meningkatkan kapasitas peran perwakilan rakyat

advertisement
MENINGKATKAN KAPASITAS
PERAN PERWAKILAN RAKYAT
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Makalah pendamping dari makalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dengan judul tersebut dalam Workshop Meningkatkan Kapasitas Peran dan Fungsi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat di Bandung
5 – 6 September 2006
Oleh
DR. DRS. ASTIM RIYANTO, SH, MH.
Dosen Teori dan Hukum Konstitusi UPI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI JAWA BARAT
BANDUNG
2006
MENINGKATKAN KAPASITAS PERAN PERWAKILAN RAKYAT
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *)
Oleh Dr. Drs. Astim Riyanto, SH, MH.**)
Pendahuluan
Konsep demokrasi dirintis dan dipraktikkan di negara kota Athena dalam bentuk
langsung, kemudian berkembang menjadi demokrasi modern (demokrasi negara bangsa
yang kemunculannya berkaitan dengan perkembangan negara bangsa) dengan sistem
perwakilan yang dimulai dengan Revolusi Perancis pada akhir abad ke-18 dan selanjutnya
menyebar ke berbagai Negara sampai saat ini dengan komonalitas dan keunikan praksis
demokrasi masing-masing. Komonalitas praksis demokrasi yang menonjol upaya untuk
memberikan jaminan pelaksanaan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang pokok
yaitu life, liberty, and property. Keunikan praksis demokrasi yang menonjol dari sekian
banyak negara yang menerapkan konsep demokrasi, yang secara global dapat ditempatkan
dalam satu kontinum yang merentang antara titik demokrasi liberal ala Amerika Serikat
yang sangat mementingkan individu dengan demokrasi fasistis ala komunis yang dipimpin
oleh Uni Soviet yang menempatkan kepentingan negara yang paling utama. Negara-negara
yang lainnya termasuk Indonesia tersebar dalam titik-titik pada kontinum itu.1
Kata ”democracy” dalam bahasa Inggris yang dalam bahasa Indonesia lazim disebut
demokrasi atau kerakyatan berasal dari kata ”demos” yang berarti rakyat dan ”cratein” atau
”cratos” yang berarti pemerintahan dalam bahasa Latin, yang secara kesatuan berarti
pemerintahan rakyat. Atas dasar dari demokrasi ini, Abraham Lincoln dalam kapasitas
sebagai Presiden Amerika Serikat merumuskan menjadi ”Demokrasi ialah pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” (Democracy is government from the people, by
the people, and for the people”).
The Advanced Learner’s Dictionary of Current English mengemukakan negeri
___________________
*)
Judul diambil dari makalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanggal 11 Agustus 2006
disampaikan dalam Workshop Meningkatkan Kapasitas Peran dan Fungsi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat di Bandung tanggal 5 – 6 September 2006.
**)
Dosen (Lektor Kepala/Golongan IV/c) Teori dan Hukum Konstitusi Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI).
1
Lihat dan bandingkan Prof.Dr.H.Udin S.Winataputra,MA., Guru Besar dan Direktur Porgram
Pascasarjana Universitas Terbuka (UT) Jakarta, Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi, Makalah,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, Jakarta, 2006, hlm. 12.
1
2
dengan prinsip-prinsip pemerintahan di mana semua warga negara dewasa turut
berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih untuk mengisi lembaga
perwakilan (contry with principles of government in which all adult citizens share through
their elected representatitves).2 Konsep demokrasi bersifat multidimensional, yakni ”secara
filosofis demokrasi sebagai idea, norma, dan prinsip; secara sosiologis sebagai sistem sosial;
dan secara psikologis sebagai wawasan, sikap, dan perilaku individu dalam hidup
bermasyarakat”.3 Demokrasi sebagai suatu sistem sosial kenegaraan, United States
Information Service (USIS) mengintisarikan :
… demokrasi sebagai sistem yang memiliki 11 (sebelas) pilar atau soko guru, yakni
”Kedaulatan Rakyat; Pemerintahan Berdasarkan Persetujuan dari Yang Diperintah;
Kekuasaan Mayoritas; Hak-hak Minoritas; Jaminan Hak-hak Asasi Manusia; Pemilihan yang
Bebas dan Jujur; Persamaan Di Depan Hukum; Proses Hukum yang Wajar; Pembatasan
Pemerintahan secara Konstitusional; Pluralisme Sosial, Ekonomi, dan Politik; dan Nilai-nilai
Toleransi, Pragmatisme, Kerja Sama, dan Mufakat”.4
Sementara itu, Prof.Dr.H.Achmad Sanusi,SH,MPA. mengidentifikasi adanya 10
(sepuluh) pilar demokrasi konstitusional menurut UUD 1945, yakni :
Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa, Demokrasi dengan Kecerdasan, Demokrasi
yang Berkedaulatan Rakyat, Demokrasi dengan Rule of Law, Demokrasi dengan Pembagian
Kekuasaan Negara, Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia, Demokrasi Dengan Pengadilan
yang Merdeka, Demokrasi Dengan Otonomi Daerah, Demokrasi dengan Kemakmuran, dan
Demokrasi dengan Berkeadilan Sosial.5
Jika dibandingkan, sesungguhnya secara esensial terdapat kesesuaian antara 11 pilar
demokrasi universal ala USIS (1991) dengan 9 dari 10 pilar demokrasi Indonesia ala
Prof.Dr.H.Achmad Sanusi,SH,MPA. (1998). Yang tidak terdapat dalam pilar demokrasi
universal adalah salah satu pilar demokrasi Indonesia, yaitu Demokrasi Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan inilah yang merupakan khasnya demokrasi Indonesia,
yang dalam pandangan Maududi dan kaum muslim disebut ”teodemokrasi”6, yakni
demokrasi dalam konteks kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan perkataan lain,
___________________
2
Hornby, A.S., E.V.Gatenby, and H.Wakefield, The Advanced Learner’s Dictionary of Current
English, Oxford University Press, London, 1962, hlm. 261, dalam Prof.Dr.H.Udin
S.Winataputra,MA., ibid., hlm. 3.
3
Prof.Dr.H.Udin S.Winataputra,MA., ibid., hlm. 4.
4
Lihat United States Information Service (USIS), What is Democracy, Washington, 1991, hlm. 6,
dalam Prof.Dr.H.Udin S.Winataputra,MA., idem.
5
Lihat Prof.Dr.H.Achmad Sanusi,SH,MPA., Memberdayakan Masyarakat Dalam Pelaksanaan
10 Pilar Demokrasi, Makalah, Panitia Semlok PPKn IKIP Bandung, Bandung, 1998, hlm. 4 – 12,
dalam Prof.Dr.H.Udin S.Winataputra,MA., idem.
6
Lihat John L.Elposito and John O.Voll, Demokrasi Di Negara-negara Islam : Problem dan
Prospek, Mizan, Bandung, 1999, hlm. 28, dalam Prof.Dr.H.Udin S.Winataputra,MA., loc. cit.
