Diktat Teori Komunikasi Bab 1-11

advertisement
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
DIKTAT
TEORI
KOMUNIKASI
Mirza Shahreza, S.I.Kom, M.I.K
2016
1
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Bab I.
Pengantar
Titik awal semua teori adalah asumsi-asumsi filosofis yang mendasarinya.
Asumsi-asumsi yang dipakai seorang ahli teori menentukan bagaimana
sebuah teori akan digunakan. Oleh karena itu dengan mengetahui asumsiasumsi dibalik sebuah teori merupakan langkah pertama untuk memahami
teori tersebut. Asumsi-asumsi filosofis dibagi menjadi 3 (tiga) jenis utama: (1)
asumsi mengenai epistemologi atau pertanyaan-pertanyaan tentang
pengetahuan; (2) asumsi mengenai ontologi, yakni pertanyaan-pertanyaan
tentang keberadaannya, dan (3) asumsi mengenai aksiologi pertanyaanpertanyaan tentang nilai.
1. Epistemologi : atau teori pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat
dari ilmu pengetahuan, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia.
Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera
dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan:
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan
cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John
Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu
manusia di lahirkan akalmerupakan jenis catatan yang kosong
(tabulnya a rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalamanpengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita
diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide
yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama
dan sederhana tersebut. Ia memandang akal sebagai sejenis tempat
penampupengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali
sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi ngan,yang secara
pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua
yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang
menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu
di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau
setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada
akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman,
melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis
perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa
2
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di
dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna
mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan,
maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya
dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian
tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam
dirinyan sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal
kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis
dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai
pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaanya sendiri,
melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita,
artinya, pengetahuan tentang gejala (phenomenon).
d. Intuisionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suau sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh
dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil
pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. Salah satu di
antara unsut-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah,
paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di
samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data
yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi
pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh
penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa
pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian
pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun
pengalaman intuitif.
e. Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode
penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa
yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari
dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori
pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari
satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak
paling kurang dua kutub
3
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
1. Apakah pengetahuan itu ?
2. Bagaimana manusia dapat mengetahui sesuatu ?
3. Darimana pengetahuan itu dapat diperoleh ?
4. Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat diniai ?
5. Apa perbedaan antara pengetahuan a priori(pengetahuan pra-pengalaman)
dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan dengan pengalaman) ?
6. Apa perbedaan di antara: kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta,
kenyataan, kesalahan, bayangan, gagasan, kebenaran, kebolehjadian,
kepastian ?
2. Ontologi : merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan
kefilsafatan yang paling kuno. Awal pikiran yunani telah menunjukan
munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persoalan ontologi orang
menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala
yang ada ini? Pertama kali orang dihadapi pada adanya berupa materi
(kebenaran) dan kedua, kenyataan yang perupa rohani (kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan
yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realitas adalah ke-real-an, artinya
kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu
berusaha untuk menjawab ” apa” yang menurut Aristoteles merupakan The
First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda Untuk
lebih jelasnya penulisan mengemukakan pengertian dan aliran pemikiran
dalam ontologi ini.
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua
macam sudut pandang:
Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal
atau jamak?
Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas)
tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki
warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari
realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
4
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni:
realisme, naturalisme, empirisme.
Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
 yang-ada (being)
 kenyataan/realitas (reality)
 eksistensi (existence)
 esensi (essence)
 substansi (substance)
 perubahan (change)
 tunggal (one)
 jamak (many)
Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara
menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris
(misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu
teknik dan sebagainya).



Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah
kita menerangkan hakikatdari segala yang ada ini? Pertama kali orang
dihadapi pada adanya berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan
yang perupa rohani (kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang
ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realitas adalah kereal-an, artinya kenyataan yang sebenarnya.
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk
menjawab ” apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First
Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda Untuk
lebih jelasnya penulisan mengemukakan pengertian dan aliran
pemikiran dalam ontologi ini.
Dari beberapa pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani Yaitu, On/ontos
= ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang
ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkrit
maupun rohani/abstrak.
5
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
3. Aksiologi: merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi berasal dari
kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori/ilmu), yang berarti teori tentang nilai.
Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain:
 Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?
 Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah
moral?
 Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral?
 Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma
moral dan professional? (filsafat etika).
Dari pembahasan di atas dapat di tarik kesimpulan :
Epistemologi berusaha menjawab bagaimna proses yang memungkinkan di
timbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal
apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang
benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya?
Cara/tehnik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu?.
Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu?
Bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana hubungan antara
objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan
mengindera) yang membuakan pengetahuan?.
Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di
pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral?
4. Paradigma Pengetahuan
Pandangan hidup mengenai dunia (worldview) kuatnya suatu budaya, bangsa,
masyarakat yang sering tidak kentara dan tidak disadari. Orang Jerman
menyebutnya Weltanshaung atau Weltsich. World view merupakan struktur
cara pandang yang dipengaruhi oleh kebudayaan yang telah menerima peran
yang bervariasi, kemudian menggerakkan atau membangun semacam spirit
bagi individu untuk menjelaskan suatu peristiwa.
Perkembangan ilmu komunikasi mengambil bentuk dan arahan yang
berbeda dibelahan dunia yang berbeda, sebagai contoh teori komunikasi
memiliki sejarah yang berbeda di Eropa, Asia, dan Afrika daripada di Amerika
6
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Serikat.
Di Amerika Serikat para peneliti memulai dengan meneliti
komunikasi secara kuantitatif dan mencoba untuk menerapkan komunikasi
sebagai ilmu pengetahuan sosial. Sebaliknya penelitian komunikasi Eropa
lebih dipengaruhi dari sudut pandang Marxis dan bergantung pada metode
kritikal atau kultural. Dari perbedaan ini muncullah tradisi cara pandang
Barat dan Timur tentang komunikasi seperti cara pandang mereka terhadap
“bahasa” (simbol-simbol). Di Timur simbol-simbol verbal terutama ucapan
tidak terlalu diutamakan, bahkan dipandang dengan skeptis. Pola pikir barat
yang menghargai rasio dan logika juga tidak dipercaya dalam tradisi timur.
Cara pandang atau paradigma global ini dibagi dalam :
1. Pandangan Afrosentris, yakni cara pandang bahwa semua realitas itu
berada dalam keadaan terpadu dan hidup secara keseluruhan dan
dalam keagungan. Tidak ada pemisahan dari segi material dan
spiritual. Demikianpun antara profan (kotor) dan sakral (suci), dan
antara bentuk/format dan substansi (isi). Kecenderungan Afrosentris
personalitas.
2. Pandangan Asiosentris, cara pandang bahwa materi itu hanyalah
sebagai ilusi. Yang bersumber dari alam spiritual itulah yang nyata
(real). Spirit itu harus menguasai materi. Kecenderungan Asiosentris
spiritualistis.
3. Pandangan Eurosentris, adalah memandang materi itu nyata atau real.
Yang spiritual itu ilusi semata, sehingga lahir sebuah pepatah
“everything that is not with sense-experience become nonsence”.
Kecenderungan Eurosentris materialistis.
Paradigma pengetahuan secara sederhana dapat diartikan sebagai kerangka
pikir untuk melihat suatu permasalahan. Pengertian paradigma berkembang
dari definisi paradigma pengetahuan yang dikembangkan oleh Thomas Kuhn
dalam rangka menjelaskan cara kerja dan mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam.
Paradigma pengetahuan merupakan perspektif intelektual yang dalam kondisi
normal memberikan pedoman kerja terhadap ilmuwan yang membentuk
‘masyarakat ilmiah’ dalam disiplin tertentu. Robert Winslow menambahkan
pengertian paradigma ilmiah sebagai gambaran intelektual yang daripadanya
dapat ditentukan suatu subjek kajian. Perspektif intelektual inilah yang
kemudian akan membentuk ilmu pengetahuan normal (normal science) yang
mendasari pembentukan kerangka teoritis terhadap kajian-kajian ilmiah.
George Ritzer memberikan pengertian paradigma sebagai gambaran
fundamental mengenai subjek ilmu pengetahuan. Paradigma memberikan
batasan mengenai apa yang harus dikaji, pertanyaan yang harus diajukan,
7
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
bagaimana harus dijawab dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam
memahami jawaban yang diperoleh.
Paradigma pengetahuan ialah unit konsensus yang amat luas dalam ilmu
pengetahuan dan dipakai untuk melakukan pemilahan masyarakat ilmu
pengetahuan yang satu dengan masyarakat pengetahuan yang lain. Paradigma
membantu para ilmuwan dan teoritisi intelektual untuk memandu,
mengintegrasikan dan menafsirkan karya mereka agar terhindar dari
penciptaan informasi yang acak dan tidak beraturan. Menurut Kuhn, tidak ada
sejarah kehidupan yang dapat diinterpretasikan tanpa sekurang-kurangnya
beberapa bentuk teori dan keyakinan metodologik implisit yang berkaitan satu
sama lain yang memungkinkan untuk melakukan seleksi, evaluasi dan
bersikap kritis.
Dalam ilmu pengetahuan dikenal 3 (tiga) paradigma yakni :
a. Paradigma positivistik
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas
yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua
didasarkan pada data empiris. Dengan demikian, positivisme menolak
keberadaan segala kekuatan atau subjek di belakang fakta, menolak segala
penggunaan metoda di luar yang digunakan untuk menelaah fakta. Dalam
perkembangannya, ada beberapa positivistik, yaitu : positivisme sosial,
positivisme evolusioner, positivisme kritis, dan positivisme logik.
Objektifitas adalah cara pandang non-subjektif. Maksudnya adalah cara
memandang sesuatu hal berdasarkan atas fakta, bukti-bukti hasil riset, tanpa
terpengaruhi oleh pendapat pribadi maupun pendapat orang lain. Pendapat
Subjektif dan Objektif ini bedanya sangat tipis. Tanpa adanya bukti otentik
yang mampu dirasakan oleh indra (diraba, didengar, dilihat, atau dicium)
pendapat objektif akan tetap menjadi subjektif.
Objektivitas dan Subjektivitas berkaitan dengan apa-apa yang ada di
dalam dan diluar pikiran manusia. Dalam pemahaman ini, objektivitas berarti
hal-hal yang bisa diukur yang ada di luar pikiran atau persepsi manusia. Post
Positivisme lawan dari positivisme: cara berpikir yang subjektif Asumsi
terhadap realitas: there are multiple realities (realitas jamak). Kebenaran subjektif
dan tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan.
Natural dan lebih manusiawi. Sedangkan subjektivitas adalah fakta yang ada
di dalam pikiran manusia sebagai persepsi, keyakinan dan perasaan.
Pandangan objektif akan cenderung bebas nilai sedangkan subjektif
sebaliknya. Keduanya memiliki kelebihan-kekurangannya. Dalam tradisi ilmu
pengetahuan objektivitas akan menghasilkan pengetahuan kuantitatif
sedangkan subjektivitas akan menghasilkan pengetahuan kualitatif. Misalnya
kita mengukur meja dengan tinggi 2 meter, ini adalah fakta objektif. Persepsi
seseorang tentang meja yang sedang kita ukur akan sangat beragam, misalnya
8
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
menganggap meja jelek, sedang, atau bagus. Nilai yang dihasilkan oleh
penelitian secara objektif menghasilkan kebenaran tunggal, untuk kemudian
akan runtuh jika ada hasil lain yang menunjukkan perbedaan. Sementara
penelitian secara subjektif cenderung majemuk, amat bergantung pada
konteks. Post Positivisme melahirkan dua paradigma lain yakni paradigma
konstruktif paradigma kritikal.
b. Paradigma Ko nstr uktiv isme
Dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis.
Menurut paradigma konstruktivisme, realitassosial yang diamati oleh
seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa
dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri
dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia sescara fundamental berbeda
dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang
mengkonstruksi dalam realita sosial mereka, baik itu melalui pemberian
makna ataupun pemahaman perilaku dikalangan mereka sendiri. Kajian
pokok dalam paradigm konstruktivisme menurut Weber, menerangkan bahwa
substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian
objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari
alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan
memberikan pengaruh dalam masyarakatnya tetapi dengan beberapa catatan,
dimana tindakan sosial yang dilakukan oleh individu tersebut harus
berhubungan dengan rasionalitas dan tindakan sosial harus dipelajari melalui
penafsiran serta pemahaman atau interpretative understanding. Kajian
paradigm konstruktivisme ini menempati posisi peneliti setara dan sedapat
mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan
mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman bagi subjek yang akan
diteliti. Paradigm ini menurunkan pendekatan kualitatif.
c. Paradig ma kritikal
Tidak dapat dilepask an dar i pemi kir an filo so f Jer man Karl M arx ,
y ang kemudian memunculk an o rang -or ang yang
meng embangk an teori M ax ian g una memecahk an perso alan y ang
dihadapi saat ini . Secara umum Mazhab Frankfrut dalam
kelahirannya bertujuan untuk mengkritisi pemikiran ilmu sosial. Sasaran
kritik dari para pemikir Mazhab Frankfrut yaitu ada lima macam secara
umum, yaitu:
1. kritik terhadap dominasi ekonomi;
2. kritik terhadap sosiologi yang pada intinya mengatakan bahwa
sosiologi bukanlah
sekedar
ilmu tetapi harus
bisa
mentransformasikan struktur sosial dan membantu masyarakat untuk
bisa k eluar dar i t ek anan str uk t ur ;
9
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
3. kr it ik ter hadap paradig ma po sit ivis y ang m e m a n d a n g
manusia
sebagai objek(alam)dan
t i d a k s a n g g u p menghadapi perubahan;
4. kritik terhadap masyarakat modern yang telah
dikuasai
oleh
revolusi budaya,dan kritik budaya
(birokrasi) yang menyebabkan masyarakat dibatasi
oleh mekanisme administrasi.
Pemikiran Mazhab Frankfrut muncul karena kekecewaan terhadap pengaruh
paradigma positivis, dimana melahirkan perspektif objektif yang
pengaruhnya
masuk
ke dalam
seluruh
d i s i p l i n i l m u p e n g e t a h u a n . Kenyataan paradigma positivistik ini yang
menimbulkan krisis dalam jangka waktu yang lama, oleh karena itu Mazhab
Frankfut menawarkan pemikiran alternatif yang baru yaitu Teori Kritis.
Paradigma ini juga menurunkan pendekatan kualitatif.
5. Memahami Ilmu Komunikasi Sebagai Lintas Ilmu Pengetahuan
Perlu disadari bahwa ilmu komunikasi adalah sebagai lintas ilmu
pengetahuan yakni ilmu filsafat, ilmu matematika, dan ilmu komunikasi
(AG.Eka Wenats Wuryanta: 2009) disebut kan bahwa ilmu komunikasi sangat
bersinggungan dengan ilmu-ilmu tersebut, disamping ilmu-ilmu yang
mendasarinya seperti sosiologi, psikologi, antropologi dan linguistik. Lintas
ilmu tersebut digambarkan sebagai berikut :
Pertama, filsafat sebagai disiplin ilmu yang mempunyai sistematika dan logika
telah dikembangkan oleh peradaban Yunani sejak abad VI sebelum Masehi
(Bertens, 1989: 13-26). Kata falsafah atau filsafat merupakan kata serapan dari
bahasa Arab ‫ف ل سة‬, yang juga diambil dari philosophy (Inggris), philosophia
(Latin), philosophie (Jerman, Perancis). Kata-kata tersebut diambil dari bahasa
Yunani philo dan sophia. Kata ini merupakan gabungan dua kata philein berarti
mencintai atau philos berarti persahabatan, cinta dan sophos berarti bijaksana
atau sophia berarti kebijaksanaan.
Filsafat adalah usaha untuk memahami dan mengerti dunia dalam hal
makna dan nilai-nilainya. Ia juga termasuk ilmu pengetahuan yang paling
luas cakupannya dan bertujuan untuk memahami (understanding) dengan
kebijaksanaan (wisdom). Dengan kata lain, filsafat adalah kajian atau ilmu yang
mempelajari, merefleksikan secara kritis, rasional dan radikal realitas untuk
mendapatkan kebenaran realitas yang bersifat asali dan mendasar. Perspektif
dasar dari ilmu filsafat adalah pemahaman dan refleksi terhadap seluruh
realitas sedemikian rupa sehingga realitas dapat dilihat secara kritis dan
mendasar untuk mendapatkan penjelasan tentang asal usul, tujuan, manfaat
dan alasan keberadaan realitas tersebut (Kattsof, 2004: 3-16). Konsep pokok
dalam filsafat adalah pemahaman, refleksi kritis dan mendasar.
10
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Kedua, matematika adalah disiplin ilmu tertua yang telah dikembangkan oleh
manusia (Borchert, 2006: 20-21). Matematika adalah ilmu yang mempelajari
bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan
dalam menyelesaikan atau mendapatkan ketepatan (akurasi) pemahaman
masalah atau realitas. Matematika bisa dilihat sebagai proses dan
menyediakan perangkat untuk mengukur presisi gejala. Perspektif utama
matematika adalah bahwa pengukuran yang tepat seakurat mungkin atas
seluruh gejala atau untuk keperluan yang beragam. Dalam perspektif ini,
tujuan matematika adalah untuk mendapatkan definisi yang persis dan akurat.
Konsep pokok dalam matematika adalah pengukuran, akurasi-presisi,
randomness.
Ketiga, komunikasi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mulai tumbuh
setelah Perang Dunia I sampai Perang Dunia II. Penelitian ilmu komunikasi
semakin meningkat pada Perang Dunia II melalui antara lain Office of War
Information Amerika Serikat (Dahlan, 2003). Beberapa definisi komunikasi oleh
para pakar seperti :
- Weaver : keseluruhan prosedur yang mana prosedur tersebut membuat
pesan tertentu mempengaruhi yang lain (Weaver, 1949:3).
- Carl Hovland : menyatakan bahwa komunikasi adalah proses di mana
seorang individu (komunikator) mentransmisikan stimuli untuk
memodifikasi atau mengubah perilaku individu lainnya (Hovland,
1953).
- Gebner (dalam Miller, 2005: 4) menyatakan bahwa komunikasi adalah
interaksi sosial melalui simbol dan sistem pesan. Dan banyak lagi
definisi-definisi komunikasi.
Konsep komunikasi tidak mempunyai definisi tunggal. Komunikasi lebih
merupakan proses penyampaian pesan melalui simbol-tanda yang dilakukan
secara transaksional antara penyampai pesan dengan para penerima pesan
dengan tujuan tertentu (disesuaikan dengan kepentingan komunikator atau
komunikasi, vis a vis). Karena definisi yang begitu banyak maka tidak
mengherankan apabila dalam konseptualisasi komunikasi terdapat point of
convergence dan point of divergence (Miller, 2005: 5-11).1
1
Mempelajari Teori Komunikasi pada dasarnya adalah tahap lanjutan dari mata kuliah
Pengantar Ilmu Komunikasi, dengan demikian untuk dapat memahami dengan baik materi ini
mahasiswa harus telah lulus pada mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi.
Tulisan ini terutama mengacu dari buku Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss ” Theories
of Human Commnunication, 9 th ed. (2007), untuk bahan ajaran bagi mahasiswa yang sedang
menempuh kuliah di jurusan ilmu komunikasi.
11
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Sebagaimana
diketahui
ilmu komunikasi adalah
salah satu ilmu
pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner, karena pendekatanpendekatan yang digunakan berasal dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan
sosial lainnya seperti linguistik, sosiologi, psikologi, antropologi, serta
berkaitan erat dengan ilmu politik dan ilmu ekonomi. Hal ini akan terlihat
secara jelas dalam pembahasan mengenai berbagai teori, model perspektif dan
pendekatan ilmu komunikasi. Sifat kemultidisiplinan ini dapat dihindari
karena objek pengamatan dalam ilmu komunikasi sangat luas dan kompleks,
menyangkut berbagai aspek sosial budaya, ekonomi, dan politik dari
kehidupan manusia.
Komunikasi adalah salah satu dari kegiatan sehari-hari yang benar-benar
behubungan dengan kehidupan manusia sehingga kita kadang-kadang
mengabaikan penyebaran, kepentingan dan kerumitannya. Setiap aspek
kehidupan kita dipengaruhi oleh komunikasi kita dengan orang lain secara
langsung ataupun melalui media massa dan nir-massa.
6. Pengertian dan Fungsi Teori
Pengertian
Kata teori dalam ilmu sosial mengandung beberapa pengertian :
1. Teori adalah reaksi dari realitas.
2. Teori terdiri dari sekumpulan prinsip-prinsip dan definisi-definisi yang
secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris secara
sistematis.
3. Teori terdiri dari asumsi-asumsi, proposisi-proposisi, dan aksiomaaksioma dasar yang berkaitan.
4. Teori terdiri dari teorema-teorema yakni generalisasi-generalisasi yang
diterima/ terbukti secara empiris.
Penjelasan dalam teori tidak hanya menyangkut penyebutan nama dan
pendefinisian variabel-variabel, tetapi juga mengidentifikasikan keberaturan
hubungan di antara variabel. Menurut Littlejohn (1987) penjelasan dalam teori
berdasarkan pada “prinsip keperluan” (the principle of necessity) yakni suatu
penjelasan yang menerangkan variabel-variabel
yang kemungkinan
diperlukan untuk menghasilkan sesuatu.
Ada 3 macam prinsip keperluan :
1. Keperluan kausal (causal necessity)
Keperluan kausal berdasarkan hubungan sebab akibat misalnya “
karena ada Y dan Z maka terjadi X”.
2. Keperluan praktis (practical necessity).
Keperluan praktis menunjuk pada kondisi hubungan“tindakan -konsekuensi”, misalnya “ Y dan Z memang bertujuan untuk atau
praktis akan menghasilkan X”.
3. Keperluan logis (logical necessity).
12
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Keperluan logis berdasarkan pada azas konsistensi logis, artinya Y dan
Z secara konsisten dan logis akan selalu menghasilkan X”.
Menurut Abraham Kaplan (1964 ) sifat dan tujuan teori, bukan semata untuk
menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melihat
fakta, mengorganisasikan serta mempresentasikan fakta tersebut. Suatu teori
harus sesuai dengan ciptaan Tuhan, dalam arti dunia yang sesuai dengan ciri
apa yang sudah “given”. Dengan demikian teori yang baik adalah yang
konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta dapat diterapkan
dalam kehidupan nyata. Apabila konsep dan penjelasannya tidak sesuai
dengan realitas maka keberlakuannya diragukan dan teori demikian tergolong
teori semu.
Dilihat dari aspek aksiologi (axiology) tujuan ilmu (ilmu pengetahuan) adalah
untuk mencari kebenaran dan membantu manusia mengatasi kesulitan
hidupnya dalam rangka mencapai kesejahteraan. Suatu perguruan tinggi di
mana berbagai ahli berkumpul mempunyai tujuan untuk mengembangkan
ilmu di mana natinya terdapat gudang ilmu, sebenarnya yang terjadi adalah
pengembangan berbagai teori (Ahmad Tafsir, 2006).
Pengertian teori menurut Marx dan Goodson (1976, dalam Lexy J. Moleong,
1989) ialah aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang
berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas representasi
simbolik dari:
1. Hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian (yang
diukur),
2. Mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan
demikian.
3. Hubungan-hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang
dimaksudkan
untuk data dan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris
apa pun
secara langsung.
 Fungsi teori
Fungsi teori ada empat, yaitu :
(1)
Mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian,
(2)
Menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis
membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban,
(3)
Membuat ramalan atas dasar penemuan,
(4)
Menyajikan penjelasan dan dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan
‘mengapa’.
13
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Figur 1: Peran Teori Dalam Penelitian
Pertanyaan
Teori
Pengamatan
Dikutip dari Stephen W Littlejohn ed. 9, 2007
Bab II.
Tradisi Komunikasi
Pakar komunikasi Robert T. Craig menyatakan bahwa komunikasi tidak akan
pernah menyatu dengan sebuah teori tunggal atau kelompok teori. Teori-teori
akan selalu mencerminkan perbedaan gagasan praktis mengenai komunikasi
dalam kehidupan yang umum sehingga kita akan dihadapkan pada
keragaman pilihan. Craig menjelaskan tujuh dasar tradisi yang memberikan
cara-cara yang berbeda dalam membicarakan komunikasi yakni :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tradisi Retorika
Tradisi Semiotika
Tradisi Fenomenologis
Tradisi Sibernetika
Tradisi Sosio-psikologi
Tradisi Sosiokultural
Tradisi Kritikal
1. Tradisi Retorika
Tradisi Retorika (komunikasi sebagai ilmu bicara yang sarat dengan seni
bicara)
Ada enam keistimewaan yang mencirikan tradisi ini:
a. Keyakinan bahwa berbicara membedakan manusia dari binatang.
b. Ada kepercayaan bahwa pidato publik yang disampaikan dalam forum
demokrasi adalah cara yang lebih efektif untuk memecahkan masalah
politik.
c. Retorika merupakan sebuah strategi di mana seorang pembicara
mencoba mempengaruhi seorang audiens dari sekian banyak audiens
melalui pidato yang jelas-jelas bersifat persuasif. Public speaking pada
dasarnya merupakan komunikasi satu arah.
d. Pelatihan kecakapan pidato adalah dasar pendidikan kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus mampu menciptakan argumen-argumen yang
kuat lalu dengan lantang menyuarakannya.
14
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
e. Menekankan pada kekuatan dan keindahan bahasa untuk
menggerakkan orang banyak secara emosional dan menggerakkan
mereka untuk beraksi/bertindak. Pengertian retorika lebih merujuk
kepada seni bicara dari pada ilmu berbicara.
f. Sampai tahun 1800-an, perempuan tidak memiliki kesempatan untuk
menyuarakan haknya. Jadi retorika merupakan sebuah keistimewaan
bagi pergerakan wanita di Amerika yang memperjuangkan haknya
untuk bisa berbicara di depan publik.
Perspektif teoretis komunikasi dalam tradisi ini menyatakan seni praktikal
dari wacana yang berkembang. Problem tradisi ini terletak pada eksigensi
sosial mengandaikan pertimbangan dan penilaian kolektif. Keistimewaan yang
mencirikan tradisi ini adalah bahwa keyakinan bahwa berbicara membedakan
manusia dari binatang. Ada kepercayaan bahwa pidato publik yang
disampaikan dalam forum demokrasi adalah cara yang lebih efektif untuk
memecahkan masalah politik. Retorika merupakan sebuah strategi di mana
seorang pembicara mencoba mempengaruhi seorang audiens dari sekian
banyak audiens melalui pidato yang jelas-jelas bersifat persuasif.
2. Tradisi Semiotika
Tradisi semiotik (komunikasi sebagai proses membagi makna melalui tanda)
Semiotika adalah ilmu tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Sebuah
tanda adalah sesuatu yang menunjukkan sesuatu yang lain. Contohnya asap
menandai adanya api. Pawito (2007:23) menyatakan dalam tradisi ini lebih
memusatkan pada perhatian lambang-lambang dan simbol-simbol, dan
memandang komunikasi sebagai suatu jembatan antara dunia pribadi
individu-individu dengan ruang di mana lambang-lambang digunakan oleh
individu-individu untuk membawa makna-makna tertentu kepada khalayak.
Sehingga dalam tradisi ini memungkinkan bahwa individu-individu akan
memaknai tanda-tanda secara beragam.
Perspektif utama teoritis tradisi ini terletak adanya mediasi intersubjektif
melalui tanda-tanda yang dibuat. Permasalahan teoritisnya terletak pada
kemungkinan adanya misunderstanding atau gap di antara cara pandang
subjektif para pelaku komunikasi.
3. Tradisi Fenomologis
Tradisi Fenomenologi (Komunikasi sebagai pengalaman diri dan orang lain
melalui dialog). Meski fenomenologi adalah sebuah filosofi yang
mengagumkan, pada dasarnya menunjukkan analisis terhadap kehidupan
sehari-hari. Titik berat tradisi fenomenologi adalah pada bagaimana
individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman
subyektifnya. Bagi seorang fenomenologis, cerita kehidupan seseorang lebih
15
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
penting dari pada axioma-axioma komunikasi. Seorang psikologis Carl Rogers
percaya bahwa kesehatan kliennya adalah etika komunikasinya yang
menciptakan lingkungan yang nyaman baginya untuk berbincang. Dia
menggambarkan tiga kondisi yang penting dan kondusif bagi pemulihan
perubahan suatu hubungan dan kepribadian, yakni:
a. Kecocokan/kesesuaian, adalah kecocokan antara perasaan dalam hati
individu dengan tampilan luar. Orang yang tidak memiliki kecocokan
akan mencoba mempengaruhi, bermain peranan, sembunyi di balik
suatu tedeng aling-aling.
b. Hal positif yang tidak bersyarat, adalah sebuah sikap penerimaan yang
bukan merupakan kesatuan dalam penampilan.
c. Pemahaman empatik.
Perspektif teoritis tradisi ini adalah dialog atau kebersamaan dengan yang
lain. Problematika teoritisnya terletak pada ketidakhadiran dan masalah
otentisitas relasi antar manusia.
4. Tradisi Sibernetika
Tradisi sibernetika (cybernetic) yakni komunikasi sebagai pemrosesan
informasi. Ide komunikasi sebagai pemrosesan informasi pertama kali
dikemukakan oleh ahli matematika, Claude Shannon. Karyanya, Mathematical
Theory Communication diterima secara luas sebagai salah satu benih yang
keluar dari studi komunikasi. Teori ini memandang komunikasi sebagai
transmisi pesan. Karyanya berkembang selama Perang Dunia kedua di Bell
Telephone Laboratories di AS. Eksperimennya dilakukan pada saluran kabel
telepon dan gelombang radio bekerja dalam menyampaikan pesan. Meski
eksperimennya sangat berkaitan dengan masalah eksakta, tapi Warren Weaver
mengklaim bahwa teori tersebut bisa diterapkan secara luas terhadap semua
pertanyaan tentang komunikasi insani (human communication). Jadi dalam
tradisi ini konsep-konsep penting yang dikaji antara lain pengirim,
penerima, informasi, umpan balik, redudancy, dan sistem. Walaupun dalam
tradisi ini seringkali mendapat kritik terutama berkenaan dengan pandangan
asumtif yang cenderung menyamakan antara manusia dengan mesin dan
menganggap bahwa suatu realitas atau gejala timbul karena hubungan sebab
akibat yang linier.
Perspektif dasar tradisi ini adalah proses informasi. Hanya memang ada
beberapa masalah teoritis yang muncul dalam tradisi ini, yaitu noise, overload
information, kerusakan dalam sistem komunikasi. Ide komunikasi sebagai
pemrosesan informasi pertama kali dikemukakan oleh ahli matematika,
Claude Shannon. Karyanya, The Mathematical Theory Communication yang
diterima secara luas sebagai salah satu benih studi komunikasi. Teori ini
memandang komunikasi sebagai transmisi pesan. Karyanya berkembang
selama Perang Dunia kedua di Bell Telephone Laboratories di AS.
16
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Eksperimennya dilakukan pada saluran kabel telepon dan gelombang radio
bekerja dalam menyampaikan pesan.
5. Tradisi Sosiopsikologis
Tradisi Sosio-psikologi (komunikasi merupakan pengaruh antarpribadi)
Tradisi ini mewakili perspektif objektif/ scientific. Penganut tradisi ini percaya
bahwa kebenaran komunikasi bisa ditemukan melalui pengamatan yang teliti
dan sistematis. Tradisi ini mencari hubungan sebab-akibat yang dapat
memprediksi kapan sebuah perilaku komunikasi akan berhasil dan kapan
akan gagal. Adapun indikator keberhasilan dan kegagalan komunikasi terletak
pada ada tidaknya perubahan yang terjadi pada pelaku komunikasi. Semua itu
dapat diketahui melalui serangkaian eksperimen.
Salah satu tokoh tradisi ini adalah Carl I. Hovland, seorang ahli psikologi yang
sekaligus peletak dasar-dasar penelitian eksperimen yang berkaitan dengan
efek-efek komunikasi. Penelitiannya berupaya:
a. Menjadi peletak dasar proposisi empirik yang berkaitan dengan
hubungan antara stimulus komunikasi, kecenderungan audiens dan
perubahan opini.
b. Memberikan kerangka awal untuk membangun teori berikutnya.
Menurut ilmuwan Yale University ini dalam formula “who says what to whom
with what effect”, ada tiga variabel yang memiliki sifat persuasif, yakni:
 Who—sumber pesan.
 What—isi pesan
 Whom—karakteristik audiens.
Efek utama yang diukur adalah perubahan pendapat yang dinyatakan melalui
skala sikap yang diberikan sebelum dan pesan disampaikan oleh komunikator
kepada komunikan. Konsep pokok dalam tradisi ini adalah ekspresi,
interaksi dan pengaruh. Sementara itu, permasalahan yang timbul di dalam
tradisi ini adalah situasi yang menuntut manipulasi hubungan sebab akibat
dari perilaku untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penganut tradisi ini
percaya bahwa kebenaran komunikasi bisa ditemukan melalui pengamatan
yang teliti dan sistematis. Tradisi ini mencari hubungan sebab-akibat yang
dapat memprediksi kapan sebuah perilaku komunikasi akan berhasil dan
kapan akan gagal. Adapun indikator keberhasilan dan kegagalan komunikasi
terletak pada ada tidaknya perubahan yang terjadi pada pelaku komunikasi.
Semua itu dapat diketahui melalui serangkaian eksperimen. Jadi perhatian
penting dalam tradisi ini antara lain perihal pernyataan, pendapat(opini),
sikap, persepsi, kognisi, interaksi dan efek (pengaruh).
6. Tradisi Sosiokultural
Tradisi Sosiokultural adalah komunikasi sebagai penciptaan dan pembuatan
realitas sosial. Premis tradisi ini adalah ketika orang berbicara, mereka
17
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
sesungguhnya sedang memproduksi dan memproduksi kembali budaya.
Sebagian besar dari kita beranggapan bahwa kata-kata mencerminkan apa
yang sebenarnya terjadi. Pandangan kita tentang realitas dibentuk oleh bahasa
yang telah kita gunakan sejak lahir. Ahli bahasa Universitas Chicago, Edwar
Sapir dan Benyamin Lee Whorf adalah pelopor tradisi sosiokultural. Hipotesis
yang diusungnya adalah struktur bahasa suatu budaya menentukan apa
yang orang pikirkan dan lakukan. Dapat dibayangkan bagaimana seseorang
menyesuaikan dirinya dengan realitas tanpa menggunakan bahasa, dan bahwa
bahasa hanya semata-mata digunakan untuk mengatasi persoalan komunikasi
atau refleksi tertentu. Hipotesis ini menunjukkan bahwa proses berpikir kita
dan cara kita memandang dunia dibentuk oleh struktur gramatika dari
bahasa yang kita gunakan.
Secara fungsional, bahasa adalah alat yang dimiliki bersama untuk
mengungkapkan gagasan (socially shared), karena bahasa hanya dapat
dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial
untuk menggunakannya. Bahasa diungkapkan dengan kata-kata dan kata-kata
tersebut sering diberi arti arbiter (semaunya). Contoh: terhadap buah pisang,
orang sunda menyebutnya “cau” dan orang jawa menyebutnya “gedang”.
Secara formal, bahasa adalah semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat
dibuat menurut peraturan bahasa. Setiap bahasa dapat dikatakan mempunyai
tata bahasa/ (grammar) nya tersendiri. Contoh: sebuah kalimat dalam bahasa
Indonesia yang berbunyi “dimana saya dapat menukar uang ini?”, maka akan
ditulis dalam bahasa Inggris “where can I change some money?”
7. Tradisi Kritikal
Tiga asumsi dasar tradisi kritis: (1) Menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu
sosial interpretif. (2) Ilmuwan kritis menganggap perlu untuk memahami
pengalaman orang dalam konteks. (3) Mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam
usahanya mengungkap struktur-struktur yang seringkali tersembunyi.
Istilah teori kritis berasal dari kelompok ilmuwan Jerman yang dikenal dengan
sebutan Frankfurt School. Para teoritisinya mengadopsi pemikiran Marxis.
Kelompok ini telah mengembangkan suatu kritik sosial umum, di mana
komunikasi menjadi titik sentral dalam prinsip-prinsipnya. Sistem komunikasi
massa merupakan focus yang sangat penting di dalamnya. Tokoh-tokoh
pelopornya adalah Max Horkheimer, Theodore Adorno serta Herbert
Marcuse. Pemikirannya disebut dengan teori kritis. Ketika bangkitnya Nazi di
Jerman, mereka berimigrasi ke Amerika. Di sana mereka menaruh perhatian
besar pada komunikasi massa dan media sebagai struktur penindas dalam
masyarakat kapitalistik, khususnya struktur di Amerika.
18
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Teori kritis menganggap tugasnya adalah mengungkap kekuatan-kekuatan
penindas dalam masyarakat melalui analisis dialektika. Teori kritis juga
memberikan perhatian yang sangat besar pada alat-alat komunikasi dalam masyarakat.
Komunikasi merupakan suatu hasil dari tekanan antara kreativitas individu dalam
memberi kerangka pesan dan kendala-kendala sosial terhadap kreativitas tersebut.
Salah satu kendala utama pada ekspresi individu adalah bahasa itu sendiri. Kelas-kelas
dominan dalam masyarakat menciptakan suatu bahasa penindasan dan pengekangan,
yang membuat kelas pekerja menjadi sangat sulit untuk memahami situasi mereka dan
untuk keluar dari situasi tersebut. Kewajiban dari teori kritis adalah menciptakan
bentuk-bentuk bahasa baru yang memungkinkan diruntuhkannya paradigma
dominan. Hal itulah yang diungkapkan oleh Jurgen Habermas, tokoh
terkemuka kelompok Franfurt School di era berikutnya.
Beberapa tradisi di atas dinyatakan untuk melihat sejauh mana tradisi tersebut
memuat beberapa karakteristik utama dalam proses komunikasi. Tradisitradisi komunikasi inilah yang mendasari kita untuk mengkaji ilmu
komunikasi serta memahami teori-teori yang dibangun berdasarkan tradisitradisi tersebut. Permasalahannya adalah bahwa komunikasi tidak hanya
difragmentasikan dalam beberapa disiplin ilmu dan perspektif tapi juga
dikarakterisasikan dengan level yang tinggi dari studi multidisipliner yakni
isu masalah bagaimana konteks-konteks perkembangan teknologi komunikasi,
di mana fokus penelitian dalam ilmu komunikasi berkembang pesat (Miller,
2005: 14-16).
19
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Bab III.
Komponen Konseptual dan Jenis-jenis Teori Komunikasi
Sebagaimana telah disinggung dalam modul sebelumnya bahwa ilmu
komunikasi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner,
maka defenisi-defenisi mengenai komunikasi menjadi sangat beragam. Setiap
defenisi, jenis teori komunikasi memiliki penekanan arti, cakupan dan konteks
yang berbeda satu sama lainnya.
1. Definisi Komunikasi
Terdapat 126 definisi komunikasi yang dapat dikumpulkan oleh Frank E.X.
Dance. semuanya setelah dirangkum dapat dikategorikan manjadi 15
komponen konseptual. Yaitu:
1. Simbol/verbal/ujaran, komunikasi adalah pertukaran pikiran atau
gagasan secara verbal. (Hoben, 1954).
2. Pengertian/pemahaman, proses di mana kita memahami dan dipahami
orang lain. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara
konstan berubah sesuai dengan situasi yang berlaku. (Anderson, 1959).
3. Interaksi/hubungan/proses sosial. Interaksi adalah perwujudan
komunikasi. Tanpa komunikasi tidak akan terjadi interaksi. (Mead,
1963).
4. Pengurangan rasa ketidakpastian. Komunikasi timbul didorong oleh
kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi ketidakpastian, bertindak
secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego. (Burnland, 1964)
5. Proses, komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan,
emosi, keahlian, dll. melalui penggunaan simbol-simbol seperti katakata, gambar, angka dll.
6. Pengalihan/penyampaian/pertukaran. Penggunaan kata komunikasi
menunjuk pada pengalihan dari suatu benda atau orang ke benda atau
orang lainnya menjadi bermakna. Misal kata pohon• mewakili objek
pohon.
7. Menghubungkan/menggabungkan. Komunikasi adalah proses yang
menghubungkan satu bagian kehidupan dengan bagian lainnya.
8. Kebersamaan. Komunikasi adalah proses yang membuat sesuatu yang
semula dimiliki seseorang menjadi milik dua orang atau lebih.
9. Saluran/jalur/alat. Komunikasi adalah alat pengirim pesan. Misalnya
telegraph, telepon, radio, kurir, dll.
10. Replikasi memori. Komunikasi adalah proses mengarahkan perhatian
dengan menggugah ingatan.
11. Tanggapan Diskriminatif, komunikasi adalah tanggapan pilihan atau
terarah pada suatu stimulus.
12. Stimuli, setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai penyampaian
informasi yang berisikan stimuli diskriminatif, dari suatu sumber
terhadap penerima.
20
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
13. Tujuan/kesengajaan, komunikasi pada dasarnya penyampaian pesan
yang disengaja dari sumber terhadap penerima dengan tujuan
mempengaruhi tingkah laku pihak penerima.
14. Waktu/situasi, komunikasi merupakan suatu transisi dari suatu
struktur keseluruhan situasi atau waktu sesuai pola yang diinginkan.
15. Kekuasaan/kekuatan, komunikasi adalah suatu mekanisme yang
memimbulkan kekuatan atau kekuasaan.
Kelima belas komponen konseptual tersebut di atas merupakan kerangka
acuan yang dapat dijadikan dasar dalam menganalisis fenomena peristiwa
komunikasi. Komponen-komponen tersebut baik secara tersendiri, secara
gabungan atau secara keseluruhan dapat dijadikan sebagai fokus perhatian
dalam penelitian.
2. Jenis-Jenis Teori Komunikasi
Menurut Littlejohn (1989) berdasarkan metode penjelasan serta cakupan objek
pengamatannya, secara umum teori-teori komunikasi dapat dibagi dua
kelompok:
a. Teori-teori Umum (general theories). Teori ini merupakan teori yang
mengarah pada bagaimana menjelaskan fenomena komunikasi (metode
penjelasannya).
b. Teori-teori fungsional dan struktural. Ciri dan pokok pikiran dari teori
ini adalah: Individu dipengaruhi oleh struktur sosial atau sistem sosial
dan individu bagian dari struktur. Sehingga cara pandangnya
dipengaruhi struktur yang berada di luar dirinya. Pendekatan ini
menekankan tentang sistem sebagai struktur yang berfungsi.
Karakteristik dari pendekatan ini adalah:



