BAB II

advertisement
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen
individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang
terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid
(Smeltzer, 2002).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau diluar
linea dentate pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) disebut
hemoroid eksterna. Sedangkan diatas atau di dalam linea dentate, pelebaran
vena yang berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna
(Sudoyo, 2006).
Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan
rektum (Potter, 2006).
B. Anatomi dan fisiologi
1. Anatomi
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh).
Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi
oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani
adalah sekitar 15cm (5,9 inci).
7
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan
berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior
mendarahi belahan kanan (sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal
kolon transversum) dan arteria mesenterika inferior mendarahi belahan kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon asendens, kolon sigmoid dan
bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rectum berasal dari
arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka
interna dan aorta abdominalis.
Gambar 2.1
Sumber :
http://www.google.co.id/imgres?q=hemoroid&num=10&hl=id&biw=1008&b
ih=422&tbm=isch&tbnid=oh6LKkxHBflhiM:&imgrefurl=http://klinikbandu
ng.blogspot.com/2010/06/hemoroid-ambien-wasir.
2. Fisiologi
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis
superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena
hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga
8
merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena
hemoroidalis superior, media, dan inverior, sehingga tekanan portal yang
meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan
mengakibatkan hemoroid.
Gambar 2.2
Sumber :
http://www.google.co.id/imgres?q=hemoroid&num=10&hl=id&biw=1008&b
ih=422&tbm=isch&tbnid=oh6LKkxHBflhiM:&imgrefurl=http://klinikbandu
ng.blogspot.com/2010/06/hemoroid-ambien-wasir.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif :(1) kontraksi lamban dan tidak
teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat
beberapa haustra; dan (2) peistaltik massa, merupakan kontraksi yang
melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa
feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua
9
sampai tiga kali sehari dan dirangang oleh reflek gastrokolik setelah makan,
terutama setelah makan yang pertama kali dimakan pada hari itu.
Propulasi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi
dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan
oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh
sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem
saraf voluntary. Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen
sakral kedua dan keempat.Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui
saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum
dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang teregang
berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan
anulus anorektal menghilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi
pada waktu anus tertarik keatas melebihi tinggi masa feses. Defekasi
dipercepat dengan tekanan intraabdomen yang meningkat akibat kontraksi
voluntar otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen
secara terus-menerus (maneuver dan peregangan valsalva). Defekasi dapat
dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfinfter eksterna dan levator ani.
Dinding rektum secara bertahap menjadi relaks, dan keinginan defekasi
menghilang.
Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering
ditemukan pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan
pengosongan rektum saat terjadi peristaltik masa. Bila defekasi tidak
sempurna, rektum menjadi relaks dan keinginan defekasi menghilang. Air
10
tetap terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga feses menjadi keras, dan
menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya. Bila massa feses yang
keras ini terkumpul disatu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut
sebagai impaksi feses. Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan
timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini
merupakan salah satu penyebab hemoroid (vena varikosa rektum). (Price,
2005)
C. Etiologi
Faktor risiko terjadinya hemoroid antara lain faktor mengedan pada
buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak
memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca,
merokok), peningkatan tekanan intra abdomen, karena tumor (tumor usus,
tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan
perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut
yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makanmakanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi. (Sudoyo,
2006)
Faktor penyebab hemoroid dapat terjadi karena kebiasaan buang air besar
tidak tentu dan setiap kali berak mengedan terlalu keras, terlalu lama duduk
sepanjang tahun, infeksi, kehamilan dapat merupakan faktor-faktor penyebab
hemoroid. (Oswari, 2003)
Faktor predisposisi terjadinya hemoroid adalah herediter, anatomi,
makanan, pekerjaan, psikis, dan senilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitasi
11
adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan
intraabdominal), fisiologis dan radang.Umumnya faktor etiologi tersebut tidak
berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. (Mansjoer, 2000)
D. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi
yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan,
pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang
disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena
hemoroidalis superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu sistem
portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.
Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna.
