Tesis EPN 2010 - IPB Repository

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Hess dan Ross (2000), pertumbuhan ekonomi merupakan
peningkatan total barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode
waktu tertentu yang direpresentasikan oleh peningkatan output per kapita. Lebih
jauh menurut Mankiw (2000), dalam terminologi fungsi produksi pertumbuhan
ekonomi merupakan peningkatan total output dalam proses produksi akibat
peningkatan faktor produksi dan kemajuan teknologi pada periode waktu tertentu.
Dornbush
(1992)
mengklasifikasikan
pengukuran
output
suatu
perekonomian melalui indikator PDB, dibagi dalam dua pendekatan yaitu
pendekatan sisi penerimaan (income side) dan pendekatan sisi pengeluaran
(expenditure side). PDB dari sisi penerimaan merupakan nilai tambah yang
dihasilkan oleh suatu perekonomian. Sementara PDB dari sisi pengeluaran terdiri
dari konsumsi masyarakat, pengeluaran pemerintah, pengeluaran investasi dan
ekspor bersih.
2.2.
Sumber – Sumber Pertumbuhan
Output merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan pembangunan perekonomian suatu negara.
Analisis terhadap pertumbuhan output, perlu didasarkan pada sumber-sumber
yang menjadi pendorong pertumbuhan output itu sendiri.
Hess dan Ross (2000), menjelaskan sumber pertumbuhan output dilihat
dari sisi produksi terdiri dari tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan teknologi.
Tenaga kerja yang dimaksud adalah jumlah angkatan kerja yang merupakan input
15
produksi. Stok barang modal merupakan input produksi yang akan mendorong
pertumbuhan output nasional di masa yang akan datang. Menurut Dornbusch
(1992) stok barang modal terdiri dari pabrik, mesin, kantor dan produk-produk
tahan lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Barang modal juga
meliputi pembelian rumah tempat tinggal baru dan persediaan. Investasi adalah
pengeluaran yang ditambahkan kepada komponen-komponen barang modal ini.
Sedangkan sumberdaya alam seperti lahan, sumber energi, merupakan faktor
produksi tetap (fix input) yang dapat digunakan dalam proses produksi. Sementara
itu, teknologi direpresentasikan sebagai pengetahuan yang dapat digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa. Kemajuan teknologi melalui penemuan baru
(inventions) dan inovasi (innovations) akan menghasilkan output yang lebih besar
dengan sejumlah input yang sama.
Menurut Miller dan Blair (1985), output suatu negara dalam model inputoutput merupakan penjumlahan antara input antara (intermediate input) dan
permintaan akhir (final demand). Permintaan akhir terdiri atas permintaan
domestik (domestic final demand) dan permintaan luar negeri atau disebut sebagai
ekspor. Selain itu, dalam proses perdagangan internasional, produksi barang dan
jasa membutuhkan faktor input yang berasal dari impor. Dengan demikian,
sumber pertumbuhan output suatu negara ditentukan oleh perubahan koefisien
input antara yang merupakan bentuk kemajuan teknologi (technological change),
ekspansi permintaan domestik (expansion of domestic final demand), ekspansi
ekspor (exsport expansion) dan substitusi impor (import substitution). Empat
faktor tersebut dapat menjelaskan sumber-sumber pertumbuhan output sektoral
dalam perekonomian suatu negara.
16
2.3.
Kebijakan Pembangunan Sektor Berbasis Kehutanan di Indonesia
Menurunnya output sektor-sektor berbasis kehutanan dalam beberapa
tahun terakhir menyebabkan kontribusi sektor berbasis kehutanan terhadap output
nasional terus berkurang. Oleh karena itu maka esensi pembangunan sektor-sektor
berbasis kehutanan ke depan yaitu mendorong peningkatan produksi dan
pemasaran produk kayu olahan terutama ke pasar ekspor untuk meningkatkan
output sektor tersebut. Peningkatan output yang terjadi diharapkan mampu
menyerap tenaga kerja, mengurangi kemiskinan melalui peningkatan pendapatan
masyarakat dan dalam jangka panjang dapat kembali menyumbangkan perolehan
devisa dan penerimaan negara lainnya secara lebih signifikan.
Hasil evaluasi terhadap RPJMN 2004 – 2009 terhadap sektor-sektor
berbasis kehutanan disebutkan bahwa salah satu kebijakan prioritas pembangunan
sektor berbasis kehutanan adalah peningkatan produksi dengan mendorong
adanya investasi baru secara proporsional antara pengusaha besar, menengah dan
