UPAYA KONSERVASI EKOSISTEM HUTAN RAWA

advertisement
Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut
UPAYA KONSERVASI EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT
Antonius
Fakultas pertanian Universitas Kapuas Sintang
E-mail: [email protected]
ABSTRAK: Menurut Puslittanak (1981) luas lahan gambut di Indonesia adalah 26,5 dan
luas tersebut terus mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan, illegal logging,
kebakaran dan pemukiman baru. Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang unik,
dan rapuh (fragile), habitatnya terdiri dari gambut dengan kedalaman yang bervariasi
mulai dari 25 cm hingga lebih dari 15 m, mempunyai kekayaan flora dan fauna yang khas
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Lahan gambut mempunyai peran yang penting
dalam menjaga dan memelihara keseimbangan lingkungan kehidupan, baik sebagai
reservoir air, rosot dan carbon storage, perubahan iklim serta keanekaragaman hayati
yang saat ini eksistensinya semakin terancam. Sehingga, pegelolaan secara bijaksana
harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan budaya maupun
fungsi ekologi sehingga kelestarian hutan rawa gambut dapat terjamin. Lahan gambut
mempunyai karakteristik yang spesifik seperti adanya subsidensi, sifat irreversible
drying, hara mineral yang sangat miskin serta sifat keasaman yang tinggi dan mudah
terbakar apabila dalam keadaan kering, sehingga peran hidrologi/tata air di lahan gambut
sangatlah penting. Ada beberapa tipologi di lahan rawa gambut yang perlu diketahui,
sehingga dalam melakukan rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi dapat lebih
berhasil. Pelestarian hutan rawa gambut dengan segala nilai kekayaan biodiversity harus
segera ditindaklanjuti dengan nyata, dengan merehabilitasi lahan gambut yang
terdegradasi, baik hidrologi maupun revegetasi. Pemilihan jenis yang tepat, teknologi dan
kelembagaan rehabilitasi perlu dikaji dan diketahui sehingga kegagalan dalam melakukan
rehabilitasi dapat dihindari. Lahan sulfat masam aktual merupakan salah satu lahan
konservasi yang memerlukan jenis yang spesifik untuk dapat hidup di situ, karena adanya
senyawa pirit yang bersifat racun. Jenis yang dapat tumbuh antara lain : gelam (Melaleuca
sp.), tanah-tanah (Combretocarpus rotundatus) dan lain-lain.
Kata kunci : Ekosistem, Hutan rawa gambut, Konservasi.
lemah dan kurangnya kesadaran dan
I. PENDAHULUAN
Kerusakan hutan alam atau lahan
pengertian
masyarakat
akan
fungsi
rawa gambut di Indonesia umumnya
manfaat hutan rawa gambut, masih
disebabkan
lemahnya
beberapa
hal
yakni
penegakan
hukum
(law
penebangan liar, perambahan, kebakaran
enforcement) serta masih lemahnya
hutan dan lahan gambut, pembuatan
policy dan pengelolaan hutan rawa
saluran atau drainase di lahan gambut
gambut. Selain itu, sifat kharakteristik
yang tidak diperhitungkan dengan baik,
hutan rawa gambut seperti
PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016
adanya
136
Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut
subsidensi
lahan
irreversible
drying
gambut,
rawa
gambut.
Keberlangsungan
lain-lain
ekosistem hutan rawa gambut yang
sehingga pengelolaan air merupakan hal
memiliki nilai konservasi tinggi sesuai
yang penting. Oleh karena itu kegiatan
dengan fungsinya, karena memiliki
peneltian integratif aspek-aspek tersebut
keaslian
perlu diteliti untuk pengelolaan hutan
Hendaknya dilakukan pengelolaan yang
dan
lestari.
tepat, tidak saja dari aspek ekologis
Kawasan Hutan Wisata Baning yang
semata, namun perlu mengkaji dukungan
merupakan
rawa
publik sesuai dengan isu yang relevan
banyak
saat ini (Laura, et al. 2016). Sikap
gangguan, seperti adanya subsidensi
masyarakat memiliki implikasi besar
gambut,
terhadap manajemen spesies dalam hal
lahan
gambut
gambut
ekosistem
telah
dan
sifat
secara
hutan
mengalami
kebakaran
hutan,
adanya
dan
keunikan
drainase yang mempercepat lajunya air
pencegahan,
keluar dari kawasan dan penyerobotan
keberhasilan
lahan oleh masyarakat.
