HUBUNGAN SELF-EFFICACY BERDASARKAN GENDER DENGAN

advertisement
HUBUNGAN SELF-EFFICACY BERDASARKAN GENDER DENGAN
HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS
VIII SMP se-KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN
TAHUN AJARAN 2015/2016
(Skripsi)
Oleh
Hesti Miranti
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRAK
HUBUNGAN SELF EFFICACY BERDASARKAN GENDER DENGAN
HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS
VIII SMP SE-KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN
TAHUN AJARAN 2015/2016
Oleh
Hesti Miranti
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik self efficacy siswa,
perbedaan self efficacy antara siswa laki-laki dan siswa perempuan serta hubungan
self efficacy berdasarkan gender dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
IPA kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan. Desain penelitian ini
berupa desain deskriptif sederhana dan teknik pengambilan sampel secara
purposive sampling. Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa skor hasil tes
siswa mata pelajaran IPA yang telah dipelajarinya. Data kualitatif berupa
karakteristik self-efficacy yang dimiliki siswa berdasarkan kuisioner siswa.
Analisis data dengan menggunakan uji statistik Mann-Whitney U dan uji
Kendall’s Tau.
Hesti Miranti
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik self efficacy yang dimiliki siswa
secara keseluruhan berkriteria “tinggi”. Tidak terdapat perbedaan secara nyata
antara self efficacy baik ranah akademik, sosial, emosional, dan self efficacy
secara umum antara siswa laki-laki dan perempuan (nilai uji > 0.05). Self efficacy
ranah akademik, sosial, dan secara keseluruhan lebih tinggi siswa perempuan
dibandingkan siswa laki-laki sedangkan self efficacy ranah emosional, siswa lakilaki lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan. Tidak terdapat hubungan self
efficacy dengan hasil belajar pada siswa laki-laki maupun siswa perempuan (nilai
signifikansi > 0.05).
Kata kunci: gender, hasil belajar, self-efficacy
iii
HUBUNGAN SELF-EFFICACY BERDASARKAN GENDER DENGAN
HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS
VIII SMP se-KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN
TAHUN AJARAN 2015/2016
Oleh
HESTI MIRANTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Biologi
Jurusan Pendidikan Matematika danIlmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 6
November 1994, yang merupakan anak pertama dari
empat bersaudara pasangan Bapak Maryanto dan Ibu
Rohayati. Pendidikan formal yang ditempuh penulis
adalah SekolahTaman Kanak-kanak (TK) Kurnia Bandar
Lampung diselesaikan tahun2000, SekolahDasar (SD)
Taman Siswa Teluk Betung diselesaikan tahun2006, Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) Negeri3 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2009, Sekolah
Menengah Atas (SMA) Yayasan Pembina Universitas Lampung diselesaikan
tahun 2012.
Pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan MIPA
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Tertulis. Pada tahun 2015 penulis
melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Air Hitam
Kabupaten Lampung Barat dan pada tahun 2016 penulis melakukan penelitian di
SMP Negeri 3 Bandar Lampung, SMP Negeri 6 Bandar Lampung, dan SMP
Islamiyah Bandar Lampung untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.).
vii
Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang
PERSEMBAHAN
Teriring doa dan rasa syukur kehadirat Allah SWT, ku persembahkan sebuah karya kecil ini
sebagai tanda bakti dan cinta kasihku yang tulus kepada:
Ibu tercinta, Rohayati
Terimakasih telah mendidik dan membesarkanku dengan doa, kesabaran dan limpahan
kasih sayang. Terimakasih atas perjuangan dan pengorbananmu yang takkan pernah
bisa terbalaskan olehku. Semoga Ibu selalu diberikan kesehatan dan anakmu akan
membanggakan Ibu kelak.
Bapakku, Maryanto
Terimakasih atas perjuangan dan pengorbanan Bapak untuk menjadikan pendidikan
sebagai nomor satu bagi anak-anaknya. Semoga Bapak selalu diberikan kesehatan dan
anakmu akan membanggakan Bapak kelak.
Adik-adikku, Deviana Saputri, Royyan Akbar, dan Luthfan Azraf
Terimakasih atas doa, semangat dan dukungan yang telah diberikan selama ini
Almamater Tercinta Universitas Lampung
viii
MOTTO
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu
(Q.S Al-Baqoroh: 216)
Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk
berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak
akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun (Bung Karno)
ix
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan kehendak-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” HUBUNGAN SELF-EFFICACY
BERDASARKAN GENDER DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA
MATA PELAJARAN IPA KELAS VIII SMP se-KECAMATAN TELUK
BETUNG SELATAN TAHUN AJARAN 2015/2016” sebagai salah satu syarat
dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi
Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung
2. Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampun
3. Dr. Tri Jalmo, M.Si., selaku pembimbing I atas kesedian memberikan
bimbingan, arahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi.
4. Rini Rita T. Marpaung, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing Akademik, dan
pembimbing II atas bantuan dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan,
arahan, dan masukan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.
5. Dr. Arwin Surbakti M.Si., selaku pembahas atas saran, masukan, dan arahan
yang diberikan hingga terselesainya skripsi ini.
6. Seluruh dosen program studi Pendidikan Biologi yang telah memberikan ilmu
selama penulis melaksanakan kuliah.
7. Seluruh civitas akademik SMP Negeri 3 Bandar Lampung, SMP Negeri 6
Bandar Lampung dan SMP Islamiyah Bandar Lampung yang telah membantu
proses penelitian.
8. Keluarga Pendidikan Biologi 2012, atas kebersamaan dan kekeluargaan
selama di bangku kuliah.
9. Tim Sukses Skripsi, Agung Dian Putra, Bagas Epafras Sudarno, dan Fitrija
Marvelya, terima kasih atas kerjasama, suka dan duka dalam menyelesaikan
skripsi ini.
10. Kakakku tersayang Septian Nurrachman, S.Pd, terima kasih atas dukungan
moril, materil, dan semangat yang diberikan bagi penulis.
11. Keluarga KKN Air Hitam, terimakasih atas kerjasama, suka dan suka selama 2
bulan masa pengabdian.
12. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta berkenan membalas
semua budi baik yang diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Bandar Lampung, Agustus 2016
Penulis,
Hesti Miranti
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL....................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 6
F. Kerangka Pikir ................................................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Self Efficacy..................................................................................... 9
B. Gender............................................................................................. 17
C. Hasil Belajar.................................................................................... 22
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 30
B. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 30
C. Desain Penelitian ............................................................................ 31
D. Prosedur Penelitian.......................................................................... 32
E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ..............................................33
F. Uji Persyaratan Instrumen............................................................... 34
G. Hasil Uji Coba Angket .................................................................... 34
H. Teknik Analisis Data ...................................................................... 35
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .............................................................................. 40
B. Pembahasan .................................................................................... 43
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ........................................................................................ 49
B. Saran ............................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 51
LAMPIRAN
1. Angket self efficacy siswa ............................................................... 55
2. Kisi-kisi angket self efficacy siswa ................................................. 57
3. Soal penelitian................................................................................. 59
4. Sebaran soal penelitian.................................................................... 63
5. Analisis Uji Statistik Data Penelitian.............................................. 70
6. Hasil Uji Validitas Angket .............................................................. 74
7. Hasil Uji Reliabilitas Angket .......................................................... 76
8. Data skor angket self efficacy siswa................................................ 78
9. Data nilai hasil belajar siswa........................................................... 100
10. Foto-foto penelitian......................................................................... 120
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Sampel penelitian .................................................................................
31
2. Item tidak valid angket self-efficacy pertama.......................................
35
3. Kriteria penilaian hasil belajar siswa ...................................................
36
4. Kriteria penilaian self-efficacy yang dimiliki oleh siswa .....................
37
5. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi.............................................
39
6. Identifikasi self efficacy siswa..............................................................
40
7. Perbedaan self efficacy berdasarkan gender siswa...............................
41
8. Hubungan self efficacy berdasarkan gender dengan hasil belajar ........
42
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Hubungan antara hasil belajar IPA dengan ranah yang dimilikinya.... ...... 8
xvi
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu paradigma pendidikan nasional abad 21 dalam pendidikan ilmu
pengetahuan adalah bukan hanya membuat seorang peserta didik
berpengetahuan, melainkan juga menganut sikap kritis, logis, inventif dan
inovatif, serta konsisten, disertai dengan menanamkan nilai-nilai luhur dan
menumbuh kembangkan sikap terpuji untuk hidup dalam masyarakat.
Berdasarkan “21st Century Partnership Learning Framework”, terdapat
beberapa aspek berbasis karakter dan perilaku yang dibutuhkan manusia abad
21, yaitu salah satunya self-direction yang maksudnya memiliki arah serta
prinsip yang jelas dalam usahanya untuk mencapai cita-cita sebagai seorang
individu (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2010: 43).
Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter dapat
diimplementasikan dengan integrasi pendidikan karakter dalam
pembelajaran, salah satunya yaitu pembelajaran IPA. Sebagai ilmu, IPA
memiliki karakteristik khusus salah satunya IPA meliputi empat unsur, yaitu
produk, proses, aplikasi dan sikap (Djojosoediro, 2010: 20). Para ahli
pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA
seyogianya melibatkan siswa dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif,
2
psikomotorik, dan afektif (Djojosoediro, 2010: 22). Ranah afektif yang
dimaksud dalam pembelajaran IPA ini salah satunya yaitu sikap percaya diri
atau self-efficacy.