kecil khususnya di sektor hulu dan upaya pengembangan pasar di sektor hilir
dalam rangka mendorong pertumbuhan output sektor berbasis kehutanan.
Peningkatan produksi di sektor hulu dilakukan melalui penguatan aspek
legal sebagai landasan hukum untuk memberikan kepastian usaha melalui
perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 menjadi Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan beserta
berbagai aturan turunannya. Untuk jaminan berusaha diberikan selama 65 tahun
sesuai dengan Undang-Undang Penanaman Modal. Adapun untuk hutan tanaman,
17
PMA berbadan hukum Indonesia diberi kesempatan sebagai pemegang izin usaha
(Departemen Kehutanan, 2008a).
Berdasarkan
publikasi
Badan
Koordinasi
Penanaman
Modal
(BKPM) tahun 2009 disebutkan bahwa perkembangan investasi sektor berbasis
kehutanan selama satu dekade terakhir sangat fluktuatif dan minat investor baik
asing maupun domestik cenderung menanamkan modalnya di kegiatan industri
kayu (hilir) dibanding sektor kehutanan (hulu). Kondisi ini lebih disebabkan
karakteristik usaha sektor kehutanan yang memiliki risiko usaha tinggi dan
bersifat jangka penjang dibandingkan dengan usaha di sektor industri kayu olahan.
Selain itu, investasi sektor kehutanan saat ini diarahkan pada kegiatan pembukaan
areal atau penanaman baru dibandingkan kegiatan penebangan (logging) yang
memiliki minat investasi rendah.
Tabel 3. Perkembangan Investasi Asing Pada Sektor Berbasis Kehutanan
di Indonesia Tahun 2001 - 2008
Kehutanan
Industri Kayu Olahan
Nilai Investasi
Jumlah
Nilai
Investasi
Jumlah
Tahun
Investasi
(US$ 000)
Investasi
(US$ 000)
2001
9
44 688
2002
12
19 252
2003
24
158 646
2004
6
4 062
2005
2
118 768
18
75 498
2006
1
30 968
18
58 898
2007
17
127 853
2008
4
64 352
Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, 2009
Investasi asing (PMA) selama periode 2001 – 2008 untuk usaha kehutanan
tercatat sebesar US$ 149 736 dengan jumlah investasi baru sejumlah 3 investasi
lebih kecil dibandingkan nilai investasi di usaha industri kayu olahan sebesar
18
US$ 702 983 dengan jumlah investasi sejumlah 108 investor. Investasi baru
untuk usaha kehutanan terjadi pada tahun 2005 dan 2006, sementara investasi
masuk di industri kayu olahan terjadi sepanjang tahun.
Tabel 4.
Perkembangan Investasi Domestik Pada Sektor Berbasis Kehutanan
di Indonesia Tahun 2001 - 2008
Kehutanan
Industri Kayu Olahan
Jumlah `
Nilai Investasi
Jumlah
Nilai Investasi
Investasi
(Rp juta)
Investasi
(Rp juta)
2001
7
280 995
2002
2
150 398
2
232 876
2003
1
452 779
12
356 172
2004
4
888 882
2005
1
993 410
9
198 793
2006
9
709 012
2007
1
8 878
3
38 762
2008
1
17 754
Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, 2009
Tahun
Sementara itu, nilai investasi domestik (PMDN) di sektor berbasis
kehutanan dalam periode 2001 – 2008 tercatat sebesar Rp 4.32 trilyun dimana
Rp 2.72
trilyun adalah investasi di sektor industri kayu olahan dan sisanya
sebesar Rp 1.60 trilyun adalah investasi untuk sektor kehutanan. Adapun jumlah
investasi baru di sektor kehutanan sejumlah 5 investasi dan ada 47 investasi baru
di industri kayu olahan.
Adapun strategi pengembangan pasar untuk sektor hilir (industri kayu
olahan) adalah dengan mempertahankan pasar yang ada (pasar tradisional), dan
menangkap pasar potensial (captive market) terutama untuk pasar ekspor perlu
ditingkatkan. Perluasan pasar ekspor dilakukan melalui promosi, penetrasi dan
ekspansi (Departemen Kehutanan, 2007b).
19
2.4.
Kerangka Tabel Input-Output Miyazawa
Tabel Input-Output (I-O) pertama kali diperkenalkan oleh Profesor
Wassily W. Leontief pada tahun 1951 sebagai instrumen yang digunakan untuk
mengukur dampak ekonomi. Publikasi pertama dilakukan pada tahun 1965 hingga
akhirnya mendapatkan nobel di bidang ekonomi pada tahun 1973. Review untuk
penemuannya dilakukan pada maret 1999 melalui Survey of Current Business.
Tabel I-O pada dasarnya merupakan uraian statitstik dalam bentuk matriks
yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling
keterkaitan antar satu satuan kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah pada
suatu periode waktu tertentu. Dalam analisisnya Tabel I-O menggunakan prinsip
keseimbangan umum (General Equilibrium), artinya jika terjadi keseimbangan
(atau ketidakseimbangan) di satu sektor berpengaruh terhadap keseimbangan (atau