Mementingkan sinkroni (stabilitas dalam kurun waktu tertentu)
daripada diacrony (perubahan dalam kurun waktu tertentu). Misalnya
dalam mengamati suatu fenomena menggunakan dalil-dalil yang jelas
dari suatu kaidah. Perubahan terjadi melalui tahapan metodologis yang
telah baku.
Cenderung memusatkan perhatiannya pada akibat-akibat yang tidak
diinginkan (unintended consequences) daripada hasil yang sesuai tujuan.
Pendekatan ini tidak mempercayai konsep subjektivitas dan kesadaran.
Fokus mereka pada faktor-faktor yang berada di luar kontrol kesadaran
manusia.
Memandang realitas sebagai sesuatu yang objektif dan independent.
Oleh karena itu, pengetahuan dapat ditemukan melalui metode empiris
yang cermat. Memisahkan bahasa dan lambang dari pemikiran dan
objek yang disimbolkan dalam komunikasi. Bahasa hanyalah alat untuk
merepresentasikan apa yang telah ada.
21
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang

Menganut prinsip the correspondence theory of truth. Menurut teori ini
bahasa harus sesuai dengan realitas. Simbol-simbol harus
merepresentasikan suatu secara akurat.
c. Teori-teori behavioral dan kognitif. Teori ini berkembang dari ilmu
psikologi yang memusatkan pengamatannya pada diri manusia secara
individual. Beberapa pokok pikiran:



Salah satu konsep pemikirannya adalah model stimulus-respon (S-R)
yang menggambarkan proses informasi antara stimulus dan respon.
Mengutamakan analisa variabel. Analisis ini pada dasarnya merupakan
upaya mengidentifikasi variabel-variabel kognitif yang dianggap
penting serta mencari hubungan antar variabel. Menurut pandangan ini
komunikasi dipandang sebagai manifestasi dari proses berfikir, tingkah
laku dan sikap seseorang. Oleh karenanya variabel-variabel penentu
memegang peranan penting terhadap kognisi seseorang (termasuk
bahasa) biasanya berada di luar kontrol individu.
Contoh lain teori atau model yang termasuk dalam kelompok teori ini
adalah Model Psikologi Comstock tentang efek televisi terhadap
individu. Tujuan model ini adalah untuk memperhitungkan dan
membantu memperkirakan terjadinya efek terhadap tingkah laku orang
perorang dalam suatu kasus tertentu, dengan jalan menggabungkan
penemuan-penemuan atau teori-teori tentang kondisi umum dimana
efek selama ini dapat ditemukan. Model ini dinamakan model psikologi
karena melibatkan masalah-masalah keadaan mental dan tingkah laku
orang perorangan. Model ini berpendapat, televisi hendaknya dianggap
sederajat dengan setiap pengalaman, tindakan atau observasi personal
yang dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pemahaman (learning)
maupun tindakan (acting). Jadi model ini mencakup kasus dimana
televisi tidak hanya mengajarkan tingkah laku yang dipelajari dari
sumber-sumber lain.
d. Teori-teori Konvensional dan Interaksional. Teori ini beranggapan
bahwa agar komunikasi dapat berlangsung, individu-individu yang
berinteraksi menggunakan aturan-aturan dalam menggunakan lambanglambang. Bukan hanya aturan mengenai lambang itu sendiri tetapi juga
harus sepakat dalam giliran berbicara, bagaimana bersikap sopan santun
atau sebaliknya, bagaimana harus menyapa dan sebagainya. Teori ini
berkembang dari aliran interactionisme simbolik yang menunjukan arti
penting dari interaksi dan makna. Pokok pikiran teori ini adalah:

kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun,
memelihara, serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk
dalam hal ini bahasa dan simbol. Komunikasi dianggap sebagai alat
perekat masyarakat (the glue of society).
22
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang



Struktur sosial dilihat sebagai produk dari interaksi. Interaksi dapat
terjadi melalui bahasa, sehingga bahasa menjadi pembentuk struktur
sosial. Pengetahuan dapat ditemukan melalui metode interpretasi.
Struktur sosial merupakan produk interaksi, karena bahasa dan simbol
direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannnya.
Sehingga focus pengamatannya adalah pada bagaimana bahasa
membentuk struktur sosial, serta bagaimana bahasa direproduksi,
dipelihara, serta diubah penggunaannya.
Makna dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu dari konteks ke
konteks. Sifat objektif bahasa menjadi relatif dan temporer. Makna pada
dasarnya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui
interaksi. Oleh karena itu makna dapat berubah dari waktu ke waktu,
konteks ke konteks, serta dari kelompok sosial ke kelompok lainnya.
Dengan demikian sifat objektivitas dari makna adalah relatif dan
temporer.
e. Teori-Teori Kritis dan Interpretatif. Jenis teori ini berkembang dari
tradisi sosiologi interpretatif, yang dikembangkan oleh Alfred Schulzt, Paul
Ricour et al. , sementara teori kritis berkembang dari pemikiran Max
Weber, Marxisme dan Frankfurt School. Interpretatif berarti pemahaman
(verstechen) berusaha menjelaskan makna dari suatu tindakan. Karena
suatu tindakan dapat memiliki banyak arti, maka makna tidak dapat
dengan mudah diungkap begitu saja. Interpretasi secara harfiah
merupakan proses aktif dan inventif. Teori interpretatif umumnya
menyadari bahwa makna dapat berarti lebih dari apa yang dijelaskan oleh
pelaku. Jadi interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkap
kemungkinan-kemungkinan makna.
Implikasi sosial kritis pada dasarnya memiliki implikasi ekonomi dan
politik, tetapi banyak diantaranya yang berkaitan dengan komunikasi dan
tatanan komunikasi dalam masyarakat. Meskipun demikian teoritisi kritis
biasanya enggan memisahkan komunikasi dan elemen lainnya dari
keseluruhan sistem. Jadi, suatu teori kritis mengenai komunikasi perlu
melibatkan kritik mengenai masyarakat secara keseluruhan.
Pendekatan kelompok ini terutama sekali popular di Negara-negara Eropa.
Karakteristik umum yang mencirikan teori ini adalah:



Penekanan terhadap peran subjektifitas yang didasarkan pada
pengalaman individual.
Makna merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini. Pengalaman
dipandang sebagai meaning centered.
Bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman
manusia.
23
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Di samping karakteristik di atas yang menunjukan kesamaan, terdapat juga
perbedaan mendasar antara teori-teori interpretatif dan teori-teori kritis
dalam pendekatannya. Pendekatan teori interpretatif cenderung
menghindarkan sifat-sifat preskriptif dan keputusan-keputusan absolut
tentang fenomena yang diamati. Pengamatan menurut teori interpretatif,
hanyalah sesuatu yang bersifat tentatif dan relatif. Sementara teori-teori
kritis lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan absolut,
preskriptif dan juga politis sifatnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teori interpretatif ditujukan untuk memahami
pengalaman hidup manusia, atau untuk menginterpretasikan makna-makna teks.
Sedangkan teori kritis berkaitan dengan cara-cara di mana kondisi manusia
mengalami kendala dan berusaha menciptakan berbagai metode untuk
memperbaiki kehidupan manusia.
f. Teori-teori Kontekstual
Dalam komunikasi, sebagaimana telah disebutkan di atas, kita mengenal
banyak kondisi di mana komunikator menggunakan media yang berbeda
dalam menghadapi berbagai jumlah komunikan, dan disertai tujuan
komunikasi yang berbeda pula. Jika komunikator menginginkan selfdisclosure dengan seseorang, maka dia perlu menerapkan metode-metode
dalam teori komunikasi interpersonal. Sebaliknya, jika komunikator
berkeinginan untuk menjalankan sebuah sistem kelompok, dengan tujuan
yang akan dicapai bersama, maka dia akan memegang teguh prinsipprinsip komunikasi kelompok. Teori-teori itu disebut Teori Kontekstual,
yang antara lain: berdasarkan konteks dan tingkatan analisisnya, teori
komunikasi dapat dibagi menjadi lima :
1. Teori Komunikasi Intrapersonal, yaitu proses komunikasi yang
terjadi dalam diri seseorang. Fokusnya adalah pada bagaimana jalannya
proses pengolahan informasi yang dialami seseorang melalui sistem
syaraf dan inderanya. Umumnya membahas mengenai proses
pemahaman, ingatan, dan interpretasi terhadap simbol-simbol yang
ditangkap melalui pancainderanya.
2. Teori Komunikasi Interpersonal, yaitu komunikasi antar perorangan
dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung (non-media) atau
tidak langsung (media). Fokus teori ini adalah pada bentuk-bentuk dan
sifat hubungan, percakapan, interaksi dan karakteristik komunikator.
3. Teori Komunikasi kelompok. Fokus pada interaksi diantara orangorang dalam kelompok kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan
komunikasi antar pribadi, namun pembahasannya berkaitan dengan
dinamika kelompok, efisiensi dan efektifitas penyampaian informasi
24
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
dalam kelompok, pola dan bentuk interaksi serta pembuatan
keputusan.
4. Teori Komunikasi Organisasi. Mengarah pada pola dan bentuk
komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi.
Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal
dan informal. Pembahasan teori ini menyangkut struktur dan fungsi
organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi dan proses
pengorganisasiannya serta budaya organisasi.
5. Teori Komunikasi massa: adalah komunikasi melalui media massa
yang ditujukan pada sejumlah khalayak yang besar. Proses komunikasi
melibatkan keempat teori sebelumnya. Teori ini secara umum
memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur
media, hubungan media dan masyarakat, hubungan antara media dan
khalayak, aspek-aspek budaya dari komunikasi massa, serta dampak
komunikasi massa terhadap individu.
6. Teori Komunikasi Antar Budaya, adalah komunikasi yang terjadi
diantara orang-orang atau kelompok-kelompok orang yang berbeda
latar belakang budaya. Ada tiga faktor yang mendorong perkembangan
studi komunikasi antar budaya yakni : (1) kesadaran internasional; (2)
kesadaran domestik; (3) kesadaran pribadi.
25
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Bab IV
Methateori Komunikasi
Hal-hal diluar teori komunikasi tetapi sangat berpengaruh dalam tumbuhnya
studi dan teori komunikasi adalah axioma. Axioma adalah pernyataan yang
diyakini secara luas dan bukan merupakan hubungan-hubungan variabel,
sehingga tidak perlu diuji kebenarannya. Bradac dan Bowers (1980) telah
berjasa dalam merumuskan methateori/ axioma ini. Ada 7 (tujuh) pasangan
axioma yang masing-masing pasangan saling berlawanan satu sama lain. Hal
ini justru menghidupkan penelitian dan teori-teori ilmu komunikasi dewasa
ini.
Pasangan-pasangan Axioma :
Pasangan 1:

Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan informasi.
Axioma ini mempertanyakan apakah informasi yang diterima sama
dengan
informasi yang dikirim. (Shanon & Wever 1949, Bugoon, 1975).

Komunikasi merupakan pembangkit makna.
Sikap membangkitkan makna pada penerima informasi menyangkut
perubahan
kualitas, membuat sesuatu lebih berarti atau bahkan sama
sekali tidak berarti. Pandangan ini telah mendasari banyak teori-teori
yang telah ada selama ini.
Pasangan 2:

Komunikasi merupakan perilaku individu
Setiap komunikator secara tegas memperoses stimulus sosial
(
Addis,1975) memberikan komunikasi sebagai mata rantai rangsang
verbal individu serta respon parallel.

Komunikasi merupakan hubungan berbagai perilaku individu.
Komunikasi melebihi persoalan tingkah laku verbal dan non verbal
individu , komunikasi merupakan pola sikap bersama. (McDougall,
1920; Yung 1963).
Pasangan 3 :

Komunikasi manusia adalah unik.
Implikasi dari axioma ini adalah manusia hidup dan menciptakan
simbol-simbol serta menggunakannya. Kasus dasar dari axioma ini
26
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
ditampilkan dalam retorika dan teori komunikasi (Ernst Cassib, 1946).
Axioma ini digunakan dalam studi simbol perilaku dan komunikasi.

Komunikasi manusia merupakan bentuk komunikasi hewan.
Beberapa atribut komunikasi manusia bisa ditiru oleh hewan, walaupun
sedikit lebih rendah skala psikologinya ( Lily, 1967 ; Rumbaugh, 1977)
Pasangan 4:

Komunikasi merupakan suatu proses.
Berlo (1960) menyatakan secara populer bahwa komunikasi baik secara
teori maupun penelitiannya merupakan suatu proses, berarti
komunikasi melibatkan beberapa variabel perilaku dalam sistem,
seperti dalam model proses kausal dan komunikasi merupakan
pertukaran simbol.

Komunikasi adalah statis.
Para pencetus axioma ini mungkin meminjam model linguistik, dimana
objek studi komunikasi adalah bahasa sebagai media/alat komunikasi,
yang dilihat sebagai suatu yang statis/ diam, bila tidak diatur ada
perubahannya yaitu tata bahasa (langue) dan bahasa percakapan
(parole).
Pasangan 5 :

Komunikasi adalah terkontekstual.
Axioma ini menyatakan unsur kontektual mempengaruhi makna pesan
secara kritis, suatu komunikasi baik verbal maupun non verbal bisa
banyak maknanya ( Watzlawich, 1967).

Komunikasi adalah tidak menghasilkan respon simbol biologis sejauh
mana bisa dimengerti orang lain. Manusia secara umum tidak
mempertimbangkan pola yang pasti dalam pengiriman informasi dan
tidak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya.
Pasangan 6:

Manusia harus berkomunikasi.
Watzlawich, 1967 dkk, menyatakan semua tingkah laku manusia yang
bisa diterima orang lain membangkitkan makna dan itulah komunikasi.
Axioma ini beroientasi pada pandangan si penerima pesan (Barnlund
1962).

Manusia tidak bisa berkomunikasi.
27
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Orang boleh saja tidak mengirim pesan, tetapi dia tidak bisa mencegah
orang lain memaknakan hal tersebut sebagai pesan/komunikasi.
Perilaku yang tidak komunikatif dapat diartikan sebagai informasi.
Pasangan 7:

Komunikasi ada dimana-mana dan merupakan suatu kekuatan didalam
masyarakat.
Hall (1959) menyatakan bahwa komunikasi adalah masyarakat atau
kebudayaan atau organisasi, sehingga komunikasi mengikat individu
dan masyarakat.