Self-efficacy dinilai penting sebagai faktor internal yang mendorong siswa
untuk berprestasi dan mempengaruhi pilihan siswa dalam aktivitas belajar,
siswa dengan self-efficacy tinggi umumnya bersikap tekun dan tidak mudah
menyerah ketika berhadapan dengan kegagalan ataupun kesulitan (Santrock,
2008: 216). Sikap percaya diri ini merupakan kompetensi terkait aspek
afektif yang diharapkan dimiliki siswa setelah mempelajari IPA. Sehingga
pembelajaran IPA dituntut untuk lebih berpusat pada peserta didik misalnya
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan
dalam mencari, memilih dan mengolah informasi kemudian memaknainya
sehingga hasil dari proses penemuan tersebut diharapkan siswa mampu
membangun secara pribadi pengetahuan bermakna (Kemendikbud, 2013:
172).
Namun kenyataannya berbeda dengan yang dijumpai. Permasalahan yang
ditemukan saat pembelajaran yaitu belum optimalnya self-efficacy siswa
dalam pembelajaran. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang
dilakukan oleh Majidah, dkk (2012) bahwa dalam mata pelajaran Kimia,
sebagian besar siswa belum mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya
dalam menentukan dan melaksanakan aktifitas belajarnya untuk mencapai
apa yang telah ditargetkan sebelumnya dalam belajar kimia (Majidah, 2012:
14).
3
Tidak hanya di dalam pembelajaran, bahkan self-efficacy siswa masih belum
optimal dengan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari penelitian yang
dilakukan oleh Mahyuddin (2006: 69) yang berpendapat bahwa adanya
hubungan self-efficacy dengan hasil belajar siswa. Siswa dengan self-efficacy
tinggi mempunyai penampilan hasil belajar yang lebih bagus dibandingkan
dengan siswa yang mempunyai self-efficacy rendah. Safaria dalam
penelitiannya (2013: 24) juga menegaskan bahwa siswa yang mempunyai
self-efficacy tinggi percaya bahwa mereka dapat mencapai nilai yang lebih
tinggi dalam tes dibandingkan siswa yang mempunyai self-efficacy rendah,
dan siswa dengan self-efficacy tinggi juga percaya dapat menyelesaikan
masalah yang mereka hadapi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi self-efficacy (Bandura, 1997: 213),
salah satunya adalah jenis kelamin (gender). Orang tua sering kali memiliki
pandangan yang berbeda terhadap kemampuan laki-laki dan perempuan.
Zimmerman (dalam Bandura, 1997: 213) mengatakan bahwa terdapat
perbedaan pada perkembangan kemapuan dan kompetesi laki-laki dan
perempuan. Selain mempengaruhi self-efficacy, gender juga mempengaruhi
hasil belajar siswa. Karena dalam proses belajar ada hal-hal yang
menghambat dan menjadi faktor keberhasilan siswa dalam memperoleh hasil
belajar yang baik. Faktor gender termasuk ke dalam faktor psikis yang
mempengaruhi hasil belajar siswa. Gender juga berpengaruh karena gender
merupakan dimensi sosiokultural dan psikologis dari pria dan wanita
(Santrock, 2008: 194).
4
Di Kecamatan Teluk Betung Selatan terdapat beberapa Sekolah Menengah
Pertama baik negeri maupun swasta. Tentu saja setiap sekolah mempunyai
karakter siswa yang berbeda dan beragam antara siswa laki-laki dan siswa
perempuan. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
menyelidiki bagaimana hubungan self-efficacy dengan hasil belajar pada
siswa laki-laki dan bagaimana hubungan self-efficacy dengan hasil belajar
pada siswa perempuan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik self-efficacy siswa kelas VIII SMP se-Kecamatan
Teluk Betung Selatan?
2. Apakah terdapat perbedaan antara self-efficacy siswa laki-laki dengan selfefficacy siswa perempuan kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung
Selatan?
3. Apakah terdapat hubungan self-efficacy berdasarkan gender dengan hasil
belajar IPA siswa kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui karakteristik self-efficacy siswa kelas VIII SMP se-Kecamatan
Teluk Betung Selatan.
5
2. Mengetahui perbedaan antara self-efficacy siswa laki-laki dengan selfefficacy siswa perempuan kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung
Selatan.
3. Mengetahui hubungan self-efficacy berdasarkan gender dengan hasil
belajar IPA siswa kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat bagi berbagai
pihak yang terkait yaitu:
1. Bagi peneliti yaitu sebagai tambahan pengetahuan, informasi, dan
pengembangan diri serta acuan untuk mengembangkan penelitian
selanjutnya.
2. Bagi siswa sebagai motivasi untuk lebih giat mengetahui potensi dalam
dirinya dalam mengembangkan dan memaksimalkan keyakinan dirinya
untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik.
3. Bagi guru sebagai pengetahuan untuk bahan refleksi bagaimana selfefficacy yang dmiliki oleh siswanya dengan memperhatikan kepercayaan
diri siswa baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan, sehingga guru
dapat memberikan konseling pribadi jika diperlukan dalam
mengembangkan prestasi belajar siswa baik dalam kelas, juga dalam
kehidupan sehari-hari.
6
E. Ruang Lingkup Penelitian
Agar persepsi terhadap permasalahan tidak meluas dan penelitian menjadi
lebih terarah, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:
1. Self efficacy siswa yang dimaksud yaitu keyakinan siswa dalam menguasai
situasi dan dan memberikan hasil positif. Ada tiga aspek yang
diidentifikasi, yaitu akademik, sosial, dan emosional. Pengukuran selfefficacy diambil dengan menggunakan angket sederhana Self-Efficacy
Questionnaire for Children (Muris, 2001: 145-149).
2. Gender yang dimaksud merupakan istilah dari dua macam jenis kelamin
seseorang, yaitu laki-laki dan perempuan.
3. Hasil belajar yang diambil sebagai data kuantitatif adalah hasil belajar
ranah kognitif yang diperoleh dari tes. Butir soal tes terdiri dari soal-soal
ujian nasional dari tahun 2008 hingga tahun 2014 yang sudah dipelajari
oleh siswa.
4. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP seKecamatan Teluk Betung Selatan tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri
dari tiga sekolah yaitu SMP Negeri 3 Bandar Lampung, SMP Negeri 6
Bandar Lampung, dan SMP Islamiyah Bnadar Lampung.
F. Kerangka Pikir
Mencapai prestasi belajar yang tinggi tentunya menjadi harapan semua siswa,
dan pencapaian prestasi belajar yang ditandai dengan keberhasilan siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran. Ada beberapa faktor yang dapat
berpengaruh terhadap proses kegiatan belajar mengajar diantaranya kualitas
7
guru sebagai pendidik, bahan dan alat evaluasi yang digunakan oleh pendidik,
suasana saat evaluasi pembelajaran, suasana proses pembelajaran berlangsung,
dan karakteristik yang dimiliki oleh siswa. Self-efficacy merupakan salah satu
faktor karakteristik yang dimiliki siswa.
Perlunya self-efficacy dimiliki siswa dalam pembelajaran ternyata tidak
dibarengi dengan fakta yang ada, masih banyak siswa yang memiliki selfefficacy rendah hal ini diikuti dengan hasil belajar yang rendah. Ternyata selfefficacy juga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal di antaranya ada usia, kemampuan diri, dan jenis kelamin (gender).
Sedangkan faktor eksternal mencakup reward, kesulitan tugas, ekonomi, latar
belakang keluarga, dan budaya.
Pada dasarnya, siswa laki-laki maupun siswa perempuan memiliki
kepercayaan diri dalam menghadapi situasi. Hanya saja tingkat kepercayaan
diri siswa laki-laki tentu berbeda dengan siswa perempuan. Perbedaan selfefficacy antara siswa perempuan dan siswa laki-laki inilah yang
mengakibatkan hasil belajar yang berbeda pula. Untuk itu perlu adanya
penelitian tentang hubungan antara self-efficacy berdasarkan gender dengan
hasil belajar siswa.
8
Faktor eksternal:
Reward
Ekonomi
Latar belakang keluarga
Budaya
Kesulitan tugas
Faktor internal:
Gender
Usia
Kemampuan diri
Self-efficacy
siswa
Bahan dan alat
evaluasi
Pendidik
Kegiatan
pengajaran
Kegiatan
belajar
mengajar
Suasana
evaluasi
Hasil belajar
Gambar 1. Hubungan antara self-efficacy dengan faktor yang mempengaruhinya
dan hasil belajar
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Self-Efficacy
Istilah self-efficacy diperkenalkan oleh Albert Bandura. Dalam artikelnya yang
berjudul “Self-efficacy”, Bandura mengatakan bahwa self-efficacy
didefinisikan sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuan diri sendiri
untuk dapat meningkatkan kinerjanya dan menghasilkan suatu penyelesaian
masalah yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka (Bandura, 1994: 2).