ketidakseimbangan) di sektor-sektor lain.
Hasil analisis dari Tabel I-O dapat menggambarkan seberapa besar
kontribusi setiap sektor terhadap pembentukan output wilayah, penyerapan tenaga
kerja, struktur permintaan akhir (PDRB dari sisi pengeluaran) dan komponen nilai
tambah (PDRB dari sisi penerimaan). Selain itu analisis Input-Output dapat
merekomendasikan sektor kunci dalam perekonomian wilayah tersebut melalui
hasil analisis keterkaitan sektor baik ke belakang (backward linkage) maupun
keterkaitan ke depan (forward linkage).
Badan Pusat Statistik (BPS) mengembangkan Tabel Input-Output sebagai
dasar pengembangan model Input-Output dengan tiga kuadran yaitu matriks
input – output (kuadran I), matriks permintaan akhir (kuadran II) dan matriks
input antara (kuadran III) seperti pada Gambar 1.
20
Xij
Fik
( Kuadran I )
( Kuadran II )
Vmj
( Kuadran III )
Gambar 1. Kuadran Matriks Tabel Input - Output
Keterangan :
Kuadran I
: transaksi antar industri; output sektor i menjadi input sektor j,
Kuadran II
: transaksi antara konsumen akhir (rumahtangga, pemerintah,
investor dan ekspor) dengan industri penghasil barang dan jasa.
Kuadran III
: menggambarkan transaksi antara pihak-pihak pemilik faktor
produksi (tenaga kerja dan pemilik modal) dengan unit-unit
ekonomi yang menggunakannya.
Secara ilustratif, kerangka dasar Tabel Input-Output disajikan seperti pada
Tabel 5.
Tabel 5. Kerangka Dasar Tabel Input-Output
Sektor
Penjual
1
2
.
.
.
n
Nilai
Tambah
Impor
Total
Input
Sektor Pembeli
1
2
…
n
Permintaan
Akhir
Total
Output
x11
x21
.
x12
x11
x1n
x2n
F1
F2
.
.
.
.
.
.
.
.
…
…
.
.
.
…
X1
X2
.
.
.
Xn
.
.
xn1
xn2
v1
v2
IM1
IM2
…
IMn
X1
X2
…
Xn
…
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2000
xnn
vn
.
Fn
21
Keterangan :
1) Permintaan akhir (F) terdiri dari konsumsi rumahtangga (C), konsumsi
pemerintah (G), pembentukan modal/investasi (I), dan ekspor (E)
2) xij = besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j,
dan Fi (Ci , Gi , Ii , Ei) besarnya output sektor i yang digunakan sebagai
permintaan akhir
3) vj adalah nilai tambah dan IMj adalah impor
n
4) Xi =  aijXj +fi adalah total input = total output
j 1
5) Koefisien langsung, aij = xij / Xj, xij = aij Xj, matriks A = [ aij ]
6) AX + F = X dengan melakukan transformasi maka diperoleh (I-A)-1 F = X
7) (I-A)-1 adalah matriks kebalikan Leontief.
Matriks kebalikan Leontief mengandung informasi penting tentang
bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor (industri) akan mempengaruhi
pertunbuhan sektor-sektor lainnya. Karena setiap sektor memiliki pola transaksi
pembelian maupun penjualan dengan sektor lain yang berbeda-beda, maka
dampak dari perubahan produksi dari suatu sektor terhadap total produksi sektorsektor lainnya juga berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief merangkum seluruh
dampak dari perubahan produksi dari suatu sektor terhadap total produksi sektorsektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier (ij).
Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks (I - A)-1.
Tabel I-O nasional yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik saat ini
hanya hanya memperlihatkan struktur transaksi dari beberapa industri yang
berbeda dalam satu negara atau wilayah. Tabel ini tidak memberikan informasi
22
lebih lanjut tentang strata rumahtangga (pemilik faktor produksi tenaga kerja)
yang berpendapatan tinggi, sedang atau rendah. Oleh karena itu, diperlukan
pengembangan model input-output yang memasukan informasi mengenai strata
rumahtangga ke dalam suatu model. Pada penelitian ini, pengembangan model
tersebut
digunakan
model
Input-Output
Miyazawa
yang
merupakan
pengembangan model Input-Output Leontief.
Input-Output Miyazawa diperkenalkan pada tahun 1960 dan 1968 yang
kemudian ditulis kembali pada tahun 1976. Model ini membuat generalisasi
keynesian income multipliers kedalam bentuk matriks inter-relational income
multipliers (Sonis and Hewings, 2000).
Model matriks Miyazawa dalam tabel input-output diformulasikan seperti
pada persamaan (1). Variabel A merupakan matriks koefisien langsung, X
merupakan gross output, F adalah permintaan akhir, vektor T merupakan total
pendapatan, matriks V merupakan rasio pendapatan rumahtangga, g merupakan
pendapatan eksogen dan matriks C menunjukan pengeluaran konsumsi
rumahtangga.
X

