Hubungan Mutu Pelayanan dengan Loyalitas Pelanggan Jasa

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Konsep Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan
kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan
menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang
bernilai dengan pihak lain (Kotler dan Keller, 2007). Asosiasi Pemasaran
Amerika dalam Kotler dan Keller (2007) mendefinisikan pemasaran sebagai
suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan,
mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan
mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi
dan pemilik sahamnya.
Menurut
Payne
(2000)
pemasaran
merupakan
suatu
proses
mempersepsikan, memahami, menstimulasi dan memenuhi kebutuhan pasar
sasaran yang dipilih secara khusus dengan menyalurkan sumber-sumber
sebuah organisasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan
demikian, pemasaran merupakan proses penyelarasan sumber-sumber sebuah
organisasi terhadap kebutuhan pasar. Pemasaran memberi perhatian pada
hubungan timbal balik yang dinamis antara produk-produk dan jasa-jasa
perusahaan, keinginan dan kebutuhan konsumen, dan kegiatan-kegiatan para
pesaing.
Konsep pemasaran menekankan pentingnya keseimbangan antara
pencapaian tujuan organisasi dan kepuasan pelanggan. Secara spesifik,
konsep pemasaran berpandangan bahwa tujuan organisasi hanya bisa tercapai
dengan efektif apabila pelanggan puas. Pelanggan yang puas cenderung
berpotensi akan loyal terhadap produk dan produsen yang sama. Disamping
itu, kesediaan untuk membayar harga premium juga terbentuk. Hasil
akhirnya, penjualan perusahaan akan bertumbuh dan dengan sendirinya
tujuan organisasi terwujud (Marknesis, 2009).
7
2.2. Pengertian dan Konsep Jasa
Jasa merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat
hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat
berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut (Supranto,
2006). Jasa menurut Lovelock dan Wright (2005) adalah :
a. Jasa adalah tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada
pihak lainnya. Walaupun prosesnya mungkin terkait dengan produk fisik,
serta kinerjanya pada dasarnya tidak nyata dan tidak menghasilkan
kepemilikan atas faktor-faktor produksi.
b. Jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat
bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan
yang mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama
penerima jasa tersebut. Sedangkan manfaat yang dimaksud adalah
keuntungan atau laba yang diperoleh pelanggan dari kinerja jasa atau
penggunaan barang fisik.
Menurut Payne (2000), jasa merupakan suatu kegiatan yang memiliki
beberapa
unsur
ketakberwujudan
(intangibility)
yang
berhubungan
dengannya, yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau
dengan properti dalam kepemilikannya, dan tidak menghasilkan transfer
kepemilikan. Menurut Tjiptono (2008) karakteristik jasa dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Intangibility (tidak berwujud)
Jasa berbeda dengan barang, jika barang merupakan suatu obyek, alat, atau
usaha maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance) atau usaha.
Bila barang dapat dimiliki, maka jasanya dapat dikonsumsi, tetapi tidak
dapat dimiliki. Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau
didengar sebelum dibeli.
b. Inseparability (tidak terpisahkan)
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan
jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan
dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan
8
pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya
mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut.
c. Variability (bervariasi)
Jasa bersifat beragam, karena merupakan nonstandardized output, artinya
banyak variasi bentuk, mutu, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan
dimana jasa tersebut dihasilkan.
d. Perishability (mudah lenyap)
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan
untuk pemakaian ulang di waktu datang, dijual kembali, atau
dikembalikan.
2.3. Mutu Jasa
American Heritage Dictionary dalam Hidayat (2007) memberi arti
mutu sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari karakteristik atau
derajat atau nilai-nilai dari suatu keunggulan. American Society for Quality
Control dalam Kotler dan Keller (2007) mengungkapkan mutu sebagai
keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang
tersirat.
Menurut Payne (2000) mutu jasa berkaitan dengan kemampuan sebuah
organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Jika
penyerahan jasa berada dalam zona toleransi, pelanggan akan merasa jasa ini
memadai (Lovelock dan Wright, 2005). Kesenjangan jasa merupakan
penilaian pelanggan secara keseluruhan terhadap apa yang diharapkan
dibandingkan dengan apa yang diterima. Kesenjangan jasa didefinisikan
sebagai perbedaan antara apa yang diharapkan pelanggan dan persepsi
pelanggan terhadap jasa yang benar-benar diserahkan (Lovelock dan Wright,
2005).