Henk dan Melnick (dalam Scott, 1996: 196) menggambarkan self-efficacy
sebagai penilaian seseorang dari kemampuannya dalam kesuksesan
berpartisipasi di sebuah kegiatan dan mempunyai efek di kegiatan berikutnya.
Dengan kata lain, siswa dengan efikasi diri positif merasa dapat mengkontrol
pembelajaran dan mereka percaya mempunyai kemampuan untuk berhasil.
Bouchard (dalam Scott, 1996: 197) juga mengungkapkan bahwa persepsi diri
dapat menjadi kekuatan siswa dalam pembelajaran di kelas. Saat ini seringkali
pendidik hanya melihat tingkat kemampuan siswa dari hasil pembelajaran
saja, mereka mengabaikan bahwa self-efficacy juga berperan penting.
Self-efficacy yang tinggi dan rendah berkombinasi dengan lingkungan yang
responsive dan tidak responsive untuk menghasilkan empat variabel prediktif.
(Bandura (dalam Feist, 2009: 213)). Ketika efikasi diri tinggi dan lingkungan
10
responsif, hasilnya kemungkinan besar akan tercapai. Saat efikasi rendah
berkombinasi dengan lingkungan yang responsif, manusia mungkin akan
merasa depresi karena mengobservasi bahwa orang lain dapat berhasil
melakukan suatu tugas yang terlalu sulit untuknya. Saat seseorang dengan
efikasi diri yang tinggi menemui situasi lingkungan yang tidak responsive,
biasanya akan meningkatkan usahanya untuk mengubah lingkungan. Saat
efikasi diri yang rendah dikombinasikan dengan lingkungan yang tidak
responsif, orang-orang akan merasa apatis, segan, dan tidak berdaya.
Self-efficacy dalam diri siswa dapat ditingkatkan melalui beberapa strategi
sebagaimana diungkapkan Santrock (2008: 217), antara lain:
1. Mengajarkan strategi-strategi spesifik, seperti menguraikan dan
merangkum yang dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk berfokus
pada tugas mereka.
2. Membimbing siswa dalam menetapkan tujuan. Membantu siswa
menciptakan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan
jangka pendek terutama membantu siswa untuk menilai kemajuan mereka.
3. Pertimbangkan kemampuan menguasai. Memberikan penghargaan yang
berkaitan dengan kinerja kepada siswa saat berhasil menguasai pelajaran.
4. Kombinasikan pelatihan strategi dengan tujuan. Kombinasi dari pelatihan
strategi dan penetapan tujuan dapat meningkatkan self-efficacy serta
perkembangan keterampilan siswa. Berikan umpan balik kepada siswa
mengenai strategi pembelajaran mereka yang berhubungan dengan kinerja
mereka.
11
5. Berikan dukungan kepada siswa. Dukungan positif dapat datang dari
guru, orang tua, dan teman sebaya. Kadang-kadang seorang guru hanya
perlu mengatakan kepada siswa, “ kamu dapat melakukannya”.
6. Pastikan siswa tidak terlalu emosional dan gelisah. Ketika siswa terlalu
merasa khawatir dan merasa menderita mengenai prestasi mereka, selfefficacy mereka akan hilang.
7. Berikan siswa model dewasa dan teman sebaya yang positif.
Karakteristik-karakteristik tertentu dari model ini dapat membantu siswa
mengembangkan self-efficacy mereka. Contohnya, siswa yang mengamati
guru dan teman sebaya yang secara efektif mengatasi serta menguasai
tantangan serta menguasai tantangan sering kali mengadopsi perilaku
model tersebut. Permodelan terhitung efektif terutama dalam
meningkatkan self-efficacy ketika siswa mengamati keberhasilan teman
sebaya yang berkemampuan serupa dengan mereka.
Self-efficacy bisa diperoleh, ditingkatkan, atau berkurang melalui empat
sumber pengalaman menurut Bandura (dalam Feist, 2009: 212), yaitu yang
pertama adalah pengalaman menguasai sesuatu (mastery experiences). Sumber
yang paling berpengaruh dari self-efficacy adalah pengalaman menguasai
sesuatu ( mastery experiences), yaitu sumber ekspektasi self-efficacy yang
penting karena berdasar pengalaman yang dialami secara langsung. Secara
umum performa masa lalu yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi
mengenai kemampuan, sedangkan kegagalan akan cenderung menurunkan
self-efficacy. Pengalaman dalam menguasai sesuatu ini mempunyai enam
dampak. Pertama, performa yang berhasil akan meningkatkan self-efficacy
12
secara proporsional dengan kesulitan dari tugas tersebut. Kedua, tugas yang
dapat diselesaikan dengan baik oleh diri sendiri akan lebih efektif daripada
yang diselesaikan dengan bantuan orang lain. Ketiga, kegagalan sangat
mungkin untuk menurunkan efikasi saat mereka tahu bahwa mereka telah
memberikan usaha terbaik mereka. Keempat, kegagalan dalam kondisi
rangsangan atau tekanan emosi yang tinggi tidak terlalu merugikan diri
dibandingkan kegagalan dalam kondisi maksimal. Kelima, kegagalan
sebelum mengukuhkan rasa menguasai sesuatu akan lebih berpengaruh buruk
pada self-efficacy daripada kegagalan setelahnya. Dampak keenam adalah
kegagalan yang terjadi kadang-kadang mempunyai dampak yang sedikit
terhadap self-efficacy, terutama pada mereka yang mempunyai ekspektasi
yang tinggi terhadap kesuksesan.
Sumber kedua dari self-efficacy adalah modeling sosial, yaitu vicarious
experiences, yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai
proses belajar individu. Self-efficacy meningkat saat seseorang mengobservasi
pencapaian orang lain yang mempunyai kompetensi yang setara atau bahkan
merasa lebih baik dari subjek yang diamatinya. Ia akan cenderung merasa
mampu melakukan hal yang sama, namun akan berkurang saat seseorang
melihat rekan sebayanyagagal. Saat orang lain tersebut berbeda, modeling
sosial akan mempunyai efek yang sedikit dalam efikasi diri seseorang. Secara
umum, dampak dari modeling sosial tidak sekuat dampak yang diberikan oleh
performa pribadi dalam meningkatkan level efikasi diri, tetapi dapat
mempunyai dampak yang kuat saat memperhatikan penurunan self-efficacy
(Feist, 2009: 212).
13
Self-efficacy dapat juga diperoleh atau dilemahkan melalui persuasi sosial,
yaitu individu mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia dapat
mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Dampak dari sumber ini
cukup terbatas, tetapi dibawah kondisi yang tepat, persuasi dari orang lain
dapat meningkatkan atau menurunkan self-efficacy (Feist, 2009: 212).
Kondisi pertama adalah bahwa orang tersebut harus memercayai pihak yang
melakukan persuasi. Kata-kata atau kritik dari sumber yang terpercaya
mempunyai daya yang lebih efektif dibandingkan dengan hal yang sama dari
sumber yang tidak dipercaya. Meningkatkan self-efficacy melalui persuasi
sosial dapat menjadi efektif hanya bila kegiatan yang ingin didukung untuk
dicoba berada dalam jangkauan perilaku seseorang.
Bandura ( dalam Feist, 2009: 213) berhipotesis bahwa daya yang lebih efektif
dari sugesti berhubungan langsung dengan status dan otoritas yang
dipersepsikan dari orang yang melakukan persuasi. Selain itu, persuasi sosial
juga paling efektif saat dikombinasikan dengan performa yang sukses.
Persuasi dapat meyakinkan seseorang untuk berusaha dalam suatu kegiatan
dan apabila performa yang dilakukan sukses, baik pencapaian tersebut
maupun penghargaan verbal yang mengikutinya akan meningkatkan efikasi di
masa depan. Sumber yang terakhir yaitu kondisi fisik dan emosional. Emosi
yang kuat biasanya akan mengurangi performa saat seseorang mengalami
ketakutan yang kuat, kecemasan akut, atau tingkat stress yang tinggi,
kemungkian akan mempunyai ekspektasi self-efficacy yang rendah.
14
Self-efficacy dapat menimbulkan dampak bagi seseorang sehingga setiap
individu mempunyai pemikiran bagaimana merasakan, berpikir, memotivasi
diri dan berperilaku dalam menghadapi suatu masalah. Dampak tersebut
dihasilkan melalui empat proses utama (Bandura. 1994: 4), yang pertama yaitu
proses kognitif. Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan
tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan
yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut
dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya. Fungsi
kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadian-kejadian seharihari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek
kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan
dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka
akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan cara
untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini
membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi.
Selain proses kognitif, Bandura (dalam Santrock, 2008: 216) mengungkapkan
ada proses motivasi. Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari
dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha
memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan
dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Ada juga proses
afeksi. Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam
menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan
15
mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola
pikir yang benar untuk mencapai tujuan. Proses afeksi berkaitan dengan
kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya
mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi
tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya
mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang
mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki
akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.