spesies yang ada.
alamnya.
peringatan
melindungi
dan
berbagai
Hutan rawa gambut mempunyai
peran penting dalam menjaga dan
II. KONSERVASI
EKOSISTEM
memelihara keseimbangan lingkungan
HUTAN RAWA GAMBUT
hidup, baik sebagai reservoir air, rosot
2.1. Ekosistem Hutan Rawa Gambut
dan carbon storage, perubahan iklim
Lahan rawa gambut di daerah
serta keanekaragaman hayati yang saat
tropis mencakup areal seluas 38 juta ha
ini eksistensinya semakin terancam
dari total seluas 200 juta ha yang terdapat
(Daryono, 2009). Sifat gambut yang
di seluruh dunia. Luas lahan gambut di
irreversibel drying akan mudah terbakar,
Indonesia diperkirakan terdapat antara
sehingga peran hidrologi/tata air di
13,5–26,5 juta ha. Paling sedikit ada 11
dalam lahan gambut memiliki peranan
dari
yang
bervariasi. Berikut tabel luasan lahan
sangat
menentukan
137
2016
besar
dan
keberlangsungan
sangat
hutan
berbagai
sumber
data
yang
gambut dari berbagai sumber.
PIPER No. 23 Volume 12 Oktober
Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Tabel 2.1. Luas sebaran lahan rawa gambut di Indonesia dari berbagai sumber
Penyebaran lahan gambut (Juta
Total
(Juta
Penulis/sumber data
Hektar) Papua Lainny Hektar)
Total
Sumatera
Kalimant
Data
source
Distribution
of peat
(million
Driessen
(1978)
9,7
6,3
0,1land -a
16,1hectare)
an
Puslittanak (1981 )
8,9
6,5 hectare)
10,5
0,2
26,5
(million
Euroconsult (1984)
6,84
4,93
5,46
17,2
Soekardi dan Hidayat 4,5
9,3
4,6
0,1
18,4
Dept
rans (1988)
8,2
6,8
4,6
0,4
20,1
(1988)
Subagyo et. al. (1990)
6,4
5,4
3,1
-
14,9
Deptrans (1990)
6,9
6,4
4,2
0,3
17,8
Nugroho et. al. (1992)
Rajaguguk (1993)
Dwiyono dan Rachman
Wahyunto
et. al. (2005)
(1996)
4,8
8,2
7,16
7,21
6,1
6,79
4,34
5,79
2,5
4,62
8,40
8,0
0,1
0,4
0,1
-
13,5
20,1
20,0
21,0
Tanah gambut selalu terbentuk
diikuti
oleh
pembentukan
gambut
pada tempat yang kondisinya jenuh air
ombrogen di atasnya, yang tidak lagi
atau tergenang, seperti pada cekungan-
memperoleh pasokan hara dari air tanah
cekungan daerah pelembahan, rawa
maupun air sungai. Dalam pembentukan
bekas danau, atau daerah depresi/basin
gambut ombrogen, klimaks vegetasi
pada dataran pantai diantara dua sungai
bergantian tumbuh dan mati disitu,
besar, dengan bahan organik dalam
sehingga semakin tebal gambut, semakin
jumlah
dihasilkan
miskin jenis vegetasi yang tumbuh di
tumbuhan alami yang telah beradaptasi
atasnya, karena pasokan hara semata-
dengan
air.
mata hanya berasal dari air hujan.
Penumpukan bahan organik secara terus
Bergerak dari pinggiran kubah gambut,
menerus menyebabkan lahan gambut
dimana gambut masih dangkal, terdapat
membentuk kubah (peat dome).
"mixed forest" yang terdiri dari pohon-
banyak
Pada
yang
lingkungan
hutan
jenuh
rawa
gambut,
pohon kayu yang besar-besar dan
pembentukan kubah gambut (peat dome)
tumbuhan bawah yang lebat. Berikut
di bagian tengahnya mula-mula diawali
adalah gambar formasi hutan rawa
oleh pembentukan gambut topogen lalu
gambut.
PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016
138
Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Gambar 2.1. Formasi Hutan Rawa Gambut Dari Tepi Sungai Ke Kubah Gambut
Ke arah pusat kubah, sejalan
dengan permukaan gambut yang menaik,
permukaan
tanah
hanya
beberapa
centimeter untuk setiap jarak 100 meter.
terdapat "deep peat forests" dimana
vegetasinya semakin jarang dan kurang
jenis-jenis
tumbuhannya
disebabkan
karena gambut semakin tebal dan tidak
lagi
memperoleh
hara
dari
air
tanah/sungai. Di pusat kubah di mana
gambut paling tebal, terdapat "padang
forests" terdiri dari pohon-pohon kayu
kecil dan jarang, pandan dan semaksemak. Perubahan dari "mixed forests"
ke arah "deep peat forests" terdapat pada
kedalaman gambut sekitar 3 m (Widjaya,
Adhi, 1986). Di lapangan, kenaikan
permukaan
kearah
pusat
kubah
seringkali tidak terasa, ini disebabkan
oleh karena diameter kubah gambut
dapat
mencapai
sedangkan
139
2016
3-10
kenaikan
kilometer,
ketinggian
2.4. Keanekaragaman
Hayati
Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Dari
hasil
penelitian
yang
dilakukan baik di Pulau Sumatera
maupun di Kalimantan, habitat rawa
gambut
mengandung
kekayaan
keanekaragaman yang tinggi untuk jenis
flora dan fauna, reservoir/simpanan air,
dan simpanan karbon. Kekayaan flora
yang berisi bermacam-macam jenis
pohon yang kayunya mempunyai nilai
komersial tinggi untuk keperluan bahan
industri meubel dan konstruksi. Selain
itu juga terdapat berbagai jenis pohon
yang mempunyai nilai komersial dari
hasil hutan non kayu baik berupa getah,
lateks, kulit pohon, bahkan mempunyai
PIPER No. 23 Volume 12 Oktober
Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut
kandungan zat ekstraksi yang berguna
(Palaquium gutta), Jelutung (Dyera
untuk
lowii), Pulai (Alstonia pnematophora),
kepentingan
obat-obatan
(medicinal plants). Jenis-jenis pohon
Bintangur (Calophyllum
spp) dan
rawa gambut yang memiliki potensi
Bintangur (Calophyllum spp).
strategis seperti bintangur (Calophyllum
Fauna yang spesifik yang ada di
lanigerum) yang mempunyai zat bioaktif
hutan rawa gambut di antaranya adalah
untuk anti virus HIV. Jenis bintangur
orang utan (Pongo pygmaeus), bakantan
lainnya adalah Calophyllum cannum
(Nasalis
dan C.dioscorii yang mempunyai zat
(Helarctos malayanus), owa (Hylobates
bioaktif anti kanker dan masih ada lagi
agilis), burung rangkong (hornbills),
beberapa jenis prospektif lainnya. Di
macan daun, monyet ekor panjang
masa depan, nilai ekonomi zat bioaktif
(Macaca fascicularis) dan lain-lain. Di
ini akan jauh lebih tinggi dari pada
hutan rawa gambut yang ketebalan
nilai kayunya. Beberapa pohon penting
gambutnya sangat dalam, terdapat suatu
yang
ekosistem air hitam dengan biota yang
kayunya
komersial
mempunyai
tinggi,
seperti
nilai
Ramin
spesifik
larvatus),
yakni
beruang
adanya
madu
fitoplankton
(Gonydtylus bancanus), Pulai Rawa
Cosmarium sp, dan Peridium sp yang
(Alstonia
Prupuk
hanya ada di ekosistem air hitam.
Katiau
Laporan dari Britain Royal Society yang
(Ganua motleyana), Sonte (Palaquium
dipublikasikan pada akhir Januari 2006,
leicocarpum), Meranti bunga (Shorea
melaporkan bahwa, telah diketemukan
teysmanniana), Meranti rawa (Shorea
seekor ikan dewasa yang terkecil di dunia
pauchiflora), Jelutung rawa (Dyera
berukuran panjang 1/3 inch (8,5 mm) dan
lowii),
(Campnosperma
saat ini spesimennya berada di National
auriculata), dan banyak lagi jenis
History Museum, yang diperoleh dari
lainnya. Sedangkan jenis-jenis pohon
hutan rawa gambut bekas terbakar di
yang mempunyai nilai penting yang
Sumatera. Hal ini bukan saja ikan terkecil
menghasilkan hasil hutan non kayu (non
tetapi juga vertebrata dewasa terkecil di
wood forest products) antara lain Gimor
dunia.