Menurut Zeithaml et al, dalam Supranto (2006), ada lima kesenjangan
(gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa kepada pelanggan,
yaitu :
9
a. Kesenjangan tingkat harapan pelanggan dan persepsi manajemen
9
Manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginan
pelanggan.
b. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa
Manajemen mungkin benar dalam memahami keinginan pelanggan, tetapi
tidak menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik.
c. Kesenjangan antara spesifikasi mutu dan penyampaian jasa
Para personel mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi
standar.
d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat wakil-wakil
dan iklan perusahaan.
e. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan
dengan cara yang berbeda dan pelanggan keliru mempersepsikan mutu
jasa tersebut.
Mendefinisikan mutu jasa sebagai evaluasi kognitif jangka panjang
pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan. Untuk meningkatkan
mutu pelayanan diperlukan jasa pelengkap yang berbeda, tetapi hampir
semuanya dapat digolongkan menjadi delapan kelompok (Lovelock dan
Wright, 2005), yaitu :
a. Informasi, yaitu sekelompok jasa pelengkap yang mempermudah
pembelian dan penggunaan jasa dengan memberitahukan kepada
pelanggan tentang fitur dan kinerja jasa sebelum, selama dan setelah
penyerahan jasa.
b. Penerimaan
pesanan,
yaitu
sekelompok
jasa
pelengkap
yang
mempermudah pembelian dengan menciptakan prosedur yang cepat,
akurat dan tanggap untuk menerima permohonan keanggotaan, melakukan
pemesanan, atau melakukan reservasi.
c. Penagihan, yaitu sekumpulan jasa pelangkap yang memudahkan
pembelian dengan menyediakan dokumentasi yang jelas, tepat waktu,
10
akurat dan relevan tentang apa yang harus dibayar pelanggan, dirambah
dengan informasi tentang bagaimana membayarnya.
d. Pembayaran, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang memudahkan
pembelian dengan menawarkan pilihan prosedur yang mudah untuk
melakukan pembayaran dengan cepat.
e. Konsultasi, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai dengan
memberikan jawaban kepada pelanggan yang membutuhkan saran,
konseling, atau pelatihan untuk membantu mendapatkan manfaat sebesarbesarnya dari pengalaman jasa tersebut.
f. Keramahan, yaitu sekelompok jasa pelengkap yang menambah nilai
dengan
cara
memperlakukan
para
pelanggan
seperti
tamu
dan
menyediakan perlengkapan kenyamanan yang mampu mengantisipasi
kebutuhannya selama berinteraksi dengan penyedia jasa.
g. Pengamanan, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai
dengan membantu pelanggan menangani atau mengamankan barang milik
pribadinya yang dibawa ke tempat penyerahan jasa atau tempat membeli.
h. Pengecualian, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai
dengan menanggapi permintaan khusus, memecahkan masalah, menangani
pengaduan dan saran, serta menyediakan kompensasi atau kegagalan jasa.
Zeithaml, Parasuraman dan Berry menemukan lima penentu mutu jasa
yang disajikan menurut tingkat kepentingannya (Tjiptono, 2008), yaitu :
a. Benda berwujud (tangible) : penampilan fasilitas fisik fasilitas layanan,
peralatan/perlengkapan, sumber daya manusia (SDM) dan materi
komunikasi perusahaan.
b. Keandalan (reliability) : kemampuan menyampaikan layanan yang
dijanjikan secara akurat sejak pertama kali.
c. Ketanggapan/responsif (responsiveness) : kesediaan dan kemampuan
penyedia layanan untuk membantu pelanggan memberikan jasa dengan
segera.
d. Kepastian/jaminan (assurance) : pengetahuan dan kesopanan karyawan
dan kemampuannya menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.
11
e. Empati (emphaty) : kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan
khusus kepada masing-masing pelanggan.
2.4. Pelanggan
2.4.1. Konsep dan Pengukuran Kepuasan
Pengertian kepuasan menurut Kotler dan Keller (2007) adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan kinerja produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang
diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak
puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja
melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Menurut Engel,
Blackward dan Miniard (1994), kepuasan adalah evaluasi pasca
konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau
melebihi harapan konsumen. Sedangkan ketidakpuasan adalah hasil dari
harapan yang diteguhkan secara negatif.