Selain proses afeksi, terakhir ada proses seleksi. Proses seleksi berkaitan
dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan
yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat
individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi
masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk hidup individu
melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu
melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini
mampu untuk ditangani. Individu akan memelihara
Penelitian terkait self-efficacy telah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya
mengindikasikan bahwa self-efficacy berpengaruh kuat dan positif terhadap
motivasi dan peningkatan prestasi akademik siswa. Self-efficacy dapat
memotivasi pembelajaran siswa melalui pengaturan diri dalam menetapkan
tujuan atau target, pengamatan diri, evaluasi diri, dan pengaturan strategi
16
penggunaan waktu kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukannya
(Zimmerman, 2000: 87). Self-efficacy juga memengaruhi pilihan aktivitas.
Siswa dengan self-efficacy rendah pada pembelajaran dapat menghindari tugas
belajarnya, khususnya tugas baru yang menantang. Sedangkan siswa dengan
self-efficacy tinggi menghadapi tugas belajar tersebut dengan keinginan besar.
Siswa dengan self-efficacy tinggi lebih tekun berusaha pada tugas belajar
dibandingkan dengan siswa dengan self-efficacy rendah (Santrock, 2008: 216).
Siswa yang memiliki rasa percaya diri dalam dirinya, selama pembelajaran di
sekolah akan menunjukkan ekspresi wajah santai dan dapat melakukan kontak
mata secara langsung, selain itu bahasa tubuh yang akan duduk tegak, posisi
duduk di depan dan tangan melambai. Siswa yang percaya diri akan memiliki
vokal yang lancar dengan intonasi bervariasi dan suaranya lantang dan keras.
Sebaliknya siswa yang tidak percaya diri pada ekspresi wajahnya nampak
mata tidak fokus dan membuang muka, mencari kesibukan dengan
memainkan anggota tubuhnya seperti menggulung-gulung rambut dengan jari,
meremas-remas jari-jemari. Selain itu anak yang tidak percaya diri akan
bersuara lirih dan lembut (Endrayanto dan Harumurti, 2014: 153).
Self-efficacy juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu jenis
kelamin (gender). Menurut Bandura (1997: 212) tinggi rendahnya efikasi diri
seseorang dalam tiap tugas sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya
beberapa faktor yang berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri
individu. Bandura (1997: 213) menambahkan ada beberapa yg mempengaruhi
efikasi diri salah satunya adalah jenis kelamin (gender).
17
B. Gender
Gender merujuk pada konsep laki-laki atau perempuan berdasarkan dimensi
sosial budaya dan psikologi. Gender dibedakan dari jenis kelamin, yang
melibatkan dimensi biologis dari perempuan atau laki-laki. Peran gender
(gender roles) adalah harapan sosial yang menentukan bagaimana laki-laki
dan perempuan seharusnya berpikir, bertindak, dan merasakan (Santrock,
2008:217).
Lippa (dalam Santrock, 2008: 217) mengungkapkan ada berbagai cara untuk
memandang perkembangan gender. Beberapa menekankan faktor biologis
dalam perilaku laki-laki dan perempuan; yang lain menekankan faktor sosial
atau kognitif. Beberapa pendekatan biologis menjelaskan perbedaanperbedaan dalam otak perempuan dan laki-laki. Le Doux (dalam Santrock,
2008: 218) menjelaskan satu pendekatan berfokus pada perbedaan antara
perempuan dan laki-laki di dalam corpus collosum, sekumpulan serat saraf
yang menggabungkan dua belahan otak. Gur, dkk (dalam Santrock, 2008:
218) menambahkan corpus collosum pada perempuan lebih besar daripada
pada laki-laki dan ini mungkin menjelaskan mengapa perempuan lebih sadar
dibandingkan dengan laki-laki tentang emosi mereka sendiri dan emosi orang
lain. Ini bisa terjadi karena otak kanan mampu meneruskan lebih banyak
informasi tentang emosi ke otak kiri. Bagian otak yang terlibat dalam
pengungkapan emosional menunjukkan lebih banyak aktivitas metabolis pada
perempuan dibandingkan pada laki-laki. Selain itu, Frederikse (dalam
Santrock, 2008: 218) menyatakan bagian lobus parietal (salah satu cuping otak
18
di bagian ujung kepala) yang berfungsi dalam keterampilan visual dan ruang
pada laki-laki lebih besar daripada perempuan. Namun, otak perempuan dan
laki-laki mempunyai lebih banyak kemiripan ketimbang perbedaannya.
Singkatnya, biologi bukan menjadi tujuan untuk isu sikap dan perilaku gender.
Pengalaman sosialisasi anak-anak memegang peranan yang sangat penting.
Banyak orang tua mendorong anak laki-laki dan perempuan untuk terlibat
dalam jenis permainan dan aktivitas yang berbeda. Anak perempuan
kemungkinan besar diberi boneka dan ketika sudah cukup besar, serta diberi
tugas menjaga bayi. Anak perempuan didorong untuk lebih memiliki karakter
mengasuh daripada anak laki-laki. Para ayah kemungkinan besar terlihat
dalam permainan yang agresif dengan anak laki-laki mereka daripada dengan
anak perempuan mereka. Para orang tua mengizinkan remaja putra mereka
untuk memiliki lebih banyak kebebasan daripada remaja remaja putri mereka
(Bronstein (dalam Santrock, 2008: 218)). Kawan-kawan sebaya juga sering
menghargai dan menghukum perilaku yang berkaitan dengan gender. Setelah
observasi yang ekstensif dari kelas-kelas di sekolah dasar, dua peneliti
menggambarkan tempat bermain sebagai “sekolah gender” (Luria dan Herzog
(dalam Santrock, 2008: 218)).
Di sekolah dasar, anak laki-laki biasanya bergaul dengan anak laki-laki dan
anak perempuan dengan anak perempuan. Psikolog perkembangan Eleanor
Maccoby, yang telah mempelajari gender selama beberapa dekade, yakin
bahwa kawan-kawan sebaya memainkan peran sosialisasi gender yang sangat
19
penting, saling mengajari apa itu perilaku gender yang bisa diterima dan yang
tidak bisa diterima (Santrock, 2008: 218).
Televisi juga mempunyai peran sosialisasi gender yang menggambarkan
perempuan dan laki-laki dalam peran gender tertentu (Comstock dan Scharrer
(dalam Santrock, 2008: 218)). Pacheco (dalam Santrock, 2008: 218)
menambahkan meskipun dengan serbuan program yang lebih beragam dalam
tahun-tahun terakhir, para peneliti masih merasa bahwa televisi menghadirkan
laki-laki sebagai seseorang yang lebih kompeten daripada perempuan.
Campbell (dalam Santrock, 2008: 218) juga menambahkan dalam satu analisis
video rap di televisi, remaja putri ditunjukkan lebih mencemaskan masalah
berkencan, berbelanja, dan penampilan mereka. Mereka jarang digambarkan
tertarik dengan sekolah atau rencana karier. Sekolah dan guru juga memiliki
pengaruh sosialisasi gender terhadap anak laki-laki dan anak perempuan.
Banyak orang yang sudah meyakini bahwa antara pria dan wanita tidak
terdapat perbedaan dalam hal inteligensi. Banyak pula penelitian yang
membuktikan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara inteligensi pria
dan dengan inteleigensi wanita. Dari tes-tes yang pernah diberikan, wanita
terutama berkelebihan dalam hal mengerjakan tes-tes yang menyangkut
penggunaan bahasa, hafalan-hafalan, reaksi-reaksi estetika serta masalahmasalah sosial. Di lain pihak, laki-laki berkelebihan dalam penalaran abstrak,
penguasaan matematik, mekanika, atau structural skills. Secara hereditas kita
hanya dapat menduga, barangkali perbedaan minat dan kelakuan antara lakilaki dan wanita disebabkan oleh karena perbedaan sifat “genes” atau
20
kromosom. Secara tidak langsung, perbedaan itu barangkali disebabkan oleh
adanya mekanisme interaksi kromosom-kromosom XX versus interaksi
kromosom-kromosom XY yang mengakibatkan perbedaan bentuk tubuh,
bekerjanya kelenjar dan zat-zat biochemical. Selama antara pria dan wanita
terdapat perbedaan fisik dan psikis, latihan, pengalaman, pola hidup,
kebutuhan dan minatnya, maka seseorang hanya akan mengukur secara akurat
tentang perbandingan antara kapasitas mental wanita dengan kapasitas mental
pria (Soemanto, 2006: 157).
Persoalan perbedaan jender dalam kecerdasan atau pencapaian akademis telah
diperdebatkan selama berabad-abad, dan masalah itu telah menjadi sesuatu
yang sangat penting sejak awal 1970-an. Hal terpenting untuk tetap diingat
tentang perdebatan ini ialah bahwa belum seorang pun peneliti yang
bertanggung jawab penuh menyatakan bahwa setiap perbedaan pria-wanita
dalam setiap ukuran kemampuan intelektual adalah besar kalau dibandingkan
dengan jumlah keragaman dalam masing-masing jenis kelamin. Dengan kata
lain, bahkan dalam bidang dimana perbedaan jender yang sesungguhnya
ditemukan, perbedaan-perbedaan ini hanyalah begitu kecil dan begitu beragam
sehingga hanya mempunyai sedikit konsekuensi praktis (Fennema, dkk (dalam
Slavin, 2008: 159)).