T
  AC
  
 V 0
 X
 
 T
 F
  
 g

 …………………………….………………. (1)

Pada model Miyazawa ini, permintaan akhir (final demand) merupakan
komponen yang terdiri selain dari konsumsi rumahtangga yaitu antara lain
konsumsi pemerintah, pembentukan modal (investasi), dan ekspor. Sama halnya
dengan nilai tambah (value added), merupakan komponen nilai tambah selain
pendapatan rumahtangaa atau upah. Pada penelitian ini kerangka dasar model
Input-Output Miyazawa disajikan pada Tabel 6.
23
Tabel 6. Kerangka Dasar Tabel Input-Output Miyazawa
Sektor
Penjual
1
2
1
2
.
.
.
n
x11
x21
.
x12
x11
.
.
.
xn1
.
xn2
Pendapatan RT
V11
V12
Nilai Tambah
Impor
Total
Input
v1
IM1
v2
IM2
X1
.
X2
Sektor Pembeli
…
n
Konsumsi RT
Menurut
Golongan
Pendapatan
…
C11
x1n
x2n
C21
…
.
.
.
.
.
.
.
.
.
xnn
Cnn
…
…
…
…
…
Vnn
0
vn
IMn
0
Cm
Xn
Cn
Permintaan
Akhir
F1
F2
.
.
.
Fn
gn
Total
Output
X1
X2
.
.
.
Xn
Tn
Sumber : Sonis and Hewings, 2000
Pada persamaan (1), jika diilustrasikan kerangka tabel input-output
Miyazawa terdiri dari 2x2 blok matriks, maka matriks Miyazawa dapat dituliskan
sebagai berikut :
M
 AC
 