Sementara itu, menurut Oliver dalam Marknesis (2009)
kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa yang
didapatkan seseorang dari membandingkan antara kinerja (atau hasil)
produk yang dipersepsikan dengan harapannya. Apabila kinerja lebih
rendah dibandingkan ekspektasi, maka pelanggan akan merasa tidak
puas. Apabila kinerja sama dengan harapan, maka pelanggan akan puas.
Sedangkan jika kinerja melampaui harapan, maka pelanggan merasa
sangat puas atau bahagia.
Tujuan melakukan pengukuran kepuasan pelanggan (Marknesis,
2009), diantaranya :
a.
Mengidentifikasi tuntutan atau kebutuhan pelanggan, yakni aspekaspek yang dinilai penting oleh pelanggan dan mempengaruhi
apakah pelanggan puas atau tidak.
b.
Menentukan
tingkat
kepuasan
pelanggan
organisasi pada aspek-aspek penting.
terhadap
kinerja
12
c.
Membandingkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan
dengan tingkat kepuasan pelanggan terhadap organisasi lain, baik
pesaing langsung maupun tidak langsung.
d.
Mengidentifikasi PFI (Priorities for improvement) melalui analisis
gap antara skor tingkat kepentingan dan kepuasan.
e.
Mengukur indeks kepuasan pelanggan yang bisa menjadi indikator
andal dalam memantau kemajuan perkembangan dari waktu ke
waktu.
Menurut Kotler (2005), ada beberapa metode yang biasa
digunakan setiap perusahaan untuk mengukur, memantau kepuasan
pelanggannya dan para pelanggan pesaing, yaitu :
a.
Sistem Keluhan dan Saran
Pelanggan
menyampaikan
saran,
kritik,
pendapat
dan
keluhannya. Media yang digunakan berupa kotak saran yang
diletakkan di lokasi-lokasi strategik (mudah dijangkau atau sering
dilewati pelanggan), kartu komentar (yang biasa diisi langsung atau
dikirimkan via pos kepada perusahaan), saluran khusus bebas
pulsa, website, dan lain-lain. Berdasarkan karakteristiknya, metode
ini bersifat pasif, karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan
untuk menyampaikan keluhan dan pendapat.
b.
Ghost Shopping
Dengan metode ini, perusahaan mempekerjakan beberapa
orang ghost shoppers untuk berperan atau berpura-pura sebagai
pelanggan potensial produk perusahaan pesaing, jadi diminta
berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk
dan jasa perusahaan. Berdasarkan pengalaman tersebut, diminta
melaporkan temuan-temuannya berkenaan dengan kekuatan dan
kelemahan produk perusahaan pesaing.
c.
Lost Costumer Analysis
Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami
mengapa hal itu terjadi dan supay dapat mengambil kebijakan
13
perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Hanya saja kesulitan
metode ini adalah pada mengindentifikasi atau mengontak mantan
pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi
terhadap kinerja perusahaan.
d.
Survei kepuasan pelanggan
Sebagian besar riset dilakukan dengan metode survei.
Pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :
a.
Directly Reported Satisfaction
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan item-item
spesifik yang menanyakan langsung tingkat kepuasan yang
dirasakan oleh pelanggan.
b.
Derived Satisfaction
Pengukuran
ini
mirip
dengan
pengukuran
mutu
jasa
SERVQUAL. Pertanyaan yang diajukan menyangkutkan dua
hal utama, yaitu tingkat harapan pelanggan terhadap kinerja
produk, perepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk,
alternatif lain tingkat kepentingan masing-masing atribut atau
kinerja ideal juga bisa ditanyakan.
c.
Problem Analysis
Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalahmasalah yang dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa
perusahaan, saran-saran perbaikan dan selanjutnya melakukan
analisis content terhadap semua masalh dan saran perbaikan
untuk
mengidentifikasikan
bidang-bidang
utama
yang
membutuhkan perhatian dan tindak lanjut segera.
d. Importance Performance Analysis (IPA)
Dalam teknik ini, responden diminta untuk menilai tingkat
kepentingan berbagai atribut yang relevan dan tingkat kinerja
perusahaan pada masing-masing atribut tersebut. Kemudian
nilai rataan tingkat kepentingan atribut dan kinerja perusahaan
tersebut akan dianalisis di matriks IPA. Matriks ini sangat
14
bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumber
daya organisasi yang terbatas pada bidang spesifik, dimana
perbaikan kinerja berdampak besar pada kepuasan total. Selain
itu, matriks ini juga menunjukkan bidang atau atribut tertentu
yang perlu dipertahankan dan aspek-aspek yang perlu
dikurangi prioritasnya.