Hal terpenting adalah perbedaan yang disebabkan oleh harapan dan norma
budaya. Misalnya, anak perempuan kelas dua belas mempunyai nilai yang
jauh lebih rendah daripada anak laki-laki dalam bagian kuantitatif Scholastic
Assesment Test (SAT) dan dalam ujian Advanced Placement dalam
21
matematika (Stumpf dan Stanley (dalam Slavin, 2008: 159)). Sedangkan
Friedman (dalam Slavin, 2008: 159) mengungkapkan ringkasan 20 studi
utama oleh Kim menemukan bahwa pria mempunyai nilai yang lebih baik
daripada wanita dalam matematika, sedangkan kebalikannya berlaku untuk
ujian Bahasa Inggris. Herannya, pria mempunyai nilai yang lebih baik dalam
ujian pilihan ganda, tetapi tidak dalam format ujian lain. Mungkin terdapat
dasar biologis untuk perbedaan seperti itu, tetapi tidak satu pun pernah
dibuktikan.
Penyebab terpenting ialah bahwa wanita dalam masyarakat kita secara
tradisional telah dihambat untuk mempelajari matematika dan karena itu
mengambil lebih sedikit mata kuliah matematika daripada pria. Bahkan, ketika
wanita mulai mengambil lebih banyak mata kuliah matematika selama dua
dasawarsa terakhir, kesenjangan jender dalam SAT dan dalam ukuran lainnya
telah menurun terus-menerus (National Center for Education Statistics (dalam
Slavin, 2008: 159)). Warrick dan Naglieri (dalam Slavin, 2008: 159)
menambahkan pada umumnya studi menemukan bahwa pria memperoleh nilai
yang lebih tinggi daripada wanita dalam ujian pengetahuan umum, penalaran
mekanis, dan rotasi mental; wanita memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam
ukuran bahasa, termasuk penilaian membaca dan menulis, dan dalam tugastugas yang meminta perhatian dan perencanan. Tetapi Fennema (dalam
Slavin, 2008: 159) mengungkapkan tidak ada perbedaan pria-wanita dalam
kemampuan verbal umum, kemampuan aritmatika, penalaran abstrak,
visualisasi ruang, atau rentang daya ingat.
22
Dalam nilai sekolah, wanita memulainya dengan keunggulan terhadap pria
dan mempertahankan keunggulan ini hingga sekolah menengah. Bahkan
dalam matematika dan ilmu pengetahuan alam, dimana wanita memperoleh
nilai yang agak lebih rendah dalam ujian, wanita masih memperoleh nilai yang
lebih baik di kelas (Maher dan Ward (dalam Slavin, 2008: 159)). Walaupun
hal ini terjadi, pria sekolah menengah umum cenderung mengukur terlalu
tinggi kemampuan mereka dalam bahasa dan matematika (kalau diukur
berdasarkan ujian standar), sedangkan wanita mengukur terlalu rendah
kemampuan mereka. Di sekolah dasar, pria mempunyai kemungkinan yang
jauh lebih tinggi daripada wanita mempunyai masalah membaca dan jauh
lebih mungkin mempunyai ketidakmampuan belajar atau gangguan emosional
(Smith (dalam Slavin, 2008: 160)).
C. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan puncak dari tindak belajar sedangkan bagi guru
tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar (Dimyati dan
Mudjiono, 2009: 3). Hasil belajar, untuk sebagian adalah berkat tindakan
guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran. Pada bagian lain, merupakan
peningkatan kemampuan mental siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 4).
Purwasari (2013: 5) mengatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang
yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu,
hasil belajar bukan ukuran tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan
belajar. Keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat
dilihat dari hasil belajar siswa tersebut. Gagne (dalam Purwasari, 2013: 5)
23
menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai meliputi lima kemampuan,
yaitu: (a) Kemampuan intelektual, kemampuan yang ditunjukkan oleh siswa
tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukan, misalnya
kemampuan mendiskripsi, konsep kongkrit dan konsep terdefenisi; (b)
informasi verbal (pengetahuan deklaratif), pengetahuan yang disajikan dalam
bentuk gagasan dan bersifat statis; (c) sikap, merupakan pembawaan yang
dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap bendabenda dan kejadian-kejadian atau makhluk hidup lainnya; (d) keterampilan
motorik, kemampuan yang meliputi kegiatan fisik, penggabungan motorik
dengan keterampilan intelektual; (e) strategi kognitif, merupakan suatu proses
kontrol dan proses internal yang digunakan siswa untuk memilih dan
mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir.
Evaluasi hasil belajar merupakan keseluruhan kegiatan pengukuran
(pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan
untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh
siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar merujuk pada prestasi
belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat
perubahan tingkah laku siswa. (Hamalik, 2008: 159). Hamalik juga
menambahkan evaluasi hasil belajar memiliki tujuan-tujuan tertentu,antara
lain:
1) Memberikan informasi tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai
tujuan-tujuan belajar melalui berbagai kegiatan belajar.
24
2) Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk membina kegiatankegiatan belajar siswa lebih lanjut, baik keseluruhan kelas maupun
masinng-masing individu.
3) Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui
kemampuan siswa, menetapkan kesulitan-kesulitannya dan menyarankan
kegiatan-kegiatan remedial (perbaikan).
4) Memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
mendorong motivasi belajar siswa dengan cara mengenal kemajuannya
sendiri dan merangsangnya untuk melakukan upaya perbaikan.
5) Memberikan informasi tentang semua aspek tigkah laku siswa, sehingga
guru dapat membantu perkembangannya menjadi warga masyarakat dan
pribadi yang berkualitas.
6) Memberikan informasi yang tepat untuk membimbing siswa memilih
sekolah,atau jabatan yang sesuai dengan kecakapan,minat dan bakatnya.
Hasil belajar dapat diketahui dengan adanya evaluasi hasil belajar (Dimyati
dan Mujiono, 2009: 201). Evaluasi belajar sendiri adalah kegiatan yang
berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan
yang ditetapkan. Hasil belajar sebagai keberhasilan suatu tujuan pendidikan
dibagi menjadi tiga domain (ranah) oleh Bloom yakni yang pertama ranah
kognitif. Ranah Kognitif berisi tentang perilaku-perilaku yang menekankan
aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu dalam dirinya apabila telah
terjadi perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan terjadi. Hasil belajar
merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk dari
25
proses belajar. Perilaku ini sejalan dengan keterampilan proses sains, tetapi
yang karakteristiknya untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa.
Ranah yang kedua yaitu ranah afektif. Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai, dari nilai dan sikap seseorang dapat
diramalkan perubahannya apabila ia telah memiliki penguasaan kognitif
tingkat tinggi (Sudaryono, 2012: 46-47). Ciri-ciri afektif akan tampak pada
siswa dalam berbagai tingkah laku, yaitu Penerimaan (receiving), mencakup
kepekaan akan adanya suatu rangsangan dan kesediaan untuk memperhatikan
rangsangan tersebut yang dinyatakan dengan memperhatikan sesuatu,
walaupun perhatian itu masih bersifat pasif. Dipandang dari segi
pembelajaran, jenjang ini berhubungan dengan upaya menimbulkan,
mempertahankan, dan mengarahkan perhatian siswa. Lalu partisipasi
(responding), mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan turut
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, yang dinyatakan dengan memberikan
suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan. Ada juga penilaian/
penentuan sikap (valuing), mencakup kemampuan untuk memberikan
penilaian terhadap sesuatu dan memposisikan diri sesuai dengan penilaian itu.
Artinya, mulai terbentuk suatu sikap yang dinyatakan dalam tingkah laku yang
sesuai dan konsisten dengan sikap batin, baik berupa perkataan maupun
tindakan. Organisasi (organization), mencakup kemampuan untuk membentuk
suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan, yang
dinyatakan dalam pengembagan suatu perangkat nilai, jenjang ini
berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan
26
konflik di antara nilai-nilai tersebut, serta mulai membentuk suatu sistem nilai
yang konsisten secara internal. Selain itu, ada pembentukan pola hidup
(characterization by a value or value complex), mencakup kemampuan untuk
menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga dapat
menginternalisasikan dalam diri dan menjadikannya sebagai pedoman yang
nyata dan jelas dalam kehidupan sehari-hari, yang dinyatakan dengan adanya
pengaturan hidup dalam berbagai bidang kehidupan. Ranah yang terakhir
yaitu ranah psikomotorik. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan
dengan keterampilan (skill atau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu (Sudaryono, 2012: 47). Hal-hal yang
berkaitan dengan ranah psikomotor antara lain: menirukan, memanipulasi,
pengalamiahan, artikulasi (Siyamta, 2013: 17).