Komunikasi merupakan satu diantara sekian banyak kekuatan dan bisa
juga merupakan satu kelemahan didalam masyarakat.
Penjelasan axioma ini mungkin hanya terjadi pada determinisme
ekonomi (Burke, 1950; Empson, 1930).
28
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Bab V
Teori Komunikasi Intrapersonal
Dalam komunikasi intrapersonal, akan dijelaskan bagaimana orang menerima
informasi, mengolahnya, menyimpannya dan menghasilkannya kembali.
Proses pengolahan informasi, yang di sini kita sebut komunikasi intrapersonal
meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir.
1. Sensasi
Sensasi berasal dari kata “sense” yang artinya alat pengindraan, yang
menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Menurut Dennis Coon,
“Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan
penguraian verbal. Simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali
berhubungan dengan kegiatan alat indera.”
Definisi sensasi, adalah fungsi alat indera dalam menerima informasi dari
lingkungan sangat penting. Kita mengenal lima alat indera atau pancaindera.
Kita mengelompokannya pada tiga macam indera penerima, sesuai dengan
sumber informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal)
atau dari dalam diri (internal). Informasi dari luar diindera oleh eksteroseptor
(misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam diindera oleh ineroseptor
(misalnya, sistem peredaran darah). Gerakan tubuh kita sendiri diindera oleh
propriseptor (misalnya organ vestibular).
2. Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory
stimuli). Sensasi adalah bagian dari persepsi. Persepsi, seperti juga sensasi
ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor lainnya yang
mempengaruhi persepsi, yakni perhatian. Perhatian (attention) adalah proses
mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam
kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (Kenneth E. Andersen) :
Faktor Eksternal Penarik Perhatian
Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor situasional personal. Faktor situasional
terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau
penarik perhatian (attention getter) dan sifat-sifat yang menonjol, seperti :
29
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang




Gerakan secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak.
Intensitas stimuli, kita akan memerharikan stimuli yang menonjol dari
stimuli yang lain
Kebauran (novelty), hal-hal yang baru dan luar biasa, yang berbeda,
akan menarik perhatian.
Perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-kali bila disertai sedikit
variasi akan menarik perhatian.
Faktor Internal Penaruh Perhatian
Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau
sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita lihat, dan
mendengar apa yang ingin kita dengar. Perbedaan ini timbul dari faktor-faktor
yang ada dalam diri kita. Contoh-contoh faktor yang memengaruhi perhatian
kita adalah :



Faktor-faktor biologis
Faktor-faktor sosiopsikologis.
Motif sosiogenis, sikap, kebiasaan, dan kemauan, memengaruhi apa
yang kita perhatikan.
Kenneth E. Andersen, menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif
yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi.
1. Perhatian itu merupakan proses aktif dan dinamis, bukan pasif dan
refleksif.
2. Kita cenderung memerhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol,
atau melibatkan kita.
3. Kita menaruh perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan
kepercayaan, sikap, nilai, kebiasaan, dan kepentingan kita.
4. Kebiasaan sangat penting dalam menentukan apa yang menarik
perhatian, tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik perhatian
kita.
5. Dalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita
untuk menghindari terpaan stimuli tertentu yang ingin kita abaikan
6. Walaupun perhatian kepada stimuli berarti stimuli tersebut lebih kuat
dan lebih hidup dalam kesadaran kita, tidaklah berarti bahwa persepi
kita akan betul-betul cermat.
7. Perhatian tergantung kepada kesiapan mental kita,
8. Tenaga-tenaga motivasional sangat penting dalam menentukan
perhatian dan persepsi.
9. Intesitas perhatian tidak konstan
10. Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak
konstan.
30
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
11. Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan
karena usaha itu sering menuntut perhatian
12. Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli secara serentak.
13. Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan
mempertahankan perhatian
Faktor-faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lain
yang termasuk apa yang ingin kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang
menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik
orang yang memberikan respons pada stimuli itu.
Kerangka Rujukan (Frame of Reference)
Sebagai kerangka rujukan mula-mula konsep ini berasal dari penelitian
psikofisik yang berkaitan dengan persepsi objek. Dalam eksperimen psikofisik,
Wever dan Zener menunjukan bahwa penilaian terhadap objek dalam hal
beratnya bergantung pada rangkaian objek yang dinilainya. Dalam kegiatan
komunikasi kerangka rujukan memengaruhi bagaimana memberi makna pada
pesan yang diterimanya.
Teori Gestalt : Faktor-faktor Struktural yang Menentukan Persepsi
Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan ekfekefek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Para psikolog
Gestalat, seperti Kohler, Wartheimer, dan Koffka, merumuskan prinsip-prinsip
persepsi yang bersifat struktural. Prinsip-prinsip ini kemudian terkenal
dengan nama teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, mempersepsi sesuatu, kita
mempersepsikannya sebagai suatu keseluruhan. Dengan kata lain, kita
tidak melihat bagian-bagiannya. Jika kita ingin memahami suatu peristiwa,
kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita harus
memandangnya dalam hubungan keseluruhan
Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi, menjadi empat bagian :
1. Dalil persepsi yang pertama : Persepsi bersifat selektif secara fungsional.
Berarti objek-objek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi kita
biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan
persepsi.
2. Dalil persepsi yang kedua : Medan perseptual dan kognitif selalu
diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan
melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak
lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten
dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.
31
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
3. Dalil persepsi yang ketiga : Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari
substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara
keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua
sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan diperngaruhi
oleh keanggotaan kelompoknya dengan efek berupa asimilasi atau
kontras.
4. Dalil persepsi yang keempat : Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam
ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung
ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya
betul-betul bersifat struktural dalam mengelompokkan objek-objek
fisik, seperti titik, garis, atau balok.
Pada persepsi sosial, pengelompokan tidak murni struktural; sebab apa yang
dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap
sama atau berdekatan dengan individu yang lainnya. Dalam komunikasi, dalil
kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator untuk
meningkatkan kredibilitasnya, atau mengakrabkan diri dengan orang-orang
yang punya prestise tinggi. Jadi, kedekatan dalam ruang dan waktu
menyebabkan stimuli ditangapi sebagai bagian dari struktur yang sama.
Kecenderungan untuk mengelompokan stimuli berdasarkan kesamaan dan
kedekatan adalah hal yang universal.
3. Memori
Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam
memengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Memori adalah sistem yang
sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta
tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing
perilakunya (Schlessinger dan Groves). Memori melewati tiga proses:
1. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor
indra dan sirkit saraf internal.
2. Penyimpanan (strorage) adalah menentukan berapa lama informasi itu
berada berserta kita, dalam bentuk apa, dan di mana.
3. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi,
adalah menggunakan informasi yang disimpan.
Jenis-jenis Memori
Pemanggilan diketahui dengan empat cara :
1. Pengingatan (Recall), Proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta
dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang
jelas.
32
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
2. Pengenalan (Recognition), Agak sukar untuk mengingat kembali
sejumlah fakta; lebih mudah mengenalnya.
3. Belajar lagi (Relearning), Menguasai kembali pelajaran yang sudah kita
peroleh termasuk pekerjaan memori.
4. Re-intergrasi (Reintergration), Merekontruksi seluruh masa lalu dari satu
petunjuk memori kecil.
Mekanisme Memori
Ada tiga teori yang menjelaskan memori :
1. Teori Aus (Disuse Theory), memori hilang karena waktu. William
James, juga Benton J. Underwood membuktikan dengan eksperimen,
bahwa “the more memorizing one does, the poorer one’s ability to memorize” –
makin sering mengingat, makin jelek kemampuan mengingat.
2. Teori Interferensi (Interference Theory), Memori merupakan meja lilin
atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas
itu. Ada 5 hal yang menjadi hambatan terhapusnya rekaman :
Interferensi, inhibisi retroaktif (hambatan kebelakang), inhibisi proaktif
(hambatan kedepan), hambatan motivasional, dan amnesia.
3. Teori Pengolahan Informasi
(Information Processing Theory),
menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage
(gudang inderawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memori
jangka pendek) lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukan pada
Long-Term Memory (LTM, memori jangka panjang).
4. Berpikir
Apakah berpikir itu? Dalam berpikir kita melibatkan semua proses yang kita
sebut sensasi, persepsi, dan memori. Berpikir merupakan manipulasi atau
organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang
sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Berpikir
menunjukan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan
lambang, sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berpikir kita lakukan untuk
memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making),
memecahkan persoalan (problem solving). Dan menghasilkan yang baru
(creativity). Bagaimana orang berpikir?
33
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Ada dua macam berpikir:
1. berpikir autistik, dengan melamun, berfantasi, menghayal, dan wishful
thinking. Dengan berpikir autistik orang melarikan diri dari kenyataan
dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis.
2. berpikir realistik, disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam
rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata.
Floyd L. Ruch, menyebutkan tiga macam berpikir realistik :
1. Berpikir deduktif : mengambil kesimpulan dari dua pernyataan, dalam
logika disebutnya silogisme.
2. Berpikir Induktif : Dimulai dari hal-hal yang khusus kemudian
mengambil kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi.
3. Berpikir evaluatif : berpikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau
tidaknya suatu gagasan, kita tidak menambah atau mengurangi
gagasan, namun menilainya menurut kriteria tertentu.
Menetapkan Keputusan (Decision Making)
Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan keputusan. Keputusan yang kita
ambil beraneka ragam. Tanda-tanda umumnya:
1. Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual
2. keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif
3. keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaanya
boleh ditangguhkan atau dilupakan.
Faktor-faktor personal amat menentukan apa yang diputuskan, antara lain :
1. Kognisi, kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki
2. Motif, amat memengaruhi pengambilan keputusan
3. Sikap, juga menjadi faktor penentu lainnya.
Memecahkan persoalan (Problem Solving)
Proses memecahkan persoalan berlangsung melalui lima tahap :
1. Terjadi peristiwa ketika perilaku yang biasa dihambat karena sebabsebab tertentu.
2. Anda mencoba menggali memori anda untuk mengetahui cara apa saja
yang efektif pada masa lalu.
3. Pada tahap ini, anda mencoba seluruh kemungkinan pemecahan yang
pernah anda ingat atau yang dapat anda pikirkan.
34
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
4. Anda mulai menggunakan lambang-lambang vergal atau grafis untuk
mengatasi masalah
5. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran anda suatu pemecahan. Pemecahan
masalah ini biasa disebut Aha-Erlebnis (Pengalaman Aha), atau lebih
lazim disebut insight solution.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Proses Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dipengaruhi faktor-faktrot situasional dan personal.
Faktor-faktor situasional terjadi, misalnya, pada stimulus yang menimbulkan
masalah. Pengaruh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis terhadap proses
pemecahan masalah. Contohnya :
1. Motivasi. Motivasi yang rendah lebih mengalihkan perhatian. Motivasi
yang tinggi membatasi fleksibilitas.
2. Kepercayaan dan sikap yang salah. Asumsi yang salah dapat
menyesatkan kita.
3. Kebiasaan. Kecenderungan untuk memertahankan pola berpikir
tertentu, atau misalnya melihat masalah dari satu sisi saja, atau
kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas,
menghambat pemecahan masalah yang efisien.
4. Emosi. Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering
terlibat secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak
pernah berpikir betul-betul secara objektif.
Berpikir Kreatif (Creative Thinking)
Berpikir kreatif menurut James C. Coleman dan Coustance L. Hammen, adalah
“thinking which produces new methods, new concepts, new understanding,
new invebtions, new work of art.” . Berpikir kreatif harus memenui tiga syarat:
1. Kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru, atau yang
secara statistik sangat jarang terjadi. Tetapi kebauran saja tidak cukup.
2. Kreativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis.
3. Kreativitas merupakan usaha untuk memertahankan insight yang
orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin.
Ketika orang berpikir kreatif, cara berpikir yang digunakan adalah berpikir
analogis. Guilford membedakan antara berpikir kreatif dan tak kreatif dengan
konsep konvergen dan divergen. Kata Guilford, orang kreatif ditandai dengan
cara berpikir divergen. Yakni, mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan
jawaban. Berpikir konvergen erat kaitannya dengan kecerdasan, sedangkan
divergen kreativitas. Berpikir divergen dapat diukur dengan fluency, flexibility,
dan originality.
35
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Proses Berpikir Kreatif
Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kreatif :
1. Orientasi : Masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah
diidentifikasi
2. Preparasi : Pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin
informasi yang relevan dengan masalah.
3. Inkubasi : Pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan
berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan
masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita.
4. Iluminasi : Masa Inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh
semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini
menimbulkan Aha Erlebnis.
5. Verifikasi : Tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai
pemecahan masalah yang diajukan pada tahap keempat.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif tumbuh subur bila ditunjang oleh faktor personal dan
situasional. Menurut Coleman dan Hammen, faktor yang secara umum
menandai orang-orang kreatif adalah :
1. Kemampuan Kognitif : Termasuk di sini kecerdasan di atas rata-rata,
kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang
berlainan, dan fleksibilitas kognitif
2. Sikap yang terbuka : orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima
stimuli internal maupun eksternal.
3. Sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri : orang kreatif
ingin menampilkan dirinya semampu dan semaunya, ia tidak terikat
oleh konvensi-konvensi. Hal ini menyebabkan orang kreatif sering
dianggap “nyentrik” atau gila.
Selain faktor lingkungan psikososial, beberapa penelitian menunjukan adanya
faktor situasional lainnya. Maltzman menyatakan adanya faktor peneguh
kreatif, dan Silvano Arieti menekankan faktor isolasi dalam menumbuhkan
kreativitas an dari lingkungan. Dutton menyebutkan tersedianya hal-hal
istimewa bagi manusia.
36
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Bab VI
Komunikasi Antar Pribadi (KAP)
A. Definisi dan Pendekatan KAP
KAP adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara
dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan
orang (Wiryanto, 2004). Komunikasi Antar Personal (KAP) adalah interaksi
orang ke orang, dua arah, verbal dan non verbal. Saling berbagi informasi dan
perasaan antara individu dengan individu atau antar individu di dalam
kelompok kecil (Febrina, 2008).
Tiga pendekatan utama tentang pemikiran KAP berdasarkan:
1. Komponen-komponen utama
Bittner (1985:10) menerangkan KAP berlangsung, bila pengirim
menyampaikan informasi
berupa kata-kata kepada penerima dengan
menggunakan medium suara manusia (human voice). Menurut Barnlund
(dikutip dalam Alo Liliweri : 1991), ciri-ciri mengenali KAP sebagai berikut :
(a) bersifat spontan;
(b) tidak berstruktur;
(c) kebetulan;
(d) tidak mengejar tujuan yang direncanakan;
(e) identitas kenggotaan tidak jelas;
(f) terjadi sambil lalu.
2. Hubungan diadik (dyadic)
Hubungan diadik mengartikan KAP sebagi komunikasi yang berlangsung
antara dua orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas. Untuk
memahami perilaku seseorang, harus mengikutsertakan paling tidak dua
orang peserta dalam situasi bersama (Laing, Phillipson, dan Lee (1991:117).
Trenholm dan Jensen (1995:26) mendefinisikan KAP sebagai komunikasi
antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik).
Sifat komunikasi ini adalah :
(a) spontan dan informal;
37
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
(b) saling menerima feedback secara maksimal;
(c) partisipan berperan fleksibel. Trenholm dan Jensen (1995:227-228)
mengatakan tipikal pola interaksi dalam keluarga menunjukkan jaringan
komunikasi.
3. Pengembangan
KAP dapat dilihat dari dua sisi sebagai perkembangan dari komunikasi
impersonal dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh karena itu, derajat
KAP berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman informasi sehingga
merubah sikap. Pendapat Berald Miller dan M. Steinberg (1998: 274),
pandangan developmental tentang semakin banyak komunikator
mengetahui satu sama lain, maka semakin banyak karakter antarpribadi
yang terbawa dalam komunikasi tersebut. Edna Rogers (2002)
mengemukakan pendekatan hubungan dalam menganalisis proses KAP
mengasumsikan bahwa KAP membentuk struktur sosial yang diciptakan
melalui proses komunikasi.
Ciri-ciri KAP menurut Rogers adalah :
(a) arus pesan dua arah;
(b) konteks komunikasi dua arah;
(c) tingkat umpan balik tinggi;
(d) kemampuan mengatasi selektivitas tinggi;
(e) kecepatan jangkauan terhadap khalayak relatif lambat;
(f) efek yang terjadi perubahan sikap.
B. Efektifitas KAP
KAP merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat
atau perilaku seseorang. Menurut Kumar (2000: 121-122), lima ciri efektifitas
KAP sebagai berikut :
(1) keterbukaan (openess) ;
(2) empati (empathy) ;
(3) dukungan (supportiveness) ;
38
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
(4) rasa positif (positiveness) ;
(5) kesetaraan (equality).
Konsep Empati Menjadi Teori Komunikasi.
Feedback yang diperoleh dalam KAP berupa feedback positif, negatif dan
netral. Prinsip mendasar dalam komunikasi manusia berupa penerusan
gagasan. David Berlo (1997:172) mengembangkan konsep empati menjadi teori
komunikasi. Empati tingkat ketergantungan komunikasi adalah :
(1) peserta komunikasi memilih pasangan sesuai dirinya;
(2) tanggapan yang diharapkan berupa umpan balik;
(3)
individu
mempunyai
kemampuan
untuk
menanggapi,
mengantisipasi
bagaimana merespon informasi, serta mengembangkan harapanharapan
tingkah laku partisipan komunikasi;
(4) terjadi pergantian peran untuk mencapai kesamaan pengalaman
dalam
perilaku empati.
David Berlo membagi teori empati menjadi dua :
(1) Teori Penyimpulan (inference theory), orang dapat mengamati atau
mengidentifikasi
perilakunya sendiri;
(2) Teori Pengambilan Peran (role taking theory), seseorang harus lebih dulu
mengenal
dan mengerti perilaku orang lain.
Tahapan proses empati :
1. Kelayakan (decentering) ; bagaimana individu memusatkan perhatian
kepada orang lain dan mempertimbangkan apa yang dipikirkan & dikatakan
orang lain tersebut.
2. Pengambilan peran (role taking); mengidentifikasikan orang lain ke dalam
dirinya, menyentuh kesadaran diri melalui orang lain.
Tingkatan dalam pengambilan peran :
39
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
(a) tingkatan budaya (cultural level), mendasarkan keseluruhan karakteristik
dari norma dan nilai masyarakat.
b) tingkatan sosiologis (sociological level), mendasarkan pada asumsi sebagian
kelompok budaya.
(c) tingkatan psikologis (psycological level), mendasarkan pada apa yang
dialami oleh individu.
3. Empati komunikasi (empathic communication), meliputi penyampaian
perasaan, kejadian, persepsi atau proses yang menyatakan tidak langsung
perubahan sikap/ perilaku penerima.
Blumer mengembangkan pemikiran Mead melalui pokok pikiran
interaksionisme simbolik yaitu “Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu
(thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai objek tersebut bagi dirinya.
Kesimpulan :
Komunikasi antar pribadi memberikan bimbingan kepada peserta komunikasi
untuk saling berbagi asumsi, perspektif dan pengertian mengenai informasi
yang dibicarakan untuk memudahkan proses empati.
C. Pemahaman Pengertian KAP
Secara umum komunikasi antar pribadi (KAP) dapat diartikan sebagai suatu
proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi.
Komunikasi terjadi secara tatap muka (face to face) antara dua individu. Dalam
pengertian tersebut mengandung 3 aspek:
1. Pengertian proses, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan
yang berlangsung terus menerus.
2. KAP
merupakan
suatu
pertukaran,
yaitu
tindakan
menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik.
3. Mengandung makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam
proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman diantara orangorang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang
digunakan dalam proses komunikasi.
40
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Dari ketiga aspek tersebut maka KAP menurut Judy C. Pearson memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. KAP dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai persepsi komunikasi
yang menyangkut pemaknaan berpusat pada diri kita, artinya
dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan kita.
2. KAP bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada pihak-pihak
yang berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar,
menyampaikan dan menerima pesan.
3. KAP mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi.
Artinya isi pesan dipengaruhi oleh hubungan antar pihak yang
berkomunikasi.
4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan kedekatan fisik antar pihak
yang berkomunikasi.
5. KAP melibatkan pihak-pihak yang saling bergantung satu sama
lainnya dalam proses komunikasi.
6. KAP tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita salah mengucapkan
sesuatu pada pasangan maka tidak dapat diubah. Bisa memaafkan tapi
tidak bisa melupakan atau menghapus yang sudah dikatakan.
KAP berlangsung antar dua individu, karenanya pemahaman komunikasi dan
hubungan antar pribadi menempatkan pemahaman mengenai komunikasi
dalam proses psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki
pemahaman dan makna pribadi terhadap setiap hubungan dimana dia terlibat
di dalamnya. Hal terpenting dari aspek psikologis dalam komunikasi adalah
asumsi bahwa diri pribadi individu terletak dalam diri individu dan tidak
mungkin diamati secara langsung. Artinya dalam KAP pengamatan terhadap
seseorang dilakukan melalui perilakunya dengan mendasarkan pada persespsi
si pengamat. Dengan demikian aspek psikologis mencakup pengamatan pada
dua dimensi, yaitu internal dan eksternal. Namun kita mengetahui bahwa
dimensi eksternal tidaklah selalu sama dengan dimensi internalnya. Fungsi
psikologis dari komunikasi adalah untuk menginterpretasikan tanda-tanda
melalui tindakan atau perilaku yang dapat diamati. Proses interpretasi ini
setiap individu berbeda. Karena setiap individu memiliki kepribadian yang
berbeda, yang terbentuk karena pengalaman yang berbeda pula.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Individu Dalam KAP
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa komunikasi antarpribadi dimulai
dari diri individu. Tampilan komunikasi yang muncul dalam setiap kita
berkomunikasi mencerminkan kepribadian dari setiap individu yang
berkomunikasi. Pemahaman terhadap proses pembentukan keperibadian
setiap pihak yang terlibat dalam komunikasi menjadi penting dan
mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Dalam modul ini realita komunikasi
antarpribadi dianalogikan seperti fenomena gunung es (the communication
iceberg).
41
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Analogi ini menjelaskan bahwa ada berbagai hal yang mempengaruhi atau
yang memberi kontribusi pada bagaimana bentuk setiap tampilan komunikasi.
Gunung es yang tampak, dianalogikan sebagai bentuk komunikasi yang
teramati atau terlihat (visible/observable aspect) yaitu:
1. Interactant, yaitu orang yang terlibat dalam interaksi komunikasi seperti
pembicara, penulis
pendengar, pembaca dengan berbagai situasi yang
berbeda.
2. Symbol. Terdiri dari symbols (huruf, angka, kata-kata, tindakan) dan
symbolic language (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dll)
3. Media, saluran yang digunakan dalam setiap situasi komunikasi.
Sedangkan bagian bawah gunung es yang menjadi penyangga gunung es itu
tidak tampak atau tidak teramati. Inilah yang disebut sebagai
invisible/unobservable aspect. Justru bagian inilah yang penting. Walaupun tak
tampak karena tertutup air, dia menyangga tampilan gunung es yang muncul
menyembul kepermukaan air. Tanpa itu gunung es tidak akan ada. Demikian
halnya dengan komunikasi, di mana tampilan komunikasi yang
teramati/tampak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak terlihat, tapi
terasa pengaruhnya, yaitu:
1. Meaning (makna).
Ketika simbol ada, maka makna itu ada dan bagaimana cara
menanggapinya. Intonasi suara, mimik muka, kata-kata, gambar dsb.
Merupakan simbol yang mewakili suatu makna. Misalnya intonasi yang
tinggi dimaknai dengan kemarahan, kata pohon mewakili tumbuhan dsb.
2. Learning (belajar)
Interpretasi makna terhadap simbol muncul berdasarkan pola-pola
komunikasi yang diasosiasikan pengalaman, interpretasi muncul dari
belajar yang diperoleh dari pengalaman. Interpretasi muncul disegala
tindakan mengikuti aturan yang diperoleh melalui pengalaman.
Pengalaman merupakan rangkaian proses memahami pesan berdasarkan
yang kita pelajari. Jadi makna yang kita berikan merupakan hasil belajar.
Pola-pola atau perilaku komunikasi kita tidak tergantung pada
turunan/genetik, tapi makna dan informasi merupakan hasil belajar
terhadap simbol-simbol yang ada di lingkungannya. Membaca, menulis,
menghitung adalah proses belajar dari lingkungan formal. Jadi, kemampuan
kita berkomunikasi merupakan hasil learning (belajar) dari lingkungan.
3.Subjectivity.
Pengalaman setiap individu tidak akan pernah benar-benar sama, sehingga
individu dalam meng-encode (menyusun atau merancang) dan men-decode
(menerima dan mengartikan) pesan tidak ada yang benar-benar sama.
42
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Interpretasi dari dua orang yang berbeda akan berbeda terhadap objek yang
sama.
4. Negotiation.
Komunikasi
merupakan
pertukaran symbol.
Pihak-pihak
yang
berkomunikasi masing-masing mempunyai tujuan untuk mempengaruhi
orang lain. Dalam upaya itu terjadi negosiasi dalam pemilihan simbol dan
makna
sehingga
tercapai
saling
pengertian.
Pertukaran simbol sama dengan proses pertukaran makna. Masing-masing
pihak harus menyesuaikan makna satu sama lain.
5. Culture.
Setiap individu adalah hasil belajar dari dan dengan orang lain. Individu
adalah partisipan dari kelompok, organisasi dan anggota masyarakat.
Melalui partisipasi berbagi simbol dengan orang lain, kelompok, organisasi
dan masyarakat. Simbol dan makna adalah bagian dari lingkungan budaya
yang kita terima dan kita adaptasi. Melalui komunikasi budaya diciptakan,
dipertahankan dan dirubah. Budaya menciptakan cara pandang (point of
view).
6. Interacting levels and context.
Komunikasi antar manusia berlangsung dalam bermacam konteks dan
tingkatan. Lingkup komunikasi setiap individu sangat beragam mulai dari
komunikasi antar pribadi, kelompok, organisasi, dan massa.
7. Self reference.
Perilaku dan simbol-simbol yang digunakan individu mencerminkan
pengalaman yang dimilikinya, artinya sesuatu yang kita katakan dan
lakukan dan cara kita menginterpretasikan kata dan tindakan orang adalah
refleksi makna, pengalaman, kebutuhan dan harapan-harapan kita.
8. Self reflexivity.
Kesadaran diri (self-cosciousnes)merupakan keadaan dimana seseorang
memandang dirinya sendiri (cermin diri) sebagai bagian dari lingkungan.
Inti dari proses komunikasi adalah bagaimana pihak-pihak memandang
dirinya sebagai bagian dari lingkungannya dan itu berpengaruh pada
komunikasi.
9. Inevitability.
Kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Walaupun kita tidak melakukan
apapun tetapi diam kita akan tercermin dari nonverbal yang terlihat, dan itu
mengungkap suatu makna komunikasi.
Berbagai aspek yang dibahas di atas menegaskan bahwa suatu proses
komunikasi secara fisik terlihat sederhana, padahal jika kita mellihat pola
komunikasi yang terjadi itu menjelaskan kepada kita sesuatu yang sangat
43
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
kompleks. Jadi dapat disimpulkan di sini bahwa komunikasi antarpribadi
bukanlah sesuatu yang sederhana.
Dalam sudut pandang psikologis KAP merupakan kegiatan yang melibatkan
dua orang atau lebih yang memiliki tingkat kesamaan diri. Saat dua orang
berkomunikasi maka keduanya harus memiliki kesamaan tertentu, katakanlah
laki-laki dan perempuan. Mereka secara individual dan serempak memperluas
diri pribadi masing-masing ke dalam tindakan komunikasi melalui pemikiran,
perasaan, keyakinan, atau dengan kata lain melalui proses psikologis mereka.
Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang keduanya masih terlibat
dalam tindak komunikasi. Saling berbagi pengalaman tidaklah berarti
memiliki kesamaan pemahaman atau kesamaan diri yang tunggal tetapi bisa
merupakan persinggungan dan sejumlah perbedaan. Fisher mengemukakan
bahwa ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, proses intrapribadi kita
memiliki paling sedikit tiga tataran yang berbeda.
Tiap tataran tersebut akan berkaitan dengan sejumlah yang hadir dalam
situasi antar pribadi, yaitu pandangan kita mengenai diri sendiri, pandangan
kita mengenai diri orang lain, dan pandangan kita mengenai pandangan orang
lain tentang kita.
Pentingnya proses psikologis hendaknya dipahami secara cermat, artinya
proses intrapribadi dari partisipan komunikasi bukanlah hal yang sama
dengan hubungan antarpribadi. Apa yang terjadi dalam diri individu
bukanlah komunikasi antarpribadi melainkan proses psikologis. Meskipun
demikian proses psikologis dari tiap individu pasti mempengaruhi
komunikasi antar pribadi yang pada gilirannya juga mempengaruhi hubungan
antarpribadi.
E. Teori-teori KAP
1. Teori self disclosure
Disclosure dan understanding merupakan tema penting dalam teori komunikasi
pada tahun ’60 dan ‘70-an. Sebagian besar sebagai konsekuensi aliran
humanistik dalam psikologi, sebuah ideologi “honest communication” muncul,
dan beberapa dari pemikiran kita tentang apa yang membuat komunikasi
interpersonal itu baik dipengaruhi oleh gerakan ini. Didorong oleh karya Carl
Rogers, disebut Third Force begitu dalam psikologi menyatakan bahwa tujuan
komunikasi adalah meneliti pemahaman diri dan orang lain dan bahwa
pengertian hanya dapat terjadi dengan komunikasi yang benar.
Menurut psikologi humanistik, pemahaman interpersonal terjadi melalui selfdisclosure, feedback, dan sensitivitas untuk mengenal / mengetahui orang lain.
Misunderstanding dan ketidakpuasan dalam hubungan diawali oleh
ketidakjujuran, kurangnya kesamaan antara tindakan seseorang dengan
44
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
perasaannya, miskin feedback, serta self disclosure yang ditahan. Banyak riset
pengenalan diri muncul dari gerakan humanistik ini.
Seorang teoritisi yang menggali proses self-disclosure ini adalah Sidney
Jourard. Uraiannya bagi kemanusiaan sifatnya terbuka dan transparan.
Transparansi berarti membiarkan dunia untuk mengenal dirinya secara bebas
dan pengenalan diri seseorang pada orang lain. Hubungan interpersonal yang
ideal menyuruh orang agar membiarkan orang lain mengalami mereka
sepenuhnya dan membuka untuk mengalami orang lain sepenuhnya.
Jourard mengembangkan gagasan ini setelah mengamati bahwa sakit mental
cenderung tertutup bagi dunia. Dia menemukan bahwa mereka menjadi sehat
ketika mereka bersedia mengenalkan dirinya pada ahli terapi. Kemudian,
Jourard menyamakan kesakitan (sickness ) dengan ketertutupan dan
kesehatan dengan transparansi. Jourard melihat pertumbuhan –pergerakan
orang menuju cara berperilaku yang baru- sebagai hasil langsung dari
keterbukaan pada dunia. Orang yang sakit sifatnya tetap dan stagnan;
pertumbuhan orang akan sampai pada posisi hidup baru.
Selanjutnya, perubahan merupakan esensi dari pertumbuhan personal.
Personal growth melekat pada komunikasi interpersonal sebab dunia
merupakan sosial yang sangat luas. Untuk menerima perubahan seseorang itu
sendiri meminta kita untuk menetapkan bahwa kita juga diterima oleh orang
lain. Pertumbuhan akan sulit jika orang-orang di sekitar kita tidak membuka
untuk penerimaan kita sendiri. Sekarang kita mengerti self-disclosure sebagai
proses yang lebih kompleks daripada yang dilakukan pada tahun ’60 dan ‘70an. Sebagai contoh pemikiran terbaru atas subyek ini, Sandra Petronio
meletakkan secara bersamaan serangkaian ide mengenai kompleksitas selfdisclosure dalam relationship. Teori ini berdasar pada risetnya sendiri dan
survei pada sejumlah banyak kajian lain dengan topik pengembangan
hubungan dan disclosure. Dia menerapkan teori ini pada pasangan yang
menikah khususnya, selain juga dapat diterapkan pada bermacam-macam;
hubungan.
Menurut Petronio, individu terlibat dalam hubungan secara konstan menjadi
bagian dalam proses pengaturan yang membatasi antara publik dan privat,
antara perasaan dan pikiran yang mereka mau berbagi dengan sang patner
dengan perasaan dan pikiran yang tidak mau mereka bagi. Permainan
diantara kebutuhan untuk berbagi dan kebutuhan untuk melindungi diri ini
sifatnya konstan dan mendorong pasangan untuk membicarakan dan
mengkoordinasi batasan mereka. Kapan kita diketahui dan kapan tidak?, dan
ketika pasangan memberitahukan informasi personal, bagaimana kita
merespon?.
Ketika orang memberi tahu sesuatu, dia sedang membuat permintaan pada
orang lain untuk meresponnya dengan sesuai. Demand / permintaan dan
respond perlu dikoordinasi. Ketika kita memberi tahu sesuatu pada patner kita,
45
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
dia dapat merespon dalam cara yang membantu kualitas hubungan dan
kebahagiaan atau dalam cara yang tidak begitu. Selanjutnya, pengaturan
batasan memerlukan pertimbangan dan pikiran.
Orang membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan untuk memberi
tahu, dan mereka memutuskan mengenai bagaimana merespon permintaan
orang lain. Bermacam-macam strategi langsung dan tidak langsung dapat
diusahakan, dan problem yang berulang bagi pasangan yaitu mengkoordinasi
jenis-jenis disclosure dan respon yang mereka gunakan. Contoh, ketika kita
membuat disclosure yang langsung dan jelas, kita biasanya menginginkan
respon yang juga langsung dan jelas, dan ketika kita membuat disclosure yang
samar dan implisit, kita mungkin ingin diberi lebih banyak waktu untuk
mendalami situasi, mungkin secara coba-coba, dengan patner kita. Sejauh ini,
semua teori yang dibahas menunjukkan bagaimana pentingnya informasi
dalam penguatan hubungan. Kita kadang-kadang memantau informasi yang
disediakan oleh orang lain dan memberi informasi mengenai diri kita sendiri
2. Teori Penetrasi Sosial
Salah satu proses yang paling luas dikaji atas perkembangan gubungan adalah
penetrasi sosial. Secara garis besar, ini merupakan ide bahwa hubungan
menjadi labih akrab seiring waktu ketika patner memberitahukan semakin
banyak informasi mengenai mereka sendiri. Selanjutnya, social penetration
merupakan proses peningkatan disclosure dan keakraban dalam hubungan.
Gerald Miller dan rekannya secara literal mengartikan komunikasi
interpersonal dalam term penetrasi.
Semakin bertambah yang saling diketahui oleh masing-masing komunikator,
semakin bertambah karakter interpersonal yang berperan dalam komunikasi
mereka. Semakin sedikit yang mereka ketahui tiap personnya, semakin
impersonal komunikasi itu. Komunikasi interpersonal karenanya merupakan
beragam proses penetrasi sosial. Teori penetrasi sosial yang paling terkenal
yaitu milik Altman dan Taylor.
Irwin Altman dan Dalmas Taylor mengenalkan istilah penetrasi sosial.
Manurut teori mereka, karena hubungan itu berkembang, komunikasi
bergerak dari level yang relatif sedikit dalam, tidak akrab, menuju level yang
lebih dalam, lebih personal. Personalitas komunikator dapat diperlihatkan
melalui lingkungan dengan lapisan tiga dimensi; memiliki jarak (breadth) dan
kedalaman (depth).
Breadth merupakan susunan yang berurutan atau keragaman topik yang
merasuk kedalam kehidupan individu.
Depth adalah jumlah informasi yang tersedia pada tiap topik. Pada jarak
terjauh akan merupakan level komunikasi yang dapat dilihat, seperti
46
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
berpakaian dan bicara. Didalamnya merupakan detil privat yang meningkat
mengenai kehidupan, perasaan, serta pikiran partisipan.
Karena hubungan itu berkembang, patner berbagi lebih banyak atas diri,
menyediakan breadth sebaik depth, melalui pertukaran informasi, perasaan dan
aktivitas. Komunikasi kemudian dibantu oleh pemakaian level-level. Pada saat
level tertentu tercapai, dibawah kondisi yang memungkinkan sepasang patner
berbagi dalam meningkatkan breadth pada level tersebut.
Contohnya, setelah kencan beberapa saat pasangan yang menikah bisa mulai
mendiskusikan tindakan berpasangan selanjutnya, dan makin bertambah
informasi mengenai langkah berpasangan selanjutnya akan diperlihatkan /
diberitahu sebelum bergerak bahkan menuju level disclosure yang lebih dalam
semisal sejarah seksual. Teori Altman dan Taylor didasarkan dalam sebagian
besar dari satu ide yang paling populer dalam ilmu sosial –bahwa hubungan
akan berhasil ketika secara relatif memperoleh ganjaran (rewarding) dan akan
berhenti ketika secara relatif mengeluarkan biaya (cost). Proses ini dikenal
sebagai pertukaran sosial.
Menurut Altman dan Taylor, pasangan relasional bukan hanya mengandung
reward dan cost atas hubungan pada saat tertentu, tetapi juga menggunakan
informasi yang mereka cari untuk meramalkan reward dan cost di waktu
mendatang. Jika patner menilai bahwa reward secara relatif lebih besar dari
cost, mereka akan beresiko lebih banyak disclosure yang mempunyai potensi
gerakan partisipan menuju level keakraban yang lebih dalam. Semakin besar
reward yang diketahui relatif terhadap cost, semakin cepat penetrasi. Altman
dan Taylor menemukan bahwa penetrasi tercepat cenderung terjadi dalam
langkah awal perkembangan ketika reward cenderung melampaui cost.
Terdapat empat langkah perkembangan hubungan:
1. Orientation mengandung komunikasi impersonal, dimana seseorang
memberitahu hanya informasi yang sangat umum mengenai dirinya sendiri.
2. Jika tahap ini menghasilkan reward pada partisipan, mereka akan bergerak
menuju tahap berikutnya, the exploratory affective exchange , dimana perluasaan
/ ekspansi awal informasi dan gerakan menuju level lebih dalam dari
disclosure itu terjadi.
3. Affective exchange memusatkan pada perasaan evaluatif dan kritis pada level
yang lebih dalam. Tahap ini tidak akan dimasuki kecuali jika patner
menyadari reward substansial yang relatif terhadap cost dalam tahap lebih
awal. Akhirnya,
4. Stable exchange adalah keakraban yang sangat tinggi dan mengijinkan patner
untuk meramalkan setiap tindakan pihak lain dan menanggapinya dengan
sangat baik. Altman dan Taylor menunjukkan bahwa perkembangan
47
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
hubungan bukan hanya melibatkan peningkatan penetrasi sosial. Juga terlalu
sering melibatkan keakraban yang menurun, ketidakteraturan, dan tanpa
solusi. Altman dan Taylor menyarankan bahwa reward terkurangi dan cost
meningkat pada level komunikasi yang lebih akrab, proses penetrasi sosial
akan terbentuk dan hubungan akan mulai mengambil bagian.
Modifikasi terhadap penetrasi sosial.
Teori penetrasi sosial orisinal penting dalam memusatkan perhatian kita pada
pengembangan hubungan sebagai proses komunikasi. Terdapat banyak
kebenaran terhadap ide bahwa hubungan menjadi lebih dekat jika informasi
dibagi, dan bahwa perkembangan secara parsial merupakan proses
peningkatan keakraban. Pada saat yang sama, teori original tersebut dianggap
terlalu sederhana.
Kebanyakan siswa perkembangan hubungan sekarang ini percaya bahwa
penetrasi sosial sifatnya berputar, sebagai proses dialektis. Disebut berputar
(cyclical) sebab berlangsung dalam bentuk siklus timbal-balik, serta disebut
bersifat dialektis karena melibatkan pengaturan pertentangan / ketegangan
antara lawan-lawannya. Sebuah dialectic adalah ketegangan antara dua atau
lebih elemen yang berlawanan dalam sistem yang pada akhirnya kadangkadang meminta resolusi. Analisa dialektis melihat cara sistem berkembang
atau berubah, bagaimana ia bergerak, dalam merespon ketegangan. Dan ia
melihat strategi tindakan yang dipakai sistem untuk menyelesaikan
kontradiksi.
Altman dan rekannya sekarang menyatakan bahwa dialektik ini biasanya
diatur dalam sebuah istilah panjang hubungan oleh semacam siklus yang
dapat diramalkan. Dengan kata lain, karena hubungan itu berkembang,
keterbukaan dan ketertutupan yang berputar pada pasangan nikah
mempunyai pengaturan tertentu atau ritme yang dapat diramalkan. Pada saat
yang sama, dalam beberapa hubungan yang dikembangkan, perputaran yang
terjadi lebih besar dibadingkan hubungan yang kurang dikembangkan. Hal ini
sebab, konsisten dengan perkiraan dasar teori penetrasi sosial, hubungan yang
dikembangkan rata-rata lebih diterima.
Untuk mengetes ide ini, analisa Arthur Van Lear menunjukkan bahwa dalam
percakapan pasangan nikah siklus keterbukaan terjadi dan beberapa
sinkronisasi juga terjadi. Sebagai perbandingan, juga diamati kelompok pelajar
yang ternyata juga mencerminkan hal yang sama. Kedua kajian tersebut
menunjukkan bahwa siklus tersebut terjadi, bahwa sifatnya kompleks, bahwa
patner mengenal siklus mereka, dan bahwa penggabungan dan sinkronisasi
seringkali terjadi. Penting untuk dicatat, ternyata bahwa jumlah sinkroni tidak
sama pada tiap pasangan, yang berarti bahwa terdapat perbedaan antar
pasangan dalam kemampuan mereka untuk mengkoordinasi siklus selfdisclosure.
48
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
3. Teori Pertukaran Sosial
Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial antara lain adalah
psikolog John Thibaut dan Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans
(1961), Richard Emerson (1962), dan Peter Blau (1964).
Teori ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang.
Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang
memenuhi kebutuhannya. Thibaut dan Kelley, pemuka utama dari teori ini
menyimpulkan teori ini sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh
analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal
dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau
dari segi ganjaran dan biaya”.
Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan
orang lain karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain
hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan
bagi kita. Teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan
lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena
lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orangorang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling
mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward),
pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal
yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan
semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh
pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar
dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola
perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan – hanya akan
langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan.
Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya,
akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan
maka perilaku tersebut tidak ditampilkan.
Empat Konsep pokok: Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan
merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.
Ganjaran ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh
seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan
sosial atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu
ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan
berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain. Buat orang
kaya mungkin penerimaan sosial lebih berharga daripada uang. Buat si
miskin, hubungan interpersonal yang dapat mengatasi kesulitan
ekonominya lebih memberikan ganjaran daripada hubungan yang
menambah pengetahuan.
49
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu
hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan,
dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat
menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan
efek-efek yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun
berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di
dalamnya.
Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu
merasa, dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak
memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang
mendatangkan laba. Misalnya, Anda mempunyai kawan yang pelit dan
bodoh. Anda banyak membantunya, tetapi hanya sekedar supaya
persahabatan dengan dia tidak putus. Bantuan Anda (biaya) ternyata
lebih besar daripada nilai persahabatan (ganjaran) yang Anda terima.
Anda rugi. Menurut teori pertukaran sosial, hubungan anda dengan
sahabat pelit itu mudah sekali retak dan digantikan dengan hubungan
baru dengan orang lain.
Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang
dipakai sebagai riteria dalam menilai hubungan individu pada waktu
sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada
masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Bila pada
masa lalu, seorang individu mengalami hubungan interpersonal yang
memuaskan, tingkat perbandingannya turun. Bila seorang gadis pernah
berhubungan dengan kawan pria dalam hubungan yang bahagia, ia
akan mengukur hubungan interpersonalnya dengan kawan pria lain
berdasarkan pengalamannya dengan kawan pria terdahulu. Makin
bahagia ia pada hubungan interpersonal sebelumnya, makin tinggi
tingkat perbandingannya, berarti makin sukar ia memperoleh
hubungan interpersonal yang memuaskan.
Homans dalam bukunya “Elementary Forms of Social Behavior”, 1974
mengeluarkan beberapa proposisi dan salah satunya berbunyi: ”Semua
tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu
memperoleh imbalan, makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan
tertentu tadi “. Proposisi ini secara eksplisit menjelaskan bahwa satu tindakan
tertentu akan berulang dilakukan jika ada imbalannya. Proposisi lain yang
juga memperkuat proposisi tersebut berbunyi: “Makin tinggi nilai hasil suatu
perbuatan bagi seseorang, makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut
diulanginya kembali”. Bagi Homans, prinsip dasar pertukaran sosial adalah
“distributive justice” – aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus
sebanding dengan investasi. Proposisi yang terkenal sehubungan dengan
prinsip tersebut berbunyi ” seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang
lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan
pengorbanan yang telah dikeluarkannya – makin tingghi pengorbanan, makin tinggi
imbalannya – dan keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding
50
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
dengan investasinya – makin tinggi investasi, makin tinggi keuntungan”. Inti dari
teori pembelajaran sosial dan pertukaran sosial adalah perilaku sosial
seseorang hanya bisa dijelaskan oleh sesuatu yang bisa diamati, bukan oleh
proses mentalistik (black-box). Semua teori yang dipengaruhi oleh perspektif ini
menekankan hubungan langsung antara perilaku yang teramati dengan
lingkungan.
1. Pendekatan Obyektif
Teori Pertukaran sosial ada di pendekatan objektif. Pendekatan ini disebut
“obyektif” berdasarkan pandangan bahwa objek-objek, perilaku-perilaku dan
peristiwa-peristiwa eksis di suatu dunia yang dapat diamati oleh pancaindra
(penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan pembau), dapat diukur dan
diramalkan.
Teori Pertukaran sosial beranggapan orang berhubungan dengan orang lain
karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Pada
pendekatan obyektif cenderung menganggap manusia yang mereka amati
sebagai pasif dan perubahannya disebabkan kekuatan-kekuatan sosial di luar
diri mereka. Pendekatan ini juga berpendapat, hingga derajat tertentu perilaku
manusia dapat diramalkan, meskipun ramalan tersebut tidak setepat ramalan
perilaku alam. Dengan kata lain, hukum-hukum yang berlaku pada perilaku
manusia bersifat mungkin (probabilistik). Misalnya, kalau mahasiswa lebih
rajin belajar, mereka (mungkin) akan mendapatkan nilai lebih baik; kalau kita
ramah kepada orang lain, orang lain (mungkin) akan ramah kepada kita; bila
suami isteri sering bertengkar, mereka (mungkin) akan bercerai.
4. Teori Pengurangan Ketidakpastian
Ketika pertama kali bertemu, ketidakpastian terjadi, karena kurangnya
kedekatan.
Mengurangi ketidakpastian pada Low Context Culture dengan verbal
communication, sebaliknya pada High Context Culture dengan non-verbal
communication.
Fase pengurangan ketidakpastian:
1. Memulai interaksi,
2. Berkomunikasi,
3. Penentuan sikap (melanjutkan hubungan atau tidak.
Strategi pengurangan ketidakpastian:

Pasif, dengan pengamatan;
51
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang


Aktif, dengan cari tahu info dari sumber lain;
Interaktif dengan cari tahu langsung dari objek/lawan komunikasi.
Asumsi teori pengurangan ketidakpastian.
Seperti yang sudah disebutkan di bagian sebelumnya, Uncertainty Reduction
Theory tidak ada pengecualian. Teori ini meliputi 7 asumsi:
 Orang – orang tidak berpengalaman dalam mengatur
interpersonal.
 Ketidak pastian adalah keengganan, dari pengamatan
menghasilkan stress.
 Ketika bertemu orang asing, pertama mengenai pengurangan
ketidakpastian atau menambah kemampuan memprediksikan.
 Komunikasi interpersonal adalah proses perkembangan yang
terus terjadi.
 Komunikasi interpersonal, pertama bermakna pengurangan
ketidakpastian.
 Tabiat dan banyaknya informasi yang orang-orang bagi berubah
sepanjang waktu.
 Memprediksikan tingkah laku dalam bentuk aturan-aturan.
52
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Bab VII
TEORI KOMUNIKASI KELOMPOK DAN ORGANISASI
I. KOMUNIKASI KELOMPOK
Kita hidup dalam kelompok seperti keluarga, di kantor, kegiatan sosial,
kegiatan agama, sekolah, dan klub-klub tertentu. Dimana terjadi interaksi dan
saling mempengaruhi. Disebut
juga komunikasi timbal balik. Alasan
seseorang masuk dalam kelompok :
1. Daya tarik anggota kelompok;
2. Daya tarik kegiatan dan tujuan kelompok;
3. Daya tarik menjadi anggota kelompok, misalnya karena alasan pribadi,
sosial,
simbolik, atau ekonomi.
1.
Klasifikasi Kelompok
Sekumpulan orang disebut kelompok jika :
1. Ada kesadaran dari anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang
mempersatukan atau ada rasa saling memiliki ( sense of belonging).
Perasaan ini tidak dimiliki oleh orang diluar kelompok.
2. Memiliki tujuan dan aturan (formal dan non formal) dan interaksi di
antara anggotanya.
a. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder
Primer :
• Keterikatan emosional, akrab
lebih
pribadi,
lebih
menyentuh hati. Misalnya
hubungan dalam keluarga,
atau
teman-teman
sepermainan sejak SD, SMP.
SMA dulu, atau karena
senasib.
• Self disclosure
• Personal/pribadi
• Ekspresif dan informal
Sekunder:
• Hubungan antar anggota tidak
akrab,,tidak menyentuh hati,
organisasi massa, serikat buruh,
teman kuliah dst.
• Komunikasi bersifat dangkal.
• Impersonal
• Komunikasi bersifat instrumen
dan formal.
53
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
b. Ingroup dan Outgroup
In group :
Out group:
1. Kelompok dalam adalah
satuan sosial di mana
individu menjadi bagian
dari kelompok tsb.
1. Kelompok luar adalah
satuan sosial di mana
individu tidak menjadi
bagian dari kelompok tsb.
2. Disebut kelompok “kita”
2. Disebut kelompok
“mereka”.
3. Perasaan in group
diungkapkan dengan
kesetiaan, solidaritas,
kesenangan, dan kerjasama
3. Melihat pada batasan
lokasi/geografis, suku
bangsa, pandangan ideologi,
pekerjaan/profesi,bahasa,
status sosial, kekerabatan
c. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok rujukan
Kelompok. Keanggotaan:
Membership Group. Terikat
secara nilai dasarnya.
Kelompok Rujukan :
-
Memberi identifikasi psikologis
kepada kita, dengan menilai diri
sendiri dan membentuk sikap.
54
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
d. Kelompok Deskriptif dan kelompok Preskriptif
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Deskriptif
Preskriptif
Causal group, untuk membina
Hubungan.
Chatarsis group, untuk melepaskan
tekanan bathin dan frustrasi dari
anggotanya.
Learning group, untuk menambah
informasi.
Pollicy group, untuk membuat
kebijakan.
Action group: tindakan untuk
menyelesaikan tugas.
Meeting group, dibentuk untuk
pertumbuhan interpersonal dan
kesehatan mental.
Awarness group, dibentuk untuk
menimbulkan kesadaran identitas
sosial politik baru.
Prosedur parlementer :Format diskusi
yang secara ketat mengatur peserta
diskusi yang besar , berbicara waktu
dan tema teratur sesuai tata tertib.
Contoh sidang DPR.
1. Diskusi meja bundar :
Susunan tempat duduk bundar
menyebabkan arus komunikasi
bebas di antara anggota kelompok
dan lebih demokratis.
2. Simposium : Serangkaian pidato
pendek dari berbagai aspek mengenai
suatu topik. Pro dan kontra terhadap
masalah yang kontroversial.
3.Diskusi panel : Peserta berinteraksi
dengan verbal mengenai masalah yang
kontroversial dengan beberapa \
pembicara dan ada moderator.
4.Forum : keseluruhan bentuk kelompok
preskriptif disebut forum.
5.Kolokium : Pertemuan peserta dengan
ahli, diskusi tanya jawab diatur ketat
oleh moderator dan pertanyaan yang
terkait dengan ahli.
2. Pengaruh Kelompok Pada Perilaku Komunikasi
Kelompok Berpengaruh Dalam 3 Hal :
- Konformitas
- Fasilitas Sosial
- Polarisasi
a.
•
Konformitas : adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju
kelompok sebagai akibat tekanan kelompok, yang nyata atau
yang dibayangkan (Kiesler&Kiesler,1969). Faktor-faktor yang
mempengaruhi konformitas:
Faktor Situasional:
55
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
1. Kejelasan situasi. Situasi yang makin tidak jelas makin mungkin untuk
melakukan konformitas.
2. Konteks situasi. Situasi tertentu mendukung konformitas, dan situasi
yang lain menyimpang dari kelompoknya.
3. Cara menyampaikan penilaian. Bila disampaikan dengan terbuka akan
mendorong konformitas.
4. Karakteristik sumber pengaruh.
5. Ukuran kelompok (makin besar, makin besar komformitas).
6. Tingkat kesepakatan kelompok.
•
Faktor Personal:
1. Usia. Semakin dewasa segan orang untuk melakukan konformitas.
2. Jenis kelamin. Wanita
dibandingkan pria.
lebih
mudah
melakukan
konformitas
3. Stabilitas emosional . Makin kurang stabil makin besar kemungkinan
konformitas.
4. Otoritarianisme . Kepribadian otoriter berkorelasi positif
konformitas.
dengan
5. Kecerdasan . Makin cerdas makin kurang kemauan untuk konformitas.
6. Motivasi. Motivasi tertentu mendorong konformitas, motif yang lain
seperti percaya diri mendorong kemandirian, sulit untuk konformitas.
b. Fasilitas Sosial:
Adalah kondisi
prestasi individu yang meningkat karena disaksikan
kelompok, jadi kelompok dapat memfasilitasi
pekerjaan yang berupa
keterampilan. Tetapi tidak bagi pekerjaan yang berkenaan dengan nalar dan
penilaian.
c. Polarisasi :
Kecenderungan kearah posisi yang ekstrim, disebabkan pada proporsi
argumentasi yang menyokong sikap atau tindakan tertentu. Polarisasi ada dua
: ekstrimisme peserta menjadi jauh dari dunia nyata, sehingga memperbesar
peluang untuk berbuat kesalahan. Disebut groupthink anggota kelompok
56
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritis
tidak efektif lagi.
Polarisasi memihak pada suatu pendapat tertentu dan cenderung akan
menyalahkan orang lain. Maka terjadilah polarisasi antar kelompok-kelompok.
3. Tahap Perkembangan Kelompok
Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan kelompok melalui tahap :
1. Orientasi
2. Konflik
3. Kemunculan (emergence)
4. Penguatan ( reinforcement)
Tahap (1) ditandai dengan perkenalan anggota kelompok saling menyatakan
pendapat, pandangan, membentuk jaringan dan pembagian tugas.
Pembicaraan pada yang ringan-ringan. Tahap (2) konflik karena perbedaanperbedaan pendapat dan terjadi polarisasi pendapat. Tahap (3) banyak faktor
yang mempengaruhi pada polarisasi, dan ada yang dapat/muncul untuk
mencari solusi (emergence), dan tahap ke (4) kerjasama antar individu
meningkat akan mendorong dan memperkuat kelompok.
4. Budaya Kelompok
Melihat teori-teori tentang budaya, kita ketahui bahwa budaya itu merupakan
pedoman hidup yang dapat menciptakan ciri khusus di dalam kebudayaan
tersebut. Sedangkan individu itu menyangkut diri seseorang yang ada ego,
pikiran dan emosi. Jadi budaya individu disini maksudnya suatu kebiasaan
yang terdapat dalam diri individu itu sendiri. Ini dapat muncul karena
mendapat pengaruh baik lingkungannya, keluarga dan pendidikannya.
Budaya individu ini lebih menekankan kepada individunya baik itu tingkah
laku maupun pola pikirnya yang membudidaya dalam dirinya.
Budaya kelompok merupakan budaya yang ada dalam kelompok tersebut.
Dalam artian kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam kelompok itu yang
menjadikan itu sebagai cirri khasnya dari kelompok lain. Dalam ruang lingkup
57
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
yang besar, budaya kelompok ini merupaka kebudayaan yang dihasilkan dan
membudidaya kepada individu-individu yang merupakan anggota kelompok
itu sendiri. Budaya kelompok ini memiliki unsure budaya yang universal yang
dapat membedakan dengan budaya kelompok lain. Budaya kelompok dapat
kita lihat dalam bentuk seni, mitos, dongeng sikap yang ada dalam budaya
tersebut.
Ketika suatu jaringan terbentuk maka simbol dan aturan muncul dan
dibakukan melalui komunikasi. Muncullah apa yang disebut budaya
kelompok, yang di aplikasikan pada pakaian, bahasa rahasia, dan cara salam
ketika bertemu dst. Budaya kelompok ini berfungsi untuk :
1. Membentuk identitas kelompok
2. Memberikan rasa kebersamaan
(kohesif) kelompok.
yang akan membangun kesatuan
5. Teori- teori Komunikasi Kelompok
1. Teori Kepribadian Kelompok (Group syntality Theory)



Merupakan studi mengenai interaksi kelompok pada basis dimensi
kelompok dan dinamika kepribadian.
Dimensi kelompok merujuk pada ciri-ciri populasi-populasi atau
kareteristik individu (umur,intellingence).
Dinamika kepribadian lebih cenderung pada tingkat /derajat suatu
kelompok.
2. Teori Percakapan Kelompok (Group Achievement Theory).