2.4.2. Konsep dan Pengukuran Loyalitas
Menurut Griffin (2005), loyalitas pelanggan adalah komitmen
yang kuat dari konsumen, sehingga bersedia melakukan pembelian
ulang terhadap produk atau jasa yang disukai secara konsisten dan
dalam jangka panjang, tanpa terpengaruh oleh situasi dan usaha-usaha
marketing dari produk lain yang berusaha membuat beralih untuk
membeli produk lain tersebut. Jadi, loyalitas pelanggan adalah suatu
sikap yang berkomitmen untuk tetap menggunakan produk atau
pelayanan dari penyedia tertentu.
Loyalitas pelanggan merupakan kombinasi antara kemungkinan
pelanggan untuk membeli ulang dari pemasok yang sama di kemudian
hari dan kemungkinan untuk membeli produk atau jasa perusahaan pada
berbagai tingkat harga (Marknesis, 2009)
Menurut Griffin (2005), terdapat empat jenis loyalitas, yaitu :
a.
Tanpa Loyalitas. Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak
mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu.
b.
Loyalitas yang lemah. Keterikatan yang rendah digabung dengan
pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang
lemah, karena pelanggan membeli karena kebiasaan.
c.
Loyalitas tersembunyi. Tingkat preferensi yang relatif tinggi
digabung dengan pembelian berulang rendah menunjukkan
loyalitas tersembunyi.
d.
Loyalitas Premium. Jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan,
terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat
pembelian berulang juga tinggi.
15
Menurut Sutisna (2001), ada lima macam cara untuk mengukur
loyalitas pelanggan, yaitu :
a.
Pengukuran Perilaku
Pengukuran ini termasuk pendekatan instrumental conditioning
yang memandang bahwa pembelian konsisten sepanjang waktu
dapat menunjukkan loyalitas merek. Loyalitas pelanggan diukur
berdasarkan pembelian yang dilakukan oleh pelanggan.
b.
Pengukuran Switching Cost
Pengukuran ini merupakan indikasi loyalitas pelanggan terhadap
suatu merek, sebab pada umumnya biaya untuk beralih merek
sangat mahal dan berisiko besar, sehingga tingkat perpindahan
konsumen akan rendah.
c.
Pengukuran Kepuasan
Walaupun kepuasan pelanggan tidak menjamin loyalitas, tetapi ada
kaitan penting antara kepuasan dan loyalitas. Bila ketidakpuasan
pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya
tidak cukup alasan pelanggan beralih mengkonsumsi merek lain,
kecuali ada faktor-faktor penarik yang sangat kuat.
d.
Pengukuran Kesukaan Terhadap Merek
Pengukuran ini dilakukan dengan melihat kesukaan terhadap
merek, kepercayaan, perasaan hormat atau bersahabat dengan
merek
yang
membangkitkan
kehangatan
dalam
perasaan
pelanggan. Hal tersebut dapat menyulitkan pesaing dalam menarik
pelanggan yang sudah mencintai merek pada tahap ini. Ukuran rasa
kesukaan dapat tercermin melalui kemauan untuk membayar
dengan harga yang lebih mahal untuk memperoleh merek tersebut.
e.
Pengukuran Komitmen
Merek yang mempunyai brand equity tinggi akan memiliki
sejumlah
besar
pelanggan
dengan
komitmen
tinggi
pula.
Pengukuran komitmen itu didasari oleh teori kognitif, dimana
loyalitas pelanggan merupakan komitmen merek yang mungkin
16
tidak hanya direflesikan oleh perilaku pembelian yang terusmenerus.
2.5. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Haryanti (2005) melakukan penelitian “Analisis Kepuasan dan
Loyalitas Konsumen Terhadap Handphone Sony Ericsson (Kasus Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor)”. Pengambilan contoh dilakukan dengan teknik non
probability sampling dengan cara purposive sampling (pertimbangan
tertentu). Alat analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif untuk
mengetahui perilaku konsumen dalam menggunakan ponsel Sony Ericsson.