Menurut Slameto (dalam Suwardi, 2012: 2) ada dua faktor mempengaruhi
keberhasilan seseorang dalam belajar, yaitu faktor intern (dari dalam diri
siswa) meliputi : faktor jasmaniah (seperti : kesehatan dan cacat tubuh), faktor
psikologis (seperti : intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan
dan kesiapan), dan keaktifan siswa dalam bermasyarakat, serta faktor ektern
yang meliputi: faktor keluarga (meliputi : cara orang tua mendidik, relasi
antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (meliputi
: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan
siswa dan disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di
atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah), faktor
27
masyarakat (meliputi : kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman
bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Lebih lanjut Dunkin (dalam Riyani, 2012: 19) menyatakan bahwa ada
sejumlah aspek dari faktor guru yang mempengaruhi kualitas proses belajar
mengajar yaitu : pertama, teacher formative experience meliputi jenis kelamin
serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial
mereka. Kedua, teacher training experience meliputi pengalaman-pengalaman
yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru.
Ketiga, teacher properties adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
sifat yang dimiliki guru yaitu sikap guru terhadap profesinya, siswanya,
motivasi dan kemampuan baik dalam pengelolaan pembelajaran baik itu
kemampuan dalam merencanakan dan mengevaluasi maupun kemampuan
dalam penguasaan materi yang akan di ajarkan. Faktor kedua yang
mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar adalah aspek siswa yang
meliputi aspek latar belakang terdiri dari jenis kelamin, tempat kelahiran,
tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi dan aspek sifat yang meliputi
kemampuan dasar, sikap dan penampilan, adakalanya siswa sangat aktif dan
adakalanya siswa yang kita didik sangat pendiam dan malah yang sangat
disayangkan siswa tersebut memiliki motivasi yang rendah dalam belajar.
Faktor ketiga adalah faktor sarana dan prasarana, sarana merupakan segala
sesuatu yang sangat mempengaruhi kelancaran proses pembelajaran misalnya
media pembelajaran, alat-alat pembelajaran, perlengkapan sekolah dan lainlain sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak langsung dapat
28
mendukung keberhasilan proses pembelajaran misalnya penerangan sekolah,
kamar kecil dan sebagainya. Beberapa pengaruh tersebut diantaranya adalah
dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru dalam mengajar serta dapat
memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar. Faktor keempat adalah
faktor lingkungan yang terdiri dari faktor organisasi kelas dan faktor iklim
sosial-psikologis. Faktor organisasi kelas meliputi jumlah siswa dalam satu
kelas, organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Sedangkan faktor iklim sosial-psikologis menyangkut
keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses
pembelajaran, baik yang internal (yaitu hubungan antara orang yang terlibat
dalam lingkungan perguruan tinggi misalnya iklim sosial antara siswa dengan
siswa, antara siswa dengan guru bahkan guru dengan pimpinan) maupun yang
eksternal (yaitu hubungan antara perguruan tinggi dengan orang tua siswa,
hubungan perguruan tinggi dengan perusahaan dan instansi pemerintah
(Dunkin (dalam Riyani, 2012: 19)).
Selain faktor-faktor diatas, banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
yang diungkap oleh beberapa ahli misalnya menurut Djamarah (dalam Riyani,
2012: 20) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
adalah tujuan pembelajaran, bahan ajar yang digunakan, kegiatan belajar
mengajar, metode, alat, sumber dan evaluasi proses belajar mengajar. Menurut
Edi (dalam Riyani, 2012: 20), keberhasilan siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari
dalam diri sendiri yang berupa faktor biologis seperti faktor kesehatan dan
29
faktor psikologis seperti kecerdasan, bakat, minat, perhatian serta motivasi.
Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berhubungan dengan lingkungan
sekolah. sedangkan Margono (dalam Riyani, 2012: 20) menyatakan faktorfaktor tersebut adalah mahasiswa, dosen, tujuan belajar, materi pelajaran,
sarana belajar, interaksi antara mahasiswa dan materi, interaksi antara dosen
dan mahasiswa, interaksi antara mahasiswa dan mahasiswa dan lingkungan
belajar.
III.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2016 di tiga SMP seKecamatan Teluk Betung Selatan, yaitu SMP Negeri 3 Bandar Lampung,
SMP Negeri 6 Bandar Lampung, dan SMP Islamiyah Bandar Lampung.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VIII dari tigaSMP seKecamatan Teluk Betung Selatan Bandar Lampung. Total populasi adalah
sebanyak 710 siswa dengan sebaran pada SMP Negeri 3 Bandar Lampung
terdapat 308 siswa yang terbagi menjadi 9 kelas, SMP Negeri 6 Bandar
Lampung terdapat 305 siswa yang terbagi menjadi 8 kelas, dan SMP
Islamiyah terdapat 97 siswa yang terbagi menjadi 3 kelas.
Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Teknik dalam penentuan sampel ini menggunakan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2013: 85). Dalam menentukan jumlah sampel, Arikunto
(2006: 134) menyatakan apabila ukuran populasi lebih dari 100,sampel dapat
diambil dari kisaran 10 – 15%, 20 – 25%, atau lebih dari 25 %. Berdasarkan
teori-teori tersebut, maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
31
sebanyak 360 siswa atau sebesar 52%, kemudian diperolehlah 154 siswa lakilaki dan 206 siswa perempuan. Sampel siswa perempuan dikurangi 52 siswa
untuk mengimbangi sampel siswa laki-laki. Jadi diperoleh 154 siswa laki-laki
dan siswa perempuan karena pada penelitian ini yang menjadi pertimbangan
adalah jumlah siswa tiap kelas dan gender-nya. Sampel diambil secara
undian, hasil rincian sampel sebagai berikut:
Tabel 1. Sampel Penelitian
No.
NamaSekolah
Kelas
VIII E
1.
2.
3.
JumlahSiswa
L
P
Total
13
15
28
VIII F
15
14
29
SMP Negeri 3 Bandar
VIII G
Lampung
VIII H
10
12
22
12
17
29
VIII I
14
15
29
VIII E
14
12
26
VIII F
12
14
26
VIII G
17
12
29
VIII H
12
12
24
VIIIA
14
10
24
VIIIB
11
13
24
VIII C
10
8
18
154
154
308
SMP Negeri 6 Bandar
Lampung
SMP Islamiyah Bandar
Lampung
JumlahSampel
Keterangan : P = Perempuan; L= Laki-laki
C. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif
(Arikunto, 2010: 3). Peneliti mengambil langsung informasi yang ada di
lapangan tentang hubungan self-efficacy berdasarkan gender dengan hasil
32
belajar IPA siswa kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan
Bandar Lampung.
D. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan persiapan sebagai
berikut:
a. Membuat surat izin pra-penelitian untuk melakukan observasi ke
sekolah.
b. Melakukan observasi pendahuluan di sekolah untuk menetapkan jumlah
siswa di kelas yang dijadikan sampel penelitian dan data-data siswa.
c. Menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari soal-soal IPA kelas
VIII semester 1 yang berjumlah 20 soal yang dipilih dari kumpulan
soal-soal Ujian Nasional dari tahun2008 sampai tahun 2014 dan angket
self-efficacy siswa terjemahan dari Self-efficacy Questionnaire for
Children (SEQ-C) Brief Survey on Academic, Social and Emotional
Self-efficacy (Muris,2001: 145-149).
2. Tahap Pelaksanaan
a. Dalam pelaksanaannya,pengambilan data dilaksanakan sebanyak satu
kali pertemuan untuk mendistribusikan soal-soal IPA kelas VIII
semester 1. Dengan waktu pelaksanaan tes selama 2 jam pelajaran.
b. Memberikan lembar kuisioner self-efficacysiswa setelah mengerjakan
tes soal IPA.
33
E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis dan teknik pengumpulan data pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini yaitu data kuantitatifdan data kualitatif.
Data kuantitatif didapat dari hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai
hasil pengerjaan soal-soal IPA yang berjumlah 20 soal.Sedangkan data
kualitatif didapat dari skor kuisioner angket siswa yang berisi tentang
hubungan self efficacy berdasarkan gender dengan hasil belajar,yang
kemudian dideskripsikan untuk mengetahui tingkat self-efficacysiswa.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Absensi Siswa
Pengumpulan data absen siswa diperoleh dari guru IPA kelas VIII dari
masing-masing SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan Bandar
Lampung.
b. Angket Self-Efficacy Siswa
Angket ini diisi oleh siswa untuk mengetahui keyakinan diri siswa.
Angket berisi 24 pertanyaan yang diisi dengan memberi tanda ceklis (√)
pada pilihan jawaban “tidakbaik”, “kurang baik”, “cukupbaik”, “baik”
atau “sangat baik”.
c. Data Hasil Belajar Siswa
Nilai hasil belajar siswa diambil dari hasil pengerjaan soal-soal IPA
kelas VIII semester 1 yang berjumlah 20 soal.
34
F. Uji Persyaratan Instrumen
1. Uji Validitas Angket
Validitas instrument dapat diukur dengan menggunakan metode Pearson
Product Moment, kemudian membandingkan rhitung dengan rtabel
bersignifikansi 5% (Arikunto, 2006: 170).
2. Uji ReliabilitasAngket
Pengujian reliabilitas instrument angket dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metodeAlpha Cronbach’s lalu membandingkan r11
dengan rtabel bersignifikansi 5% (Arikunto, 2006: 195-198).
G. Hasil Uji Coba Angket
Sebelum angket digunakan untuk mengumpulkan data, angket diuji coba
terlebih dahulu kepada 30 orang siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Gading Rejo.
