“SANG PENCERAH” KARYA HANUNG

advertisement
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
ANALISIS STRUKTUR SOSIAL DALAM FILM “SANG PENCERAH”
KARYA HANUNG BRAMANTYO
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia
OLEH :
ALFIAN NURMANSYAH
11.1.01.07.0008
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
KEDIRI
2016
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
simki.unpkediri.ac.id
|| 1||
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
simki.unpkediri.ac.id
|| 2||
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
simki.unpkediri.ac.id
|| 3||
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
ANALISIS STRUKTUR SOSIAL DALAM FILM “SANG PENCERAH”
KARYA HANUNG BRAMANTYO
ALFIAN NURMANSYAH
11.1.01.07.0008
FKIP-Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Dosen Pembimbing 1 : Dr. Subardi Agan, M.Pd
Dosen Pembimbing 2 : Drs. Sardjono, MM
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
ABSTRAK
ALFIAN NURMANSYAH : Analisis Struktur Sosial Dalam Film Sang Pencerah Karya Hanung
Bramantyo.Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusantara PGRI Kediri, 2016.
Sang Pencerah merupakan karya sastra berbentuk film yang merupakan hasil karya cipta pengarang
yang menggambarkan sejarah sebagai pelajaran pada masa kini tentang toleransi (bekerjasama dengan
yang berbeda keyakinan), kekerasan berbalut agama, dan semangat perubahan. Sang Pencerah adalah film
karya Hanung Bramantyo yang menceritakan tentang Kyai Ahmad Dahlan untuk mengembalikan Islam
menjadi rahmatan lil’alamin yaitu rahmat bagi alam semesta. Kyai Ahmad Dahlan melihat banyak
kejanggalan yang dilakukan oleh masyarakat Kauman sepertikebiasaan yasinan, ruwahan, ruwatan,
nyadran. Menurut Kyai Ahmad Dahlan hal itu tidak ada dalam ajaran Islam. Film ini mengandung unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik sebagai unsur pembangun sebuah karya sastra sehingga film ini menjadi
karya sastra yang utuh.
Penelitian ini berjudul “Analisis Struktur Sosial Dalam Film Sang Pencerah Karya Hanung
Bramantyo” yang membahas unsur intrinsik meliputi tema, penokohan, alur, setting, dan konflik,
sedangkan unsur ekstrinsik yaitu analisis sosiologisnya yang meliputi kaidah-kaidah sosial dan kelompokkelompok sosial.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu metode yang tidak
menggunakan angka-angka tetapi merupakan kata-kata, frase, kalimat yang sesuai dengan masalah dan
objek yang diteliti. Sedangkan sebagai objek penelitian adalah film yang berjudul “Sang Pencerah” karya
Hanung Bramantyo.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh deskripsi sebagai berikut terdapat tema mayor
dan tema minor. Tema mayor bercerita tentang perjalanan Kyai Ahmad Dahlan dalam membentuk suatu
perkumpulan yang dimana perkumpulan itu bertujuan untuk merubah masyarakat Kauman menjadi lebih
baik lagi. Sedangkan tema minor adalah Fanatik yang berlebihan terhadap tradisi Jawa, Semangat jiwa
muda, Menentukan arah kiblat, Istilah kafir dan bukan kafir, dan Gerakan Budi Utomo. Penokohan
meliputi Kyai Ahmad Dahlan, Kyai Abu Bakar, Kyai M. Fadhil, Siti walidah, Muhammad Fahrudin,
Muhammad Sudja, Muhammad Sangidu, Kyai Penghulu, Kyai Noor, KyaiMuhammad Faqih dan Kyai
Siraj. Latar meliputi latar tempat, latar waktu, latar sosial. Alur meliputi situation, generating, rising
action, climax, denouement. Konflik meliputi konflik fisik dan konflik batin.
Aspek sosiologi dalam film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo yaitu kaidah-kaidah sosial
dan kelompok-kelompok sosial.
KATA KUNCI
Struktur sosial, Kaidah Sosial, Kelompok Sosial, Film
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
simki.unpkediri.ac.id
|| 4||
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
I.