pnematophora),
(lLopopethalum
javanicum),
Terentang
(Alseodaphne
(Palaquium
hellophylla),
Sonte
leicocar pum), Nyatoh
PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016
2.5. Pembentukan Tanah Gambut
140
Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Secara umum, tanah gambut
dengan tingkat dekomposisi awal yaitu
adalah tanah-tanah yang tersusun dari
kandungan serat tumbuhan lebih dari
bahan tanah organik yang jenuh air
75%, atau masih lebih dari tiga
dengan ketebalan 50 cm atau lebih.
perempat
Dikaitkan dengan ketebalan bahan
Sedang hemik adalah gambut dengan
organik, maka tanah mineral yang
tingkat dekomposisi tengahan, yaitu
mempunyai
kandungan serat 17-75% atau tinggal
lapisan
gambut
di
bagian
antara
tanah mineral bergambut (peaty soil).
Saprik adalah gambut dengan tingkat
Dikatakan sebagai tanah mineral murni
dekomposisinya
apabila lapisan gambut dipermukaaan <
kandungan seratnya kurang dari 17%
20 cm. Dalam klasifikasi tanah lama,
atau tinggal kurang dari 1/6 bagian dari
tanah
organosol.
volumenya. Gambut saprik biasanya
atau
berwarna kelabu sangat gelap hitam.
pelapukan/perombakan bahan organik
Sifat- sifatnya (sifat fisik maupun
gambut, dibagi menjadi 3 tingkatan,
kimianya) relatif sudah stabil. Berikut
yaitu fibrik (awal), hemik (tengah) dan
adalah warna tanah gambut berdasarkan
saprik (lanjut). Fibrik adalah gambut
tingkat kematangannya.
Tingkat
disebut
dekomposisi
bagian
volumenya.
permukaan 20 - 50 cm disebut sebagai
gambut
1/6-3/4
dari
volumenya.
yang lanjut, yaitu
Gambar 2.2. Berturut-turut gambut fibrik, hemic dan saprik
Dari hasil pengamatan, pada
Hutan rawa gambut yang mengalami
umumnya degradasi hutan rawa gambut
kerusakan tegakan karena pembalakan
dapat dilihat dari kerusakan tegakannya
berlebihan, pembalakan liar, peram-
maupun kondisi subsidensi gambutnya.
bahan maupun mengalami kebakaran
141
2016
PIPER No. 23 Volume 12 Oktober
Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut
akan mengubah ekosistem hutan rawa
Untuk dapat dimanfaatkan, lahan
gambut tersebut menjadi belukar, semak
gambut harus dilakukan reklamasi yang
atau bahkan terbuka (open area). Hal ini
diawali dengan drainase dan land
akan menentukan model restorasi atau
clearing. Seperti telah disebutkan di
rehabilitasi lahan tersebut. Demikian
atas, salah satu sifat gambut yang
juga pada hutan rawa gambut yang telah
menyebabkan sulitnya pengelolaan dan
dilakukan eksploitasi menurut kaidah
rehabilitasi lahan adalah irreversible
yang benar, pada tegakan tinggal dapat
drying atau non re wetable. Oleh karena
dilakukan dengan pembinaan regenerasi
itu, sekali mengalami kekeringan sampai
alam
tingkat tertentu maka gambut tidak bisa
atau
dengan
penanaman
pengkayaan.
Berdasarkan
terbasahkan
lingkungan
pem-
kembali.
Hal
ini
mengakibatkan volume gambut akan
bentukannya, tanah gambut dibedakan
menyusut,
sehingga
akan
menjadi : (a) tanah gambut ombrogen,
ngakibatkan
terbentuk pada lingkungan yang hanya
tanah gambut (subsidence/subsiden).
penurunan
me-
permukaan
bergantung pada air hujan, tidak terkena
Kecepatan subsiden dipengaruhi
pengaruh air pasang, membentuk suatu
oleh banyak faktor, antara lain tingkat
kubah (dome) dan umumnya tebal, dan
kematangan
(b) tanah gambut topogen, terbentuk
kecepatan dekomposisi, kepadatan dan
pada bagian pedalaman dari dataran
ketebalan gambut, kedalaman drainase,
pantai/sungai yang dipengaruhi oleh
iklim, serta tipe penggunaan lahan
limpasan air pasang/banjir yang banyak
(Wösten et al., 1997). Dradjat et al
mengandung mineral, sehingga relatif
(1986) dalam Rina et al. (2008)
lebih subur, dan tidak terlalu tebal.
