen, Jawa tengah dan Pegunungan Jiwo di Bayat,
Jogyakarta.
Fisiografi Regional
Aktifitas geologi Jawa Barat menghasilkan beberapa zona fisiografi yang satu sama
lain dapat dibedakan berdasarkan morfologi, petrologi dan struktur geologinya. Van
Bemmelen (1949), membagi daerah Jawa Barat ke dalam 4 besar zona fisiografi,
masing-masing dari utara ke selatan adalah Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona
Bogor, Zona Bandung dan Zona Pegunungan Selatan..
Zona Dataran Pantai Jakarta menempati bagian utara Jawa membentang barattimur mulai dari Serang, Jakarta, Subang, Indramayu hingga Cirebon. Darah ini
bermorfologi pedataran dengan batuan penyusun terdiri atas aluvium sungai/pantai
dan endapan gunungapi muda.
Zona Bogor menempati bagian selatan Zona Dataran Pantai Jakarta, membentang
mulai dari Tangerang, Bogor, Purwakarta, Sumedang, Majalengka dan Kuningan.
Zona Bogor umumnya bermorfologi
perbukitan yang memanjang barat-timur
dengan lebar maksimum sekitar 40 km. Batuan penyusun terdiri atas batuan
sedimen Tersier dan batuan beku baik intrusif maupun ekstrusif. Morfologi
perbukitan terjal disusun oleh batuan beku intrusif, seperti yang ditemukan di
komplek Pegunungan Sanggabuana, Purwakarta.
Van Bemmelen (1949),
menamakan morfologi perbukitannya sebagai antiklinorium kuat yang disertai oleh
pensesaran.
Zona Bandung yang letaknya di bagian selatan Zona Bogor, memiliki lebar antara
20 km hingga 40 km, membentang mulai dari Pelabuhanratu, menerus ke timur
melalui Cianjur, Bandung hingga Kuningan. Sebagian besar Zona Bandung
bermorfologi perbukitan curam yang dipisahkan oleh beberapa lembah yang cukup
luas. Van Bemmelen (1949) menamakan lembah tersebut sebagai depresi diantara
gunung yang prosesnya diakibatkan oleh tektonik (intermontane depression).
Batuan penyusun di dalam zona ini terdiri atas batuan sedimen berumur Neogen
yang ditindih secara tidak selaras oleh batuan vulkanik berumur Kuarter. Akibat
tektonik yang kuat, batuan tersebut membentuk struktur lipatan besar yang disertai
oleh pensesaran. Zona Bandung merupakan puncak dari Geantiklin Jawa Barat
yang kemudian runtuh setelah proses pengangkatan berakhir (van Bemmelen,
1949).
Zona Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek,
(1946), menyatakan bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat diamati
di Lembah Cimandiri, Sukabumi. Perbukitan bergelombang di Lembah Cimandiri
yang merupakan bagian dari Zona Bandung berbatasan langsung dengan dataran
tinggi (pletau) Zona Pegunungan Selatan. Morfologi dataran tinggi atau plateau ini,
oleh Pannekoek (1946) dinamakan sebagai Plateau Jampang.
Pola Sesar
Berdasarkan hasil penafsiran foto udara dan citra indraja (citra landsat) daerah Jawa
Barat, diketahui adanya banyak kelurusan bentang alam yang diduga merupakan
hasil proses pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya berarah barat-timur, utaraselatan, timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Secara regional struktur sesar
berarah timurlaut-baratdaya dikelompokan sebagai Pola Meratus, sesar berarah
utara-selatan dikelompokan sebagai Pola Sunda dan sesar berarah barat-timur
dikelompokan sebagai Pola Jawa. Struktur sesar dengan arah barat-timur umumnya
berjenis sesar naik, sedangkan struktur sesar dengan arah lainnya berupa sesar
mendatar. Sesar normal umum terjadi dengan arah bervariasi.
Dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat, ada tiga struktur
regional yang memegang peranan penting, yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis dan
Sesar Lembang. Ketiga sesar tersebut untuk pertamakalinya diperkenalkan oleh van
Bemmelen (1949) dan diduga ketiganya masih aktif hingga sekarang.
Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua (umur Kapur), membentang mulai dari
Teluk Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, CipatatRajamandala, Gunung Tanggubanprahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur
laut menuju Subang. Secara keseluruhan, jalur sesar ini berarah timurlaut-baratdaya
dengan jenis sesar mendatar hingga oblique (miring). Oleh Martodjojo dan
Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokan sebagai Pola Meratus.
Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik dengan
arah relatif barat-timur,
membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah
Baribis di Kadipaten-Majalengka (Bemmelen, 1949). Bentangan jalur sesar Baribis
dipandang berbeda oleh peneliti lainnya. Martodjojo (1984), menafsirkan jalur sesar
naik Baribis menerus ke arah tenggara melalui kelurusan Lembah Sungai Citanduy,
sedangkan oleh Simandjuntak (1986), ditafsirkan menerus ke arah timur hingga
menerus ke daerah Kendeng (Jawa Timur). Penulis terakhir ini menamakannya
sebagai “Baribis-Kendeng Fault Zone”. Secara tektonik sesar Baribis mewakili umur
paling muda di Jawa, yaitu pembentukannya terjadi pada periode Plio-Plistosen.
Selanjutnya oleh Martodjojo dan Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokan sebagai
Pola Jawa.
Sesar Lembang yang letaknya di utara Bandung, membentang sepanjang kurang
lebih 30 km dengan arah barat-timur. Sesar ini berjenis sesar normal (sesar turun)
dimana blok bagian utara relatif turun membentuk morfologi pedataran (pedataran
Lembang). Van Bemmelen (1949), mengkaitkan pembentukan sesar Lembang
dengan aktifitas Gunung Sunda (G. Tanggubanprahu merupakan sisa-sisa dari
Gunung Sunda), dengan demikian struktur sesar ini berumur relatif muda yaitu
Plistosen.
Struktur sesar yang termasuk ke dalam Pola Sunda umumnya berkembang di utara
Jawa (Laut Jawa). Sesar ini termasuk kelompok sesar tua yang memotong batuan
dasar (basement) dan merupakan pengontrol dari pembentukan cekungan Paleogen
di Jawa Barat.
Mekanisme pembentukan struktur geologi Jawa Barat terjadi secara simultan di
bawah pengaruh aktifitas tumbukan lempeng Hindia-Australia dengan lempeng
Eurasia yang beralangsung sejak Zaman Kapur hingga sekarang. Posisi jalur
tumbukan (subduction zone) dalam kurun waktu tersebut telah mengalami beberapa
kali perubahan. Pada awalnya subduksi purba (paleosubduk) terjadi pada umur
Kapur, dimana posisinya
berada pada poros tengah Jawa sekarang. Jalurnya
subduksinya berarah relatif barat-timur melalui daerah Ciletuh-Sukabumi, Jawa
Barat menerus ke timur memotong daerah Karangsambung-Kebumen, Jawa
Tengah. Jalur paleosubduk ini selanjutnya menerus ke Laut Jawa hingga mencapai
Meratus, Kalimantan Timur (Katili, 1973). Penulis ini menarik jalur paleosubduk
berdasarkan pada singkapan melange yang tersingkap di Ciletuh (Sukabumi),
Karangsambung (Kebumen) dan Meratus (Kalimantan Timur). Berdasarkan
penanggalan radioaktif yang dialkukan terhadap beberapa contoh batuan melange,
diketahui umur batuannya adalah Kapur.
Peristiwa subduksi Kapur diikuti oleh aktifitas magmatik yang menghasilkan endapan
gunungapi berumur Eosen. Di Jawa Barat, endapan gunungapi Eosen diwakili oleh
Formasi Jatibarang dan Formasi Cikotok. Formasi Jatibarang menempati bagian
utara Jawa dan pada saat ini sebarannya berada di bawah permukaan, sedangkan
Formasi Cikotok tersingkap di daerah Bayah dan sekitarnya.
Jalur gunungapi (vulcanic arc) yang umurnya lebih muda dari dua formasi tersebut di
atas adalah Formasi Jampang. Formasi ini
Jawa Barat bagian selatan.
berumur Miosen yang ditemukan di
Dengan demikian dapat ditafsirkan telah terjadi
pergeseran jalur subduksi dari utara ke arah selatan.