LATAR BELAKANG
sastra dapat dibedakan menjadi dua yaitu
Secara morfologis kata kesusastraan
karya fiksi dan nonfiksi. Karya fiksi adalah
berasal dari kata dasar susastra yang diberi
suatu karya yang bersifat fiktif atau
imbuhan ke-an. Kata dasar susastra
khayalan atau rekaan, karena fiksi
merupakan kata dasar kedua
merupakan karya naratif yang isinya tidak
(secundairestam) karena dapat diuraikan
menyaran pada kebenaran sejarah
lagi atas su dan sastra. Keduanya berasal
(Nurgiyantoro, 2012:2). Sedangkan karya
dari bahasa Sansekerta, su artinya baik dan
nonfiksi adalah suatu karya yang bersifat
sastra artinya tulisan. Kata susastra dalam
nyata, misalnya biografi, laporan dan
bahasa Indonesia tidak hidup
sebagainya. Novel disebut karya fiktif
pemakaiannya, kecuali dalam kata
dikarenakan cerita yang digambarkan
kesusastraan. Untuk pengertian susastra
bersifat fiktif yang menggambarkan dunia
dewasa ini di-pakai kata sastra saja. Sastra
nyata yang ditunjukkan dalam bentukkarya
berasal dari kata sas dan tra. Sas artinya
tulis atau tulisan.
mengajar, mendidik, memberi petunjuk,
Menurut Sutarno (2008:66) “Karya
dan tra berarti sarana, alat. Kata
sastra adalah karya tulis yang jika
kesusastraan mengandung pengertian
dibandingkan dengan kayra tulis yang
jamak yaitu semua yang meliputi sastra.
lainnya, memiliki berbagai keunggulan
Sastra merupakan karya fiksi yang
seperti keorisinilan, keartistikan,
merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan
keindahan dalam isi dan ungkapan. Karya
emosi yang spontan yang mampu
sastra selain mengandung nilai seni
mengungkapkan aspek estetik baik yang
sekaligus ilmu. Seni dalam sastra adalah
didasarkan aspek kebahasaan maupun
bagaimana mengolah dan mengggarap
aspek makna (Zainuddin, 2002:6). Karya
sebuah karya sehingga menjadi artistik dan
lisan atau tertulis yang memiliki berbagai
indah. Aspek tersebut menarik peminat dan
ciri keunggulan seperti keorisinilan,
memberikan nilai kesejukan, kesenangan
keartistikan, keindahan dalam isi dan
atau kepuasan. Manusia mempunyai naluri
pengungkapannya (Purba, 2010:2). Sastra
senang terhadap sesuatu yang indah. Ilmu
dapat berfungsi sebagai karya seni yang
dalam sastra adalah nilai yang berkaitan
bisa digunakan sebagai sarana menghibur
dengan konstruk teori, pembelajaran,
pembaca (Nurgiyantoro, 2012:3).
pemahaman, dan analisis yang rasional.
Karya sastra merupakan karya
imajinatif yang dipandang lebih luas
Dari kutipan tersebut berarti karya sastra
adalah suatu karya yang bisa membuat
pengertiannya daripada karya fiksi. Karya
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
simki.unpkediri.ac.id
|| 5||
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
pembaca merasa mendapatkan
adalah harus segaligus sebagi interpretator
pembelajaran, kepuasan serta keindahan.
dan kreator.
Pengarang karya sastra adalah
Dalam mewujudkan imajinasi,
anggota masyarakat, sama seperti orang
sastrawan dapat mengungkapkannya ke
lain. Kemampuan dalam menghasilkan
dalam berbagai genre sastra. Kata genre
karya sastra disebabkan oleh perbedaan
berasal dari bahasa Prancis yang berarti
kualitas, yaitu kualitas dalam
jenis atau kelas (Rochani, 2011:195).
memanfaatkan emosionalitas dan
Istilah ini sangat sering dipakai dalam
intelektualitas, bukan perbedaan jenis.
dunia sastra sejak zaman dulu dalam
Pada dasarnya siapapun dapat menjadi
menentuka tipe atau jenis karya sastra
seorang pengarang. Perbedaannya, terletak
“Genre sastra yang paling umum
pada kualitas karya yang dihasilkan
diketahui adalah puisi, drama, dan
(Ratna, 2011:303).