Teori ini berkaitan dengan produktivitas kelompok atau upaya untuk
mencapainya melalui pemeriksaan masukan dari anggota (member
Input), variabel perantara, dan keluaran dari kelompok.
Produktivitas dari suatu kelompok dapat dijelaskan melalui
konsekuensi perilaku, interaksi dan harapan-harapan.
3. Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink Theory)
Pencetus Teori ini adalah : Irving L. Janis


Groupthink oleh Janis adalah untuk menunjukkan suatu model berpikir
sekelompok orang adalah bersifat terpadu (Kohesif)
Groupthink biasa terjadi apabila sebuah kelompok mengambil
keputusan yang salah karena adanya tekanan kelompok yang
58
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang

mengakibatkan turunan efisiensi mental, berkurangnya pengujian
realitas.
Teori ini mensupport konflik.
4. Teori Perbandingan Sosial


Tindakan Komunikasi dalam kelompok berlangsung karena adanya
kebutuhan-kebutuhan dari individu untuk membandingkan sikap,
pendapat dan kemampuannya dengan individu lain.
Pandangan teori ini tekanan berkomunikasi dengan anggota kelompok
lainnya akan mengalami peningkatan jika muncul ketidaksetujuan yang
berkaitan dengan suatu kejadian/peristiwa.
5. Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)


Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang mencapai satu
pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji
hubungan diantara dua orang (dyadic relationship)
Teori ini diartikan bahwa interaksi manusia melibatkan pertukaran
barang dan jasa, biaya (cost) dan imbalan (reward).
5. Sociometric Theory (Teori Sosiometrik)


Sociometric Theory ini merupakan sebuah konsepsi yang mengacu pada
suatu pendekatan metodologis dan teoretis terhadap kelompok.
Asumsi yang dimunculkan adalah bahwa individu-individu dalam
kelompok yang merasa tertarik satu sama lain, akan lebih banyak
melakukan tindak komunikasi, sebaliknya individu-individu yang
saling menolak, hanya sedikit atau kurang melaksanakan tindak
komunikasi.
II. KOMUNIKASI ORGANISASI
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan
organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi
(Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh
organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya
berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan
yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan,
pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal
adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada
organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.
59
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
1. Organisasi dan komunikasi
Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah
berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung.
Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang
menamakannya sarana. Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in
Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari
mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang
kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert Bonnington dalam buku Modern
Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana
manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia
melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada
peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam
mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk
komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa
yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktorfaktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi
pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya
menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu
berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan
memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.
Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah
sebagai berikut:


Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem
pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu
organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak,
lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan
setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara
lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan
informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna
mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan
karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan
pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan,
jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang
berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh
terhadap fungsi regulatif, yaitu: a. Berkaitan dengan orang-orang yang
berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki
kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan.
60
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang


Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya
dilaksanakan sebagaimana semestinya. b. Berkaitan dengan pesan.
Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya,
bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang
boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan
kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang
diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih
suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah.
Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan
menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan
sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan
saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan
pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat
mewujudkan hal tersebut, yaitu: a. Saluran komunikasi formal seperti
penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan
laporan kemajuan organisasi. b. Saluran komunikasi informal seperti
perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan
olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan
menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam
diri karyawan terhadap organisasi.
Griffin (2003) dalam A First Look at Communication Theory, membahas
komunikasi organisasi mengikuti teori management klasik, yang
menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan efisiensi.
Adapun prinsip-prinsip dari teori management klasikal adalah sebagai
berikut:






kesatuan komando- suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu
atasan
rantai skalar- garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari
atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan
oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran
untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.
divisi pekerjaan- manegement perlu arahan untuk mencapai suatu
derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran
organisasi dengan suatu cara efisien.
tanggung jawab dan otoritas- perhatian harus dibayarkan kepada hak
untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan
keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
disiplin- ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat
yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.
mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umummelalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terusmenerus.
61
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Selanjutnya, Griffin menyadur tiga pendekatan untuk membahas komunikasi
organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut:
a.
Pendekatan sistem.
Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur
hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar
merupakan musuh dari inovasi. Ia melihat organisasi sebagai kehidupan
organis yang harus terus menerus beradaptasi kepada suatu perubahan
lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian
merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui
pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini
organisasi akan bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya
mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif.
Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi yang mengacaukan, manajer harus
bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan.
Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam bidang
komunikasi karena ia menggunakan komunikasi sebagai basis
pengorganisasian manusia dan memberikan dasar logika untuk memahami
bagaimana
orang
berorganisasi.
Menurutnya,
kegiatan-kegiatan
pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan ketidakpastian dari
informasi yang diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling. Ia
menggunakan istilah ketidakjelasan untuk mengatakan ketidakpastian, atau
keruwetan, kerancuan, dan kurangnya predictability. Semua informasi dari
lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas
pengorganisasian dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau
ketidakjelasan. Weick memandang pengorganisasian sebagai proses
evolusioner yang bersandar pada sebuah rangkaian tiga proses:
1. penentuan (enachment)
2. seleksi (selection)
3. penyimpanan (retention)
Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang
tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan
pengakuan bahwa ada ketidakjelasan.
Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-aspek
tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit
bidang, dengan menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi
62
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
oleh organisasi. Proses ini akan menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan
dari informasi awal.
Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang akan
digunakan pada masa mendatang. Informasi yang dipertahankan
diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang sudah ada yang menjadi
dasar bagi beroperasinya organisasinya.
Setelah dilakukan penyimpanan, para anggota organisasi menghadapi sebuah
masalah pemilihan. Yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan
dengan kebijakan organisasi. Misal, ”haruskah kami mengambil tindakan
berbeda dari apa yang telah kami lakukan sebelumnya?”
Sedemikian jauh, rangkuman ini mungkin membuat anda mempercayai
bahwa organisasi bergerak dari proses pengorganisasian ke proses lain dengan
cara yang sudah tertentu: penentuan; seleksi; penyimpanan; dan pemilihan.
Bukan begitu halnya. Sub-subkelompok individual dalam organisasi terus
menerus melakukan kegiatan di dalam proses-proses ini untuk menemukan
aspek-aspek lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen tertentu dari
organisasi mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari proses-proses
organisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian setiap saat.
Pendek kata di dalam organisasi terdapat siklus perilaku.
Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling
bersambungan yang memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman
tentang pengertian-pengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang
ditolak. Di dalam siklus perilaku, tindakan-tindakan anggota dikendalikan
oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu pilihan-pilihan rutinitas yang
digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah dilaksanakan
(penentuan, seleksi, atau penyimpanan).
Demikianlah pembahasan tentang konsep-konsep dasar dari teori Weick,
yaitu: lingkungan; ketidakjelasan; penentuan; seleksi; penyimpanan; masalah
pemilihan; siklus perilaku; dan aturan-aturan berkumpul, yang semuanya
memberi kontribusi pada pengurangan ketidakjelasan.
4.
Pendekatan budaya.
Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak tentang
sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu.
Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan
ethnografi, peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah
63
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
ditentukan organisasi. Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi
merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi para anggotanya, membentuk
sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-budaya lainnya.
Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa budaya
bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah
sesuatu suatu organisasi. budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari
anggota-anggotanya. Tindakan-tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya
mencapai sasaran-sasaran jangka pendek tetapi juga menciptakan atau
memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku tugas ”resmi” dari para
karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling membumi juga
memberi kontribusi bagi budaya tersebut. Pendekatan ini mengkaji cara
individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan tipetipe aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat
pemahaman.
5. Pendekatan Kritik.
Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa
kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua
aspek lainnya dalam masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh
keputusan-keputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasiorganisasi perusahaan, atau manajerialisme.
Bahasa adalah medium utama dimana realitas sosial diproduksi dan
direproduksi.
Manajer dapat menciptakan kesehatan organisasi dan nilai-nilai demokrasi
dengan mengkoordinasikan partisipasi stakeholder dalam keputusan-keputusan
korporat.
Teori-teori Komunikasi Organisasi
1.Teori Struktural dan Fungsional.
Kata fungsional disini hakekatnya ini bukanlah sebuah teori, melainkan suatu
perspektif yang dapat digunakan sebagai pijakan teori. Beberapa teori
komunikasi menggunakan perspektif fungsional ini. Bagian ini memasukkan
kelompok utama pendekatan-pendekatan yang tergabung secara samar dalam
ilmu sosial. Meski makna istilah strukturalisme dan fungsionalisme kurang
begitu tepat, tetapi keduanya percaya bahwa struktur sosial adalah hal yang
nyata dan berfungsi dalam cara yang dapat diamati secara objektif. Sebagai
64
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
contoh, pengamat komunikasi mungkin berasumsi bahwa hubungan personal
merupakan sesuatu yang nyata dengan bagian-bagian yang disusun secara
khusus, seperti juga rumah yang merupakan suatu yang nyata dengan
material yang disusun sesuai rencana. Disini hubungan dilihat sebagai
struktur sosial. Pengamat akan berasumsi lebih jauh bahwa hubungan yang
ada bersifat tidak statis tetapi memiliki atribut seperti ikatan, ketergantungan,
kekuatan, kepercayaan dan sebagainya.
Meskipun strukturalisme dan fungsionalisme seringkali digabung, tetapi
keduanya tetap berbeda dalam penekanannya. Strukturalisme yang berakar
pada linguistik, menekankan pada organisasi bahasa dan sistem sosial.
Fungsionalisme yang berakar pada biologi, menekankan pada cara-cara
sistem yang terorganisasi bekerja untuk menunjang dirinya. Sistem terdiri atas
variabel-variabel yang berhubungan timbal balik dengan variabel lain dalam
sebuah fungsi network. Perubahan pada satu variabel akan mengakibatkan
perubahan pada yang lain. Peletakan dua pendekatan ini secara bersama-sama
menghasilkan suatu gambaran sistem sebagai struktur elemen dengan
hubungan yang fungsional. Sebagai contoh, beberapa peneliti komunikasi
organisasi menggunakan pendekatan struktural-fungsional dalam kerja
mereka. Mereka melihat organisasi sebagai suatu sistem dimana bagian-bagian
yang terkait membentuk departemen, tingkatan, perilaku umum, suasana,
aktivitas kerja dan produk.
2.Teori Sistem
Pendekatan teoritik yang paling umum dari komunikasi yaitu teori sistem.
Teori sistem dan dua bidang yang berhubungan, sibernetika dan teori
informasi, menyajikan perspektif yang luas mengenai cara memandang dunia.
Teori sistem berkaitan dengan saling keterhubungan antara bagian-bagian dari
suatu organisasi.
Apakah Sistem itu ? Suatu sistem merupakan serangkaian hal yang saling
berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu keseluruhan. Suatu sistem
terdiri dari 4 (empat) unsur:
1.
2.
3.
4.
Obyek. Obyek adalah bagian, elemen, atau variabel dari sebuah sistem.
Bagian tersebut dapat berupa fisik atau abstrak atau keduanya,
bergantung pada hakekat sistem.
Sifat, kualitas, atau ciri dari sistem dan obyeknya.
Mempunyai hubungan internal diantara obyek-obyeknya. Ini
merupakan karakteristik penting yang membatasi kualitas sistem dan
merupakan tema utama yang akan diuraikan secara rinci.
Mempunyai lingkungan. Sistem tidak muncul dalam ruang kosong
tetapi dipengaruhi oleh lingkungannya.
Keluarga merupakan contoh sebuah sistem, anggota keluarga adalah objek
sistem. Karakteristik sebagai individu merupakan atribut, dan interaksinya
65
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
membentuk keterhubungan antar anggota. Setiap keluarga berada dalam
lingkungan sosial dan budaya, dan ada pengaruh timbal balik antara keluarga
dan lingkungannya. Anggota keluarga bukanlah perorangan yang terpisah,
keterhubungan mereka harus dipertimbangkan untuk memahami keluarga
secara penuh sebagai suatu kesatuan.
Salah satu pembedaan yang paling umum yaitu antara sistem terbuka dan
sistem tertutup. Sistem tertutup tidak melakukan saling pertukaran dengan
lingkungannya. Sistem tersebut bergerak menuju kekacauan internal,
disintegrasi, dan kematian. Model sistem tertutup paling sering diterapkan
untuk sistem fisika seperti binatang, yang tidak mempunyai kualitas
kelangsungan hidup. Sistem terbuka menerima zat dan energi dari
lingkungannya dan meneruskannya kembali pada lingkungannya. Sistem
terbuka diorientasikan kearah kehidupan dan pertumbuhan. Sistem biologis,
psikologis dan sosial mengikuti model terbuka, dan sistem yang dibicarakan
pada bab ini sepenuhnya adalah jenis terbuka.
Salah satu aplikasi teori sistem dalam bidang ilmu komunikasi yaitu yang
digunakan oleh teori kebutuhan hubungan interpersonal.
3.Teori Kebutuhan Hubungan Interpersonal.
Teori sistem dan komunikasi dalam hubungan salah satu bagian dalam
lapangan komunikasi yang dikenal sebagai relational communication sangat
dipengaruhi oleh teori sistem. Inti dari kerja ini adalah asumsi bahwa fungsi
komunikasi interpersonal untuk membuat, membina, dan mengubah
hubungan dan bahwa hubungan pada gilirannya akan mempengaruhi sifat
komunikasi interpersonal. Poin ini berdasar pada gagasan bahwa komunikasi
sebagai interaksi yang menciptakan struktur hubungan. Dalam keluarga
misalnya, anggota individu secara sendirian tidak membentuk sebuah sistem,
tetapi ketika berinteraksi antara satu dengan anggota lainnya, pola yang
dihasilkan memberi bentuk pada keluarga. Gagasan sistem yang penting ini
secara luas diadopsi dalam lapangan komunikasi. Proses dan bentuk
merupakan dua sisi mata uang; saling menentukan satu sama lain.
Seorang Antropolog Gregory Bateson adalah pendiri garis teori ini yang
selanjutnya dikenal dengan komunikasi relasional. Kerjanya mengarah pada
pengembangan dua proposisi mendasar pada mana kebanyakan teori
relasional masih bersandar:
Pertama yaitu sifat mendua dari pesan: setiap pertukaran interpersonal
membawa dua pesan, pesan “report” dan pesan “command”. Report message
mengandung substansi atau isi komunikasi, sedangkan command message
membuat pernyataan mengenai hubungan. Dua elemen ini selanjutnya dikenal
sebagai “isi pesan” dan “pesan hubungan”, atau “komunikasi” dan
“metakomunikasi”. Pesan report menetapkan mengenai apa yang dikatakan,
dan pesan command menunjukkan hubungan diantara komunikator. Isi pesan
66
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
sederhana seperti “I love you” dapat dibawakan dalam berbagai cara, dimana
masing-masing mengatakan sesuatu secara berbeda mengenai hubungan. Rasa
ini dapat dikatakan dalam cara yang bersifat dominasi, submissive, pleading
(memohon), meragukan, atau mempercayakan. Isi pesannya sama, tetapi
pesan hubungan dapat berbeda pada tiap kasus.
Proposisi kedua Bateson yaitu bahwa hubungan dapat dikarakterisasi dengan
komplementer atau simetris. Dalam hubungan yang komplementer, sebuah
bentuk perilaku diikuti oleh lawannya. Contoh, perilaku dominan seorang
partisipan memperoleh perilaku submissive dari partisipan lain. Dalam
symmetry, tindakan seseorang diikuti oleh jenis yang sama. Dominasi ketemu
dengan sifat dominan, atau submissif ketemu dengan submissif. Disini kita
mulai melihat bagaimana proses interaksi menciptakan struktur dalam sistem.
Bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang
mereka miliki. Sistem yang mengandung serangkaian pesan submissif akan
sangat berbeda dengan yang mengandung rangkaian pesan yang besifat
dominasi. Dan struktur pesan yang mencampur keduanya adalah berbeda
pula.
Meski Bateson seorang pakar antropologi, gagasannya dengan cepat dibawa
kedalam psikiatri dan diterapkan pada hubungan patologis. Beberapa peneliti
komunikasi memanfaatkan kerja Bateson dan kelompoknya. Aubrey Fisher,
salah satu yang dikenal baik dari kelompok ini, sebagai pemimpin teoritisi
sistem. Dalam buku Perspectives on Human Communication dia menerapkan
konsep sistem kedalam komunikasi. Analisa Fisher dimulai dengan perilaku
seperti komentar verbal dan tindakan nonverbal sebagai unit terkecil analisa
dalam sistem komunikasi. Perilaku yang dapat diamati ini dapat dilihat atau
didengar dan merupakan satu-satunya ekspresi pemikiran bagi
keterhubungan individu dalam sistem komunikasi. Dari sudut pandang
sistem, perilaku itu sendiri adalah apa yang dihitung, dan struktur hubungan
terdiri atas pola perilaku yang tersusun ini. Dengan kata lain, hubungan kita
dengan orang lain ditentukan oleh bagaimana kedua kita bertindak dan apa
yang kita katakan. Pola komunikasi dibentuk oleh sekuen tindakan. Ketika
kita berkomunikasi kita bertindak dan bereaksi dalam sekuen, jadi interaksi
adalah arus pesan. Fisher percaya bahwa arus bicara dengan dirinya sendiri
mengatakan sedikit mengenai komunikasi, sehingga harus dipecah kedalam
unit-unit yang mengandung tindakan dan respon. Fisher mengembangkan
metode untuk mengetahui semua pola percakapan, yang terdiri atas pesanpesan penyandian, sehingga pola respon dapat ditetapkan.
Unit yang paling dasar dari komunikasi dipakai Fisher adalah interact, atau
rangkaian dua pesan yang bersambungan diantara dua orang. Contohnya
yaitu pertanyaan dari orang pertama diikuti oleh jawaban dari orang kedua.
Pertanyaan yang diikuti oleh jawaban akan berbeda dari permintaan yang
diikuti persetujuan. Permintan yang diikuti oleh penawaran adalah berbeda
dari suggestion atau saran yang diikuti oleh keberatan. Interaksi
67
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
dikombinasikan kedalam unit yan lebih besar disebut double interact (dua
tindakan), dan selanjutnya dikombinasi lagi kedalam triple interact (tiga
tindakan). Struktur dari keseluruhan interaksi merupakan rangkaian interaksi
yang makin lama makin membesar.
Kebanyakan kerja Fisher melibatkan pembuatan keputusan dalam kelompok
kecil. Dalam risetnya dia menyandi apa yang orang katakan dalam diskusi
kelompok dan menganalisa interaksi ini dalam cara yang seluruh pola, atau
struktur dari diskusi dapat digambarkan. Fisher menunjukkan bagaimana
interaksi berkombinasi dengan bentuk fase pemuatan keputusan kelompok.
Diantara periset yang terkenal dalam komunikasi relasional adalah Edna
Rogers dan Frank Millar. Kerja Millar dan Rogers merupakan aplikasi
langsung dari gagasa Bateson dan konsisten dengan teori Fisher. Secara
khusus, mereka bertanggung jawab bagi pengembangan metode riset
mengenai pengkode-an dan pengelompokan pola relasional. Seperti Fisher,
Millar dan Rogers mengamati percakapan dan kode tindakan komunikasi
dalam suatu cara yang membiarkan mereka menemukan pola yang diciptakan
melalui interaksi. Dari risetnya mereka mengembangkan teori yang
menunjukkan bagaimana hubungan mengandung struktur kontrol,
kepercayaan, dan keakraban..
4.Teori Disonansi Kognitif
Teori Leon Festinger mengenai dissonansi kognitif merupakan salah satu teori
yang paling penting dalam sejarah psikologi sosial. Selama bertahun-tahun
teori ini menghasilkan sejumlah riset dan mengisi aliran kritik, interpretasi,
dan extrapolasi. Festinger mengajarkan bahwa dua elemen kognitif termasuk
sikap, persepsi, pengetahuan, dan perilaku.
Tahap pertama yaitu posisi nol, atau irrelevant, kedua yaitu konsisten, atau
consonant dan ketiga yaitu inkonsisten, atau dissonant.
Dissonansi terjadi ketika satu elemen tidak diharapkan mengikuti yang lain.
Jika kita pikir merokok itu berbahaya bagi kesehatan, mereka tidak berharap
kita merokok. Apa yang konsonan dan dissonan bagi seseorang tidak bisa
berlaku bagi orang lain. Jadi kita harus selalu menanyakan apa yang konsisten
dan yang tidak konsisten dalam sistem psikologis orang itu sendiri.
Dua premis yang menolak aturan teori dissonansi. Pertama yaitu bahwa
dissonansi menghasilkan ketegangan atau penekanan yang menekan individu
agar berubah sehingga dissonansi terkurangi. Kedua, ketika dissonansi hadir,
indivi du tidak hanya berusaha menguranginya, melainkan juga akan
menghindari situasi dimana dissonansi tambahan bisa dihasilkan.
Semakin besar dissonansi, semakin besar kebutuhan untuk menguranginya.
Contoh, semakin perokok tidak konsisten dengan pengetahuannya mengenai
68
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
efek negatif merokok, semakin besar dorongan untuk berhenti merokok.
Dissonansi itu sendiri merupakan hasil dari dua variabel lain, kepentingan
elemen kognitif dan sejumlah elemen yang terlibat dalam hubungan yang
dissonan. Dengan kata lain, jika kita mempunyai beberapa hal yang tidak
konsisten dan jika itu penting untuk kita, kita akan mengalami dissonansi
yang lebih besar. Jika kesehatan tidak penting, pengetahuan bahwa merokok
itu buruk bagi kesehatan kemungkinan tidak mempengaruhi perilaku perokok
secara aktual.
Bagaimana kita terkait dengan
mengemukakan sejumlah metode:
dissonansi
kognitif
ini
?
Festinger
Pertama, kita bisa mengubah satu atau lebih elemen kognitif, perilaku atau
sikap mungkin. Sebagai contoh, sebagai seorang perokok , kita bisa berhenti
merokok atau kita bisa berhenti mempercayai bahwa itu merusak kesehatan.
Kedua, elemen baru mungkin ditambahkan pada satu bagian ketegangan atau
yg lain. Misalnya, kita bisa beralih mengunyah cerutu.
Ketiga, kita bisa sampai untuk melihat elemen sebagai hal yang kurang
penting daripada yang mereka gunakan. Contoh, kita mungkin memutuskan
bahwa kesehatan tidaklah sepenting kondisi pikiran.
Keempat, kita bisa mencari konsonan informasi seperti pembuktian terhadap
keuntungan merokok dengan membaca studi perusahaan cerutu.
Kelima, kita bisa mengurangi dissonansi dengan membuang atau
misinterpretasi informasi yang terlibat. Ini dapat terjadi jika kita memutuskan
bahwa meski merokok beresiko pada kesehatan, tidaklah berbahaya sebagai
weight yang akan kita capai jika kita berhenti merokok. Tidak masalah metode
mana yang akan kita pilih, itu semua akan mengurangi dissonansi dan
membuat kita merasa lebih baik dalam sikap, kepercayaan, dan tindakan.
Kebanyakan teori dan riset mengenai dissonansi kognitif disekitar situasi yang
bervariasi dimana dissonansi sebenarnya dihasilkan. Ini memasukkan situasi
seperti pembuatan keputusan, persetujuan yang terpaksa, inisiatif, dukungan
sosial, dan usaha yang sungguh-sungguh. Jumlah dissonansi sebuah
pengalaman sebagai hasil keputusan bergantung pada empat variabel,
pertama dan yang terpenting yaitu keputusan. Keputusan tertentu, yaitu
seperti ketinggalan sarapan, mungkin tidak dan menghasilkan sedikit
dissonansi, tetapi membeli mobil dapat menghasilkan banyak dissonansi.
Kedua adalah sifat menarik alternatif yang dipilih. Hal lain yang mirip, bahwa
semakin kurang atraktif alternatif pilihan, semakin besar dissonansi. Kita
kemungkinan akan menderita lebih banyak dissonansi dari membeli mobil
butut daripada mobil yang masih mulus. Ketiga, semakin besar sifat atraktif
yang diketahui dari alternatif yang dipilih, semakin terasa dissonansi. Jika kita
berharap kita dapat menabung untuk pergi ke Eropa disamping membeli
69
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
mobil, kita akan menderita dissonansi. Akhirnya, semakin tinggi tingkat
similaritas atau tumpang tindih diantara alternatif, semakin kurang
dissonansi. Jika kita berdebat diantara dua mobil yang sama, membuat
keputusan dengan bertujuan pada salah satu tidak akan menghasilkan banyak
dissonansi, tetapi jika kita memutuskan antara membeli mobil dan pergi ke
Eropa, kita akan memiliki banyak dissonansi.
Situasi lain dimana dissonansi cenderung berhasil yaitu paksaan kesepakatan,
atau dipengaruhi untuk melakukan atau mengatakan sesuatu yang
berlawanan dengan kepercayaan atau nilai kita. Situasi ini biasanya terjadi
ketika reward terlibat untuk sepakat atau hukuman jika tidak sepakat. Teori
dissonansi meramalkan bahwa semakin sedikit tekanan untuk patuh,
semakin besar dissonansi. Jika kita diminta untuk melakukan sesuatu yang
kita tidak suka melakukan tetapi kita dibayar banyak, kita tidak akan merasa
banyak dissonansi seperti jika kita dibayar lebih sedikit. Semakin sedikit
justifikasi eksternal (seperti ganjaran dan hukuman), semakin banyak kita
harus fokus pada inkonsistensi internal dalam diri kita. Inilah mengapa
menurut teoritisi dissonansi, tekanan sosial yang ‘lunak’ dapat begitu kuat:
dapat menyebabkan banyak dissonansi. Ini juga menjelaskan mengapa kita
harus mengambil kerja yang bergaji tinggi meski kita tidak suka. Bayaran
tinggi dapat dipakai sebagai justifikasi untuk melakukannya. Teori dissonansi
juga membuat beberapa prediksi lain. Teori itu meramalkan, misalnya, bahwa
semakin sulit inisiatif seseorang terhadap kelompok, semakin besar komitmen
orang itu untuk berkembang. Semakin banyak dukungan sosial yang
seseorang terima dari teman terhadap ide atau tindakan, semakin besar
tekanan untuk percaya pada ide atau tindakan itu. Semakin besar jumlah
usaha yang diterapkan dalam tugas, semakin orang akan merasionalisasi nilai
tugas tersebut.
Sikap, Kepercayaan, dan Nilai. Salah satu teori yang paling komprehensif
mengenai sikap dan perubahannya yaitu milik Milton Rokeach. Dia
mengembangkan penjelasan yang meluas mengenai perilaku manusia
berdasarkan kepercayaan, sikap dan nilai. Rokeach percaya bahwa setiap
orang mempunyai sistem yang tersusun dengan baik atas kepercayaan(belief),
sikap (attirude) dan nilai (value), yang menuntun perilaku.
Belief adalah ratusan atau ribuan pernyataan yang kita buat mengenai diri dan
dunia. Kepercayaan dapat bersifat umum ataupun khusus, dan itu disusun
dalam sistem dalam hal sentralitas atau pentingnya terhadap ego. Pada pusat
sistem kepercayaan yang dibangun dengan baik itu, kepercayaan yang secara
relatif tidak dapat berubah yang membentuk inti sistem kepercayaan. Pada
pinggiran sistem terbentang sejumlah kepercayaan yang tidak signifikan yang
dapat mudah berubah. Percaya bahwa orang tua kita bahagia dalam
perkawinan kemungkinan cukup penting, karena dampaknya yaitu banyak
hal lain yang kita anggap benar. Percaya bahwa kita perlu potong rambut, di
sisi lain, adalah sampingan. Semakin penting kepercayaan, semakin resisten
untuk berubah dan semakin perubahan itu berdampak terhadap keseluruhan
70
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
sistem. Dengan kata lain, jika salah satu pusat kepercayaan kita berubah,
mengharap perubahan yang agak mendalam mengenai bagaimana kita
memikirkan tentang banyak hal. Inilah mengapa anak begitu terguncang
ketika orang tua yang mereka asumsikan memiliki perkawinan yang bahagia
itu bercerai.
Attitude adalah kelompok kepercayaan yang disusun disekitar obyek fokal
dan menyarankan pada orang untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap
obyek tersebut. Kita mempunyai ratusan bahkan ribuan kepercayaan dan
mungkin ribuan sikap, yang masing-masing mengandung sejumlah
kepercayaan mengenai sikap obyek.
Rokeach percaya sikap merupakan dua jenis penting yang harus selalu
dipandang bersamaan. Terdapat sikap terhadap obyek dan sikap terhadap
situasi. Perilaku orang dalam situasi tertentu merupakan fungsi dari kedua
kombinasi ini. Jika kita tidak berperilaku dalam situasi yang berlaku secara
konsisten dengan sikap kita terhadap hal tertentu, itu kemungkinan karena
sikap kita terhadap situasi mencegahnya. Contoh untuk jenis inkonsistensi ini
yaitu makan makanan yang kita tidak suka saat kita dijamu makan sebagai
tamu. Poin disini bahwa perilaku merupakan fungsi dari berbagai rangkaian
sikap, dan sistem terdiri atas banyak kepercayaan yang berkumpul dalam
sentralitasnya. Rokeach percaya bahwa konsep tersebut dalam menjelaskan
perilaku, nilai orang merupakan yang paling penting.
Value adalah tipe kepercayaan khusus yang penting dalam sistem dan
bertindak sebagai penuntun kehidupan. Nilai ada dua macam, nilai
instrumental seperti kerja keras dan kesetiaan, merupakan garis penuntun bagi
kehidupan yang menjadi dasar perilaku sehari-hari. Nilai terminal adalah
ujung tujuan kehidupan terhadap mana kita bekerja. Contoh antara lain
kesehatan dan kebahagiaan. Komponen lain dalam sistem kepercayaan-sikapnilai yang mengasumsikan keseluruhan yang sangat penting yang konsep diri,
kepercayaan orang mengenai diri. Ini merupakan jawaban atas pertanyaan
siapa saya ?, konsep diri secara khusus penting dalam sistem sebagai ujung
tujuan keseluruhan sistem seseorang. Jadi, jika kepercayaan, sikap, dan nilai
menyatakan komponen sistem, konsep diri adalah yang menuntun tujuannya.
Teori Rokeach pada dasarnya teoritisi konsistensi. Dia memasukkan sejumlah
hipotesis signifikan mengenai sikap, kepercayaan, dan nilai, tetapi dia
menyimpulkan bahwa orang dituntun oleh kebutuhan untuk konsisten dan
bahwa inkonsistensi menciptakan tekanan untuk berubah. Rokeach
memperluas penjelasannya mengenai konsistensi paling jauh dibandingkan
teori lain dalam aliran ini. Dengan meletakkan sistem keseluruhan menjadi
pertimbangan, dia melihat konsistensi sebagai hal yang sangat kompleks.
71
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Bab VIII
TEORI KOMUNIKASI MASSA
1. Pengertian Komunikasi Massa
Komunikasi Massa adalah salah satu jenis komunikasi, selain Komunikasi
Intrapersonal, Komunikasi Interpersonal, Komunikasi Kelompok, dan
Komunikasi Organisasi. Perkembangannya dimulai dari:




Abad Penggunaan Isyarat & Lambang seperti gerak tangan atau
volume suara;
Abad Berbicara & Penggunaan Bahasa seperti huruf mewakili bunyi
ujaran;
Abad Penggunaan Media Tulisan;
Abad Penggunaan Media Cetakan seperti penemuan mesin cetak di
Mainz, Jerman, oleh John Guttenberg tahun 1455 yang dianggap sebagai
awal lahirnya komunikasi massa. Dari sinilah kemudian berkembang
media massa koran, majalah, buku, radio, televisi, film, dan internet.
2. Definisi Komunikasi Massa
Komunikasi dapat dipahami sebagai proses penyampaian pesan, ide, atau
informasi kepada orang lain dengan menggunaka sarana tertentu guna
mempengaruhi atau mengubah perilaku penerima pesan.
Komunikasi Massa adalah (ringkasan dari) komunikasi melalui media massa
(communicating with media), atau komunikasi kepada banyak orang (massa)
dengan menggunakan sarana media. Media massa sendiri ringkasan dari
media atau sarana komunikasi massa.
Massa sendiri artinya “orang banyak” atau “sekumpulan orang” –kelompok,
kerumunan, publik. Bittner : Mass communication is messages communicated
throught a massa medium to a large number of people. William R. Rivers dkk.
membedakan antara communication dan communications. Communication
adalah proses berkomunikasi. Communications adalah perangkat teknis yang
digunakan dalam proses komunikasi, misalnya genderang, asap, butir batu,
telegram, telepon, materi cetak, siaran, dan film.
Edward Sapir: Communication adalah proses primer, terdiri dari bahasa,
gestur/nonverbal, peniruan perilaku, dan pola perilaku sosial.
Communications adalah teknik-teknik sekunder, instrumen dan sistem yang
72
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
mendukung proses komunikasi, e.g. kode morse, telegram, terompet, kertas,
pulpen, alat cetak, film, pemancar siara radio/TV.
William R. Rivers dkk.: Komunikasi Massa dapat diartikan dalam dua cara:
1. Komunikasi oleh media.
2. Komunikasi untuk massa.
Namun, Komunikasi Massa tidak berarti komunikasi untuk setiap orang.
Pasalnya, media cenderung memilih khalayak; demikian pula, khalayak pun
memilih-milih
media.
3. Karakteristik Komunikasi Massa
William R. Rivers dkk. menyatakan komunikasi massa adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
Satu arah.
Selalu ada proses seleksi –media memilih khalayak.
Menjangkau khalayak luas.
Membidik sasaran tertentu, segmentasi.
Dilakukan oleh institusi sosial (lembaga media/pers); media dan
masyarakat saling memberi pengaruh/interaksi.
McQuail menyebut ciri utama komunikasi massa dari segi:
1. Sumber : bukan satu orang, tapi organisasi formal, “sender”-nya seringkali
merupakan komunikator profesional.
2. Pesan : beragam, dapat diperkirakan, dan diproses, distandarisasi, dan
selalu
diperbanyak; merupakan produk dan komoditi yang bernilai tukar.
3. Hubungan pengirim-penerima bersifat satu arah, impersonal, bahkan
mungkin selali sering bersifat non-moral dan kalkulatif.
4. Penerima merupakan bagian dari khalayak luas.
5. Mencakup kontak secara serentak antara satu pengirim dengan banyak
penerima.
Denis McQuail tentang Media:
73
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
1. Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan
industri lain.
2. Sumber kekuatan –alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat.
3. Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat.
4. Wahana pengembangan kebudayaan –tatacara, mode, gaya hidup, dan
norma.
5. Sumber dominan pencipta citra individu, kelompok, dan masyarakat.
Karakteristik Komunikasi Massa menurut para pakar komunikasi :
1. Komunikator Melembaga (Institutionalized Communicator) atau Komunikator
Kolektif (Collective Communicator) karena media massa adalah lembaga sosial,
bukan orang per orang.
2. Pesan bersifat umum, universal, dan ditujukan kepada orang banyak.
3. Menimbulkan keserempakan (simultaneous) dan keserentakan
(instantaneos) penerimaan oleh massa.
4. Komunikan bersifat anonim dan heterogen, tidak saling kenal dan terdiri
dari pribadi-pribadi dengan berbagai karakter, beragam latar belakang sosial,
budaya, agama, usia, dan pendidikan.
5. Berlangsung satu arah (one way traffic communication).
6. Umpan Balik Tertunda (Delayed Feedback) atau Tidak Langsung (Indirect
Feedback); respon audience atau pembaca tidak langsung diketahui seperti
pada komunikasi antarpribadi.
4. Karakteristik Media Massa:
1. Publisitas, yakni disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang
banyak.
2. Universalitas, pesannya bersifat umum, tentang segala aspek kehidupan dan
semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum
karena sasaran dan pendengarnya orang banyak (masyarakat umum).
3. Periodisitas, tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran
sekian jam per hari.
74
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
4. Kontinuitas, berkesinambungan atau terus-menerus sesuai dengan
priodemengudara atau jadwal terbit.
5. Aktualitas, berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peristiwa
terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan
penyampaian
informasi
kepada
publik.
Komunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi yang
menggunakan media massa, baik cetak (Surat Kabar, Majalah) atau elektronik
(radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang
dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar
dibanyak tempat.
5. Teori Komunikasi Massa
a. Teori Pengaruh Tradisi (The Effect Tradition)
Teori pengaruh komunikasi massa dalam perkembangannya telah mengalami
perubahan yang kelihatan berliku-liku dalam abad ini. Dari awalnya, para
peneliti percaya pada teori pengaruh komunikasi “peluru ajaib” (bullet theory)
Individu-individu dipercaya sebagai dipengaruhi langsung dan secara besar
oleh pesan media, karena media dianggap berkuasa dalam membentuk opini
publik. Menurut model ini, jika Anda melihat iklan Close Up maka setelah
menonton iklan Close Up maka Anda seharusnya mencoba Close Up saat
menggosok gigi.
Kemudian pada tahun 50-an, ketika aliran hipotesis dua langkah (two step flow)
menjadi populer, media pengaruh dianggap sebagai sesuatu yang memiliki
pengaruh yang minimal. Misalnya iklan Close Up dipercaya tidak akan secara
langsung mempengaruhi banyak orang-orang untuk mencobanya. Kemudian
dalam 1960-an, berkembang wacana baru yang mendukung minimalnya
pengaruh media massa, yaitu bahwa pengaruh media massa juga ditengahi
oleh variabel lain. Suatu kekuatan dari iklan Close Up secara komersil atau
tidak untuk mampu mempengaruhi khalayak agar mengkonsumsinya,
tergantung pada variabel lain. Sehingga pada saat itu pengaruh media
dianggap terbatas (limited-effects model).
75
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Sekarang setelah riset di tahun 1970-an dan 1980-an, banyak ilmuwan
komunikasi sudah kembali ke powerful-effects model, di mana media dianggap
memiliki pengaruh yang kuat, terutama media televisi.Ahli komunikasi massa
yang sangat mendukung keberadaan teori mengenai pengaruh kuat yang
ditimbulkan oleh media massa adalah Noelle-Neumann melalui
pandangannya mengenai gelombang kebisuan.
b. Teori Uses Gratifications and Depedency.
Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan serimg diguankan
sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses
and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset
komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu
memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses
and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang
menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?” (McQuail,
2002 : 388). Di sini sikap dasarnya diringkas sebagai berikut :
Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa
konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam
komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi
khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media
massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam
memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi
media massa(Rubin dalam Littlejohn, 1996 : 345).
Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan.
Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam
mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui
kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya.
Media massa dianggap sebagai hanya sebagai salah satu cara memenuhi
kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui
media massa atau dengan suatu cara lain. Riset yang dilakukan dengan
pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarfeld
yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan
kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar (McQuail, 2002 : 387).
Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan
bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh
gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan
opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki.
Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membeca surat
kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga
mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian
(McQuail, 2002 : 387).
76
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan
dan mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum
dalam skema media – persons interactions sebagai berikut :
Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan
emosi
Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial
Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai
Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388).
Seperti yang telah kita diskusikan di atas, uses and gratifications merupakan
suatu gagasan menarik, tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan
eksplorasi terhadap berbagai hal secara lebih mendalam. Untuk itu mari
sekarang kita mendiskusikan beberapa perluasan dari pendekatan yang
dilakukan dengan teori uses and gratifications.
c. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)
Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di
dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang
disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai). Dalam
kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan
oleh sikap Anda terhadap media –kepercayaan Anda tentang apa yang suatu
medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan
tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms),
seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda
akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan
menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms
menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak
menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya.
d.Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra BallRokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications, pendekatan
ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk
mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem
yang lebih jauh. Di dalam model mereka mengusulkan suatu relasi yang
bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini
memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal
dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan
serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun
perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang
sama terhadap semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi
ketergantungan khalayak terhadap media massa ?
77
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Ada dua jawaban mengenai hal ini. Pertama, khalayak akan menjadi lebih
tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan
khalayak bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya
beberapa kebutuhan saja. Jika misalnya, Anda mengikuti perkembangan
persaingan antara Manchester United, Arsenal dan Chelsea secara serius,
Anda mungkin akan menjadi tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris
di TV 7. Sedangkan orang lain yang lebih tertarik Liga Spanyol dan tidak
tertarik akan Liga Inggris mungkin akan tidak mengetahui bahwa situs TV 7
berkaitan Liga Inggris telah di up date, atau tidak melihat pemberitaan Liga
Inggris di Harian Kompas.
Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini
menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan
khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini
akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan
sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi
sosial. Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap
khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen,
survey dan riset etnografi.
e. Teori Agenda Setting
Media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi agenda publik. Teori
Agenda Setting didasari oleh asumsi demikian. Teori ini sendiri dicetuskan
oleh Profesor Jurnalisme Maxwell McCombs dan Donald Shaw.
Menurut McCombs dan Shaw, “we judge as important what the media judge as
important.” Kita cenderung menilai sesuatu itu penting sebagaimana media
massa menganggap hal tersebut penting. Jika media massa menganggap suatu
isu itu penting maka kita juga akan menganggapnya penting. Sebaliknya, jika
isu tersebut tidak dianggap penting oleh media massa, maka isu tersebut juga
menjadi tidak penting bagi diri kita, bahkan menjadi tidak terlihat sama sekali.
Denis McQuail (2000: 426) mengutip definisi Agenda Setting sebagai “process
by which the relative attention given to items or issues in news coverage infulences the
rank order of public awareness of issues and attribution of significance. As an
extension, effects on public policy may occur.”
Walter Lipmann pernah mengutarakan pernyataan bahwa media berperan
sebagai mediator antara “the world outside and the pictures in our heads”.
McCombs dan Shaw juga sependapat dengan Lipmann. Menurut mereka, ada
korelasi yang kuat dan signifikan antara apa-apa yang diagendakan oleh
media massa dan apa-apa yang menjadi agenda publik.
78
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Awalnya teori ini bermula dari penelitian mereka tentang pemilihan presiden
di Amerika Serikat tahun 1968. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa ada
hubungan sebab-akibat antara isi media dengan persepsi pemilih.
McCombs dan Shaw pertama-tama melihat agenda media. Agenda media
dapat terlihat dari aspek apa saja yang coba ditonjolkan oleh pemberitaan
media terebut. Mereka melihat posisi pemberitaan dan panjangnya berita
sebagai faktor yang ditonjolkan oleh redaksi. Untuk surat kabar, headline pada
halaman depan, tiga kolom di berita halaman dalam, serta editorial, dilihat
sebagai bukti yang cukup kuat bahwa hal tersebut menjadi fokus utama surat
kabar tersebut. Dalam majalah, fokus utama terlihat dari bahasan utama
majalah tersebut. Sementara dalam berita televisi dapat dilihat dari tayangan
spot berita pertama hingga berita ketiga, dan biasanya disertai dengan sesi
tanya jawab atau dialog setelah sesi pemberitaan.
Sedangkan dalam mengukur agenda publik, McCombs dan Shaw melihat dari
isu apa yang didapatkan dari kampanye tersebut. Temuannya adalah, ternyata
ada kesamaan antara isu yang dibicarakan atau dianggap penting oleh publik
atau pemilih tadi, dengan isu yang ditonjolkan oleh pemberitaan media massa.
McCombs dan Shaw percaya bahwa fungsi agenda-setting media massa
bertanggung jawab terhadap hampir semua apa-apa yang dianggap penting
oleh publik. Karena apa-apa yang dianggap prioritas oleh media menjadi
prioritas juga bagi publik atau masyarakat.
Akan tetapi, kritik juga dapat dilontarkan kepada teori ini, bahwa korelasi
belum tentu juga kausalitas. Mungkin saja pemberitaan media massa hanyalah
sebagai cerminan terhadap apa-apa yang memang sudah dianggap penting
oleh masyarakat. Meskipun demikian, kritikan ini dapat dipatahkan dengan
asumsi bahwa pekerja media biasanya memang lebih dahulu mengetahui
suatu isu dibandingkan dengan masyarakat umum.
News doesn’t select itself. Berita tidak bisa memilih dirinya sendiri untuk
menjadi berita. Artinya ada pihak-pihak tertentu yang menentukan mana yang
menjadi berita dan mana yang bukan berita. Siapakah mereka? Mereka ini
yang disebut sebagai “gatekeepers.” Di dalamnya termasuk pemimpin redaksi,
redaktur, editor, hingga jurnalis itu sendiri.
Dalam dunia komunikasi politik, para calon presiden biasanya memiliki tim
media yang disebut dengan istilah ‘spin doctor.’ Mereka berperan dalam
79
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
menciptakan isu dan mempublikasikannya melalui media massa. Mereka ini
juga termasuk ke dalam ‘gatekeeper’ tadi.
Setelah tahun 1990an, banyak penelitian yang menggunakan teori agendasetting makin menegaskan kekuatan media massa dalam mempengaruhi
benak khalayaknya. Media massa mampu membuat beberapa isu menjadi
lebih penting dari yang lainnya. Media mampu mempengaruhi tentang apa
saja yang perlu kita pikirkan. Lebih dari itu, kini media massa juga dipercaya
mampu mempengaruhi bagaimana cara kita berpikir. Para ilmuwan
menyebutnya sebagai framing.
McCombs dan Shaw kembali menegaskan kembali tentang teori agenda
setting, bahwa “the media may not only tell us what to think about, they also may tell
us how and what to think about it, and perhaps even what to do about it” (McCombs,
1997).
f. Teori Efek Komunikasi Massa dari Melvin De Fleur
• Teori Perbedaan Individu ( Individual Differences Theory)
Asumsi teori ini adalah :
Pesan-pesan yang disampaikan media massa ditangkap individu sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan personal individu. Efek komunikasi pada
individu akan beragam walaupun individu menerima pesan yang sama.
Terdapat faktor psikologis dalam menerima pesan yang disampaikan media
massa. Masing-masing individu mempunyai perhatian, minat, keinginan yang
berbeda yang dipengaruhi faktor-faktor psikologis yang ada pada diri
individu tersebut sehingga mempengaruhi dalam menerima pesan yang
disampaikan media massa.
• Teori Penggolongan Sosial (Social Category Theory)
Asumsi teori ini adalah : Individu yang masuk dalam kategori sosial tertentu
atau sama akan cenderung memiliki prilaku atau sikap yang kurang lebih
sama terhadap rangsangan-rangsangan tertentu. Pesan-pesan yang
disampaikan media massa cenderung ditanggapi sama oleh individu yang
termasuk dalam kelompok sosial tertentu.
Penggolongan sosial ini berdasarkan :
Usia : anak-anak, dewasa, orangtua
80
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Jenis kelamin : laki-laki, perempuan
Suku bangsa : Sunda, Jawa, Batak, Minang, Aceh, Papua, Bali, dll
Profesi : dokter, pengusaha, pedagang, sopir, tukang becak, dll.
Pendidikan : sarjana, tamatan SLTA, SLTP, SD, buta hurup.
Kegemaran atau Hobby : Olahraga, kesenian, dll.
Status sosial : Kaya, biasa, dan miskin.
Agama : Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dll.
Dengan adanya penggolongan sosial ini muncullah media massa yang sifatnya
special atau khusus yang diperuntukan bagi kalangan tertentu, dengan
mengambil segmentasi/pangsa pasar tertentu misalnya :
Majalah Femina, Kartini, Wanita , dll yang diperuntukan wanita kalangan
tertentu.
Majalah Bobo misalnya diperuntukan untuk anak-anak
Majalah Bola, Soccer, Go, F1, dll diperuntukan mereka yang senang olahraga.
Majalah Adil, Amanat, Bangkit misalnya diperuntukan mereka yang senang
politik.
Monitor, Cek and Ricek, misalnya diperuntukan mereka yang senang dengan
berita seputar gosip para artis.
Begitu juga di media elektronik disajikan acara-acara tertentu yang memang
diperuntukan bagi kalangan tertentu dengan memprogramkannya sesuai
dengan waktu dan segmen khalayaknya.
• Teori Hubungan Sosial (Social Relationship Theory)
Asumsi teori ini adalah : Pada dasarnya pesan-pesan komunikasi massa lebih
banyak diterima individu melalui hubungan personal dibanding langsung dari
media massa. Informasi melalui media massa tersebar melalui hubunganhubungan sosial di dalam masyarakat. Teori ini berhubungan dengan teori
Two Step Flow Communication.
• Teori Norma Budaya ( Norm and Cultural Theory)
81
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Asumsi teori ini adalah : Media massa melalui informasi yang disampaikannya
dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan kesan yang oleh khalayak
disesuaikan dengan norma-norma dan nilai-nilai budayanya.
Media massa mempengaruhi budaya-budaya masyarakatnya dengan cara :
Pesan-pesan yang disampaikan media massa memperkuat budaya yang ada.
Ketika suatu budaya telah kehilangan tempat apresiasinya, kemudian media
massa memberi lahan atau tempat maka budaya yang pada awalnya sudah
mulai luntur menjadi hidup kembali.
Contoh : Acara pertunjukan Wayang Golek atau Wayang Kulit yang
ditayangkan Televisi terbukti telah memberi tempat pada budaya tersebut
untuk diapresiasi oleh masyarakat. Media massa telah menciptakan pola baru
tetapi tidak bertentangan bahkan menyempurnakan budaya lama.
Contoh : Acara Ludruk Glamor misalnya memberi nuansa baru terhadap
budaya ludruk dengan tidak menghilangkan esensi budaya asalnya. Media
massa mengubah budaya lama dengan budaya baru yang berbeda dengan
budaya lama.
Contoh : Terdapat acara-acara tertentu yang bukan tak mungkin lambat laun
akan menumbuhkan budaya baru.
Menurut Paul Lazarfeld dan Robert K Merton terdapat empat sumber utama
kekhawatiran masyarakat terhadap media massa, yakitu :
Sifat Media Massa yang mampu hadir dimana-mana (Ubiquity) serta
kekuatannnya yang potensial untuk memanipulasi dengan tujuan-tujuan
tertentu.
Dominasi kepentingan ekonomi dari pemilik modal untuk menguasai
media massa dengan demikian media massa dapat dipergunakan untuk
menjamin ketundukan masyarakat terhadap status quo sehingga memperkecil
kritik sosial dan memperlemah kemampuan khalayak untuk berpikir kritis.
Media massa dengan jangkauan yang besar dan luas dapat membawa
khalayaknya pada cita rasa estetis dan standar budaya populer yang rendah.
Media massa dapat menghilangkan sukses sosial yang merupakan jerih
payah para pembaharu selama beberapa puluh tahun yang lalu.
82
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
TEORI KULTIVASI
Teori Kultivasi (Cultivation Theory)
Teori Kultivasi memusatkan perhatiannya pada pengaruh media komunikasi,
khususnya televisi, terhadap khalayak. Televisi merupakan sarana utama
masyarakat untuk belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta
adapt kebiasaannya.
Teori kultivasi berasumsi bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra
realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan. Misalnya, pecandu berat
televisi menganggap kemungkinan seseorang untuk menjadi korban kejahatan
adalah 1 berbanding 10. Dalam kenyataannya, angkanya adalah 1 berbanding
50. Pecandu berat mengira bahwa 20% dari total penduduk dunia berdiam di
Amerika Serikat. Kenyataannya hanya 6%. Pecandu berat percaya bahwa
persentase karyawan dalam posisi manajerial atau professional adalah 25%,
kenyataannya hanya 5%.
Williams mengomentari hal yang sama, “Orang yang merupakan pecandu
berat televisi seringkali mempunyai sikap stereotip tentang peran jenis
kelamin, dokter, bandit atau tokoh-tokoh lain yang biasa muncul dalam serial
televisi. Dalam dunia mereka, pembantu rumah tangga mungkin digambarkan
sebagai wanita yang hidup palimg menderita. Perwira polisi menjalani harihari yang menyenangkan. Pejabat-pejabat pemerintahan adalah orang yang
munafik. Tentu saja, tidak semua pecandu berat televisi terkultivasi secara
sama. Beberapa lebih mudah dipengaruhi televisi daripada yang lain (Hirsch,
1980). Sebagai contoh, pengaruh ini bergantung bukan saja pada seberapa
banyak seseorang menenton televisi melainkan juga pada tingkat pendidikan,
penghasilan,
dan
jenis
kelamin
pemirsa.
Misalnya,
pemirsa
ringan
berpenghasilan rendah melihat kejahatan sebagai masalah yang serius
sedangkan pemirsa ringan berpenghasilan tinggi tidak demikian. Wanita
pecandu berat melihat kejahatan sebagai masalah yang lebih serius ketimbang
pria pecandu berat. Artinya, ada faktor-faktor lain di luar intensitas menonton
televisi yang mempengaruhi persepsi kita untuk menerima gambaran dunia
yang sebenarnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa televisi adalah media yang
paling mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kehidupan.
Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori yang mencoba
menjelaskan keterkaitan antara media komunikasi (dalam hal ini televisi)
83
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
dengan tindak kekerasan. Teori ini dikemukakan oleh George Gerbner,
mantan Dekan dari Fakultas (Sekolah Tinggi) Komunikasi Annenberg
Universitas Pennsylvania,yang juga pendiri Cultural Environment Movement,
berdasarkan penelitiannya terhadap perilaku penonton televisi
dikaitkan dengan materi berbagai program
yang
televisi yang ada di Amerika
Serikat.
Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu (penonton
berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang berlebihan bahwa
“dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka
bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang cenderung banyak menyajikan
acara kekerasan adalah “apa yang mereka yakini terjadi juga dalam
kehidupan sehari-hari”.
Dalam hal ini, seperti Marshall McLuhan, Gerbner menyatakan bahwa televisi
merupakan suatu kekuatan yang secara dominan dapat mempengaruhi
masyarakat modern. Kekuatan tersebut berasal dari kemampuan televisi
melalui berbagai simbol untuk memberikan berbagai gambaran yang terlihat
nyata dan penting seperti sebuah kehidupan sehari-hari.Televisi mampu
mempengaruhi penontonnya, sehingga apa yang ditampilkan di layar kaca
dipandang sebagai sebuah kehidupan yang nyata, kehidupan sehari-hari.
Realitas yang tampil di media dipandang sebagai sebuah realitas objektif.
Saat ini, televisi merupakan salah satu bagian yang penting dalam sebuah
rumah tangga, di mana setiap anggota keluarga mempunyai akses yang tidak
terbatas terhadap televisi. Dalam hal ini, televisi mampu mempengaruhi
lingkungan melalui penggunaan berbagai simbol, mampu menyampaikan
lebih banyak kisah sepanjang waktu. Gebrner menyatakan bahwa masyarakat
memperhatikan televisi sebagaimana mereka memperhatikan tempat ibadah
(gereja). Lalu apa yang dilihat di televisi? Menurut Gerbner adalah kekerasan,
karena ia merupakan cara yang paling sederhana dan paling murah untuk
menunjukkan
bagiamana
seseorang
berjuang
untuk
mempertahankan
hidupnya. Televisi memberikan pelajaran berharga bagi para penontonnya
tentang berbagai ‘kenyataan hidup’, yang cenderung dipenuhi berbagai
tindakan kekerasan.
Lebih jauh dalam Teori Kultivasi dijelaskan bahwa bahwa pada dasarnya ada
2 (dua) tipe penonton televisi yang mempunyai karakteristik saling
84
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
bertentangan/bertolak belakang, yaitu (1) para pecandu/penonton fanatik
(heavy viewers) adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4(empat) jam
setiap harinya. Kelompok penontonini sering juga disebut sebagai kahalayak
‘the television type”, serta 2 (dua) adalah penonton biasa (light viewers), yaitu
mereka yang menonton televisi 2 jam atau kurang dalam setiap harinya.
Dalam
penelitian
yang
dilakukannya,
Gerbner
juga
menyatakan
bahwa cultivation differential dari media effect untuk dijadikan rujukan untuk
membandingkan sikap penonton televisi. Dalam hal ini, ia membagi ada 4
sikap yang akan muncul berkaitan dengan keberadaan heavy viewers, yaitu:
1. Mereka yang memilih melibatkan diri dengan kekerasan. Yaitu mereka
yang pada akhirnya terlibat dan menjadi bagian dari berbagai peristiwa
kekerasan.
2. Mereka yang ketakutan berjalan sendiri di malam hari. Yaitu mereka yang
percaya bahwa kehidupan nyata juga penuh dengan kekerasan, sehingga
memunculkan ketakutan terhadap berbagai situasi yang memungkinkan
terjadinya tindak kekerasan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa untuk
tipe ini lebih banyak perempuan daripada laki-laki.