3
demokrasi universal bernuansa sekuler, sedangkan demokrasi Indonesia bernuansa
Ketuhanan Yang Maha Esa.7
Dilihat dari segi tradisi pemikiran politik, Torres (1998) mengelompokkan
demokrasi ke dalam tiga tradisi pemikiran politik, yaitu classical Aristotelian theory,
medieval theory, and comtemporary doctrine. Dalam classical Aristotelian theory of
democracy terkandung tradisi pemikiran politik Aristoteles mengenai demokrasi yang
merupakan salah satu bentuk pemerintahan, yakni pemerintahan oleh seluruh warga negara
yang memenuhi syarat kewarganegaraan (the government of all citizens who enjoy the
benefits of citizenship). Dalam medieval theory of democracy terkandung tradisi pemikiran
politik yang menerapkan Roman Law dan konsep popular souvereignty menempatkan suatu
landasan pelaksanaan kekuasaan tertinggi di tangan rakyat (a foundation for the exercise of
power, leaving the supreme power in the hands of the people). Dalam contemporary
doctrine of democracy terkandung tradisi pemikiran politik mengenai konsep republik
sebagai bentuk pemerintahan rakyat yang murni (the most genuinely popular form of
government).8
Pada bagian lain, Torres (1998) melihat demokrasi dalam dua aspek, yaitu formal
democracy dan substantive democracy. Formal democracy menunjuk pada demokrasi
dalam arti sistem pemerintahan, sedangkan substantive democracy menunjuk pada proses
demokrasi. Substantive democracy diidentifikasi ke dalam empat bentuk demokrasi, yaitu :
(1) protective democracy, (2) developmental democracy, (3) equilibrium democracy, dan (4)
participatory democracy.
1. Protective democracy.
Konsep protective democracy merujuk pada perumusan Jeremy Bentham dan James
Mill ditandai oleh kekuasaan ekonomi pasar (the hegemony of market economy), di mana
proses pemilihan umum (pemilu) dilakukan secara reguler sebagai upaya untuk memajukan
kepentingan pasar dan melindunginya dari tirani negara (to advance market interests and to
protect against the tirany of the state within this settin”).
2. Developmental democracy.
Konsep developmental democracy ditandai oleh model manusia sebagai individu
yang posesif (the model of man as a prossessive individualist), yakni manusia sebagai
___________________
7
8
Prof.Dr.H.Udin S.Winataputra,MA., idem.
Prof.Dr.H.Udin S.Winataputra,MA., idem.
4
conflicting, self-interested consumers and appropriators, yang dikompromikan dengan
konsepsi manusia sebagai makhluk yang mampu mengembangkan kekuasaan atau
kemampuannya (a being capable of developing his power or capacity). Juga menempatkan
democratic participation sebagai central route to self development.
3. Equilibrium democracy.
Konsep equilibrium democracy atau pluralist democracy yang dikembangkan oleh
Josefh Schumpeter yang berpandangan perlunya penyeimbangan nilai partisipasi dan
pentingnya apatisme (depreciates the value of participation and appreciates the functional
importance of apathy), dengan alasan Apatisme di kalangan mayoritas warga negara
menjadi fungsional bagi demokrasi karena partisipasi yang intensif sesungguhnya
dipandang tidak efisien bagi individu yang rasional (Apathy among a majority of citizens
now becomes functional to democracy, because intensive participation is inefficient to
rational individuals). Selain itu, Partisipasi membangkitkan otoritarianisme yang laten
dalam massa dan memberikan beban yang berat dengan tuntutan yang tidak bisa dipenuhi
(Participation activates the authoritariannism already latent in the masses, and overloads
the system with demands which it cannot meet).
4. Participatory democracy.
Konsep participatory democracy yang diteorikan oleh C.B. Machperson yang
dibangun dari pemikiran paradoks dari Jean Jacques Rousseau yang menyatakan : Kita tidak
dapat mencapai partisipasi yang demokratis tanpa perubahan lebih dulu dalam
ketakseimbangan sosial dan kesadaran sosial tetapi juga kita tidak dapat mencapai
perubahan dalam ketakseimbangan sosial dan kesadaran sosial tanpa peningkatan partisipasi
lebih dulu (We cannot achieve more democratic participation without a prior change in
social inequality and in consciousness but we cannot achieve the changes in social
inequality and consciousness without a prior increase in democratic participatio”). Dengan
perkataan lain, perubahan sosial dan partisipasi demokratis perlu dikembangkan secara
bersamaan karena satu sama lain saling memiliki ketergantungan.9
Mensitir pendapat Mansbridge mengenai Participation and Democrative Theory,
Torres (1998) mengatakan fungsi utama partisipasi dalam teori demokrasi partisipatif
adalah bersifat edukatif dalam arti yang sangat luas (the major function of participation in
the theory of participatory democracy is … an educative one, educative in a very widest
___________________
9
Prof.Dr.H.Udin S.Winataputra,MA., ibid., hlm. 4 – 5.
5
sense). Peranan negara demokratis dalam dua sisi, yaitu demokrasi sebagai method dan
demokrasi sebagai content. Demokrasi sebagai method berkenaan dengan political
representation yang mencakup regular voting procedures, free elections, parliamentary and
judicial system free from executive control, nations of checks and balances in the system,
predominance of individual rights over collective rights, and freedom of rights. Demokrasi
sebagai content berkenaan dengan poltical participation by the people in public affairs.10
Demokrasi Perwakilan
Ditinjau dari sistem pelaksanaannya, demokrasi dibedakan menjadi demokrasi langsung (direct democracy) dan demokrasi tidak langsung (indirect democracy) atau demokrasi
perwakilan (representative democracy). Mengenai demokrasi langsung, S.Toto Pandojo,SH.
mengatakan :
Demokrasi langsung (direct democracy), yaitu suatu sistem politik yang memberikan kepada
rakyatnya, secara langsung (tanpa melalui wakil-wakilnya) hak untuk ikut serta melakukan
kegiatan-kegiatan kenegaraan di bidang politik.11
Demokrasi langsung (direct democracy) menurut sejarahnya, secara murni (relatif)
dapat dilaksanakan pada abad ke-6 hingga ke-3 sM pada zaman Yunani kuno. Sistem
demokrasi langsung dapat dilaksanakan di negara-negara kota (city state) yang dinamakan
polis, karena wilayah negara-negara kota tersebut tidak luas (terbatas) dan jumlah
penduduknya sangat sedikit (kurang lebih 300.000 jiwa dalam satu wilayah). Rakyat suatu
negara kota dapat diperintahkan berkumpul di tempat-tempat tertentu, pada waktu yang
bersamaan untuk diminta pendapatnya (setuju atau menolak) mengenai sesuatu hal dalam
bidang kenegaraan yang penting, misalnya melakukan perang dengan negara kota yang lain.