melaporkan
Tanah gambut topogen dikenal sebagai
cm/bulan pada tanah gambut saprik di
gambut
eutropik,
sedangkan
tanah
Barambai (Kalimantan Selatan) selama
gambut
ombrogen
dikenal
sebagai
12-21 bulan setelah reklamasi, sedang
tanah gambut oligotrofik dan mesotrofik.
untuk
gambut,
laju
gambut
tipe
gambut,
amblesan
saprik
di
0,36
Talio
(Kalimantan Tengah) lajunya 0,178
2.6. Hidrologi Hutan Rawa Gambut
cm/bulan dan bahan gambut hemik 0,9
cm/bulan. Penurunan muka lahan di
PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016
142
Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Desa Babat Raya dan Kolam Kanan
dalam masa 18 tahun (April 1978-
Kecamatan
September 1996) (Noorginayuwati et al.
Barambai
Kalimantan
Selatan mencapai antara 75-100 cm
2006).
Gambar 2.3. Perakaran Pohon Menggantung Akibat Subsidensi Tanah Gambut
Menurut
Agus
dan
Subiksa
3. Dekomposisi/oksidasi
yaitu
me-
(2008), proses subsiden gambut dapat
nyusutnya massa gambut akibat
dibagi menjadi empat komponen:
terjadinya dekomposisi gambut yang
1. Konsolidasi yaitu pemadatan gambut
berada dalam keadaan aerobik.
karena pengaruh drainase. Penurunan
muka
air
tanah
menyebabkan
4. Kebakaran yang menyebabkan menurunnya volume gambut.
terjadinya peningkatan tekanan dari
lapisan gambut di atas permukaan air
tanah terhadap gambut yang berada di
2.7. Simpanan Karbon Di Hutan
bawah muka air tanah sehingga
Rawa Gambut
gambut
Dalam keadaan hutan alami yang
terkonsolidasi
(menjadi
padat).
2. Pengkerutan
tidak
yaitu
pengurangan
terganggu,
merupakan
lahan
penyerap
(sink)
gambut
CO2.
volume gambut di atas muka air
Menurut Agus (2008), simpanan karbon
tanah karena proses
terbesar pada lahan gambut adalah pada
pengeringan.
drainase /
gambut itu sendiri dan yang kedua
adalah pada jaringan tanaman dan pada
143
2016
PIPER No. 23 Volume 12 Oktober
Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut
serasah.
Masing-masing
simpanan
karbon tersebut dapat bertambah atau
perubahan karbon tersimpan pada tanah
gambut.
berkurang tergantung pada faktor alam
dan campur tangan manusia. Kemarau
2.8 Konsep Pelestarian Hutan Rawa
panjang berakibat pada penurunan muka
Gambut
air tanah yang selanjutnya mempercepat
Menurut
emisi
CO2.
Kebakaran
dapat
Keppres
No.32/1990
tentang Kawasan Lindung dan Undang-
di
undang No. 26 tahun 2007 tentang
jaringan tanaman dan di dalam gambut.
Penataan Ruang (UUTR), serta petunjuk
Pemupukan dapat meningkatkan emisi.
penyusunan
Sebaliknya, pada lahan gambut yang
Wilayah Nasional RTRWN, kawasan
sudah terlanjur didrainase, peningkatan
tanah gambut dengan ketebalan 3 m atau
muka air tanah, misalnya melalui
lebih, yang terdapat di bagian hulu
pemasangan
sungai dan rawa, ditetapkan sebagai
menurunkan
simpanan
karbon
empang pada saluran
Rencana
Tata
(canal blocking) dapat memperlambat
kawasan
emisi.
Perlindungan terhadap kawasan ini
Apabila hutan gambut terganggu,
lindung
Ruang
dilakukan
untuk
bergambut.
mengendalikan
maka lahan gambut berubah fungsi dari
hidrologi wilayah, berfungsi sebagai
penyerap menjadi sumber emisi gas
penambat air dan pencegah banjir, serta
rumah kaca (Agus dan Subiksa, 2008).
melindungi ekosistem yang khas di
Gas
yang
kawasan tersebut. Kubah gambut dengan
dikeluarkan (diemisikan) lahan gambut
ketebalan lebih dari 3 m merupakan satu
adalah CO2, CH4 (metan), dan N2O.
kesatuan dengan bagian tepinya yang
Di antara ketiga gas tersebut CO2
dangkal (ketebalan kurang dari 3 m).