Untuk ketiga kalinya, jalur subduksi ini berubah lagi. Pada saat sekarang, posisi jalur
subduksi berada Samudra Hindia dengan arah relatif barat-timur. Kedudukan jalur
subduksi ini menghasilkan aktifitas magmatik berupa pemunculan sejumlah
gunungapi aktif. Beberapa gunungapi aktif yang berkaitan dengan aktifitas subduksi
tersebut, antara lain G. Salak, G. Gede, G. Malabar, G. Tanggubanprahu dan G.
Ciremai.
Walaupun posisi jalur subduksi berubah-ubah, namun jalur subduksinya relatif sama,
yaitu berarah barat-timur. Posisi tumbukan ini selanjutnya menghasilkan sistem
tegasan (gaya) berarah utara-selatan. Aktifitas tumbukan lempeng di Jawa Barat,
menghasilkan sistem tegasan (gaya) berarah utara-selatan.
Literatur lain mengatakan Bahwa Geomorfologis JAWA BARAT sebagai
berikut :
Disebelah selatan daerah ini tampak dataran pantai yang berbukit, ditengah
bergunung-gunung dan bagian utaranya dataran. Topografi tersebut menandakan
provinsi ini masih labil karena daerah ini terletak dijalan sirkum mediteran dan sirkum
pasifik. Di provinsi ini masih terdapat aktifitas gunun berapi sehingga gempa bumi
masih kerap terjadi.
Jawa barat dibagi menjadi 4 zone geomorfologis, yaitu:
1.
Zone Jakarta
Melajur sejajar dengan laut jawa dengan lebar kira-kira 40 km dan
panjangnya mulai dari serang, kerrawang hingga cirebon. Dataran sebagian besar
terbentuk dari endapan alluvial yang terangkat oleh sungai. Disamping ditemukan
rawa-rawa di zone ini ada kemungkinan bahwa dataran di kawasan Indramayu
bergeser kira-kira 108 km setiap tahun ke arah laut.
2.
Zone bogor
Terbentang dari Rangkasbitung Subang sampai merupakan
daerah petakan lipatan dibeberapa tempat yang kemungkinannya terjadi pada
pliosan. Kini zone ini tampak sebagai daerah bukit rendah yang di selingi oleh bukitbukit yang berbatu keras.
3.
Zone bandung
Merupakan kawasan yang bergunung api sekaligus merupakan
zone depresi. Jika dibandingkan dengan zone bogor yang mengapitnya disebelah
utara dan zone pegunungan selatan di sebelah selatannya yang masing – masing
mengalami proses pelipatan pada zaman tertier. Zone ini terbagi menjadi 4 :
a.
Depresi Ciancur
Depresi Ciancur terletak pada ketinggian 70-459 meter di sebelah barat
menjulang gunung salak (2211 meter) yang merupakan gunung berapi termuda. Ada
pula daerah yang tertutup bahan vulkanis dari gunung Gede (2958 meter) dan
gunung Payrango (3019 meter), misalnya kota Sukabumi.
b.
Depresi Bandung
Di provinsi Bandung adalah dataran alluvial yang subur, lebarnya mencapai
25 meter dengan ketinggian 650-675 meter. Dan dialiri oleh sungai Citarum dua
deretan gunung berapi mengapit depresi ini yaitu gunung Burangrang (2064 meter),
gunung Tangkuban Perahu (2076 meter) dan gunung Bukit Unggul (2203 meter)
yang menjadi batas zone Bogor sedangkan dengan zone selatan dibatasi oleh
gunung Malabor (2323 meter), gunung Patuha (2434 meter) dan gunung Kencana
(2182 meter).
c.
Depresi Garut
Depresi Garut memiliki lebar kurang lebih 50 km dengan ketinggian 717
meter. Merupakan daerah yang dikelilingi gunung berapi : gunung Kerosak (1630
meter) dan gunung Cikuray (2821 meter) terletak disebelah selatan. Disebelah timur
terletak gunung Telaga Bodas (2201 meter) dan gunung Galunggung (2108 meter).
d. Depresi Lembah Citanday
Depresi lembah Citanday merupakan daerah yang ditutpi endapan alluvial
dan tempat bukit-bukit yang terlipat gunung Sawol (1764 m) yang endapannya
tesebar menutupi plato Rancab yang menurun ke selatan.