Sisa-sisa sistem demokrasi langsung yang sekarang masih berlangsung adalah lembaga
referendum di Swiss (Switzerland).
Sistem demokrasi langsung, kiranya pada waktu sekarang kecil sekali ada negara
yang masih menjalankannya dalam arti terhadap keseluruhan masalah kenegaraan, atau
boleh dikatakan tidak ada, karena : (1) pada umumnya wilayah sesuatu negara luas, (2) pada
umumnya rakyat sesuatu negara sudah berjumlah besar, dan (3) masalah kenegaraan yang
bersifat politis jumlahnya semakin meningkat, kompleks, dan rumit.
Perihal demokrasi tidak langsung (indirect democracy) atau demokrasi perwakilan
___________________
10
Prof.Dr.H.Udin S.Winataputra,MA., ibid., hlm. 6.
S.Toto Pandojo,SH., Ulasan Terhadap Beberapa Ketentuan Undang-Undang Dasar 1945,
Proklamasi, dan Kekuasaan MPR, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm. 63.
11
6
(representative democracy). S. Toto Pandojo,SH. mengemukakan :
Demokrasi perwakilan juga disebut demokrasi tidak langsung (indirect democracy atau
representative democracy), adalah suatu sistem politik dengan memberikan hak kepada
rakyatnya secara tidak langsung atau dengan melalui para wakilnya untuk ikut serta
melakukan kegiatan-kegiatan kenegaraan di bidang politik. Dalam hal ini lazimnya masih
terdapat kegiatan kenegaraan tertentu saja yang masih dilakukan secara langsung, misalnya
Pemilihan Umum, yang dilakukan oleh rakyat (pemilih) untuk memilih wakil-wakilnya yang
akan menjadi anggota lembaga perwakilan rakyat, baik untuk tingkat pusat maupun tingkat
daerah.12
Pada waktu sekarang sebagian besar negara-negara demokrasi (yang menamakan
dirinya negara demokrasi) menganut sistem demokrasi perwakilan (representative
democracy). Hal ini dapat dimengerti karena kondisi negara pada umumnya pada waktu
sekarang hanya memungkinkan untuk melaksanakan demokrasi dengan sistem demokrasi
tidak langsung atau demokrasi perwakilan.13
S. Toto Pandojo, SH. menyatakan suatu Negara demokrasi atau yang menamakan
negara demokrasi yang menganut sistem demokrasi tidak langsung atau demokrasi
perwakilan, maka di negara tersebut harus terdapat lembaga perwakilan rakyat. Oleh sebab
lembaga perwakilan dalam hal ini berfungsi sebagai wadah wakil-wakil rakyat menyalurkan
pendapat, aspirasi, atau saran, dan melakukan pengamatan serta pengawasan rakyat kepada
pemerintah dan atau lembaga-lembaga negara yang lain, dan untuk menentukan keputusan
politik atau kebijakan lainnya. Jadi, dalam suatu sistem politik masyarakat berfungsi sebagai
input, yaitu berwujud pernyataan keinginan dan tuntutan masyarakat (social demand),
sedangkan pemerintah berfungsi sebagai out put, yaitu menentukan kebijakan umum yang
bersifat keputusan politik (political decision).14
Apabila di suatu Negara tidak terdapat lembaga perwakilan rakyatnya, berarti
negara itu sekali-kali bukan merupakan Negara demokrasi (dengan sistem demokrasi
perwakilan). Jika dalam sistem politik suatu Negara, sudah terdapat lembaga perwakilan
rakyat, meskipun bentuk dan pengisian keanggotannya belum seperti sebagaimana
lazimnya, tetapi terhadap sistem politik Negara tersebut sudah menunjukkan adanya
demokratisasi di dalam masyarakat Negara yang bersangkutan. Oleh karena sedikit banyak
kekuasaan yang ada di tangan penguasa (lebih-lebih kalau dipegang oleh seorang tiran)
sudah berkurang, meskipun hanya di bidang pembuatan peraturan hukum dan atau di bidang
___________________
12
S.Toto Pandojo,SH., ibid., hlm. 66.
Lihat S.Toto Pandojo,SH., idem.
14
Lihat S.Toto Pandojo,SH., ibid., hlm. 57.
13
7
pembuatan peraturan hukum dan atau di bidang pertanggungjawaban kebijakan. Dengan
demikian, berarti kemauan penguasa (mungkin seorang) tidak dapat dengan begitu saja
dipaksakan pelaksanaannya, sebab lembaga perwakilan rakyat tersebut tentu akan
memberikan suara negatif sebagai reaksi terhadap tindakan penguasa tersebut apabila
berakibat memberatkan beban kepada rakyat, kecuali kalau lembaga perwakilan rakyat tadi
karena sesuatu hal sudah kehilangan fungsinya sebagai wakil rakyat.15
Bangunan Negara
Dengan mengacu kepada pendapat C.F. Strong,OBE,MA,Ph.D. mengenai adanya
dua jenis bentuk negara, yaitu negara kesatuan (unitary state) dan negara serikat (federal
state), Prof.Padmo Wahjono,SH. mengemukakan bangunan negara tergantung dari dua jenis
bentuk negara tadi. Perbedaannya, pada negara kesatuan tidak terdiri atas negara-negara
bagian, sedangkan negara serikat terdiri atas negara-negara bagian. Kedua jenis bentuk
negara ini menentukan organisasi negara. Berbicara mengenai negara kesatuan dengan
sistem desentralisasi atau otonomi, maka terasa kebutuhan untuk membedakannya dengan
negara serikat. Perbedaan kedua jenis bentuk negara ini mempengaruhi organisasi negara.
Dalam negara serikat masih dijumpai perbedaan dalam menentukan pembagian kekuasaan
antara Pemerintah Federal dan Pemerintah Negara Bagian. Ada dua cara dalam menentukan
pembagian kekuasaan di negara serikat, yaitu menyebutkan/merumuskan dengan tegas
wewenang negara bagian dan selebihnya menjadi wewenang Pemerintah Federal serta
sebaliknya menyebutkan/merumuskan dengan tegas wewenang Pemerintah Federal dan
selebihnya termasuk wewenang Pemerintah Pemerintah Negara Bagian. Wewenang yang
tidak dirumuskan dengan tegas itu disebut dengan istilah reserve of powers, residuary
powers, atau residual powers, yaitu wewenang yang tidak dirumuskan dengan tegas atau
dianggap tidak penting atau yang belum bisa dirumuskan. Di dalam memakai cara yang
pertama di mana wewenang selebihnya diberikan kepada Pemerintah Federal, maka negara
serikat mendekati negara kesatuan. Jadi, negara bagian sudah ada wewenang yang tertentu
atau disebutkan sebagai negara serikat yang kurang murni atau dengan istilah yang lain
”pseudo federal”. Negara serikat yang mendekati negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi, di mana wewenang daerah otonom (daerah swatantara) sudah dirumuskan
dengan tegas dan selebihnya termasuk wewenang Pemerintah Pusat.16
_____________________________
15
Lihat S.Toto Pandojo,SH., ibid., hlm. 67.