merupakan GRK terpenting karena
Pengelolaan lahan rawa gambut perlu
jumlahnya yang relatif besar, terutama
menerapkan
dari lahan gambut yang sudah berubah
yang
fungsi
lahan
pengawetan, dan peningkatan fungsi dan
pertanian dan pemukiman. Jumlah emisi
manfaat. Oleh karena itu, berdasarkan
dari tanah gambut untuk selang waktu
fungsinya wilayah rawa dibedakan ke
tertentu dapat dihitung berdasarkan
dalam: (1) kawasan lindung, (2) kawasan
rumah
dari
kaca
hutan
(GRK)
menjadi
PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016
pendekatan
meliputi
konservasi,
perlindungan,
144
Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut
pengawetan, dan (3) kawasan reklamasi
3.
Undang-undang
untuk peningkatan fungsi dan manfaat.
tentang
Kawasan
pengelolaan LH
lindung
dan
pengawetan
disebut juga kawasan nonbudi daya,
berbasis
sedangkan kawasan reklamasi disebut
dukung,
dan
kawasan budi daya. Wilayah rawa yang
lingkungan hidup
sebagai
kawasan
lindung
5.
adalah: (1) kawasan gambut sangat
dalam, lebih dari 3 m; (2) sempadan
pantai;
(3)
sempadan
sungai;
kawasan
daya
Pengendalian
daya
tampung
kebakaran
6.
Penurunan emisi GRK (Gas Rumah
Kaca) sebesar 26 %
7.
Inpres No. 1 th 2010 tentang
Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Kawasan pengawetan atau kawasan
Pembangunan Nasional tahun 2010.
alam
berhutan
KLHS,
bakau.
suaka
pantai
dan
hutan/lahan (gambut)
(4)
kawasan sekitar danau rawa; dan (5)
32/2009
perlindungan
RTRW
termasuk
4.
No.
adalah
kawasan
yang
8.
Permentan
No.
memiliki ekosistem yang khas dan
14/Permentan/PL.110/2/2009
merupakan habitat alami bagi fauna
Tentang
dan/atau flora tertentu yang langka serta
Lahan Gambut Untuk Budidaya
untuk
Kelapa Sawit.
melindungi
keanekaragaman
hayati. Kawasan ini diusulkan untuk
9.
Pedoman
Pemanfaatan
Inpres No. 10 Tahun 2011 Tentang
dipertahankan tetap seperti aslinya atau
Penundaan Pemberian Izin Baru dan
dipreservasi
sebagai
Penyempurnaan Tata Kelola Hutan
kawasan non budidaya. Dasar hukum
Alam Primer dan Lahan Gambut,
dan kebijakan pemerintah dalam upaya
yang saat ini telah mengalami revisi
pelestarian hutan rawa gambut adalah
hingga revisi ke 8.
dengan
status
sebagaimana tertera pada kalimat berikut
ini:
1.
Rencana Aksi Nasional Penurunan
Keppres
32/1990
Pengelolaan
Kawasan Lindung
2.
10. Perpres No. 61 Tahun 2011 Tentang
PP 26 Thn 2008 Tentang RTRWN
Emisi GRK.
11. Perpres No.71 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Inventerisasi GRK
Nasional.
145
2016
PIPER No. 23 Volume 12 Oktober
Upaya Konservasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut
12. Strategi
Nasional
Pengelolaan
Ekosistem Gambut .
13. RPP Perlindungan dan Pengelolan
Ekosistem Gambut.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., dan Subiksa, IGM. 2008. Lahan Gambut: Potensi Untuk Pertanian dan
Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Ashton P.S. 2009. Conservation of Borneo biodiversity: do small lowland parks have a
role, or are big inland sanctuaries sufficient? Brunei as an example. Biodiversity
and Conservation: P 1. 343-356.
BAPPENAS-PHPA-The World Bank. 3. The World Bank. 1997. Investing in
Biodiversity: A Review of Indonesia’s Integrated Conservation and
Development Projects. The World Bank Indonesia and Pacific Islands
Development Departement.
Bismark M. 2014. Model pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Ekosistem, Jakarta.
Indonesia.
Catherine M. Y and Lalita N. Gomez. 2009. Leaf Litter Decomposition In A Tropical Peat
Swamp Forest In Peninsular Malaysia. Wetland Ecol Manage. 17: 231-241.
PIPER No. 23 Volume 12 Oktober 2016
146
Download