4.
Zone pegunungan selatan
Lebarnya kurang lebih 50 km, kian menyempit dibagian timur yang
terbentang dari teluk pelabuhan ratu sampai kepulauan Nusa Kambangan. Zone ini
mengalami pelipatan medan karena pada kaiameosin dan pengangkatan pada kala
olestosin. Ini merupakan pegunungan memiliki kemiringan yang lemah ke arah
selatan/samudera Hindia. Zone ini menjadi tiga (plato) yaitu :
Plato karang nunggal (timur) yang dialiri sungai Cibulin bermuara di samudra
Hindia
-
Plato pangelengan (tengah)
Plato jampang (barat) : memiliki bentuk khas karena adanya tebing curam yang
menjadi batas di sebelah utara. Gunung malay merupakan puncak tertinggi di
kawasan plato ini.
Selain itu, Literatur lainnya mengatakan bahwa Proses Geomorfologis Jawa
Barat sebagai berikut :
Morfologi jawa barat terbagi menjadi tiga zone antara lain :
a. Zona Selatan
Zona Selatan merupakan jalur yang bersambung dan luas, berawal dari Nusa
Kambangan sebelah timur ke pelabuhan Ratu di sebelah barat yang terakhir dibatasi
oleh laut yang dalam dari samudera Hindia. Zona Selatan terdiri dari :
- Plato Jampang
Plato Jampang memiliki dip ke Selatan dengan escarpment di sebelah utaranya..
Pada Plato Jampang ini terdapat cliff yang sangat mencolok karena proses
pengangkatan. Pada sudut barat daya sisa-sisa dari endapan tanggul yang
terangkat ditemukan Duyfjespada “Platform” bawah yang menunjukan penurunan
sementara ke bawah permukaan laut. Daerah ini mempunyai keistimewaan berupa
pola lembah yang sejajar dengan garis pantai. Pola lembah tersebut terjadi karena
alur sungai yang mengalir sejajar dengan garis pantai diantara tanggul pantai yang
belum terjadi pengangkatan. Di dekat batas bagian utara daerah ini terangkat
dengan ketinggian kurang lebih 700 meter dan tanggul pantai bagian dalam
terangkat sampai 400 meter. Di daerah-daerah pada permukaan Lengkong terdapat
bukit-bukit yang menonjol tinggi. Jalur yang mencolok dari bukit-bukit tersebut
memotong Plato secara miring yang terletak di sebelah selatan Cikaso Udik sampai
Cibuni.
- Plato Rongga
Plato Rongga terletak di sebelah timur gunung Malang. Plato ini dipnya merupakan
“Flexur” tidak teratur berarah ke dataran Bandung dan sisi tenggaranya dibatasi oleh
massa intrusi yang lebih tinggi yaitu gunung Cillin. Jauh ke timur seluruh escarpment
besar dari zona selatan ini tertimbun oleh pegunungan muda gunung Malabar,
Papandai dan Cikurai. Plato ini merupakan bagian plato selatan yang sudah tertutup
oleh bahan-bahan vulkanis.
- Plato Karangnunggal
Plato ini terletak jauh ke timur dekat dengan Karangnunggal dengan permukaan
350-400 meter di atas permukaan laut. Di sebelah utaranya terdapat igir yang lebih
tinggi. Plato Karangunggal ini jauh lebih rendah, lebih muda dan tidak diketahui
apakah berkaitan dengan Plato Lengkong atau masih lebih muda lagi.
b. Zona Tengah
Ada Persamaan antara zona tengah di Jawa Timur dan di Jawa Barat. Keduanya
merupakan depresi jika dibandingkan terhadap zona disekitarnya dan kedua-duanya
merupakan kedudukan dari gunung berapi. Selain persamaan ada beberapa
perbedaaan, yaitu :
• Zona Tengah di Jawa Barat disebut depresi tetapi memiliki kedudukan yang masih
tetap tinggi, contoh: Depresi Bandung mempunyai ketinggian 675 meter di atas
permukaan air laut.