3.
Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan hokum. Yaitu mereka yang
percaya bahwa masih cukup banyak orang yang tidak mau terlibat dalam
tindakan kekerasan.
4. Mereka yang sudah kehilangan kepercayaan. Yaitu mereka yang sudah
apatis tidak percaya lagi dengan kemampuan hukum dan aparat yang ada
dalam mengatasi berbagai tindakan kekerasan.
TEORI PENEGUHAN IMITASI
Teori Peneguhan Imitasi (Reinforcement Imitation Theory)
Miller dan Dollard (1941) memerinci kerangka teori tentang instrumental
conditioning dan mengemukakan ada tiga kelas utama perilaku yang sering
diberi label ‘imitasi’, yaitu: :
1) Same behaviour, yakni dua individu memberi respons masing-masing
secara independent, tapi dalam cara yang sama, terhadap stimuli lingkungan
yang sama. Sebagai hasilnya sekalipun tindakan mereka itu sepenuhnya
85
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
terpisah satu sama lain tetapi bisa tampak seakan-akan yang satu meniru yang
lainnya. Contoh : orang yang sama-sama naik bus, duduk di tempat yang
sama, membayar ongkos yang sama, dan mungkin juga turun di tempat yang
sama.
2) Copying, yakni seorang individu berusaha mencocokan prilakunya sedekat
mungkin dengan perilaku orang lain. Jadi ia haruslah mampu untuk memberi
respons terhadap syarat atau tanda-tanda kesamaan atau perbedaan antara
perilakunya sendiri dengan penampilan orang yang menjadi model. Contoh :
seorang musisi yang berusaha menyamakan diri dengan pengajarnya.
3) Matched-dependent behavior. Seorang individu (pengamat atau pengikut)
belajar untuk menyamai tindakan orang lain (model atau si pemimpin) karena
ia mendapat imbalan dari perilaku tiruannya itu. Jadi dalam matcheddependent behavior, si pengikut mempunyai kecenderumgan kuat untuk
meniru tindakan si model melalui proses instrumental conditioning.
Bandura (1969) mengidentifikasikan efek-efek yang ditimbulkan oleh
eksposure terhadap perilaku dan hasil perbuatan (outcomes) orang lain, adalah
:
1) Inhibitory and Disinhibitory Effects (Efek malu dan tidak memalukan)
Efek
inhibitory
merupakan
efek
yang
dikerjakan
orang
lain
yang
menyebabkan perilaku tertentu menjadi malu atau menahan diri untuk
melakukan atau mengulangi perbuatan yang sama. Sedangkan efek
disinhibitory merupakan efek yang menyebabkan orang lain tidak malu untuk
melakukan
perbuatan
yang
dilihatnya.
2) Response facilitating effects. Bahwa kesempatan untuk melihat (eksposure)
kepada tindakan orang lain dapat berfungsi memudahkan (facilitate)
penampilan bermacam perilaku yang menurut biasanya tidak dilarang.
3) Observational Leraning. Bila seseorang yang melihat (observer) dikenai
(exposured) perilaku dari suatu model sosial, maka dapat terjadi efek ini.
Dalam arti yang lebih spesifik, observer tadi dapat memperoleh bentuk
perilaku baru semata-mata dengan melihat atau mengamati tindakan model
tanpa secara terbuka menunjukan respons di hadapan model yang ditirunya.
Observational learning ditentukan oleh empat proses pengamatan (observasional)
yang khas tapi saling berkaitan, yaitu :
86
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
1. Attention
2. Retention
3. Motoric Reproduction
4. Faktor Insentif atau motivasional
Tingkat perhatian seorang observer dipengaruhi oleh faktor-faktor :
A. Karakteristik model yang bersangkutan, seperti :
- Daya Tarik (attractiveness)
- Kompetensi (competence)
- Status
- Kekuasaan Sosial (Social Power)
B. Karakteristik si observer sendiri, seperti
- Self Esteem
- Status sosioekonomi
TEORI PERBEDAAN INDIVIDUAL
Teori Perbedaan Individual (Individual Differences Theory). Nama teori yang
diketengahkan oleh Melvin D. Defleur ini lengkapnya adalah “Individual
Differences Theory of Mass Communication Effect”. Jadi teori ini menelaah
perbedaan-perbedaan diantara individu-individu sebagai sasaran media
massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu. Anggapan
dasar dari teori ini ialah bahwa manusia amat bervariasi dalam organisasi
psikologisnya secara pribadi. Variasi ini sebagian dimulai dari dukungan
perbedaan secara biologis. Tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara
individual yang berbeda. Manusia yang dibesarkan dalam lingkungan yang
secara tajam berbeda, menghadapi titik-titik pandangan yang berbeda secara
tajam pula. Dari lingkungan yang dipelajarinya itu, mereka menghendaki
seperangkat sikap, nilai, dan kepercayaan yang merupakan tatanan
psikologisnya masing-masing pribadi yang membedakannya dari yang lain.
Teori perbedaan individual ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus
yang menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan
anggota khalayak. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap
pribadi anggota khalayak itu,maka secara alamiah dapat diduga akan muncul
efek yang bervariasi sesuai dengan perbedaan individual itu. Tetapi dengan
berpegang tetap pada pengaruh variabel-variabel kepribadian (yakni
87
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
menganggap khalayak memiliki ciri-ciri kepribadian yang sama) teori tersebut
tetap akan memprediksi keseragaman tanggapan terehadap pesan tertentu.
(jika variabel antara bersifat seragam).
TEORI OTORITER
Teori Otoriter (Authcritarian Theory) Teori otoriter yang acapkali disebut pula
sistem otoriter berkaitan erat dengan system pengawasan terhadap media
massa yang daya pengaruhnya dinilai amat kuat, sehingga pers dijuluki the
fourth estate (kekuasaan keempat) dan radio siaran dijuluki the fifth estate
(kekuasaan kelima) setelah lembaga legislative,eksekutif, dan yudikatif,
masing-masing diakui sebagai kekuasaan pertama, kedua, dan ketiga. Aplikasi
teori ini dimulai pada abad 16 di Inggris, Perancis, dan Spanyol, yang pada
zaman berikutnya meluas ke Rusia, Jerman, Jepang, dan Negara-negara lain di
Asia dan Amerika Latin. Menurut Fred S. Siebert, teori otoriter menyatakan
bahwa hubungan antara media massa dengan masyarakat ditentukan oleh
asumsi-asumsi filsafati yang mendasar tentang manusia dan Negara. Dalam
hal ini tercakup : (1) sifat manusia, (2) sifat masyarakat, (3) hubungan antara
manusia dengan Negara, dan (4) masalah filsafati yang mendasar, sifat
pengetahuan
dan
sifat
kebenaran.
Teori otoriter mengenai fungsi dan tujuan masyarakat menerima dalil-dalil
yang menyatakan bahwa pertama-tama seseorang hanya dapat mencapai
kemampuan secara penuh jika ia menjadi anggota masyarakat. Sebagai
individu lingkup kegiatannya benar-benar terbatas, tetapi sebagai anggota
masyarakat kemampuannya untuk mencapai suatu tujuan dapat ditingkatkan
tanpa batas. Atas dasar asumsi inilah, kelompok seseorang dapat mencapai
tujuannya. Teori tersebut telah mengembangkan proposisi bahwa negara
sebagai organisasi kelompok dalam tingkat paling tinggi telah menggantikan
individu dalam hubungannya dengan derajat nilai, karena tanpa negara
seseorang tak berdaya untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia
beradab. Kebergantungan seseorang pada negara untuk mencapai peradaban
telah menjadi unsur utama bagi sistem otoriter.
88
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
TEORI MODEL SOSIAL
Teori Model Sosial (Social Modeling Theory). Dalam berbagai situasi, perilaku
manusia sangat dipengaruhi hanya karena suatu kesempatan mengamati
tindakan orang lain. Kita dapat meniru atau justru mengambil tindakan yang
berbeda sama sekali dari apa yang kita lihat. Eksposure terhadap orang lain
dapat mempengaruhi keadaan emosional (emotional state) seseorang. Itulah
yang dimaksud proses modelling. Dari berbagai pengamatan terlihat bahwa
laporan berita TV mempengaruhi konsep masyarakat mengenai reality atau
kenyataan hidup dan lalu perilaku mereka dilengkapi (supplemented) dengan
perasaan bahwa pertunjukan dramatik juga mempunyai efek yang sama.
Tayangan TV sekarang sangat sulit dibedakan antara yang fakta dan fiksi
karena mereka menampilkannya dalam format acara yang hampir sama.
Tayangan yang sesungguhnya hanya bersifat fiksi telah menjadi sesuatu yang
nyata oleh masyarakat banyak. Itulah kekuatan sebuah media massa yang
amat mempengaruhi perilaku masyarakat banyak sebagai khalayak.
TEORI PEMBELAJARAN SOSIAL
Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory). Banyak hal dalam
kehidupan yang diperoleh dari berinteraksi sosial di tengah masyarakat.
Seseorang yang awam tentang komputer menjadi ahli dalam merakit
komputer karena semasa kuliah ia berada satu kost dengan ahli-ahli
komputer. Umumnya, orang membiarkan diri atau sengaja berbuat sesuatu
bila hal itu dirasakan dapat menghasilkan suatu imbalan (reward) bagi
dirinya. Pengertian imbalan disini tidak semata-mata berarti materi. Imbalan
yang bukan berbentuk selain materi pun, seperti rasa puas, rasa senang, dan
lain-lain, membuat orang berminat untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu
dan termasuk proses belajar untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dengan
demikian orang sebenarnya menjalani apa yang disebut belajar melalui proses
sosial (social learning). Michael (1971) menjelaskan bahwa teori perilaku
89
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
memberi peran yang penting bagi penegasan (reinforcement) dan imbalan
(reward) dalam belajar. Pentingnya peran tersebut dapat dipahami karena dua
alasan, yaitu: Reinforcement dan perangsang (insentif) telah ditunjukan
berulang sebagai pengaruh yang kuat dalam belajar dan dalam pilihan
perilaku pada banyak situasi. Contoh : Para ekonom sudah lama mengakui
bahwa keuntungan merupakan faktor penentu penting bagi keputusankeputusan bisnis dan financial. Pada umumnya penelitian tentang belajar lebih
banyak mengkaji hewan daripada mengkaji manusia. Dan hewan dianggap
memiliki dorongan yang bersifat langsung atas direct reinforcement dan
dipandang sebagai suatu mekanisme balajar yang utama. Social Learning
melalui observasi. Perkembangan teoritis yang lain menekankan social learning
melalui pengamatan (observasi). Observational Learning menunjuk kepada
proses belajar tanpa imbalan atau tekanan langsung. Orang belajar dengan
mengamati orang lain dan kejadian dan tidak semata-mata dari konsekuensi
langsung dari apa yang mereka perbuat sendiri. Apa yang kita ketahui dan
bagaimana kita berperilaku tergantung pada apa yang kita lihat dan kita
dengar, dan bukan Cuma pada apa yabg kita dapatkan. Melalui observasi,
orang belajar mengenai lingkungan dan perilaku orang lain. Si pengamat
dapat mempelajari respons yang sepenuhnya baru, hanya dengan mengamati
perilaku baru yang diperlihatkan oleh pihak lain. Perolehan pola respons yang
sepenuhnya baru itu melalui proses-proses observasional secara khusus
dibuktikan dalam belajar bahasa. Kompleksitas Social Learning. Teori-teori
perilaku sosial yang paling kontemporer mengakui bahwa orang dapat
membangkitkan pola-pola perilaku dalam cara-cara yang kompleks. Mereka
tidak begitu saja dan secara otomatis memberikan respons seperti apa yang
telah dikondisikan dalam kaitan dengan stimuli yang diberikan. Juga
disepakati
bahwa
bagaimana
seseorang
individu
menafsirkan
dan
mempersepsikan rangsangan dari dalam dirinya dan dari luar mempengaruhi
bagaimana ia akhirnya bereaksi kepada rangsangan-rangsangan tersebut.
Tidak seorang pun individu yang melakukan seluruh hal yang telah
dipelajarinya dan yang dapat dilakukannya. Jelas terdapat perbedaan antara
apa yang telah dipelajari atau diketahui seseorang dengan apa yang
sesungguhnyadilakukan pada situasi tertentu. Misalnya, kebanyakan orang
dewasa tahu cara berkelahi, tapi tidak semua memiliki keterampilan yang
sama dalam berkelahi. Terdapat perbedaan yang besar antara apa yang
sanggup dilakukan seseorang dalam situasi tertentu dan apa yang
90
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
sesungguhnya dilakukannya. Karena itu ada gunanya untuk membedakan
antara learning atau perolehan perilaku dan pelaksanaanya.
Learning atau perolehan respons-respons yang baru diatur oleh proses-proses
panca indera dan pengetahuan. Perolehan itu dapat dimudahkan dengan
adanya insentif dan pengokohan tetapi tidak bergantung secara keseluruhan.
Jadi apa yang dapat dilakukan oleh seseorang tergantung pada apa yang
diketahuinya dan pada keterampilan, informasi, peraturan dan pola-pola
respons yang dipelajarinya atau diperolehnya. Perilaku yang dipelajari ini
mungkin diperoleh melalui proses-proses observasi dan kognitif dan bukan
cuma melalui pengkondisian dan reinforcement langsung. Seseorang mungkin
tidak melakukan perilaku tertentu karena ia tidak pernah mempelajari
sebelumnya. Pada pihak lain, pola respons mungkin tersedia baginya, tapi
tidak dikarenakan oleh kondisi-kondisi stimulus dan tekanan tertentu.
Efek mengamati hasil perilaku orang lain. Ketika seseorang mengamati bahwa
orang lain (model) mendapatkan konsekuensi yang positif untuk suatu pola
respons, ia cenderung untuk berbuat lebih siap dengan cara-cara yang sama.
Misalnya bila seorang anak melihat anak lain menerima dorongan dan pujian
untuk suatu keagresifan dalam suatu permainan, maka kecenderungannya
sendiri untuk bertindak agresif pada situasi yang sama akan meningkat.
Sebaliknya ketika model sosial dihukum untuk perilaku mereka, yang
melihatnya cenderung menjadi lebih malu untuk mempertunjukan perilaku
yang sama.
TEORI PERCAKAPAN KELOMPOK
Teori Percakapan Kelompok (Group Achievement Theory). Teori percakapan
kelompok sangat berkaitan erat dengan produktivitas kelompok atau upayaupaya untuk mencapainya melalui pemeriksaan masukan dari anggota
(member inputs), variabel-variabel yang perantara (mediating variables), dan
keluaran dari kelompok (group output). Masukan atau input yang berasal dari
anggota kelompok dapat diidentifikasikan sebagai perilaku, interaksi dan
harapan-harapan (expectations) yang bersifat individual. Sedangkan variabelvariabel perantara merujuk pada struktur formal dan struktur peran dari
kelompok sperti status, norma, dan tujuan-tujuan kelompok. Yang dimaksud
91
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
dengan keluaran atau output kelompok adalah pencapaian atau prestasi dari
tugas atau tujuan kelompok. Produktivitas dari suatu kelompok dapat
dijelaskan melalui konsekuensi perilaku, interaksi dan harapan-harapan
melalui struktur kelompok. Perilaku, interaksi, dan harapan-harapan (input
variables) mengarah pada struktur formal struktur formal dan striktur peran
(mediating
variables)
yang
sebaliknya
variabel
ini
mengarah
pada
produktivitas, semangat, dan keterpaduan (group echievement).
TEORI PERTUKARAN SOSIAL
Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)
Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang dapat
mencapai suatu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan
mengkaji hubungan di antara dua orang (dyadic relationship). Suatu kelompok
dipertimbangkan untuk menjadi sebuah kumpulan dari hubungan antara dua
partisipan
tersebut.
Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi manusia melibatkan
pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya (cost) dan imbalan (reward)
dipahami dalam situasi yang akan disajikan untuk mendapatkan respons dari
individu-individu selama berinteraksi sosial. Jika imbalan dirasakan tidak
cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok kan diakhiri,
atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka untuk
melindungi
imbalan
apapun
yang
mereka
cari.
Pendekatan pertukaran sosial ini penting karena berusaha menjelaskan
fenomena kelompok dalam lingkup konsep-konsep ekonomi dan perilaku
mengenai biaya dan imbalan.
TEORI KEPRIBADIAN KELOMPOK
Teori Kepribadian Kelompok (Group Syntality Theory) Teori kepribadian
kelompok merupakan studi mengenai interaksi kelompok pada basis dimensi
kelompok dan dinamika kepribadian. Dimensi kelompok merujuk pada ciriciri populasi atau karakteristik individu seperti umur, kecendikiawanan
(intelligence); sementara ciri-ciri kepribadian atau efek yang memungkinkan
kelompok bertindak sebagai satu keseluruhan, merujuk pada peran-peran
spesifik, klik, dan posisi status. Dinamika kepribadian diukur oleh apa yang
disebut dengan synergy, yaitu tingkat atau derajat energi dari setiap individu
yang dibawa dalam kelompok untuk digunakan
92
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
dalam melaksanakan tujuan-tujuan kelompok . Banyak dari synergy atau
energi kelompok yang harus dicurahkan ke arah pemeliharaan keselarasan
dan
keterpaduan
kelompok.
Konsep kunci dari teori ini adalah synergy. Synergy kelompok adalah jumlah
input energi dari anggota kelompok. Selain synergy kelompok, kita mengenal
pula ‘effective synergy’, yaitu energi kelompok yang tersisa setelah dikurangi
energi intrinsik atau synergy pemeliharaan kelompok. Energi intrinsik dapat
menjadi produktif, sejauh energi tersebut dapat membawa ke arah
keterpaduan kelompok, namun nergi intrinsik tidak dapat memberikan
kontribusi
langsung
untuk
penyelesaian
tugas.
Synergy suatu kelompok dihasilkan dari sikap anggotanya terhadap
kelompok. Sampai batas mana para anggota memiliki sikap yang berbeda
terhadap kelompok dan kegiatannya, maka yang muncul kemudian adalah
konflik, sehingga akan meningkatkan proporsi energi yang dibutuhkan untuk
memelihara atau mempertahankan kelangsungan kelompok. Jadi, jika
individu-individu semakin memiliki kesamaan sikap, maka akan semakin
berkurang pula kebutuhan akan energi intrinsik, sehingga effective synergy
menjadi semakin besar.
TEORI SISTEM SOSIAL KATZ DAN KHAN
Teori Sistem Sosial Katz dan Kahn Teori-teori klasik dan perilaku sering
merujuk kepada komunikasi terutama dalam kaitannya dengan bentuk-bentuk
kegiatan komunikasi alih-alih sebagai suatu proses penghubung (a linking
process). Komunikasi sebagai suatu proses penghubung akan mempunyai arti
khusus bila kita menerima pendapat Katz dan Kahn bahwa struktur sosial
berbeda dengan struktur mekanis dan struktur biologis. Entitas-entitas fisik
dan biologis seperti mobil dan binatang mempunyai struktur anatomi yang
dapat diidentifikasi ketika entitas-entitas itu bahkan tidak sedang berfungsi.
Ketika suatu organisme biologis berhenti berfungsi, tubuh fisiknya masih
dapat diperiksa lewat pembedahan (postmortem analysis). Bila suatu sistem
sosial berhenti berfungsi, ia tidak lagi mempunyai struktur yang dapat
diidentifikasi. Sebabnya adalah karena sistem sosial merupakan struktur
peristiwa alih-alih merupakan bagian-bagian fisik, dan tidak mempunyai
struktur yang terpisah dan kegiatannya. Jaringan komunikasi suatu organisasi,
misalnya, mempunyai sedikit persamaan dengan sistem peredaran darah atau
93
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
sistem saraf dan organisme biologis, meskipun kita cenderung sering
membandingkan keduanya. Karena analogi tersebut tampaknya menarik, kita
sering terhambat untuk memahami perbedaan yang hakiki antara sistem sosial
dan siste,m biologis. Katz dan Kahn menerangkan bahwa kebanyakan
interaksi kita dengan orang merupakan tindakan komunikatif (verbal dan
nonverbal, berbicara dan diam). “Komunikasi, pertukaran informasi dan
transmisi makna, adalah inti suatu sistem sosial atau suatu organisasi”.
Mereka menyatakan bahwa adalah mungkin untuk menggolongkan bentukbentuk interaksi sosial seperti “penggunaan pengaruh, kerja sama, penularan
sosial atau peniruan, dan kepemimpinan” ke dalam konsep komunikasi.
Seperti yang akan anda lihat, kami mengambil suatu perspektif yang konsisten
dengan pandangan ini dan menganggap komunikasi sebagai proses
penghubung yang utama dalam organisasi dengan sejumlah proses muncul
sebagai akibat dan “berkomunikasi” yang terjadi dalam organisasi. Kami
menyebut bentuk-bentuk khusus komunikasi sebagai keterampilan dan
kegiatan komunikasi organisasi.
Teori sistem menyadari bahwa suatu keadaan yang terorganisasikan perlu
mengenal berbagai hambatan untuk mengurangi komunikasi acak ke saluransaluran yang sesuai untuk pencapaian tujuan organisasi. Pengembangan
organisasi, misalnya, mungkin perlu menciptakan saluran-saluran komunikasi
baru. Katz dan Kahn berpendapat bahwa “watak suatu sistem sosial,
mengisyaratkan selektivitas saluran dan tindakan komunikatif, suatu mandat
untuk menghindari sebagian saluran dan tindakan komunikatif dan
menggunakan yang lainnya”.
Secara ringkas, Scott (1961) mengatakan bahwa “organisasi terdiri dari bagianbagian yang berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya, menerima
pesan-pesan dari dunia luar, dan menyimpan informasi. Fungsi komunikasi
bagian-bagian ini sekaligus merupakan konfigurasi yang menggambarkan
sistem secara keseluruhan” Mungkin dapat dikatakan bahwa, dari sudut
pandang sistem, komunikasi adalah organisasi. Hawes (1974), bahkan,
menyatakan hal ini: “Suatu kolektivitas sosial adalah perilaku komunikatif
yang terpolakan; perilaku komunikatif tidak terjadi dalam suatu jaringan
hubungan, tetapi merupakan jaringan itu in sendiri”. Kita dapat menganggap
adanya organisasi dan kemudian menerangkan serta berharap memahami
94
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
fungsinya, bagaimana orang-orang saling berhubungan, dan beberapa isu
penting yang mempengaruhi cara manusia dan organisasi berkembang.
TEORI HUBUNGAN MANUSIAWI
Teori Hubungan Manusiawi
Teori ini dikemukakan oleh Elton Mayo. Teori ini termasuk penemuan besar
pada awal tahun 1950-an. Hasil terpenting terjadi selama eksperimen
penerangan lampu. Semula, para peneliti menganggap bahwa semakin baik
penerangan, semakin tinggi hasil pekerja. Maka, mereka memutuskan untuk
mengadakan suatu ruangan eksperimen dengan berbagai kondisi penerangan
dan suatu ruangan kontrol dengan kondisi cahaya yang konstan. Dua
kelompok pekerja dipilih untuk melakukan pekerjaan mereka di dua tempat
yang berbeda. Melalui suatu periode waktu penerangan di ruangan
eksperimen ditambah hingga intensitas yang menyilaukan dan kemudian
dikurangi hingga tingkat di mana cahaya tidak ada. Hasilnya adalah sebagai
berikut: Ketika banyaknya penerangan bertambah, bertambah juga efisiensi
pekerja di ruangan eksperimen; tetapi, efisiensi pekerja di ruangan kontrol
juga bertambah. Ketika cahaya berkurang di ruangan tes, efisiensi kelompok
tes dan juga kelompok kontrol bertambah dengan perlahan tetapi mantap.
Ketika penerangan setaraf dengan penerangan tiga lilin di ruangan tes, para
operator memprotes, mengatakan bahwa mereka hampir tidak dapat melihat
apa yang sedang mereka lakukan; pada saat itu angka produksi berkurang.
Hingga saat itu para pekeija dapat mempertahankan efisiensi meskipun
terdapat hambatan. Hasil eksperimen penerangan cahaya membangkitkan
minat para peneliti, juga minat terhadap manajemen. Maka, dari tahun 1927
hingga 1929, sebuah tim peneliti terkemuka mengukur pengaruh dan berbagai
kondisi kerja terhadap produktivitas pegawai. Hasilnya juga sesuai dengan
eksperimen penerangan, terlepas dari kondisi-kondisi kerja, produksi
bertambah. Para peneliti berkesimpulan bahwa hasil yang luar biasa bahkan
menakjubkan itu terjadi karena enam orang dalam ruang eksperimen itu
menjadi sebuah tim, yang hubungan anggota-anggotanya dalam kelompok
berperan lebih penting dalam meningkatkan moral dan produktivitas mereka
terlepas dan apakah kondisi-kondisi kerja tersebut baik atau buruk. Para
95
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
peneliti juga berkesimpulan bahwa para operator tidak mengetahui mengapa
mereka dapat bekerja lebih produktif di ruangan tes, namun ada feeling
memang bahwa “hasil yang lebih baik berkaitan dengan kondisi-kondisi kerja
yang lebih menyenangkan, lebih bebas dan lebih membahagiakan”.
Dua kesimpulan yang berkembang dan studi Hawthorne tersebut sering
disebut Efek Hawthorne (The Hawthorne Effect): (1) Perhatian terhadap
orang-orang boleh jadi mengubah sikap dan perilaku mereka. (2) Moral dan
produktivitas dapat meningkat apabila para pegawai mempunyai kesempatan
untuk
berinteraksi
satu
sama
lainnya.
Mayo, kemudian (1945) menulis suatu ulasan mengenai minat para spesialis
komunikasi terhadap analisis organisasi: Suatu kritik terhadap pergerakan
hubungan manusiawi menyatakan bahwa pergerakan ini terlalu asyik dengan
orang-orang dan hubungan- hubungan mereka dan mengabaikan keseluruhan
sumber
daya
organisasi
dan
anggota-anggotanya.
Suatu
keinginan
memberikan respons terhadap kebutuhan-kebutuhan pribadi dan organisasi
teiah menjadi suatu konsekuensi yang signifikan dari dasar-dasar yang telah
diletakkan teoritisi terdahulu mengenai perilaku. Dewasa mi terdapat
perbedaan yang penting antara pengembangan hubungan manusiawi yang
baik dan pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi.
Komunikasi
organisasi
mencoba
memberikan
latar
belakang
guna
mengembangkan kualitas sumber daya manusia dalam suatu organisasi, tidak
hanya mengembangkan kualitas hubungan manusiawi.
PERSPEKTIF KOMUNIKASI - B. AUBREY FISHER
Perspektif Komunikasi
Perkembangan komunikasi berjalan beriringan dengan perkembangan
teknologi. Berlo (1975) menyebut zaman sekarang ini adalah zaman revolusi
komunikasi yang sejati, yang ditimbulkan, sebagian terbesar oleh adanya
perkembangan kemajuan teknologis yang amat pesat di bidang media
komunikasi. Salah satu fakta yang sangat mencolok tentang dasawarsa dewasa
ini adalah ledakan informasi yang luar biasa. Ledakan informasi itu telah
menuntut adanya penemuan beberapa sarana untuk mengatasi masalah
informasi tersebut.
Teknologi telah dikembangkan pada tingkat massa dengan perkembangan
sistem komputer yang canggih itu (misalnya ERIC) untuk menyimpan dan
96
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
mencari kembali informasi secara sistematis. Dalam pengertian yang
sebenarnya, ERIC hanyalah suatu mekaninsme untuk mengatasi masalah
secara komputer itu. Teknologi juga menambah “kemudahan dibawanya”
informasi sehingga setiap tahun berikutnya makin banyak orang menerima
informasi secara lebih cepat.
Hasil yang tidak dapat dielakkan dari revolusi komunikasi pada masa kini
adalah bahwa pemahaman hakikat komunikasi manusia menjadi lebih sulit
lagi, namun menjadi lebih menentukan dalam masyarakat kontemporer.
1. Perspektif Mekanistis
Para ahli teori sosial dan filsuf ilmu umumnya sependapat bahwa ilmu
sosial/ perilaku amat banyak meminjam dari ilmu fisika, pada saat disiplin
baru itu menjalani perkembangan selama tahun-tahun pembentukannya.
Perspektif mekanistis komunikasi manusia menekankan pada unsur fisik
komunikasi, penyampaian dan penerimaan arus pesan seperti ban berjalan di
antara sumber atau para penerimanya. Semua fungsi penting dari komunikasi
terjadi pada saluran, lokus , perspektif mekanistis. Ilmu fisika yang dominant
pada beberapa abad ini merupakan perspektif mekanistis, umumnya dikenal
sebagai “fisika klasik”.
Model perspektif mekanistis komunikasi manusia.
Saluran merupakan tempat untuk menyampaikan pesan dari
komunikator kepada komunikan secara kontinu atau terus-menerus, tanpa
adanya saluran maka komponen- komponen komunikasi lainnya akan
terkatung- katung secara koseptual dalam ruangan. Karena secara jelas
perspektif mekanistis menempatkan komunikasi bulat- bulat pada saluran.
Karena terlalu memfokuskan kepada saluran, maka timbul hambatan
dan kegagalan dalam komunikasi. Hambatan tersebut lebih banyak dilihat
sebagai hambatan psikologis yang terdapat dalam kemampuan kognitif dan
afektif Individual dalam menyandi dan mengalih sandi pesan.
Encoding merupakan proses pentransformasian pesan dari satu bentuk
ke bentuk yang lain pada saat penyampaian. Sedangkan pengalihan sandi
atau decoding merupakan proses pentransformasian pesan dari satu bentuk ke
bentuk yang lain pada saat penerimaan atau di titik tujuan.
Jika komunikatornya lebih dari dua, maka memerlukan penjaga
gerbang atau disebut gate keeping. Penjaga gerbang berfungsi menerima
informasi dari suatu sumber dan merelai informasi tersebut kepada seorang
penerima.
2. Perspektif Psikologis