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., Ilmu Negara, Cetakan Kedua (Cetakan Pertama
1961), Ind-Hill-Co., Jakarta, 1999, hlm. 138-139.
16
8
Ditilik dari segi jenisnya, negara kesatuan sebagai negara satu negara (negara
tunggal) dengan kedaulatan tidak terbagi dapat digolongkan ke dalam dua jenis negara
kesatuan, yaitu negara kesatuan dengan sentralisasi dan negara kesatuan dengan
desentralisasi. Negara kesatuan dengan sentralisasi dianut oleh negara-negara kesatuan yang
tergolong kecil atau relatif kecil, sedangkan negara kesatuan dengan desentralisasi dianut
oleh negara-negara kesatuan yang tergolong besar atau relatif besar. Mengenai negara
kesatuan dengan desentralisasi, C.F.Strong,OBE,MA,Ph.D. mendefinisikan :
A unitary state is one organised under a single central government; that is to say, whatever
powers are possessed by the various districts within the area administered as a whole by the
central government, are held at the discretion of that government, and the central power is
supreme over the whole without any restrictions imposed by any law granting special powers
to its parts.17
Pada bagian lain C.F.Strong,OBE,MA,Ph.D. mengatakan : ”… a unitary state is one
in which we find ”the habitual exercise of supreme legislative authority by one central
power”, …”.18 Selanjutnya, C.F.Strong,OBE,MA,Ph.D. mengemukakan : ”The two
essential qualities of a unitary state may therefore be said to be (1) the supremacy of the
central parliament and (2) the absence of subsidiary sovereign bodies.19
Mengacu kepada pendapat C.F.Strong,OBE,MA,Ph.D. tersebut dapat diajukan ciriciri negara kesatuan dengan desentralisasi, yaitu : (1) suatu negara yang daerahnya
diorganisasikan di bawah pemerintah pusat, (2) kekuasaan-kekuasaan dalam wilayah
diadministrasikan sebagai suatu keseluruhan oleh pemerintah pusat, (3) kekuasaankekuasaan yang dimiliki oleh daerah-daerah sebagai suatu keseluruhan dikendalikan oleh
kebijakan pemerintah pusat, (4) pemerintah pusat adalah tertinggi di atas keseluruhan tanpa
suatu pembatasan-pembatasan yang ditimbulkan oleh suatu perizinan hukum terhadap
kekuasaan-kekuasaan khusus kepada daerah-daerah bagiannya, serta (5) kekuasaan legislatif
tertinggi dipegang dan dijalankan oleh kekuasaan pusat.
Berdasarkan adanya dua jenis negara kesatuan (negara kesatuan dengan sentralisasi
dan negara kesatuan dengan desentralisasi) tadi, maka secara komprehensif dan integral
negara kesatuan dapat dirumuskan :
Negara kesatuan ialah negara satu negara atau negara tunggal dengan kedaulatan tidak
1
___________________
17
C.F.Strong,OBE,MA,Ph.D., Modern Political Constitutions An Introduction to the Comparative
Study of their History and Existing Form, Fifth Printed, Sidgwick & Jackson Limited, London,
1960, hlm. 61.
18
C.F.Strong,OBE,MA,Ph.D., ibid., hlm. 76.
19
C.F.Strong,OBE,MA,Ph.D., ibid., hlm. 80.
9
terbagi, namun karena kebutuhan untuk negara kesatuan dengan desentralisasi, bukan negara
kesatuan dengan sentralisasi, daerah-daerah diorganisasikan dan wilayah-wilayah diadministrasikan oleh pemerintah pusat ke dalam daerah-daerah dan/atau wilayah-wilayah
yang lebih kecil agar penyelenggaraan pemerintahan beserta pemerintahan daerahnya berjalan
efektif.
Secara teoretis dan empiris, jenis negara kesatuan dengan desentralisasi dapat
dikelompokkan ke dalam lima macam negara kesatuan dengan desentralisasi, yaitu : (1)
negara kesatuan dengan desentralisasi yang sentralistik, (2) negara kesatuan dengan
desentralisasi yang desentralistik, (3) negara kesatuan dengan desentralisasi yang
proporsional, (4) negara kesatuan dengan desentralisasi yang federalistik, dan (5) negara
kesatuan dengan desentralisasi yang konfederalistik. Berdasarkan Pasal 1 (1) UUD 1945
mengenai bentuk negara jo Pasal 18 UUD 1945 (2000) mengenai Pemerintahan Daerah jo
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, negara Indonesia termasuk ke dalam
negara kesatuan dengan desentralisasi yang federalistik mengandung kadar desentralistik
dan konfederalistik. Sementara itu, negara serikat sebagai negara gabungan/persatuan
dengan kedaulatan ke dalam terbagi, dapat digolongkan ke dalam tiga jenis negara serikat,
yaitu : (1) negara serikat yang unitaristik, (2) negara serikat yang murni, dan (3) negara
serikat yang konfederalistik.
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa bangunan negara suatu negara
tergantung pada bentuk negara yang dianut, apakah bentuk negara kesatuan ataukah bentuk
negara serikat. Untuk negara yang menganut bentuk negara kesatuan, apakah jenis negara
kesatuan dengan sentralisasi ataukah bentuk negara kesatuan dengan desentralisasi. Untuk
negara kesatuan dengan desentralisasi, menunjukkan bangunan negara c.q. susunan
pemerintahan negara kesatuan atau Shepherd L.Witman dan John J.Wuest20 menyebutnya
dengan unitary systems of government : (1) konstitusi dapat tertulis atau tidak tertulis; (2)
pemerintah pusat yang di dalamnya terdapat lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan
lembaga yudikatif bersifat otonom; (3) di bawah pemerintah pusat terdapat pemerintahan
regional dan lokal; serta (4) pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada
pemerintahan regional dan lokal yang bertanggungjawab kepada pemerintah pusat.
Dalam pada itu, untuk negara serikat, menunjukkan banguan negara c.q. susunan
pemerintahan negara serikat atau Shepherd L. Witman dan John J.Wuest21 menyebutnya
1
_____________________________
20
Lihat Shepherd L.Witman and John J.Wuest, Visual Outline of Comparative Government,
Littlefield, Adams & Co., Paterson, New York, 1963, hlm. 13.
21
Lihat Shepherd L.Witman and John J.Wuest, idem.