V 0

 ………………………...………….……………………. (2)

M adalah matriks Miyazawa yang merupakan matriks koefisien inputoutput dalam model Leontief, disimbulkan dengan A. Dengan demikian, matriks
kebalikan Leontief untuk matriks Miyazawa dapat dituliskan sebagai berikut :
B  I  M  ………………………………………...………………… (3)
1
Dengan melakukan transformasi pada persamaan (2) dan (3), maka
diperoleh persamaan matriks koefisien antar strata pendapatan adalah sebagai
berikut :
24
B  ( I  M ) 1
 I BC   I 0
 
0 I   0 N
= 



B 0


 VB I 
=  B  BCNVB
 NVB
I 0   0   I C 
  AC
= 
 
 = 
 
V
I
0
I
0
I

 
 

 VB I  V  C
BCN
N



 ……………….....………….… (4)


H = VBC adalah matriks koefisien antar golongan pendapatan (matriks of
inter-income coefficients). Pada persamaan (4) diperoleh persamaan multiplier
antar pendapatan Miyazawa (Miyazawa interreltional income multiplier) atau
disebut juga Keynesian multiplier yang ditulis sebagai berikut :
N  ( I  H ) 1  ( I  VBC ) 1  I  VC ………………........……………..(5)
Pada persamaan (4) diperoleh matriks kebalikan Leontief yang diperbesar
yaitu dengan memasukan matriks V dan matriks C yang dituliskan menjadi
sebagai berikut :
  ( I  A  CV ) 1  B  BBCNVB …………...……………………… (6)
Pada persamaan (6) maka diperoleh VΔ = nVB dan ΔC = BCN.
2.5.
Keterkaitan Antar Sektor
Menurut Miller dan Blair (1985) dalam model input-output, produksi
barang dan jasa suatu sektor ekonomi memiliki dampak ekonomi terhadap sektor
lainnya. Apabila suatu sektor j meningkatkan outputnya, maka akan berdampak
terhadap sektor penyedia input sektor j dan sektor pengguna output sektor j.
Keterkaitan antar sektor perekonomian tersebut dinamakan backward linkage dan
forward linkage.
25
Adanya penggunaan input antara yang berasal dari output sektor produksi
lain dan penggunaan input primer seperti tenaga kerja dan modal, membuat suatu
sektor produksi menjadi terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya dalam suatu
perekonomian.
Lebih lanjut menurut Miller dan Blair, keterkaitan ke belakang (backward
linkage) terdiri dari keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage)
dan keterkaitan total ke belakang (total backward linkage). Sementara itu,
keterkaitan ke depan (forward linkage) terdiri dari keterkaitan langsung ke depan
(direct forward linkage) dan keterkaitan total ke depan (total forward linkage).
Pada model input-output, direct dan forward linkage merupakan pengaruh
langsung atau pengaruh tidak langsung dari kegiatan produksi suatu sektor
terhadap sektor lain baik sektor hulu maupun hilirnya. Sedangkan total backward
dan forward linkage merupakan pengaruh total baik langusng maupun tidak
langsung dari kegiatan produksi suatu sektor terhadap sektor lain baik sektor hulu
maupun hilirnya.
Secara operasional, pengaruh langsung (direct effect) adalah pengaruh
yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang menggunakan output
sektor lain sebagai input produksinya. Sebagai contoh kenaikan produksi industri
furnitur akan menyebabkan bertambahnya permintaan input kayu yang merupakan
input langsung digunakan dalam produksi industri furnitur. Sementara pengaruh
tidak langsung atau indirect effect menunjukkan pengaruh tidak langsung yang
dirasakan oleh suatu sektor akibat kenaikan output sektor lain. Misalkan kenaikan