• Pada zona tengah Jawa Barat gunung berapi tidak terletak pada garis lurus
sepanjang bagian tengah depresi.
• Pada zona tengah Jawa Barat terdapat beberapa igir dari lipatan yang jarang
ditemukan di zona tengah Jawa Timur, dimana keadaanya berganti-ganti dengan
depresi.
• Di bagian barat (Banten) yang menunjukan sifat yang berbeda, dimana tidak
terdapat depresi, tetapi terdapat komplek pegunungan yang sedikit demi sedikit
merendah menjadi perbukitan yang rendah sampai ke ujung sebelah barat pulau
Jawa.
Zona Tengah Jawa Barat terdiri dari :
- Dataran Tasikmalaya
Gunung Sawal menempati posisi yang terpisah di tengah-tengah zona tengah. Dan
kelompok pegunungan selanjutanya terdapat di sebelah barat dari dataran
Tasikmalaya.
Pegunungan
ini
merupakan
penghalang
utama
dalam
menghubungkan dengan zona selatan, dimana hanya terdapat celah sempit yang
dipergunakan untuk jalur jalan raya (Galunggung, Talagabodi Cakrabuana).
- Dataran Garut.
Kota Garut dikelilingi pada semua sisinya oleh gunung berapi, di sebelah selatan
gunung Kracak Tua dan gunung Cikaruai muda yang masih berbentuk kerucut yang
teratur dan pada sebelah barat daya, barat dan utara berhubungan dengan gununggunung yang melintang yaitu gunung Papandai, Guntur, Mandalawangi, Calancang.
- Kompleks Pegunungan di Barat Garut.
Gunung yang paling utara ialah gunung Calancang yang tua dan kompleks, dimana
sebagian sudah merupakan zone utara. Pegunungan dibagi menjadi dua golongan
yaitu kelompok gunung Takuban Prahu dan Pegunungan Malabar yang memanjang
dari timur ke barat gunung Takuban Prahu di batas utara.
- Lipatan Rajamandala
Di sebelah dataran Bandung terdapat gunung Rajamandala memanjang miring
memotong zona tengah dan menghubungkan antara zona selatan dengan zona
utara.
- Dataran Bandung.
Di sepanjang lembah Citarum terdapat tuff air tawar, tanah liat. Daerah ini telah
mengalami patahan dan kemudian terangkat dibeberapa tempat dan tertutup secara
tidak konform oleh tuff lakustrin baru.
- Dataran Cianjur - Sukabumi.
Depresi Cianjur telah mengalami penurunan lebih rendah dari dataran Bandung.
Bagian yang paling dalam lebih kurang 270 meter di atas permukaan air laut.
Ditengah Depresi Cianjur-Sukabumi muncul gunung Gede Panrangro, berupa
gunung kembar.
- Kompleks gunung Gede-Pangrango
Gunung tertua pada daerah ini adalah gunung Pangrango Tua dengan kawahnya
yang besar dimana diperdalam karena proses erosi. Pada sebelah timur terdapat
topografi longsoran vulkanis yang khas yang terdiri dari kubah-kubah tidak beraturan
pada dataran rendah.
- Sektor Banten
Bagian paling barat atau sektor Banten dari zona tengah keadaannya berbeda
dengan bagian-bagian lainnya dari zona ini. Sektor Banten terdiri dari daerah
pegunungan yang rumit yang dibangun baik oleh intrusi maupun batuan berlapis dan
terkikis kuat dengan lembah-lembah yang dalam.
Daftar Pustaka
http://wens-laus.blogspot.com/
http://dexnachicharito.blogspot.com/2012/01/geomorfologi-pulau-jawa.html
http://geoenviron.blogspot.com/2011/11/fisiografis-pulau-jawa.html
http://sidicq.wordpress.com/2012/03/21/geografi-pulau-jawa-geomorfologi/
http://agussunthe.blogspot.com/2012/06/geomorfolgi-jawa.html
https://www.academia.edu/4886699/Bahan_Ajar_Geomorfologi_Dasar
http://latifalalabolla.blogspot.com/2013/03/memahami-gambaran-umum-jawabarat.html
Download