Hemoroid eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut
berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya
merupakan suatu hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis
eksternal akut. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujungujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu
membuang trombus dengan anestesi lokal, atau dapat diobati dengan “kompres
duduk” panas dan analgesik. Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya
merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu atau lebih
lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah.
(Price, 2005)
12
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas : derajat 1,
bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus, hanya
dapat dilihat dengan anorektoskop. Derajat 2, pembesaran hemoroid yang
prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
Derajat 3, pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari. Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen.
Rentan dan cenderung untuk mengalami thrombosis dan infark. (Sudoyo,
2006)
Gambar 2.3
Sumber :
http://www.google.co.id/imgres?q=hemoroid&start=122&num=10&hl=id&bi
w=1008&bih=422&tbm=isch&tbnid=Zslr0qnmkSo01M:&imgrefurl.
A. Manifestasi Klinis
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan
perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal
dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan
oleh thrombosis. Thrombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Ini
dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Hemoroid internal
13
tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini membesar dan
menimbulkan perdarahan atau prolaps. (Smeltzer, 2002)
B. Penatalaksanaan
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan
hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama
defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satusatunya tindakan yang diperlukan; bila tindakan ini gagal, laksatif yang
berfungsi mengabsorpsi air saat melewati usus dapat membantu.Rendam duduk
dengan salep, dan supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch
hazel) dan tirah baring adalah tindakan yang memungkinkan pembesaran
berkurang.
Terdapat
berbagai
tipe
tindakan
nonoperatif
untuk
hemoroid.
Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, dan terapi laser adalah teknik
terbaru
yang
digunakan
untuk
melekatkan
mukosa
ke
otot
yang
mendasarinya.Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran
kecil dan berdarah. Prosedur ini membantu mencegah prolaps.
Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat hemoroid
dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai
timbul nekrosis. Meskipun hal ini relatif kurang menimbulkan nyeri, prosedur
ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang
berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuhnya.
Metode pengobatan hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis luas,
yang harus diatasi dengan bedah lebih luas. Hemoroidektomi atau eksisi bedah,
14
dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam
proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara
digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan
kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan
melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan
Gelfoan atau kasa Oxygel dapat diberikan diatas luka kanal. (Smeltzer, 2002)
C. Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis,
dan strangulasi.Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan
suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. (Price, 2005)
Komplikasi hemoroid antara lain :
1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan
dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin memperberat
luka di anus.
2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin
sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk.
(Dermawan, 2010)
15
D. Pengkajian Fokus
Menurut
Doenges tahun 2000
pengkajian fokus keperawatan
hemoroidectomy meliputi:
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, malaise.
2. Sirkulasi
Tanda:Takikardi (nyeri ansietas), pucat (kemungkinan adanya perdarahan)
3. Eliminasi
Gejala :Riwayat adanya hemoroid, ketidakmampuan defekasi (konstipasi),
rasa tidak puas waktu defekasi.
Tanda : Konstipasi (kerasnya) terdapat goresan darah atau nanah, keluar
darah
sesudah atau sewaktu defekasi, perdarahan biasanya
berwarna merah segar karena tempat perdarahan yang dekat.
Hemoroid interna seringkali berdarah waktu defekasi, sedangkan
hemoroid eksterna jarang berdarah.
4. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual dan muntah
5. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Terjadi saat defekasi, duduk dan berjalan
Tanda : Terus menerus atau berjangka waktu, tajam atau berdenyut
6. Keamanan
Gejala : Gangguan dalam terapi obat yang mengakibatkan konstipasi
Tanda : konstipasi
16
7. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga hemoroid, pola defekasi buruk
Rencana pemulangan : perubahan pola makan yang buruk dengan tinggi
serat, dapat memerlukan bantuan dalam pengobatan dan aktifitas
perawatan diri dan pemeliharaan, perubahan rencana diit.