produksi industri furnitur bisa menyebabkan pula kenaikan permintaan jasa-jasa
transportasi untuk mengangkut hasil produksinya ke pasar, di mana dalam hal ini
26
jasa transportasi bukan merupakan input langsung untuk memproduksi furniture.
Sementara itu, pengaruh total atau total effect adalah pengaruh secara keseluruhan
dalam perekonomian dimana sektor yang bersangkutan berada. Misalkan dalam
dua contoh di atas yang dimaksud pengaruh total adalah penjumlahan dari
pengaruh langsung dengan tidak langsung dari produksi pakaian dalam
perekonomian.
2.6.
Dekomposisi Pertumbuhan Struktural dalam Sistem Input-Output
Dekomposisi pertumbuhan dalam sistem input-output merupakan upaya
mengidentifikasi sumber-sumber pertumbuhan gross output X dari suatu sektor
perekonomian. Adapun sumber-sumber pertumbuhan gross output X terdiri dari
empat sumber, yaitu :
1.
The expansion of domestic Final Demand (FD) menjelaskan dampak
langsung dan tidak langsung dari perluasan permintaan akhir domestik
(expantion of domestic final demand).
2.
Export Expansion (EE) merupakan dampak langsung dan tidak langsung
dari
perluasan
perdagangan
internasional
ekspor
(expantion
of
international export).
3.
Import Substitution (IS) adalah dampak langsung dan tidak langsung
akibat perubahan dalam proporsi perdagangan internasional impor (change
in international import proportions).
4.
Technological change menunjukkan dampak langsung dan tidak langsung
dari
perubahan
coefficients).
koefisien
input-output
(change
in
input-output
27
2.7.
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian yang terkait dengan peranan sektor berbasis kehutanan
dalam perekonomian telah banyak dilakukan sebelumnya diantaranya oleh
Departemen Kehutanan (2007a) tentang reposisi kehutanan Indonesia. Penelitian
ini bertujuan untuk mengukur kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian
nasional dengan menggunakan model input-output. Hasil penelitian menunjukan
bahwa kontribusi sektor kehutanan terhadap PDB nasional sangat rendah yaitu
di bawah satu persen dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Namun demikian,
sektor kehutanan memiliki kontribusi besar dalam menyumbang devisa. Strategi
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kontribusi sektor kehutanan terhadap
perekonomian nasional yaitu dengan meningkatkan investasi.
Penelitian lainnya yang terkait dilakukan oleh Suwarna (2007) tentang
dampak bantuan dana rehabilitasi lahan milik terhadap pendapatan masyarakat
dan perekonomian wilayah di Kabupaten Garut. Metode analisis yang digunakan
adalah sistem neraca sosial ekonomi, model ekonometrika dan analisis biaya
manfaat. Hasil analisis menunjukan bahwa dana rehabilitasi lahan milik
di Kabupaten Garut belum dapat secara nyata memperbaiki pendapatan
masyarakat yang melaksanakan kegiatan rehabilitasi. Namun demikian dana
rehabilitasi tersebut berperan untuk meningkatkan perekonomian wilayah.
Kegiatan rehabilitasi lahan milik dengan komoditi utama tanaman kayu secara
finansial memberikan manfaat lebih kepada petani pemilik apabila dilakukan
pemanfaatan lahan diantara tanaman kayu dengan mengusahakan komoditi
tanaman sela. Kelembagaan kelompok tani memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap produktivitas kelompok dalam kegiatan rehabilitasi lahan.