prosa. Puisi ialah bentuk sastra yang
Dalam dunia drama sutradara adalah
jenisnya dipilih dan ditata dengan
karyawan yang mengkordinir segala anasir
cermat sehingga mampu
teater dengan mengerti, paham, kecakapan,
mempertajam kesadaran seseorang
dan daya khayal sehingga sanggup
akan sesuatu pengalaman dan
mewujutkan suatu bentuk pertunjukkan
membangkitkan tanggapan khusus
yang berhasil, menurut Laissez Faire
lewat bunyi, irama, dan makna
(dalam Nyoman kartini, 2011:171) tugas
khusus. Drama ialah jenis sastra
sutradara adalah membantu para aktor
dalam bentuk puisi atau prosa yang
mengekspresikan dirinya dalam lakon.
bertujuan menggambarkan
Sutradara sebagai supervisor yang
kehidupan lewat lakuan dan dialog
membiarkan para pemeran bebas
(cakapan) pralakon, drama lazimnya
mengembangkan konsepsi dirinyaagar
dirancang untuk pementasan
melaksanakan peranan yang dipegangnya
panggung. Prosa ialah jenis sastra
sebaik mungkin.
yang dibedakan dari puisi karena
Dari teori di atas, dapat dapat
tidak terlalu terikat oleh irama, rima,
disimpulkan bahwa ada dua tipe sutradara
atau kemerduan bunyi. Bahasa prosa
yakni yang pertama, sutradara yang hanya
dekat dengan bahasa sehari-hari.
bertindak sebagai interpretator dan yang
Yang termasuk prosa antara lain
kedua sebagai kreator dan interpretator.
roman, cerita pendek, dan novel”
Tipe sutradara yang baik sebenarnya
(Sutarno, 2008:66).
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
simki.unpkediri.ac.id
|| 6||
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
Roman merupakan karanga yang
Nurgiyantoro (2010:4) menyatakan bahwa:
mengisahkan kehidupan seseorang dari
“Novel sebagai sebuah karya fiksi
kecil sampai meninggal. Dalam roman
menawarkan sebuah dunia yang
diceritakan perikehidupan sehari-hari
berisi model kehidupan yang
tentang seseorang atau keluarga, meliputi
diidealkan, dunia imajinatif, yang
kehidupan lahir dan batin (Natia, 2008:90).
dibangun melalui berbagai unsur
Sedangkan cerpen ialah cerita pendek
intrinsiknya seperti peristiwa, plot,
menurut Nurgiyantoro,2010:10
tokoh, penokohan dan perwatakan,
“Panjang cerpen bervariasi, ada cerpen
latar, sudut pandang, dan lain-lain
pendek bahkan pendek sekali:
yang kesemuanya tentu saja juga
berkisar 500 kata, ada cerpen
bersifat imajinatif. Kesemuanya itu
panjangnya cukupan, serta ada
walau bersifat non eksistensial,
cerpen panjang-panjang yang terdiri
karena dengan sengaja dikreasiakan
dari puluhan ribu kata. Cerpen yang
oleh pengarang, dibuat mirip,
panjangnya ribuan kata tersebut,
diimitasikan atau dianalogikan denag
barangkali dapat disebut Novelet”.
dunia nyata lengkap dengan
Sesuai dengan namanya, cerpen
peritiwa-peristiwa dan latar
biasanya dapat selesai dibaca dalam sekali
aktualnya sehingga tampak seperti
duduk, namun cerita dalam cerpen
sungguh ada dan terjadi”.
biasanya dapat membangkitkan efek
Pada dasanya drama tidak jauh
tertentu pada diri pembaca yang
berbeda dengan karya prosa fiksi.
membacanya dengan sungguh-sungguh.
Kesamaan itu berkaitan dengan aspek
Kata novel berasal dari bahasa Itali
kesastraan yang terkandung di dalamnya.
“novella” yang secara harfiah berarti
Namun, ada perbedaan ensesial yang
sebuah barang baru yang kecil dan
membedakan karya drama dan karya prosa
kemudian diartikan sebagai cerpen dalam
fiksi, yakni aspek cerita dan aspek
prosa (Nurgiyantoro, 2010:9). Dewasa ini
pementasan yang berhubungan dengan seni
istilah “novella” mengandung pengertian
lakon atau teater. Drama sebenarnya
yang sama dengan istilah Indonesia
memiliki dimensi yakni ; (1) sastra, (2)
novelet (Inggris: novelette ), yang berarti
gerakan, (3) ujaran. Dalam setiap naskah
karya prosa fiksi yang panjangnya
drama dapat ditemukan narasi, dialog, dan
cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga
arahan tentang lakuan atau akting.
tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro,
2010:9-10).