10
dengan federal systems of government : (1) Konstitusi tertulis kecuali di negara serikat yang
unitaristik berupa UU bermuatan konstitusi berfungsi sebagai traktat; (2) kedudukan
pemerintahan federal dan pemerintah negara bagian setaraf; (3) negara bagian memiliki
konstitusi; (4) di negara bagian terdapat pemerintah pusat negara bagian yang disebut
pemerintahan regional atau negara; (5) di bawah pemerintah pusat negara bagian terdapat
pemerintahan distrik dan atau lokal; serta (6) pemerintah pusat di negara bagian
memberikan
kewenangan
kepada
pemerintahan
distrik
dan
atau
lokal
yang
bertanggungjawab kepada pemerintah pusat negara bagian.
Membandingkan bangunan negara c.q. susunan pemerintahan negara kesatuan
dengan desentralisasi dan negara serikat ternyata bangunan negara c.q. susunan pemerintahan negara serikat jauh lebih kompleks. Lagi pula karena ”negara serikat” atau dengan
nama lain ”negara persatuan” sebagai negara gabungan negara-negara dengan kedaulatan ke
dalam terbagi yang terdiri atas negara-negara yang berdaulat ke dalam yang hanya diikat
oleh Konstitusi Federal atau UU bermuatan konstitusi dengan sendirinya bentuk negara ini
rentan akan perpecahan atau negara-negara bagiannya untuk menyatakan merdeka, berdiri
sendiri, dan berdaulat penuh. Hal seperti itu tidak dialami/dihadapi oleh bentuk negara
kesatuan sebagai bentuk negara yang kokoh dibandingkan dengan bentuk negara serikat.
Badan Perwakilan
Di negara yang menganut demokrasi dengan perwakilan dijumpai badan
perwakilan. Prof.Mr.Dr.J.H.A. Logemann mengemukakan mythe abad ke-19 adalah
demokrasi dengan perwakilan. Dalam demokrasi langsung pada zaman Yunani kuno tidak
terdapat perwakilan atau sistem perwakilan, karena rakyat secara langsung menjalankan
sendiri segala hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam bidang kenegaraan. Dalam zaman
Romawi mengenai perwakilan tidak pula dijumpai. Dalam praktik pelaksanaan kenegaraan
di Romawi timbul suatu konstruksi yang memberi bentuk yang lain pada teori kenegaraan
Yunani kuno, yaitu Lex Regia dari Ulpianus, suatu penyerahan kekausaan rakyat kepada
Caesar. Ini oleh para sarjana dianggap sebagai suatu perwakilan, yaitu rakyat mewakilkan
hak-hak kenegaraannya kepada suatu badan tertentu, tetapi perwakilan semcam ini tidak
merupakan perwakilan yang sebenarnya yang sesuai dengan yang terdapat dalam praktik
kenegaraan sekarang. Hal ini hanyalah merupakan perwakilan yang teoretis yang oleh
Dr.Georg Jellinek disebut ”suatu perwakilan yang bukan sebenarnya” atau ”suatu
perwakilan yang mengabsorbsi segala hak-hak kenegaraan dari yang diwakili” (absorbtiven
1
11
representatie).22
Badan perwakilan seperti yang kita kenal sekarang timbul dalam sistem feodal,
yaitu pada abad penegahan. A.F.Pollard dalam bukunya The Evolution of Parliament
mengatakan : ”Representation was not the off spring of democratic theory, but an incident
of the feodal system”. Dalam sistem feodal dijumpai tuan-tuan tanah meminjamkan
tanahnya kepada bangsawan-bangsawan dan kemudian mereka menjadi tuan tanah di
daeranya sendiri dengan mempunyai rakyat. Orang-orang yang meminjam tanah itu kadangkadang dipanggil oleh tuan-tuan tanah dalam soal-soal yang perlu. Dengan demikian, orangorang yang meminjam tanah itu berkumpul dan mewakili orang-orang yang tinggal di
wilayah-wilayah yanmg didudukinya itu. Di abad pertengahan itu dijumpai suatu badan
yang kemudian berkembang menjadi badan perwakilan. Dr. Georg Jellinek mengemukakan
tiga sebab timbulnya konstruksi perwakilan : (1) sifat hukum perdata, pengaruh hukum
perdata Romawi di abad pertengahan yang menyebabkan timbulnya sistem perwakilan; (2)
adanya sistem dualis (rex dan regnum) di abad pertengahan, yaitu adanya hak raja dan hak
rakyat yang mengakibatkan timbulkannya perwakilan itu untuk mencerminkan hak
rakyat; serta (3) di abad pertengahan walaupun tuan-tuan tanah itu merupakan pusat
kekuasaan, tetapi pusat kekuasaan itu sebenarnya tidak ada.23
Di zaman modern konstruksi perwakilan mengalami perkembangan di mana Inggris
dan Perancis mempengaruhi perkembangan itu. Konstruksi perwakilan muncul karena
rakyat perlu diwakili hak-haknya dalam bidang kenegaraan. Dilihat dari segi yang lain
adanya perwakilan itu berdasarkan kebutuhan yang efisien untuk mewakilkan wilayah itu
kepada satu orang untuk dapat menaati negara. Dilihat dari segi pelaksanaan kedaulatan,
John W. Burgers dalam Political Science and Constitutional Law mengatakan pelaksanaan
kedaulatan dapat dijalankan dengan dua cara, yaitu :
1. Immediate government (langsung) di sini negara langsung melaksanakan kedaulatan;
jadi, tidak melalui alat-alat perlengkapan negara yang lain. Di sini timbul sifat absolut
dan State dinamakan dengan Government.
2. Representative government (perwakilan) di sini negara tidak langsung melaksanakan
kedaulatan; jadi, melalui alat-alat perlengkapan negara yang lain. Di sini timbul sifat
demokratis dan State dijelmakan dengan Government.
___________________
22
23
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., ibid., hlm. 185-186.
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., ibid., hlm. 186.