IPA digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen dengan skala likert 1-5,
tabulasi silang dan korelasi rank Spearman untuk mengetahui hubungan
antara kepuasan dengan loyalitas konsumen. Pengolahan data dilakukan
dengan program SPSS versi 12.0, untuk menganalisis hubungan antara
kepuasan dengan loyalitas pelanggan.
Hasil penelitian menunjukkan kuesioner sahih dan dapat diandalkan.
Sebanyak 52% responden adalah pria, 53% responden berusia 18-21 tahun,
65% responden bertempat tinggal di kost, rataan pengeluaran responden dan
keluarga 38% berkisar Rp. 2.000.001-Rp.5.000.000, rataan pengeluaran
responden untuk membeli pulsa kurang dari Rp. 100.000 sebanyak 59%. HP
Sony Ericsson yang banyak dimiliki responden adalah seri T (76%) dengan
tipe T230 (20%). Hasil IPA terdapat pada diagram Kartesius menghasilkan 6
atribut pada kuadran I : mutu sinyal, garansi, harga jual kembali yang tinggi,
harga terjangkau, daya tahan baterai dan teknologi yang canggih; 4 atribut
pada kuadran II : keaslian produk, keragaman fitur/fasilitas, bentuk/desain
menarik dan kemudahan dalam penggunaan; 4 atribut pada kuadran III :
layanan purna jual, kelengkapan aksesoris, outlet penjualan resmi dan layanan
monitor jelas dan nyata; 4 atribut pada kuadran IV : merek terkenal dan
terpercaya, warna menarik, tidak mudah rusak dan keragaman tipe produk.
Konsumen dalam penelitian ini masuk dalam kriteria loyalitas sebagai clients
dan advocates. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kepuasan konsumen
terhadap atribut-atribut kuadran I tidak mempunyai hubungan dengan
loyalitas. Sedangkan kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut dalam
17
kuadran II, III dan IV mempunyai hubungan dengan loyalitas. Hubungan
antara kepuasan dengan loyalitas adalah positif lemah, artinya jika semakin
tinggi kepuasan, maka konsumen semakin loyal.
Putri (2009) melakukan penelitian “Analisis Kepuasan dan Loyalitas
Konsumen terhadap Kartu Seluler IM3 (Studi Kasus : Mahasiswa Program
Strata-I Institut Pertanian Bogor)”. Alat analisis yang digunakan adalah
statistik deskriptif untuk menganalisis karakteristik konsumen pengguna kartu
seluler IM3. IPA untuk mengukur kepuasan konsumen dan menentukan
tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh. Pengolahan data dilakukan
dengan bantuan program SPSS versi 15.0. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari keseluruhan atribut kartu seluler IM3 yang dianggap responden
sangat penting dan paling memuaskan adalah tarif SMS terjangkau. Atribut
pada kuadran I (prioritas utama) adalah tarif telepon terjangkau, sinyal atau
jaringan yang kuat, kejernihan suara dan kecepatan dalam penyelesaian
komplain/masalah. Kuadran II (pertahankan prestasi) berupa atribut kejelasan
dan kelengkapan informasi dalam berbagai media, harga voucher isi ulang
yang murah, tarif internet terjangkau, tarif SMS terjangkau dan jangkauan
wilayah yang luas. Kuadran III (prioritas rendah) adalah fitur dan layanan
yang menarik, bonus dan hadiah dan pelayanan prima. Kuadran IV
(berlebihan) terdapat atribut kemasan stater pack/perdana yang menarik,
harga stater pack/perdana yang murah dan kemudahan mendapatkan voucher
isi ulang. Berdasarkan perhitungan Costumer Satisfaction Index (CSI), tingkat
kepuasan konsumen kartu seluler IM3 (74,40%) berada pada kategori puas
(0,66-0,80). Konsumen kartu seluler IM3 sudah memiliki loyalitas yang
tinggi, ditunjukkan dengan banyaknya responden yang termasuk kriteria
advocates 62%. Rekomendasi untuk meningkatkan kepuasan terhadap
konsumen kartu seluler IM3 dari analisis IPA adalah memprioritaskan
rekomendasi perbaikan kinerja pada kuadran I.
Download