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Sebagai seni kreatif, karya satra juga
menggunakan manusia dan segala macam
simki.unpkediri.ac.id
|| 7||
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
kehidupannya sebagai objeknya, oleh
itu Islam terpengaruh ajaran Syeh Siti
karena itu, karya sastra merupakan media
Jenar yang meletakkan raja sebagai
untuk menyampaikan ide, teori, dan sistem
perwujudan Tuhan masyarakat meyakini
berfikir. Film juga merupakan suatu media
titisan raja adalah sabda Tuhan, syariat
untuk menyampaikan ide, teori, dan sistem
Islam bergeser kearah tahayul atau mistik.
berpikir manusia. Disamping itu, karya
Sementara itu kemiskinan dan kebodohan
seni film juga mampu menjadi wadah
merajalela akibat politik tanam paksa
penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan
pemerintah Belanda. Agama tidak bisa
dirasakan oleh sastrawan tentang
mengatasi keadaan tersebut karena terlalu
kehidupan umat manusia dan film juga
sibuk dengan takhayul yang bertentangan
bisa menjadi media menyampaikan kritik
dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
terhadap kenyataan-kenyataan di
Muhammad saw. Melalui langgar atau
kehidupan, lahirnya sebuah film tidak
suraunya Ahmad Dahlan mengawali
lepas dari sastra, disebabkan dorongan
pergerakan dengan mengubah arah kiblat
dasar manusia untuk mengungkapkan
yang salah di Masjid Besar Kauman yang
dirinya, menaruh minat terhadap masalah
mengakibatkan kemarahan seorang Kyai
manusia dan kemanusian, menaruh minat
penjaga tradisi, Kyai Penghulu
terhadap dunia realita yang berlangsung
Kamaludiningrat sehingga surau Ahmad
sepanjang hari dan sepanjang zaman,
Dahlan dirobohkan karena diang-gap
dengan sebuah karya film seseorang bisa
mengajarkan aliran sesat. Ahmad Dahlan
menemukan nilai-nilai yang telah ada
juga dituduh sebagai Kyai Kafir hanya
dalam masyarakat, karena sebuh film
karena membuka sekolah yang
adalah gambaran dari sastra yang
menempatkan muridnya duduk di kursi
mempunyai fungsi sosial yang besar
seperti sekolah modern Belanda. Ahmad
dengan menggunakan objek pengalaman
Dahlan juga dituduh sebagai kyai Kejawen
hidup manusia.
hanya karena dekat dengan lingkungan
Seperti karya seni film yang berjudul
cendekiawan Jawa Budi Utomo. Tapi
“Sang Pencerah” karya Hanung Bramantyo
tuduhan tersebut tidak membuat pemuda
mengupas tentang sejarah berdirinya
Kauman itu surut. Dengan ditemani istri
Muhammadiyah, tahun 1868 Kauman
tercinta, Siti Walidah dan lima murid-
merupakan kampung Islami terbesar di
murid setianya : Sudja, Sangidu, Fahrudin,
Yogyakarta dengan Masjid Besar sebagai
Hisyam dan Dirjo, Ahmad Dahlan
pusat kegiatan agama yang dipimpin oleh
membentuk organisasi Muhammadiyah
se-orang Penghulu Kamaludiningrat. Saat
dengan tujuan mendidik umat Islam agar
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
simki.unpkediri.ac.id
|| 8||
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
berpikiran maju sesuai dengan
aturan yang menentukan sesuatu benda
perkembangan zaman.
atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih
Dari kutipan cerita film “Sang
dikehendaki, dari yang lain. Kebanyakan
Pencerah” dapat disimpulkan bahwa film
ahli antropolog melihat kebudayaan itu
di atas menceritakan tentang kehidupan
sebagai suatu keseluruhan, dimana sistem
sosial masyarakat. Film “Sang Pencerah”
sosial itu sendiri adalah sebagai dari
sangat cocok bila diteliti melalui segi
kebudayaan.
sosiologinya, sebab pada umumnya karya
Bila kebudayaan itu kita kaitkan
sastra tidak pernah lepas dari dalam
pada sastra dan kita kaitkan pula dengan
hubungannya dengan kehidupan
masyarakat yang menggunakan sastra itu,
masyarakat, karena dunia yang disajikan
maka kita dapat mengatakan bahwa nilai
pengarang merupakan refleksi dari
suatu sastra itu pada umumnya terletak
kehidupan sosial.