12
Dengan demikian, sebenarnya perwakilan ini timbulnya bukan dalam zaman Yunani
kuno, melainkan sebagai suatu bangunan hukum yang timbul dari sistem feodal dalam abad
pertengahan.24
Dalam hal perwakilan, Inggris dianggap yang pertama kali mengembangkan sistem
perwakilan di bidang ketatanegaraan. Di sini timbulnya tidak berbeda dengan seperti pada
abad pertengahan, hanya seginya berbeda sedikit. Mula-mula diadakan wakil-wakil dari
wilayah-wilayah, yaitu orang-orang yang akan mendampingi raja dalam menjalankan
tindakannya orang ini biasanya yang mewakili tanah (peminjam), menjadi pembesar suatu
wilayah (mayores terrae) yang kemudian bergelar Lord. Di sini dijumpai perwakilan dari
suatu wilayah seperti pada abad pertengahan. Tugas dari wakil-wakil itu memberi petunjukpetunjuk atau pertimbangan kepada raja apabila dia mengadili suatu soal misalnya
mengenai persoalan-persoalan baru dalam bidang hukum. Majelis ini dinamakan Curia
Regis. Kemudian, muncul tugas mereka untuk membuat peraturan. Jadi, merupakan suatu
dewan yang memutuskan atau mengambil suatu keputusan. Di sini dijumpai segi yuridis
atau timbulnya tugas perundang-undangan dari Parlemen. Untuk keperluan-keperluan
kenegaraan, raja menarik uang dari bangsawan-bangsawan di daerah-daerah untuk anggaran
belanja negara. Ini tidak cukup kalau hanya dari Lord-Lord saja, tetapi juga dari orangorang kaya, pembesar-pembesar dari lapiran masyarakat yang masing-masing harus
diwakili agar dapat memberi uang untuk Negara. Dilihat dari segi ini perwakilan tidak
untuk membuat hukum atau Undang-undang, tetapi untuk membuat lapisan-lapisan
masyarakat guna menuntukan anggaran belanja yang kemudian berkembang menjadi
kebijakan negara. Jadi, yang mulanya dari segi kebutuhan uang untuk menjalankan
pemerintahan negara kemudian menjelma melaksanakan tugas-tugas politis, maka di sini
djumpai badan yang disebut Magnum Consilium atau Parlementum, yang kemudian
dianggap asal mula dari perwakilan dalam pengertian modern.25
Di Inggris karena sifat adanya bangsawan tadi, maka bentuk perwakilan
berkembang menjadi dua majelis. Yang pertama badan yang bersifat sebagai penasihat
yuridis yang kemudian menjadi House of Lords dan di samping itu suatu majelis tersendiri
dari lapisan-lapisan masyarakat yang kemudian menjadi House of Commons. Setelah
kekuasaan absolut dari raja dihapuskan, maka kekuasaan tersebut berpindah pada Parlemen
___________________
24
25
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., ibid., hlm. 186-187.
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., ibid., hlm. 187-188.
13
yang disebut Omnipotence. Di Perancis tidak banyak berbeda perkembangannya, meskipun
ada persoalan lain. Kebiasaan rakyat Galia (Perancis pada zaman Romawi) untuk berkumpul dalam menentukan soal-soal bersama dilanjutkan oleh penguasa-penguasa Romawi
sebagai suatu badan penasihat di bidang administratif. Oleh karena itu, di Perancis État
Generaux (Parlemen) mula-mula berfungsi sebagai penasihat raja. Di Perancis, État
Generaux di samping sebagai penasihat raja kemudian seperti di Inggris menjadi dewan
perwakilan lapisan-lapisan masyarakat untuk menentukan pembiayaan-pembiayaan Negara.
Di samping wilayah-wilayah, kota-kota timbul pada abad pertengahan yang mendapat hak
untuk diwakili.26
Timbul persoalan tentang hubungan antara wakil dan yang diwakili. Dalam kaitan
dengan hal ini dijumpai teori-teori perwakilan yang membenarkan tindakan orang yang
duduk dalam perwakilan, yaitu : (1) teori mandat, (2) teori organ, (3) teori sosiologis, dan
(4) teori hukum objektif.
1. Teori mandat.
Di sini wakil-wakil itu duduk dalam perwakilan, karena (dianggap) memperoleh
mandat dari yang diwakili. Timbulnya teori ini karena sifat hakikat masa yang lampau yang
terdiri atas lapisan-lapisan masyarakat yang masing-masing diwakili dalam perwakilan,
sehingga tidak mungkin bagi wakil untuk bertindak semau-maunya atau menyimpang dari
kehendak lapisannya.
a. Teori mandat imperatif.
Yang menganggap wakil itu mendapat instruksi-instruksi yang tegas yang telah
ditentukan oleh yang diwakili, disebut ”teori mandat imperatif” (imperatief mandaat
theorie) terutama pada masa perwakilan itu hanya untuk menentukan anggaran belanja. Ada
suatu perintah, mana yang harus dan mana yang tidak boleh dijalankan. Sesudah teori
kedaulatan rakyat dari Jean Jacques Rousseau (1712-1778), teori ini mempunyai pengaruh
yang besar karena teori ini sesuai dengan teori kedaulatan rakyat, bahwa pemegang
kedaulatan tertinggi adalah rakyat. Namun, kewenangannya masih sangat terbatas pada hal
yang telah ditentukan oleh yang diwakili. Dalam perkembangannya, sifat teori ini
menghambat kebebasan wakil-wakil dalam melaksanakan tugasnya dalam setiap waktu.
Oleh karena setiap memutuskan bidang yang belum diinstruksikan tidak boleh. Jadi, harus
ada instruksi lebih dahulu, dan instruksi inilah yang merupakan penghambat. Pada masa
___________________
26
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., ibid., hlm. 188.
14
revolusi Perancis hal ini telah terasa. Ajaran mandat imperatif dipertahankan dalam satu
rapat Assemblēe Nationale Pecancis pada 1789, di mana wakil rakyat hanya dianggap
mandataris yang selalu harus mendengar petunjuk-petunjuk dari yang diwakilinya. Oleh
karena itu, teori ini sulit untuk dipertahankan. Dalam Negara modern terdapat
perkembangan yang lain. Sifat tergantung pada instruksi yang diwakilinya mengekang
wakil dan menghambat kelancaran pekerjaan perwakilan itu.27
b. Teori mandat bebas.
Menurut ”teori mandat bebas”, wakil tidak dianggap mewakili lapisannya atau
golongannya saja, tetapi juga dianggap mewakili rakyat seluruhnya. Wakil dianggap
mengetahui kebutuhan yang diwakilinya tanpa menunggu instruksi. Setiap waktu dapat
bertindak dan tidak tergantung pada instruksi. Ada kebebasan wakil untuk menentukan halhal yang akan diputuskan dalam perwakilan. Black Stone dari Inggris mengajurkan teori
mandat belas, yang sesuai dengan tujuan yang diwakilinya. Dari segi yuridis antara lain
Prof.Mr.Hugo Krabbe memberikan pembenaran yang lain, yaitu yang penting tugas wakilwakil rakyat untuk menentukan norma-norma hukum dan yang menjadi pegangannya
bukanlah instruksi, tetapi kesadaran hukum wakil. Mr.Thorbecke menganggap wakil adalah
orang-orang yang dipercayai, yang dapat bebas bertindak dalam mewakili rakyat
(zesstandige vertrouwensmannen). Mereka inilah orang-orang terpilih dan yang mewakili
kesadaran
hukum.
Kadang-kadang timbul
kemungkinan untuk
menyalahgunakan
perwakilan dengan tidak adanya mandat imperatif wakil akan bertindak menurut kemauan
sendiri. Oleh karena itu, di Eropa dan di Amerika Serikat diperlengkapi dengan referendum,
di mana secara langsung rakyat dapat mengontrol jalannya badan-badan perwakilan dalam
menjalankan kepentingan rakyat. Dalam pembentukan, rakyat menentukan wakilnya tetapi
setelah terpilih, wakil mendapat kebebasan. Di samping dengan referendum, kelemahan dari
mandat bebas dilengkapi dengan bangunan hukum yang disebut ”inisiatif rakyat”. Ini suatu
cara mengontrol wakil-wakil rakyat dalam menjalankan tugasnya.28
c. Teori mandat representatif.