Hasil uji coba dihitung validitasnya dengan metode Pearson product moment,
sedangkan reliabilitasnya dengan rumus Alpha Cronbach’s. Kemudian
dibandingkan hasil rhitung dengan rtabel, di mana rtabel dengan signifikansi
α0,05= 0,361.
Pengujian validitas angket self-efficacy yang pertama, ditemukan 21 item
valid dan 3 item yang tidak valid (Tabel 2). Pengujian reliabilitas pertama
didapatkan bahwa angket self-efficacy realiabel dengan α Cronbach’s =
0.871.
35
Tabel 2. Item tidak valid angket self-efficacy pertama.
Item
rhitung
rtabel
Angket
7.
Item 7
0,243
0,361
9.
Item 9
0,332
0,361
17.
Item 17
0,319
0,361
Sumber: Hasil pengolahan data, 2016.
No.
Keterangan
Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Berdasarkan hasil uji validitas angket self-efficacy yang direvisi, diketahui
bahwa seluruh item angket self-efficacy telah valid dan juga reliabel dengan α
Cronbach’s = 0.884.
H. Teknik Analisis Data
Setelah mendapatkan data hasil pengisian angket self-efficacy siswa dan data
hasil pengerjaan 20 soal IPA yang diperoleh dari kumpulan soal-soal Ujian
Nasional, tahap pelaksanaan selanjutnya yaitu:
1. Mengolah data yang telah diperoleh untuk mengidentifikasi self-efficacy
siswa berdasarkan gender.
2. Menganalisis perbedaan antara self-efficacy siswa laki-laki dengan siswa
perempuan.
3. Menganalisis hubungan antara self-efficacy berdasarkan gender dengan
hasil belajar siswa berdasarkan data yang telah didapatkan.
Selanjutnya data penelitian ini dianalisis sebagai berikut:
1. Data kuantitatif
Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa
menjawab soal-soal ujian nasional yang dipilih berdasarkan SKL yang
36
telah dipelajari siswa dengan melakukan penskoran secara manual
menggunakan kunci jawaban. Dan jika jawaban benar maka mendapat
skor 1 dan jika salah atau tidak menjawab diberi skor 0. Menghitung nilai
hasil belajar siswa yang dilihat dari kemampuan menjawab soal-soal Ujian
Nasional yang dipilih berdasarkan SKL yang telah dipelajari siswa
menggunakan rumus menurut Purwanto (2013: 112) dengan cara:
S=
Keterangan:
S
= nilai hasil belajar siswa
n
= jumlah skor soal yang dijawab benar
N
= skor maksimum dari tes
Sehingga nilai yang diperoleh siswa dikelompokan ke dalam kriteria
sebagai berikut:
Tabel 3. Kriteria penilaian hasil belajar siswa
No.
Interval
Kategori
1
81 – 100
Sangat tinggi
2
61 – 80
Tinggi
3
41 – 60
Cukup
4
21 – 40
Rendah
5
0 – 20
Sangat rendah
Sumber: dimodifikasi dari Riduwan (2012: 89)
2. Data Kualitatif
Data kualitatif tentang self-efficacy yang dimiliki siswa diambil melalui
kuisioner yang diisi sendiri oleh siswa.Langkah-langkah pengolahan data
angket dilakukan sebagai berikut:
a.
Menghitung skor kuisioner siswa dengan melihat rubrik penilaian
kuisioner.
37
b. Menghitung persentase jawaban siswa dengan rumus menurut Ali
(2013: 201) sebagai berikut:
%=
Keterangan:
% = persentase self-efficacy siswa
n = skor yang diperoleh
N = jumlah seluruh skor
c. Merangkum persentase jawaban siswa untuk mengetahui termasuk ke
dalam kategori manakah self-efficacy yang dimiliki siswa. Persentase
jawaban dari tiap indikator tersebut dimasukkan dalam tabel kriteria
berikut.
Tabel 4. Kriteria penilaian self-efficacy yang dimiliki oleh siswa
No.
Persentase (%)
Kategori
1
81 - 100
Sangat tinggi
2
61 - 80
Tinggi
3
41 - 60
Cukup
4
21 - 40
Rendah
5
0 - 20
Sangat rendah
Sumber: dimodifikasi dari Riduwan (2012: 89)
Untuk mengetahui perbedaan self efficacy antara siswa laki-laki dan
siswa perempuan, hubungan self efficacy berdasarkan gender dengan
hasil belajar, dilakukan uji sebagai berikut:
a.
Uji BedaIndependent Sample T-test
Uji beda Independent Sample T-test digunakan untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan rata-rata dua sampel yang saling
independen. Uji Independent Sample T-test merupakan teknik statistik
parametrik dimana data harus berdistribusi normal. Akan tetapi jika
data tidak berdistribusi normal maka dapat digunakan uji non-
38
parametrik Mann-Whitney U. Adapun rumus dan langkah-langkah
perhitungan uji-t untuk sampel yang saling independen adalah sebagai
berikut (Sudjana, 2005: 243).
thitung=
dengan
s2=
(
)
(
)
Keterangan:
= nilai rata-rata kelompok 1
= nilai rata-rata kelompok 2
= jumlah siswa kelompok 1
= jumlah siswa kelompok 2
= varians pada kelompok 1
= varians pada kelompok 2
= varians gabungan
Kriteria pengujian ini didasarkan pada nilai signifikansi. Jika nilai
signifikansi <0.05 maka terdapat perbedaan antar variabel, sebaliknya
jika nilai signifikansi >0.05 maka terdapat tidak perbedaan antar
variabel.
b. Uji Korelasi Kendall’s Tau
Uji korelasi sederhana digunakan untuk mengetahui seberapa erat
hubungan antara dua variabel penelitian, yaitu hubungan antara selfefficacy siswa berdasarkan gender dengan hasil belajarnya,
menggunakan uji korelasi Kendall’s Tau (Margono, 2010: 207).
Adapun rumus dari uji korelasi Kendall’s Tau adalah sebagai berikut:
39
=
∑
[∑X −
−
(∑ )
(∑ )(∑ )
] [∑
−
(∑ )
]
Keterangan:
r
= koefisien korelasi
∑X
= jumlah skor dalam sebaran X
∑Y
= jumlah skor dalamsebaran Y
∑XY
= jumlah hasil kali skor X dengan skor Y yang berpasangan
∑X2
= jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
2
∑Y
= jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y
n
= banyaknya subjek skor X dan skor Y yang berpasangan
(Margono, 2010: 207)
Kriteria pengujian ini didasarkan pada nilai signifikansi. Jika nilai
signifikansi <0.05 maka terdapat hubungan antar variabel, sebaliknya
jika nilai signifikansi >0.05 maka tidak terdapat hubungan antar
variabel.
Teknik ini akan menghasilkan koefisien korelasi yang dapat
mendeskripsikan derajat keeratan hubungan dari dua variabel tersebut.
Koefisien korelasi diinterpretasikan ke dalam tingkatan hubungan
sebagai berikut.
Tabel 5. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien
0,00 – 0,199
Tingkat Hubungan
Sangat Rendah (tak
ada korelasi)
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono (2014: 184).
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Karakteristik self efficacy yang dimiliki siswa-siswi kelas VIII SMP seKecamatan Teluk Betung Selatan berkriteria “tinggi” baik dalam aspek
akademik, sosial, dan emosional, maupun secara keseluruhan.
2. Terdapat perbedaan antara self efficacy siswa laki-laki dan siswa
perempuan sebesar 1% kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung
Selatan.
3. Hubungan self efficacy siswa laki-laki dan siswa perempuan dengan hasil
belajarnya masing-masing mempunyai nilai signifikasi > 0.05 yang
artinya tidak terdapat hubungan antara self efficacy dengan hasil belajar
baik pada siswa laki-laki maupun siswa perempuan.
50
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian diatas saran-saran yang dapat diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya data kualitatif yang didapatkan
tidak hanya bersumber dari angket siswa melainkan juga dari wawancara
guru mata pelajaran IPA yang mengajar di kelas tersebut untuk
mengetahui lebih jelas bagaimana sikap keyakinan diri (self efficacy) yang
dimiliki oleh siswa-siswi tersebut sehingga dapat ditemukan masalah atau
alasan dari tingkat self efficacy yang berbeda-beda yang dimiliki siswasiswi pada ketiga sekolah.
2. Siswa dapat memaksimalkan keyakinandirinya melalui evalusai setiap
ulangan harian ataupun setiap ulangan semester sehingga mencapai
prestasi belajar yang lebih baik.
3. Bagi guru, hasil dari penelitian diharapkan dapat memperluas pengetahuan
dan pemahaman bagaimana self-efficacy yang dmiliki oleh siswanya
dengan memperhatikan kepercayaan diri siswa baik siswa laki-laki
maupun siswa perempuan sehingga mencapai hasil belajar yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adicondro, Nobelina. 2011. Efikasi Diri, Dukungan Sosial Keluarga Dan Self
Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII. Jurnal. Humanitas, Vol. VIII
No.1 Januari 2011. 11 hlm.
Ali, M. 2013. Prosedur dan Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa. Bandung.
233 hlm.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Rineka Cipta. Jakarta.
. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Rineka Cipta. Jakarta. 418 hlm.
Bandura, A. 1994. Self-Efficacy. Encylopedia Of Human Behavior. 4. 15 hlm.
Bandura. . 1996. The Relative Efficacy of Desensitization and Modelling
Approaches for Inducing Behavior. Affective and Attitudinal Changes.
Journal of Personality and Social Psychology. Vol.121
_________. 1997. Self-efficacy: The exercise of control. Freeman & Co: New
York.
Bastable, S. 2002. Perawat sebagai pendidik. EGC. Jakarta.
BSNP. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Badan Standar Nasional
Pendidikan. Jakarta. 59 hlm.
Daulay, Siti. F. 2012. Perbedaan Self Regulated Learning Antara Mahasiswa
Yang Bekerja Dan Yang Tidak Bekerja. Jurnal. (Online).
(http://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/jurnalfastirola.ok_.pdf. diakses pada 12 Mei 2016; 18.19 WIB). 9 hlm.
Dimyati dan Mudjiono. 2010. Belajar Dan Pembelajaran. PT. Rineka Cipta.
Jakarta. 298 hlm.
Djojosoediro, Wasih. 2010. Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA. Artikel. (Online).
(http://pjjpgsd.unesa.ac.id/dok/1.Modul-1-Hakikat%20IPA%20dan%20Pe-
52
mbelajaran%20IPA.pdf, diakses pada 5 November 2015; 20.17 WIB). 45
hlm.
Ebru, Fatma. 2013. The Effects Of Socioeconomic Status And Gender Besides
The Predictive Effect Of Self-Efficacy On Life Satisfaction In
Adolescence. Jurnal. The Journal of Academic Social Science Studies
Volume 6 Issue 3,p.1201-1216, March 2013. (Online). (http://www.
jasstudies.com/Makaleler/1512883086_61%C4%B0kizFatma%20Ebru-vd1201-1216.pdf, diakses pada 15 Mei 2016; 21.30 WIB). 16 hlm.
Endrayanto, H.Y. S. dan Y. W. Harumurti. 2014. Penialaian Belajar Siswa di
Sekolah. PT. Kanisius. Jakarta. 335 hlm.
Eshetu, Amogne. A. 2015. Gender disparity analysis in academic achievement at
higher education preparatory schools: Case of South Wollo, Ethiopia.
Jurnal. Academic Jurnal Educational Research and Reviews Vol. 10(1), pp.
50-58, 2015. (Online). (http://www.academicjournals.org/journal/ERR/
article-full-text-pdf/B7B3AE549489, diakses pada 13 Mei 2016; 12.50
WIB). 9 hlm.
Feist, J. dan G. J. Feist. 2009. Teori Kepribadian diterjemakan Smita Prathita
Sjahputri. 2010. Penerbit salemba Humanika. Jakarta. 428 hlm.
Gardner, Emily. 2014. Self-Efficacy and Academic Performance. Artikel.
(Online). (http://www.udallas.edu/udjs/departments/psychology/20142015/selfefficacy, diakses pada 16 Mei 2016; 10.19 WIB). 6 hlm.
Hake, R. R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. Artikel. (Online)
(http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. Pada
tanggal 15 Januari 2016 pukul 19.58 WIB).
Hamalik, O. 2008. Kurikulum Dan Pembelajaran. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.
184 hlm.
Kemendikbud. 2012. Kurikulum 2013. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Jakarta. 23 hlm.
Lackaye, Timothy. 2006. Comparisons of Self-Efficacy, Mood, Effort, and Hope
Between Students with Learning Disabilities and Their Non-LD-Matched
Peers. Jurnal. Learning Disabilities Research & Practice Nomor 2 Volume
2. (Online). (https://moodle2.cs.huji.ac.il/nu14/pluginfile.php/101329
/mod_resource/content/1/Lackaye_Margalit_et_al_2006.pdf, diakses pada
pada 15 Mei 2016; 19.17 WIB). 12 hlm.
Majidah, Hairida, dan Erlina. 2012. Korelasi Antara Self-Efficacy dengan Hasil
Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Kimia di SMA. Jurnal. (Online). (http:
53
//jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/3319, diakses pada 23
Oktober 2015; 13.40 WIB). 10 hlm
Mahyuddin, Rahil dkk. 2006. The Relationship Between Students' Self Efficacy
And Their English Language Achievement. Jurnal. Jurnal Pendidik dan
Pendidikan jilid 2, 2006. (Online). (http://web.usm.my/apjee/webtest/
APJEE212006/4%20Rahi%20%2861-71%29.pdf, diakses pada 24 Oktober
2015; 15.15 WIB). 11 hlm.
Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Muris, Peter. 2001. A Brief Questionnaire for Measuring Self-Efficacy in Youths.
Jurnal. Journal of Psychopathology and Behavioral Assessment, Volume 3
nomor 3. (Online). (https://www.academia.edu/8587719/A_Brief_
Questionnaire_for_Measuring_Self-Efficacy_in_Youths.pdf, diakses pada
18 November 2015; 19.38 WIB). 5 hlm.
Muthoharoh, U., Budiyono, dan Nugraheni, P. 2012. Hubungan Gender Terhadap
Hasil Belajar Matematika Pada Siswa SMP. Jurnal. (Online).
(http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/ekuivalen/article/download/.../1174,
diakses pada 25 Oktober 2015; 15.40 WIB)
Nuryoto, Sartini. 1998. Perbedaan Prestasi Akademik Antara Laki-Laki Dan
Perempuan Studi Di Wilayah Yogyakarta. Jurnal. Jurnal Psikologi nomor
2, 1998. (Online). (http://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/viewFile/7501/5835,
diakses pada 13 Mei 2016; 13.01 WIB). 9 hlm.
Petrie, Larrondo. 2009. Information Sheet: Gender Differences in Science
Achievement. Artikel. (Online). (https://www.engr.psu.edu/awe/misc/
ARPs/ARP_InfoSheet_Science.pdf, diakses pada 13 Mei 2016; 13.47
WIB). 5 hlm.
Purwanto, N. 2013. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja
Rosda Karya. Bandung. 165 hlm.
Purwasari, Yosi. 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Tentang Perubahan
Kenampakkan Permukaan Bumi Dan Benda Langit Melalui Peta Pikiran
Pada Anak Kesulitan Belajar Kelas Iv Sd 13 Balai-Balai Kota Padang
Panjang. Jurnal. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus volume 1 nomor 1.
(Online). (http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu, diakses pada 25
Oktober 2015;15. 50 WIB). 13 hlm.
Riduwan. 2012. Belajar Mudah Penelitian. Alfabeta. Bandung. 244 hlm.
Riyani, Yani. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Mahasiswa (Studi pada mahasiswa Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri
Pontianak). Jurnal. Jurnal EKSOS volume 8 nomor 1, 2012. (Online).
(http://repository.polnep.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/354/03-
54
YANI%20R.pdf?sequence=1, diakses pada 25 Oktober 2015; 18.47 WIB).
7 hlm.
Safaria, T., Ahmad, A. 2013. Effects of Self-Efficacy on Students’ Academic
Performance. Jurnal. Journal of Educational, Health and Community
Psychology volume 2, 2013. (Online). (http://download.portalgaruda.org/
article.php ?article=123905&val=5539, diakses pada 25 Oktober 2015;
15.38 WIB). 17 hlm.
Santrock, J. W. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Ketiga. Penerbit Salemba
Humanika. Jakarta. 530 hlm.
Santrock, J. W. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Penerbit Salemba
Humanika. Jakarta. 434 hlm.
Schmidt, Jennifer A. dan Shumow, Lee. 2012. Change In Self-Efficacy In High
School Science Classrooms:An Analysis By Gender. Jurnal. (Online).
(http://cedu.niu.edu/scienceinthemoment/reports/LeeSchumowEfficacy.pdf,
diakses pada 12 Mei 2016; 19.45 WIB). 21 hlm.
Scott, Jill. E. 1996. Self-Efficacy: A Key to Literacy Learning. Artikel. Reading
Horizons volume 36 issue 3, 1996. (Online). (http://scholarworks.wmich.
edu/reading horizons, diakses pada 20 Oktober 2015; 20.47 WIB). 21 hlm.
Siyamta. 2013. Ranah Kognitif dalam Pembelajaran. Gramedia. Malang. 39 hlm.
Slavin, Robert. E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek Edisi
Kedelapan. Penerbit PT Indeks. Jakarta. 322 hlm.
Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
241 hlm.
Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Graha Ilmu. Jakarta. 234
hlm.
Sudjana. 2015. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2014. Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Alfabeta. Bandung.
Suwardi, Dana. R. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Kompetensi Dasar Ayat Jurnal Penyesuaian Mata Pelajaran Akuntansi
Kelas Xi Ips Di Sma Negeri 1 Bae Kudus. Jurnal. Economic Education
Analysis Journal volume 2, 2012. (Online). (http://journal.unnes.ac.id/sju
/index.php/eeaj, diakses pada 25 Oktober 2015; 20.14 WIB). 7 hlm.
Zimmerman, B. J. 2000. Self-efficacy: an Essential Motive to Learn.
Contemporary Educational Psychology. Vol. 25. 10 hlm.
Download