pada masyarakat itu sendiri, karena fungsi
Dari sebuah karya seni film yang
sosial sastra adalah keterlibatan sastra
diciptakan, pengarang telah mempunyai
dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik,
sikap tertentu terhadap realitas-objektif
etik, kepercayaan dan lain-lain. Bila kita
dimaksud. Dengan sikapnya itu, pengarang
menggunakan konsep kebudayaan tadi,
berusaha mengubah realitas-objektif
maka sastra sebagai ekpresi kebudayaan
menjadi realitas baru sesuai dengan
akan mencerminkan pula adanya
angannya. Karya seni film merupkan salah
perubahan-perubahan dalam masyarakat,
satu media penyampaiaan sebuah kritikan
akan mengenal adanya kesinambungan
terhadap kenyataan-kenyataan yang
antara yang satu dengan yang lain, akan
berlaku.
mengenal adanya pewarisan antara yang
Sastra merupakan bagian dari
kebudayaan. Bila kita mengkaji
lama kepada yang baru, baik disadari
maupun tidak.
kebudayaan kita tidak dapat melihatnya
sebagai sesuatu yang statis (tidak berubah),
tetapi merupakan sesuatu yang dinamis
(yang senantiasa berubah). Hubungan
II.
METODE
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan adalah asumsi-asumsi
antara kebudayaan dan masyarakat itu
dasar yang dijadikan pegangan dalam
amatlah erat, karena kebudayaan itu sendiri
memandang suatu objek dengan adanya
menurut pandangan antropolog adalah cara
pilihan pendekatan dalam suatu kajian,
suatu kumpulan manusia atau masyarakat
kritikan, atau penelitian dapat membantu
mengadakan sistem nilai, yaitu berupa
mengarahkan kajian atau penelitian itu
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
simki.unpkediri.ac.id
|| 9||
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
sehingga menjadi lebih tajam dan
kedalaman penghayatan terhadap
mendalam.
interaksi antar konsep yang sedang
Dalam penelitian sastra, pendekatan
yang dapat digunakan adalah (1)
dikaji secara empiris.”
Dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kesejarahan, (2) pendekatan
penelitian kualitatif. Hal ini didasarkan
struktural, (3) pendekatan moral, (4)
pada ruang lingkup yang dikaji dalam
pendekatan sosiologis, (5) pendekatan
penelitian. Selain itu, berdasarkan
psikologis, (6) pendekatan stilistika, (7)
penyajian isi materi menggunakan
pendekatan miotik, (8) pendekatan
sosiologi. Salah satu kajian sosiologi
arketipal, dan (9) pendekatan eklektikal
adalah struktur sosial yang di dalamnya
(Semi, 2012 : 64).
terdapat kaidah-kaidah sosial dan
Pendekatan yang digunakan dalam
kelompok-kelompok sosial. Proses dalam
penelitian ini adalah pendekatan struktural
penelitian kualitatif lebih diutamakan
dan pendekatan sosiologis. Pendekatan
karena hubungan antar bagian-bagian yang
struktural digunakan untuk menganalisis
sedang diteliti jauh lebih jelas apabila
unsur intrinsik film. Sedangkan
diamati dalam proses.
pendekatan sosiologi digunakan untuk
Hal tersebut sesuai dengan definisi
menganalisis aspek sosial yang meliputi
penelitian kualitatif yang diungkapkan oleh
kaidah-kaidah sosial dan kelompok-
Moleong (2012 : 6) penelitian kualitatif
kelompok sosial pada film sang pencerah.
adalah penelitian yang bermaksud untuk
2. Jenis Penelitian
memahami fenomena apa yang dialami
Dalam penelitian sastra, ada dua
subjek penelitian misalnya perilaku,
jenis penelitian yang dapat digunakan
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain,
yakni penelitian kuantitatif dan penelitian
secara holistik dan dengan cara deskripsi
kualitatif (Semi, 2012:9) menyatakan,
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
“Penelitian kuantitatif adalah
suatu konteks khusus yang alamiah dan
penelitian yang mengikuti proses
dengan memanfatkan berbagai metode
verifikasi melalui pengukuran dan
alamiah.