”Teori mandate representative” (representatief mandaat theorie) merupakan
penghalusan dari teori mandat bebas. Teori dari Abbe Sieyēs itu memberi dasar lain untuk
menghindarkan kesulitan hubungan-hubungan hukum antara yang mewakili dan yang
1
__________________
27
28
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., ibid., hlm. 188, 196.
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., ibid., hlm. 188-189, 197.
15
diwakili. Olehnya dibedakan antara rakyat yang memilih dan hasil pilihannya dalam
Parlemen. Rakyat yang merupakan natie berfungsi memilih dan hasil pilihannya, rakyat
bukanlah satu orang, tetapi merupakan golongan dari orang-orang itu dalam Parlemen.
Natie memberikan mandat (mandans) dan Parlemen mandatarisnya. Di sini yang dilihat
bukan orang seorang wakil, tetapi badan perwakilan secara keseluruhan. Setelah rakyat
mempunyai kesadaran bernegara (natie), maka mereka sebagai pemegang kedaulatan
memberi mandat kepada Parlemen untuk melaksanakan kedaulatan tersebut. Cara
menyusun mandataris atau perwakilan, Abbe Sieyēs mendasarkan pada orang-orang yang
dipilih secara keseluruhan adalah orang-orang yang bertanggungjawab kepada yang
diwakili. Jadi, bukan orang perseorangan yang mendapat mandat. Secara yuridis, orang
perseorangan anggota-anggota Parlemen tidak ada hubungannya dengan yang memilih, dan
Parlemen secara keseluruhan anggota-anggota Parlemen yang bertanggungjawab kepada
rakyat. Orang perseorangan anggota Parlemen masih mempunyai kebebasan dalam
memutuskan, tetapi secara yuridis tidak mempunyai arti apa-apa walaupun dalam kenyataan
yang mengerjakan segala-galanya. Apabila ada penyelewengan, badan perwakilan itu secara
keseluruhan harus dibubarkan. Teori ini membantu memecahkan persoalan hubungan antara
yang memilih dan yang mewakili.29
2. Teori organ.
Mengatasi kesulitan yang dihadapi ajaran-ajaran delegasi wewenang yang
menimbulkan teori mandat dalam soal perwakilan, Otto von Gierke mencari teori lain, yaitu
penggunaan ”teori organ” (orgaan theorie) pada bidang ketatanegaraan, yang menganggap
negara itu tidak berbeda dengan organisme lain yang terdiri atas organ-organ yang
mempunyai hubungan satu sama lain dan mempunyai fungsi sendiri-sendiri dan masingmasing saling bergantung satu sama lain. Dalam soal perwakilan, teori ini ada pengaruhnya
dari Paul Laband (1838-1918) yang meneliti negara dari sudut hukum dan Dr.Georg
Jellinek (1851-1911) keduanya sarjana dari Jerman yang menganut teori kedaulatan negara
yang mengutamakan negara daripada hukum. Mereka mengusahakan jangan sampai
terlampau mempersoalkan hubungan antara yang mewakili dan yang diwakili dari segi
hukum. Jadi, natie, pemerintah, dan parlemen semuanya merupakan organ dari negara yang
bersumber pada konstitusi. Menurut Paul Laband, rakyat mempunyai hubungan yuridis
dengan Parlemen dan setelah terbentuknya organ perwakilan itu rakyat tidak ikut campur
___________________
29
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., ibid., hlm. 189, 197.
16
lagi, sehingga organ itu bebas dalam tindakannya. Dr.Georg Jellinek juga menganut ajaran
ini dengan memberikan dasar yang lain, dengan membuat suatu konstruksi yang memisahkan organ yang primer dan organ yang sekunder. Organ yang primer, yaitu kesatuan yuridis
dari seluruh rakyat, tetapi organ primer itu tidak bisa menyatakan kehendaknya (staatswill)
dan harus melalui organ lain, yaitu organ sekunder yakni Parlemen. Jadi, konstruksi
Dr.Georg Jellineck hampir sama dengan konstruksi Paul Laband, dan di sini yang penting
jangan sampai dipersoalkan lagi rakyat dan wakil dalam perwakilannya dari segi hukum.
Menurut teori organ ini, masing-masing organ mempunyai fungsi sendiri-sendiri dan
bersumber pada konstitusi. Di antara organ-organ itu satu sama lain tidak ada
hubungan/ikatan yuridis. Rakyat mempunyai fungsi memilih wakilnya di Parlemen dan
Parlemen mempunyai fungsi memutuskan yang perlu dijalankan bagi Negara. Teori organ
(organis) ini mencerminkan ajaran kedaulatan negara di mana yang memegang kedaulatan
bukan rakyat tetapi Negara yang berdaulat.30
3. Teori sosiologis.
”Teori sosiologis” diajarkan oleh Rieker menganggap perwakilan bukan merupakan
bangunan politis, tetapi suatu bangunan masyarakat atau bangunan sosial. Pangkal haluan
teori ini pemilih akan memilih orang-orang yang paling baik dalam bidang kenegaraan.
Pemilih akan memilih orang-orang yang benar-benar terbaik dalam membela kepentingankepentingan pemilih, sehingga terbentuk wakil dari kepentingan-kepentingan yang ada
dalam masyarakat yang tidak terikat pada ketentuan-ketentuan konstitusi dalam tindakantindakannya. Menurut Rieker kepentingan-kepentingan dalam masyarakat lebih penting
daripada ”secarik kertas” (konstitusi). Oleh karena itu, perwakilan dalam pandangan Rieker,
perwakilan merupakan suatu perwakilan dari kepentingan masyarakat dan dalam badan
perwakilan tercermin lapisan-lapisan masyarakat.31
4. Teori hukum objektif.
Menurut ”teori hukum objektif” dengan pendukungnya Prof.Leon Ouguit,
mengatakan dasar dari hubungan hukum antara rakyat dan Parlemen adalah solidarite
(solidariteit), suatu interdependensi antara wakil dan pemilih (rakyat). Wakil rakyat dapat
melaksanakan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat, sedang rakyat tidak akan dapat
melaksanakan/dipenuhi tugas-tugas kenegaraannya tanpa mendukung wakilnya dalam
membentuk wewenang pemerintah. Jadi, ada pembagian kerja/fungsi, rakyat tidak akan
1
_____________________________
30
31
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., ibid., hlm. 190, 197-198.
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., ibid., hlm. 198-199.