17
E. Pathways Keperawatan
Konstipasi, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat,
fibroid uteri, dan tumor rektum
Kongesti vena
( gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis )
Hemoroid
hemoroidectomy
Efek anestesi
Luka Insisi
perubahan sistem tubuh
Resiko
infeksi
gastro
kardiovaskuler
intestinal
Jaringan Perifer Terputus
sistem
pernafasan
peristaltik
nadi , TD ,
respon
usus
akral dingin
paru
Konstipasi
Nyeri
Gangguan
perfusi jaringan
perifer
Gangguan
Pola Tidur
Takut Gerak
Spasme Otot
Gangguan
Mobilitas
Fisik
Pola nafas
tidak efektif
(Price, 2005) (Sudoyo, 2006)
18
F. Intervensi dan Rasional
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya jaringan
perifer.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang setelah perawatan 2X24 jam dengan
kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, Klien tampak rileks.
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
Rasional : menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang
tepat.
b. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
Rasional :untuk mengurangi rasa nyeri.
c. Beri posisi tidur yang nyaman.
Rasional : untuk meningkatkan rasa nyaman.
d. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : identifikasi dini komplikasi nyeri.
e. Berikan bantalan flotasi dibawah bokong saat duduk.
Rasional : menghindari penekanan pada daerah operasi.
f. Kolaborasi untuk rendam duduk setelah tampon diangkat.
Rasional:kehangatan
meningkatkan
sirkulasi
dan
membantu
menghilangkan ketidaknyamanan.
g. Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.
Rasional : mengurangi nyeri.
19
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan respon paru.
Tujuan : pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil : pola nafas efektif, bunyi nafas normal.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan
Rasional : mengetahui frekuensi pernafasan.
b. Beri posisi kepala lebih tinggi
Rasional : memudahkan pernafasan.
c. Kolaborasi pemberian oksigen.
Rasional : membantu memaksimalkan pernafasan.
3. Konstipasi berhubungan dengan peristaltik usus menurun.
Tujuan : konstipasi tidak terjadi.
Kriteria hasil : klien dapat buang air besar secara rutin 1x sehari, feses tidak
keras.
Intervensi :
a. Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung serat.
Rasional : serat dapat merangsang peristaltik dan eliminasi regular.
b. Anjurkan untuk banyak minum air putih.
Rasional : cairan yang banyak bertujuan untuk mempermudah
defekasi.
c.Berikan huknah gliserin.
Rasional : untuk membantu mempermudah buang air besar..
20
4. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi di daerah
anorektal.
Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah perawatan 2X24 jam.
kriteria hasil : Luka sembuh dengan baik, tanda-tanda vital dalam batas
normal
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator
dini proses infeksi.
b. Berikan rendam duduk setiap kali setelah buang air besar selama 1-2
minggu.
Rasional : mematikan kuman penyebab infeksi.
c. Kaji daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus.
Rasional : Merupakan tanda-tanda infeksi.
d. Ganti tampon setiap kali setelah BAB.
Rasional : mencegah infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotik.
Rasional : membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme otot karena takut
gerak.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan mobilitas setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3X24 jam dengan kriteria hasil : Klien mampu melakukan
21
aktifitas sesuai keadaan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, klien dapat
mempertahankan posisi yang fungsional.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien terhadap aktivitas.
Rasional : untuk mengetahui seberapa kemampuan klien dalam
beraktivitas.
b. Anjurkan pada klien untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap.
Rasional : untuk menghindari kekakuan pada otot.
c. Hindari duduk dengan posisi yang tetap dalam waktu lama.
Rasional : menghindari regangan pada anorectal
d. Ubah posisi secara periodik sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : mencegah terjadinya luka dekubitus atau komplikasi kulit.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post hemoroidectomy.
Tujuan : Istirahat tidur klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan
perawatan selama 3X24 jam dengan kriteria hasil : Pasien dapat tidur 6-8
jam setiap malam, Secara verbal mengatakan dapat lebih rileks dan lebih
segar
Intervensi :
a. Lakukan kajian masalah gangguan tidur pasien dan penyebab kurang
tidur.
Rasional : Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana
perawatan.
b. Anjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur.
22
Rasional : Meningkatkan tidur.
c. Beri posisi yang nyaman.
Rasional : Meningkatkan pola tidur.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan sedatif setengah jam
sebelum tidur.
e. Rasional : Mengurangi gangguan tidur.
(Wartonah, 2006)
23
Download