analisis yang dikuantitatifkan,
Berdasarkan pendapat di atas dapat
dengan menggunakan analisis
disimpulkan bahwa penelitian kualitatif
statistik dan model tematik, sedang-
adalah penelitian yang menghasilkan data
kan penelitian kualitatif dilakukan
deskripsi berupa kata-kata bukan angka.
dengan tidak mengutamakan angka-
Penelitian kualitatif ini mendeskripsikan
angka, tetapi menggunakan
mengenai struktur sosial berupa kaidah-
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
simki.unpkediri.ac.id
|| 10||
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
kaidah sosial dan kelompok-kelompok
sesuai dengan Masjid Gedhe
sosial.
mengakibatkan Langgar Kidul dirobohkan
dengan paksa oleh orang utusan Kyai
III. HASIL DAN KESIMPULAN
Film “Sang Pencerah” ini menguak
Penghulu. 2) Kelompok-kelompok sosial
meliputi kelompok kekerabatan (keluarga
tentang seorangpemudausia 21 tahun yang
Kyai Abu Bakar dan keluarga Kyai M.
gelisah atas pelak sanaan syariat Islam
Fadlil), dua keluarga ini memiliki tujuan
yang melenceng kearah sesat, Kyai Ahmad
yang sama yaitu merubah masyarakat
Dahlan yang lima tahun menimba ilmu di
Kauman menjadi lebih baik lagi, sedang-
Kota Mekkah dianggap membangkang
kan kelompok formal dan informal
aturan yang sudah berjalan selama
(perkumpulan Boedi Oetomo dan
berabad-abad lampau.
perkumpulan Muhammadyah),
Dalam penelitian ini terdapat aspek
perkumpulan yang didirikan bertujuan
sosiologis yang ada dalam film “Sang
untuk mensejahterakan masyarakat baik
Pencerah” karya Hanung Bramantyo
dibidang pendidikan dan kesehatan.
adalah struktur sosial yaitu :1) Kaidahkaidah sosial meliputi kaidah agama
(berkaitan dengan aturan dari Tuhan)
seperti kegiatan mengaji, yasinan, tahlil
yang dilakukan oleh masyarakat Kauman,
kaidah kesusilaan (berkaitan dengan adab)
seperti yang dilakukan oleh Kyai Ahmad
Dahlan mendirikan sekolahan untuk
membantu anak yang kurang mampu di
Kauman, kaidah kesopanan (berkaitan
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 2012. Sosiologi: skematika,
teori dan terapan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Aminudin. 2013. Pengantar Apresiasi
Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian:
Suatu
Pendekatan
Praktik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
dengan tingkah laku) seperti yang
dilakukkan oleh masyarakat kauman ketika
berpapasan selalu mengucapkan salam dan
menundukkan kepala kepada orang yang
lebih tua dan lebih tinggi jawabatannya,
kaidah hukun (berkaitan dengan peraturan
yang resmi) seperti pelanggaran yang
dilakukan oleh Kyai Ahmad Dahlan
merubah ketentuan arah kiblat yang tidak
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fananie, Zainudin. 2002. Telaah Sastra.
Surakarta: Muhamadiyah University.
Faruk. 2013. Pengantar Sosiologi Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Press.
Hardjana, Andre. 1983. Kritik Sastra
Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedi.
Herimanto, 2014. Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar. Jakarta timur: PT Bumi
Angkasa.
simki.unpkediri.ac.id
|| 11||
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
Karmini, Ni Nyoman. 2011. Teori
Pengkajian Prosa Fiksi dan Drama.
Denpasar: Pustaka Larasan.
Kartono, Kartini. 2013. Petologi Sosial.
Jakarta: PT Grafindo Persada.
Moleong, Lexy j. 2012. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nurgiantoro,
Burhan.
2010.
Teori
Pengkajian
Fiksi.
Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Pratista, Himawan. 2008. Memehami Film.
Yogyakarta: Homerian Pustaka.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Paradikma
sosiologi sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Semi, Atar. 2004. Metode Penelitian
Sastra. Bandung: Angkasa.
Sugihastuti. 2011. Teori Apresiasi Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Pendidikan: pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Memahami penelitian
kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi suatu
pengantar: Jakarta: PT Grafindo
Persada.
Alfian Nurmansyah| 11.1.01.07.0008
FKIP – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
simki.unpkediri.ac.id
|| 12||
Download