17
tidak memilih wakilnya dan Parlemen tidak akan tidak menjalankan tugasnya. Di mana pun
juga dijumpai suatu perkelompokan, maka akan dijumpai hasrat untuk berkelompok yang
disebut solidarite (état d’association) yang akan menjadi dasar dari hukum objektif
(lawan hukum subjektif) yang timbul. Hukum objektif inilah yang membentuk perwakilan
itu menjadi suatu bangunan/lembaga hukum, dan bukan hak-hak (hukum subjektif) yang
diberikan kepada mandataris yang membentuk lembaga perwakilan. Akibat dari ajaran ini :
a. Rakyat (kelompok) yang diwakili haruis ikut serta dalam pembentukan badan
perwakilan dan cara yang sebaiknya dengan cara pemilihan yang menjamin terlaksana
social solidarite atau memungkinkan sebanyak mungkin orang dalam kelompok
tersebut ikut menentukan.
b. Kedudukan hukum dari pemilih dan yang dipilih semata-mata berdasarkan hukum
objektif; jadi, tidak ada persoalan hak-hak (hukum subjektif) dari masing-masing
kelompok tersebut. Masing-masing harus menjalankan kewajibannya sesuai dengan
hasrat mereka untuk berkelompok (dalam negara) social solidarite.
c. Dalam melaksanakan tugasnya, wakil harus menyesuaikan tindakannya dengan
kehendak yang memilih bukan karena ada hubungan mandat, tetapi karena ada hukum
objektif yang didasarkan pada social solidarite yang mengikatnya. Dalam hubungan ini
dikenal slogan publiekrechts is publiekrecht. Jadi, walaupun tidak ada sanksinya, maka
tidak mungkin alat-alat perlengkapan negara yang tertinggi tidak akan menjalankan
tugasnya. Hukum mengenai alat-alat perlengkapan negara yang tertinggi tidak ada
sanksinya, karena supaya tidak mengurangi gezag-nya disebut leges imperfectae.
Segala teori perwakilan yang telah dibicarakan di atas sebagian besar adalah teoriteori perwakilan politik yang dianggap oleh beberapa sarjana sebagai suatu perwakilan yang
bersifat otomatis, yang umumnya menimbulkan ”government by amateurs”. Sarjana-sarjana
ini menghendaki perwakilan yang bersifat otomatis dan kemudian menjelma dalam dua
aliran : (a) aliran-aliran yang menghendaki agar corporatie diikutsertakan dalam perwakilan
(corporatieve gedachte) dan (b) aliran-aliran yang menghendaki agar badan-badan
corporatief yang menentukan kebijakan negara (corporatieve staatsgedachte).32
Penutup
Dalam upaya membangun badan perwakilan negara kesatuan dengan desentralisasi
___________________
32
Lihat dan bandingkan Padmo Wahjono,SH., ibid., hlm. 199-200.
18
Indonesia yang memiliki kredibilitas dan efektivitas dipandang perlu ditemukan pola
hubungan yang harmonis antara masyarakat pemilih dalam pemilihan umum (pemilu)
dengan orang-orang yang terpilih menjadi wakil-wakil masyarakat pemilih. Dengan
ditemukan pola hubungan masyarakat pemilih dan yang terpilih, maka kinerja badan
perwakilan akan menunjukkan sosok yang solid dan akan mempunyai daya dukung yang
signifikan kepada kinerja eksekutif dan yudikatif dalam percepatan pembangunan nasional.
Untuk menemukan pola hubungan yang efektif antara masyarakat pemilih dan yang terpilih
serta pola pelaksanaan fungsi-fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan badan perwakilan
yang efektif di antaranya dapat dilakukan melalui penelitian-penelitian, seminar-seminar,
diskusi-diskusi panel, dan penyusunan buku kerja pola hubungan dan kinerja badan
perwakilan agar segala sesuatunya berjalan lancar dan berdasarkan hukum yang berlaku
(hukum positif).
Daftar Pustaka
Achmad Sanusi, H., Prof.Dr., SH,MPA., Memberdayakan Masyarakat Dalam Pelaksanaan
10 Pilar Demokrasi, Makalah, Panitia Semlok PPKn IKIP Bandung, 1998.
Astim Riyanto, Drs., SH,MH., Teori Konstitusi, Cetakan Kedua (Cetakan Pertama 1993),
Yapemdo, Bandung, 2000.
……., Kapita Selekta Hukum Dalam Dinamika, Cetakan Pertama, Yapemdo, Bandung,
2000.
……., Filsafat Hukum, Cetakan Pertama, Yapemdo, Bandung, 2003.
Elposito, John L. and John O. Voll, Demokrasi Di Negara-negara Islam : Problem dan Prospek,
Mizan, Bandung, 1999.
Hornby, A.S., E.V. Gatenby, and H. Wakefield, The Advanced Learner’s Dictionary of
Current English, Oxford University Press, London, 1962.
Padmo Wahjono,SH., Ilmu Negara, Cetakan Kedua (Cetakan Pertama 1961), Ind-Hill-co.,
Jakarta, 1999.
Strong, C.F., OBE,MA,Ph.D., Modern Political Constitutions An Introduction to the Comparative
Study of their History and Existing Form, Fifth Printed, Sidgwick & Jackson Limited,
London, 1960.
Toto Pandojo, S., SH., Ulasan Terhadap Beberapa Ketentuan Undang-Undang Dasar 1945,
Proklamasi, dan Kekuasaan MPR, Liberty, Yogyakarta, 1981.
Udin S.Winataputra, H., Prof.Dr., MA., Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi, Makalah,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, Jakarta, 2006.
United States Information Service (USIS), What is Democracy, Washington, 1991.
Witman, Shepherd L. and John J.Wuest, Visual Outline of Comparative Government, Littlefield,
Adams & Co., Paterson, New York, 1963.
Kata Pengantar
Membaca dengan cermat makalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
berjudul ”Meningkatkan Kapasitas Peran Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah” sudah memadai sesuai dengan keperluannya. Namun, dalam rangka pengembangan
wawasan yang lebih luas para peserta Workshop Meningkatkan Kapasitas Peran dan Fungsi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, saya memandang perlu
substansi makalah tadi didukung oleh teori-teori atau konsep-konsep demokrasi perwakilan,
bangunan negara, dan badan perwakilan. Dalam hubungan dengan hal itulah saya menyusun
makalah pendamping ini guna memperkaya bahan yang terdiri dalam makalah KPK tersebut
berupa makalah ini dengan judul yang sama dengan makalah dari KPK tadi.
Bandung, 1 September 2006
Penyusun
i
Daftar Isi
Halaman
Kata Pengantar …………………………………………………………………….
i
Daftar Isi ....….…………………………………………………………………….
ii
Pendahuluan ...…………………………………………………………………….
1
Demokrasi Perwakilan…………………………………………………………….
5
Bangunan Negara ...……………………………………………………………….
7
Badan Perwakilan ..……………………………………………………………….
10
Penutup ..………………………………………………………………………….
17
Daftar Pustaka …………………………………………………………………….
18
ii
Download