28
Santosa (2006) meneliti tentang peranan ekonomi kehutanan di Propinsi
Jawa Tengah. Berbeda dengan penelitian lainnya, pada penelitian ini analisis
peranan sektor kehutanan tidak hanya dilihat dari sisi PDRB saja tetapi juga dari
manfaat ekonomi lain seperti jasa lingkungan yang dihasilkan sumber daya hutan.
Manfaat ekonomi lain yang diperhitungkan berupa hasil yang langsung
dikonsumsi masyarakat, illegal logging, illegal trading, nilai tambah, nilai air,
udara
bersih
dan
manfaat
berupa
efisiensi
kelembagaan
dan
keberadaan/pelestarian hutan yang memberikan tambahan output sektor
kehutanan. Disamping itu, juga diperhitungkan manfaat ekonomi yang bersifat
negatif berupa deforestasi dan erosi. Dengan demikian dihasilkan kontribusi
bersih sektor kehutanan terhadap perekonomian wilayah dalam bentuk PDRB
hijau Propinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukan bahwa kontribusi sektor
kehutanan akan lebih kecil dengan memperhitungkan kerusakan lingkungan
sehingga PDRB bersih Propinsi Jawa Tengah juga mengalami penurunan.
Noor (2004) menganalisis sektor ekonomi yang berpengaruh terhadap
adanya deforestasi dan reforestasi hutan di Kabupaten Kutai Timur dengan
menggunakan pendekatan sistem neraca sosial ekonomi (SNSE). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi yang mempengaruhi kegiatan deforestasi
disebabkan adanya pengaruh Perdagangan, Restoran, dan Hotel (PRH) yang
ditunjukkan oleh empat jalur Modal Swasta Dalam Kabupaten (MSDK) ke kayu
yang memiliki pengaruh global paling kuat adalah melalui PRH. Dengan kata lain
pengaruh MSDK terhadap kegiatan penebangan hutan paling besar terjadi melalui
PRH. Sektor PRH ini sangat besar pengaruhnya, karena sektor inilah yang banyak
menggunakan kayu untuk keperluan usaha, bangunan, dan untuk bahan bakar.
29
Sementara itu kegiatan ekonomi yang berpengaruh terhadap kegiatan
reforestasi disebabkan adanya pengaruh sektor Tenaga Kerja Pertanian Bukan
Penerima Upah dan Gaji (TKPBUG). Sektor TKPBUG ini sangatlah besar
pengaruhnya sebagai gambaran kegiatan masyarakat/pengusaha yang bekerja di
sektor pertanian. TKPBUG ini juga menggambarkan pemilik lahan yang berusaha
dibidang pertanian dengan menanam beberapa jenis tanaman seperti sawit, karet,
umbi-umbian, lada, dan lain sebagainya.
Hardjanto (2003), menganalisis keragaan dan pengembangan Usaha Kayu
Rakyat (UKR) di Pulau Jawa. Tujuan utama dari penelitian adalah untuk
mengupayakan pengembangan sistem UKR dengan menggunakan tiga pendekatan
yaitu analisis SWOT untuk memformulasikan strategi pengembangan, metode
Interpretative Structural Modeling (ISM) digunakan untuk menemukan model
struktural dan mengkaji kelembagaan dan Analisis Hierarki Proses (AHP)
digunakan dalam seluruh tahap analisis. Hasil analisis menunjukan bahwa UKR
berada pada posisi pertumbuhan, sehingga perlu dikembangkan melalui strategi
integrasi horizontal, integrasi vertikal dan diversifikasi. Lembaga yang
berpengaruh dalam pengembangan UKR ini meliputi institusi yang terkait
ke belakang (backward linkages) dan ke depan (forward linkages), institusi
pemerintah terkait, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi serta
lembaga penelitian.
Download