Banyak penelitian komunikasi dalam tradisi empiris ilmu sosial
kontemporer telah meminjam secara besar-besaran dari psikologi, tetapi
fenomena ini dapat dimengerti. Sejak berabad-abad komunikasi meminjam
dari disiplin lain seperti filsafat, sosiologi, bahasa dan lain sebagainya. Banyak
yang menganggap bahwa tradisi meminjam ini adalah hal yang wajar karena
komunikasi merupakan disiplin yang elektik (electic).
97
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Karakteristik Penjelasan Psikologis
Seperti halnya komunikasi, psikologi merupakan disiplin yang
beraneka ragam dengan spesialisasi-spesialisasi yang dihubungkan secara
longgar, misalnya psikologi kepribadian, psikologi sosial, psikologi industri,
dan lain sebagainya. Sebenarnya, pandangan psikologis komunikasi tidak
mencakup semua hal dari satu teori saja dalam psikologi. Ingat bahwa
peminjaman komunikasi dari psikologi secara relatife bersifat dangkal dan
sporadis. Akibatnya, disini tidaklah dimaksudkan untuk mengemukakan cirriciri esensial penjelasan psikologis. Akan tetapi, tujuannya adalah untuk
menandai ciri-ciri penjelasan psikologis yang tampaknya mengarahkan ahli
komunikasi yang mempergunakannya.
Penerimaan Stimuli oleh Alat-alat Indera
Sebagai manusia, kemanpuan kita sangat terbatas untuk berhubungan dengan
lingkungan kita serta dengan sesama kita. Secara fisiologis, setidak-tidaknya,
kita hanya memiliki lima alat indera. Fenomena lingkungan itu yang
terkandung dalam banyak penjelasan psikologis, termasuk dalam penjelasan
teoritis di luar kecenderungan behavioristis, adalah konsep “stimulus” sebagai
satuan masukan alat indera. Jadi, setiap berkas sinar yang masuk pada retina
mata kita, setiap getaran udara yang menggetarkan bagian dalam telinga kita,
atau zat apapun yang merangsang indera kita dinamakan stimulus.
Akibatnya, stimuli memberikan data yang dipergunakan dalam penjelasan
tentang perilaku manusia
Mediasi Internal Stimuli
Setelah menerima stimuli-stimuli, indera kita akan mengolahnya kembali di
dalam tubuh dan pikiran kita. Hampir seluruhnya, mediasi organisme dalam
penjelasan S-R merupakan konsep black box, yakni struktur khusus dan fungsi
proses antara yang internal dipandang kurang penting dibandingkan dengan
proses pengubahan input menjadi output. Menurut teori ini, penjelasan
memerlukan pengamatan masukan dan pengeluaran namun tidak menuntut
pengamatan langsung pada kegiatan dalam diri organisme yang
bersangkutan, sekalipun mungkin dapat dilakukan.
Penjelasan S-R akan mengemukakan bahwa organisme akan menghasilkan
perilaku tertentu, jika ada kondisi stimulus tertentu. Maksudnya, keadaan
internal organisme berfungsi menghasilkan respons tertentu jika ada kondisi
stimulus tertentu pula. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa keadaan
internal tersebut hanya dapat dikenali dalam artian peran yang dijalankannya
dalam menghasilkan perilaku.
Peramalan Respons
Tujuan penjelasan S-R berpusat pada peramalan, dan peramalan berpusat
pada respons. Sebenarnya respons dianggap sebagai perilaku yang dapat
98
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
secara langsung diamati, dan penjelasan psikologis berusaha menghubungkan,
yakni menjelaskan, perilaku dalam artian stimuli dan keadaan internal.
Memang jelas bahwa respons tidak dapat diramalkan semata-mata dalam arti
sifat fisik stimulus. Respons lebih dapat diuntungkan dengan keadaan internal
yang diaktifkan oleh psikologis.
Secara singkat, dapat ditarik kesimpulan bahwa setelah organisme menerima
stimuli-stimuli dari luar dan kemuadian memporosesnya di dalam dirinya,
maka organisme akan dapat meramalkan respons apa yang akan terjadi
selanjutnya, baik itu akan dilakukan maupun tidak akan dilakukan.
Peneguhan (Reinforcement) Respons
Peneguhan respons mempengaruhi keadaan internal organisme dalam
keadaan kebalikannya. Maksudnya, organisme itu dipengaruhi tidak hanya
oleh peristiwa di masa lampau saja tetapi iapun dipengaruhi oleh masa yang
akan datang. Akibat adanya arah ganda waktu ini adalah untuk memberikan
penegasan yang lebih besar pada keadaan internal organisme tersebut. Dalam
arti, organisme tidak hanya tergantung pada lingkungannya saja, tetapi ia
dapat mengendalikan lingkungan dan pengaruhnya, sampai batas tertentu,
melalui penggunaan fungsi antara dari keadaan internalnya.
Perspektif psikologis tentang komunikasi manusia memfokuskan
perhatiannya pada individu (si komunikator/ penafsir) baik secara teoritis
maupun empiris. Secara lebih spesifik lagi, yang menjadi fokus utama dari
komunikasi adalah mekanisme internal peneriamaan dan pengelolahan
informasi.
Fokus ini telah menimbulkan orientasi komunikasi manusia yang
berpusat pada si penerima. Walaupun bidang sebenarnya psikologi yang
dipinjam perspektif ini masih tidak jelas, unsur- unsur perantara dari
behaviorisme S-O-R dan psikologi kognitif, khususnya teori keseimbangan,
cenderung untuk mendominasi usaha penelitian para ilmuwan komunikasi
yang mempergunakan perspektif psikologi.
Model perspektif psikologi komuniksi manusia.
Pertama- tama, perspektif ini menganggap bahwa manusia berada
dalam suatu medan stimulus, yang secara bebas disebut sebagai suatu
lingkungan informasi. Dalam model psikologis manusia ditandai sebagai
makhluk yang memiliki fungsi ganda menghasilkan dan menerima stimulijadi manusia adalah seorang komunikator/ penfsir stimuli informasional.
Psikologis komunikasi memiliki model yang berbeda dari model
psikologis yang menjelaskan semua perilaku dalam kerangka asumsi bahwa
semua manusia dalam medan stimulus menghasilkan sejumlah besar stimulus
yang ditangkap oleh orang lain. Karena itu, sampai batas- batas tertentu, tiap
komunikator telah terorientasi secara psikologis kepada yang lain.
Filter konseptual merupkan suatu “kata petunjuk”, yang ditujuan untuk
mencakup semua konstruk yang beragam yang telah dipakai untuk
melukiskan secara teoritis kegiatan internal dalam diri manusia. Filter
99
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
konseptual juga berfungsi untuk membantu proses penyandian, apabila proses
penyandian kurang ditangkap dengan baik.
Salah satu hambatan perspektif psikologi, yaitu kecenderungan
mendehumanisasikan manusia dan pada akhirnya membuat mereka tidak
berdaya terhadap lingkungan mereka sendiri.
Penggambaran tentang perspektif psikologis tidaklah merupakan
perspektif yang menyatu secara manunggal dalam pengkajian komunikasi.
Sebaliknya, dalam kerangka perspektif ini terdapat pendekatan metodologis,
konsep yang dipakai, serta definisi operasional yang digunakan, yang amat
beranekaragam. Sampai pada tingkat tertentu, ketidaksamaan ini
mencerminkan sebagian besar kekalutan yang terdapat di dalam disiplin
psikologi. Sudah tentu, penekanan pada filter konseptual yang berupa black
box (seperti: sikap, persepsi, keyakinan, dan keinginan) telah mempercepat
timbulnya arah yang berlainan.
3. Perspektif Interaksional
Meskipun asal mula perspektif interaksional komunikasi manusia dapat
ditelusuri sampai kefilsafat ekstensialisme dan bahkan ke Socrates, sumbernya
yang khusus dan komprehensif dari perspektif ini secara langsung ataupun
tidak langsung adalah interaksional komunikasi manusia.
Secara lebih khusus lagi, arah perkembangan dalam masyarakat ilmiah
komunikasi manusia yang memperlakukan komunikasi sebagai dialog adalah
adanya indikasi yang terang sekali dari pendekatan interaksional pada studi
komunikasi manusia.
Popularitas interaksional berasal dari reaksi humanistis terhadap
mekanisme dan psikologisme. Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah
pemberian penekanan yang manusiawi pada diri sebagai unsur pokok
perspektif interaksional. Tetapi dari pada memandang diri hanya sebagai
internalisasi pengalaman individual, interasionisme lebih menerangkan
perkembangan diri melalui proses “penunjukan diri” di mana individu dapat
“bergerak keluar” dari diri dan melibatkan dirinya dalam intropeksi dari
sudut pandang orang lain. Dengan cara yang sama individu dapat melibatkan
dirinya dalam pengambilan peran dan mendefinisikan diri maupun orang lain
dari sudut pandang orang lain.
Fenomena pengambilan peran inilah yang memungkinkan adanya
pengembangan diri semata- mata sebagai proses sosial- dalam proses
intropeksi maupun ekstropeksi. Oleh karena hanya melalui interaksi sosial
hubungan dapat dikembangkan. Dan pengambilan peran tidak hanya
merupakan unsur sentral dari perspektif interaksional, akan tetapi juga
menjadi unsur yang unik.
Perspektif interaksional menekankan tindakan yang bersifat simbolis
dalam suatu perkembangan yang bersifat proses dari komunikasi manusia.
Penekanannya pada tindakan memungkinkan pengambilan peran untuk
mengembangkan tindakan bersama atau mempersatukan tindakan individu
dengan tindakan individu- individu yang lain untuk membentuk kolektivitas.
Tindakan bersama dari kolektivitas itu mencerminkan tidak hanya
100
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
pengelompokan sosial akan tetapi juga adanya perasaan kebersamaan ataupun
keadaan timbal balik dari individu- individu yang bersangkutan, yang
dilukiskan dalam model sebagai “kesearahan” orietasi individu- individu
terhadap diri orang lain, dan objek.
Model perspektif interaksional komunikasi manusia.
Komunikator interaksional merupakan penggabungan yang kompleks
dari individualisme sosial, yakni seorang individu yang mengembangkan
potensi kemanusiawiannya melalui interaksi sosial.
Implikasi yang paling penting dari perspektif interaksional bagi studi
komunikasi manusia adalah adanya penyempurnaan pemberian penekanan
pada metodologi penelitian. Implikasinya yang pertama mencakup
pemahaman yang disempurnakan tentang peran yang akan dijalankan oleh
peneliti. Dari pada hanya digambarkan sebagai seorang pengamat yang
sifatnya berat sebelah, dan tidak tertarik atas fenomena empiris, penelitian
interaksional menjalankan peranannya sebagai seorang pengamat- partisipan
dalam pelaksanan penelitiannya. Dari sudut pandang mereka, peneliti
mengoperasionalkan konsep dan menjalankan observasi empirisnya. Akan
tetapi, validasi konsep penelitiannya bergeser dari criteria eksternal ke sudut
pandangan para subjek penelitian itu sendiri.
Perspektif interaksional dengan jelas merupakan sumber yang menarik
perhatian orang dalam pengertian bahwa ia berada dalam tahap
perkembangan yang kontinu. Dalam artian sebagai “revolusi yang belum
tuntas”, setiap penemuan penelitian secara relative bersifat baru dan
mengarah ke banyak arah yang baru.
4. Perspektif Pragmatis
Pragmatis merupakan studi tentang bagaimana lambing- lambing itu
berhubungan dengan orang lain. Aspek pragmatis komunikasi berpusat pada
perilaku komunikator sebagai komponen fundamental komunikasi manusia.
Pragmatika berpandangan bahwa komunikasi dan perilaku sesungguhnya
sama.
Prinsip-prinsip pragmatika secara langsung lebih banyak berasal dari
teori system umum, campuran, multi disipliner dari asumsi, konsep, dan
prinsip- prinsip, yang berusaha menyediakan kerangka umum bagi
studiberbagai jenis fenomena- fisika, biologi, dan sosial. Teori system
merupakan seperangkat prisip yang terorganisasikan secara longgar dan
bersifat amat abstrak, yang berfungsi untuk mengarahkan jalan pikiran kita,
namun yang tergantung pada berbagai penafsiran.
Pada prinsipnya perspektif pragmatis merupakan alternatif bagi
perspektif mekanistis dan psikologis, dengan memfokuskan pada urutan
perilaku yang sedang berlangsung dalam ruang lingkup filosofis dan
metodologis teori system umum dan teori informasi. Penekanannya pada
urutan interaksi yang sedang berjalan, yang membatasi dan mendefinisikan
101
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
system sosial, merupakan pemindahan dari penekanan perspektif
interaksional pada pengambilan peran yang diinternalkan. Meskipun
demikian, pemberian penekanan pada perilaku interaktif, sekalipun
penjelasan kejadiannya itu berbeda, merupakan penekanan yang sama bagi
perspektif pragmatis dan interaksional.
Yang fundamental bagi setiap studi komunikasi manusia yang serius
dalam perspektif pragmatis adalah daftar kategori yang menyatakan fungsi
yang dilakukan oleh komunikasi manusia dan yang menyatakan fungsi yang
dilakukan oleh komunikasi manusia dan yang memungkinkan tindakan
komunikatif untuk diulang kembali pada saat yang bersamaan.
Selanjutnya untuk memahami komunikasi manusia adalah
mengorganisasikan urutan yang sedang berlangsung ke dalam kelompokkelompok karakteristik sehingga peristiwa itu “cocok” satu sama lainnya
dalam suatu pola yang dapat ditafsirkan. Urutan itu diberi cara
penggunaannya berkat ketrbatasanyang diberikan pada pilihan interaktif;
yakni, makin redudan urutan itu, makin banyak struktur yang diperlihatkan
oleh pola interaksi.
Implikasi perspektif lebih luas dan lebih jauh liputannya dalam
perbedaannya dari kebijakan konvensional yang mengitari komunikasi
manusia. Implikasi- implikasi tersebut yakni:
· Ekternalisasi, karena komunikasi memusatkan perhatiannya pada perilaku,
maka ungkapan klise yang dihubungkan dengan komunikasi mulai
menerima makna baru.
· Probabilitas stokatis, umumnya analisa data penelitian dalam ilmu- ilmu sosial
mempergunakan statistika inferensial, dan desain- desain eksperiental.
Sifat perspektif pragmatis menimbulkan masalah bagi para ahli yang hanya
terlatih dalam methode penelitian yang tradisional. Prinsip ekuifinalitas,
yang menandai system terbuka, tidak menyisihkan sama sekali metode
eksperimental, tetapi ia hanya mengurangi arti pentingnya saja.
· Analisis kualitatif, perspektif pragmatis mengandung arti bahwa inferensi
kausal menjadi kurang penting dalam memahami proses komunikasi
manusia, jika tidak mau dikatakan tidak sesuai. Yang lebih penting dan
relevan adalah masalah- masalah kualitatif yang mengenai karakterisasi
system komunikasi. Bagian ini akan berusaha menggambarkan secara
garis- besar beberapa masalah kualitatif yang paling penting bagi studi
komunikasi sekarang.
· Kompleksitas konsep waktu, di dalam kerangka perspektif pragmatis, waktu
menjadi makin lebih kompleks dan makin lebih merupakan bagian yang
integral dari komunikasi manusia.
· Komunikasi interpersonal massa, dalam bidang yang beranekaragam seperti
komunikasi manusia, penerapan perspektif pragmatis bertindak sebagai
kerangka untuk mempersatukan berbagai pendekatan komunikasi yang
berlainan.
Untuk mengkonseptualisasikan komunikasi dari perspektif pragmatis
sama saja dengan memperbaharui secara drastic pola pikiran yang semula
tentang komunikasi. Akan tetapi untuk mengkonseptualisasikan komunikasi
102
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
sebagai suatu tindakan “partisipasi” atau “memasuki” suatu system
komunikasi ataupun hubungan memerlukan “goncangan” pada cara berpikir
kita yang tradisional.
Walaupun demikian, kemampuan untuk mengenal cara kita berpikir
dan menggunakan berbagai perspektif merupakan suatu tanda seorang yang
terpelajar, dan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan, termasuk
kemampuan untuk merekonseptualisasikan adalah isyarat adanya
pemahaman yang meningkat.
5. Kombinasi Perspektif
Ahli-ahli komunikasi seringkali mengkombinasikan unsur-unsur
berbagai perspektif dan menggunakan kombinasi ini dalam meninjau proses
komunikasi. Kombinasi yang sering terjadi adalah perspektif psikologis
dengan mekanistis. Pada umumnya perspektif mekanistis- psikologis
merupakan pendekatan komunikasi yang jelas paling popular.
Setiap perspektif secara relatif terpisah secara relatif antar yang satu
dengan yang lain. Menurut Aubrey Fisher, agar penelitian produktif
hendaknya menyadari pemakaian kombinasi perspektif dan secara sadar
mencegah adanya kombinasi yang tidak konsisten atau tidak searah. Prasyarat
bagi setiap pengembangan teoritis komunikasi adalah adanya kesadaran kritis
tentang perspektif teoritis yang ada dan yang sedang diterapkan.
Perspektif bukan hanya perspekti mekanistis, psikologis, interaksionis,
dan pragmatis saja, melainkan masih ada yang lain diantaranya: perspektif
ekologi atau kontekstual tentang komunikasi manusia konsisten dengan
definisi komunikasi sebagai proses adaptasi orgaisme kepada lingkungan.
Perspektif ekologi lebih bersifat asumtif dari pada aktual.
Perspektif dramatisme, lebih berpengaruh dan populer dari pada
pandangan ekologis adalah dampak dramatisme atas komunikasi.
Daramatisme lebih bersifat analogis dari pada teoritis. Model dramatis
menempatkan individu dan perilaku sosial dalam analogi dramatis yang
menandai aktor sosial pada “panggung” kehidupan yang sebenarnya. Sebagai
model atau analogi organisasi komunikasi, dramatisme sangat bersifat
heuristic, kaya dengan ide- ide yang potensial.
Perspektif memang memberikan pengaruh besar pada akumulasi
pengetahuan yang potensial yang menyangkut proses komunikatif. Pengaruh
utama dari perspektif ialah menentukan/ mengarahkan pemahaman
seseorang tentang konsep komunikasi. Salah satu cara untuk menerangkan
pengaruhnya adalah mengatakan bahwa perspektif yang berbeda memberikan
interpretasi yang berlainan juga.
Sebagian orang mungkin akan menafsirkan perspektif itu sebagai suatu
metodelogi penelitian, jelas bukan. Begitu pula suatu metodelogi tertentu
tidaklah unik atau bahkan paling tetap bagi suatu perspektif apapun. Dalam
kenyataannya, setiap metodelogi penelitian apapun dapat cocok dalam salah
satu dari keempat perspektif itu, hanya tergantung pada sifat pernyataan
103
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
penelitian tertentu yang ditanyakan- bukan pada perspektif filosofisnya itu
sendiri.
TEORI PENITI PENYAMBUNG
Teori Peniti Penyambung
Rensis Likert dari Universitas Michigan berjasa mengembangkan suatu model
terkenal dengan sebutan model peniti penyambung (the linking pin model).
Yang menggambarkan struktur organisasi. Konsep peniti penyambung
berkaitan dengan kelompok-kelompok yang tumpang tindih. Setiap penyelia
merupakan anggota dari dua kelompok: sebagai pemimpin unit yang lebih
rendah dan anggota unit yang lebih tinggi. Penyelia berfungsi sebagai peniti
penyambung, mengikat kelompok kerja yang satu dengan yang lainnya pada
tingkat berikutnya. Struktur peniti penyambung menggalakkan orientasi ke
atas daripada orientasi kebawah; komunikasi, pengaruh pengawasan, dan
pencapaian tujuan diarahkan keatas dalam organisasi. Seperti dapat dilihat
pada gambar, proses kelompok mempunyai peranan penting untuk membuat
organisasi berstruktur peniti penyambung berfungsi dengan efisien. Semua
kelompok harus sama-sama efektif, juga, karena organisasi tidak dapat lebih
kuat daripada kelompoknya yang terlemah.
Luthans (1973) berpendapat bahwa konsep peniti penyambung cenderung
menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya terjadi dalam struktur
klasik yang birokratik. Tetapi pola hierarkis atasan-bawahan, sering
mendorong komunikasi ke bawah, namun menghambat komunikasi ke atas
dan ke samping. Lambatnya tindakan kelompok, yang merupakan ciri
organisasi berstrukur peniti penyambung, harus diimbangi dengan manfaat
partisipasi yang positif (kontribusi kepada perencanaan, komunikasi yang
lebih terbuka, dan komitmen anggota)yang tumbuh dari struktur peniti
penyambung.
TEORI KESEIMBANGAN (HEIDER)
Teori Keseimbangan dari Heider.
Ruang lingkup teori keseimbangan (balance theory) dari Heider adalah
mengenai hubungan-hubungan antarpribadi. Teori ini berusaha menerangkan
104
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
bagaimana individu-individu sebagai bagian dari struktur sosial (misalnya
sebagai suatu kelompok) cenderung untuk menjalin hubungan satu sama lain.
Teori Heider memusatkan perhatiannya pada hubungan intra-pribadi
(intrapersonal) yang berfungsi sebagai “daya tarik”, yaitu semua keadaan
kognitif yang berhubungan dengan perasaan suka dan tidak suka terhadap
individu-individu dan objek-objek lain. Teori Heider merupakan penjelasan
yang sangat menarik tentang gejala-gejala kelompok dan menyediakan bagi
para sarjana komunikasi beberapa cara yang bermanfaat untuk melihat
kelompok yang mempunyai hubungan dengan kejadian-kejadian intra-pribadi
yang berkaitan dengan dimensi-dimensi struktural dari perasaan suka. Teori
ini mungkin juga bermanfaat untuk menerangkan beberapa kehadiran
komunikasi terbuka di dalam kelompok, walau tidak secara langsung
berhubungan dengan tingkah laku pesan.
SISTEM INTERNAL DAN EKSTERNAL (HOMANS)
Homans: Sistem Internal dan Eksternal.
Menurut Homans, ada tiga unsur dalam struktur kelompok kecil, yaitu:
kegiatan, interaksi, dan perasaan. Kegiatan, terdiri dari tindakan anggota
kelompok yang berhubungan dengan tugas kelompok. Dalam melakukan
tindakan tersebut, mereka terlibat dalam suatu interaksi, yaitu mereka
memperlihatkan saling ketergantungan dan saling menanggapi dalalm
bertingkah laku. Perasaan di sini sama dengan konsep Heider tentang suka
dan tidak suka (like and dislike) yang terdiri dari perasaan-perasaan negatif dan
positif
yang
dirasakan
anggota
kelompok
terhadap
anggota
lain.
Meskipun Homans menempatkan interaksi sebagai unsur penting dalam
sistemnya, dia tidak menjelaskan unsur tersebut secara sistematis. Sebaliknya,
karya Bales yang menitikberatkan perhatiannya pada analisis proses-proses
interaksi hampir seluruhnya terdiri dari analisis tentang interaksi kelompok.
TEORI IDENTIFIKASI
Teori Identifikasi (Identification Theory).
Seseorang terkadang ingin menyerupai orang lain yang diidolakannya. Ia lalu
bermaksud berusaha menyamai idolanya itu, dalam tingkah laku ataupun
105
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
dalam penampilannya, sehingga ia tampak identik dengan sang idola. Dalam
hubungan ini, teori identifikasi menjadi suatu penjelasan teoritis yang disukai
untuk
menjelaskan
misalnya,
bagaimana
seseorang
berperilaku
dan
berpenampilan mirip dengan Michael Jackson. Ia kemudian mengembangkan
atribut-atribut yang luas dan pola perilaku yang secara umum mirip dengan
idolanya dan model-model sosial lain yang bermakna dalam hidup mereka.
Konsep
identifikasi
memiliki
tiga
pengertian
yang
khas,
yakni
:
• Menurut analisis Bronfenbrenner (1960), identifikasi menunjuk kepada
perilaku ketika seseorang bertindak atau merasa seperti orang lain (yang
disebut “model”). Kemiripan perilaku diantara dua orang bukan berarti
bahwa ia telah identik dengan orang lain. Seorang anak misalnya yang identik
dengan ayahnya, ketika ayahnya sedang merasa senang, dan si anak merasa
senang pada waktu yang bersamaan. Keduanya independen satu sama lain
dan berdasarkan alasan yang sepenuhnya amat berbeda. Si ayah senang
karena pangkatnya naik, sedangkan si anak senang karena ia mendapat pacar
baru. Hal itu memperlihatkan bahwa kemiripan seseorang dengan orang lain
bukan membuat ia menjadi orang lain.
• Identifikasi juga berarti suatu motif dalam bentuk suatu keinginan umum
untuk berbuat atau menjadi seperti orang lain. Seseorang harus memiliki motif
untuk menyamai atau menyerupai model. Besar sekali kemungkinan bahwa
kebanyakan anak memiliki motif yang kuat untuk menyamai atau menyerupai
orang tuanya. Identifikasi mengacu kepada proses atau mekanisme melalui
mana anak-anak menyamai suatu model dan menjadikan diri seperti model
itu. Dengan teori ini dapat dipahami bahwa bagaimana seorang anak
membiasakan standar-standar orang tua dan sosial untuk diidentifikasi
perilakunya sesuai dengan jenis kelamin dan tindakan moral yang tepat, dan
bagaimana mereka menjadikan atribut dan karakter orangtuanya menjadi
bagian dari diri mereka, khususnya yang sama jenis kelaminnya. Anak lakilaki mengidentifikasikan diri dengan ayahnya sementara anak perempuan
dengan ibunya.
Walaupun identifikasi melibatkan peniruan terhadap suatu model
(misalnya seorang pemuda berpenampilan mirip Damon Albarn), namun
istilah identifikasi dan peniruan (imitasi) tidaklah sinonim. Suatu proses
peniruan semata-mata menyangkut tidak lebih sekedar emulasi dari perilaku
106
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
tertentu dari suatu model. Sedangkan identifikasi merupakan proses yang jauh
lebih kompleks, hingga tingkat yang bermacam-macam, membuat seseorang
seolah-olah dia adalah orang lain, yaitu tokoh yang dijadikannya model itu.
Bagi anak-anak dan remaja, dua motivasi penting yang mendorong mereka
untuk mengidentifikasikan diri adalah :
1. Keinginan untuk memiliki kekuasaan (a desire for power) dan penguasaan
terhadap lingkungan (mastery over the environtment) dan,
2. Kebutuhan akan asuhan dan perhatian (affection)
Konsep identifikasi ini membantu kita untuk memahami tentang mengapa
anggota masyarakat berusaha menerupai tokoh-tokoh ideal yang mereka
temukan melalui sajian media massa. Begitu banyak orang yang menjadikan
bintang film, artis sinetron, musisi, atau pribadi menarik lainnya sebagai idola
mereka, sehingga mereka berusaha menyamai gerak-gerik, penampilan dan
tingkah laku idolanya tersebut. Khalayak yang seperti ini akan berpakaian,
memilih
mode,
berdandan
dan
berbicara
seperto
tokoh
yang
diidentifikasikannya.
TEORI KEWENANGAN
Teori Kewenangan.
Teori komunikasi kewenangan dikemukakan oleh Chester Barnard.
Pikiran-pikiran
baru
mengenai
organisasi
muncul
sejak
Barnard
mempublikasikan The Functions of the Executive-nya. Ia menyatakan bahwa
organisasi adalah sistem orang, bukan struktur yang direkayasa secara
mekanis. Suatu struktur yang mekanis yang jelas dan baik tidaklah cukup.
Kelompok-kelompok alamiah dalam struktur birokratik dipengaruhi oleh apa
yang terjadi, komunikasi ke atas adalah penting, kewenangan berasal dari
bawah alih-alih dari atas, dan pemimpin berfungsi sebagai kekuatan yang
padu.
Definisi Barnard mengenai organisasi formal menitikberatkan konsep
sistem dan konsep orang. Tekanannya pada aspek-aspek kooperatif organisasi
mencerminkan pentingnya unsur manusia. Barnard menyatakan bahwa
eksistensi suatu organisasi bergantung pada kemampuan manusia untuk
berkomunikasi dan kemauan untuk bekerja sama untuk mencapai suatu
tujuan yang sama pula. Maka ia menyimpulkan bahwa “Fungsi pertama
107
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
seorang eksekutif adalah mengembangkan dan memelihara suatu sistem
komunikasi.
”Barnard juga menyatakan bahwa kewenangan merupakan suatu fungsi
kemauan untuk bekerja sama. Ia menyebutkan empat syarat yang harus
dipenuhi sebelum seseorang menerima suatu pesan yang bersifat otoritatif:
1. Orang tersebut memahami pesan yang dimaksud.
2. Orang tersebut percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan
tujuan
organisasi
3. Orang tersebut percaya, pada saat ia memutuskan untuk bekerja sama,
bahwa pesan yang dimaksud sesuai dengan minatnya
4. Orang tersebut memiliki kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan
pesan.
Seperangkat
premis
ini
menjadi
terkenal
sebagai
Teori
Penerimaan
Kewenangan, yakni kewenangan yang berasal dari tingkat atas organisasi
sebenarnya merupakan kewenangan nominal. Namun, Barnard menunjukan
bahwa banyak pesan yang tidak dapat dianalisis, dinilai dan diteima, atau
ditolak dengan sengaja. Tetapi kebanyakan arahan, perintah dan pesan
persuasive termasuk ke dalam zona acuh-tak-acuh (zone of indifference)
seseorang.
Untuk menggambarkan gagasan tentang suatu zone of indifference,
bayangkanlah suatu garis horizontal yang mempunyai skala 0% sebagai titik
pusatnya dan 100% di kedua ujungnya. Semakin lebar zona tersebut, semakin
jauh ia memanjang menuju ujung-ujungnya. Kemauan yang 100% untuk
bekerja sama memperlihatkan zona yang memanjang dengan kedua arahnya
menuju skala 100%. Suatu penolakan pesan yang mutlak (arahan, perintah,
permohonan) menunjukkan suatu zona yang nilai-nilainya adalah nol.
Banyak pesan dari suatu organisasi dirancang untuk memperlebar zona acuhtak-acuh pegawainya. Lebar zona setiap bawahan berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya. Seorang bawahan boleh jadi mau menerima suatu pesan
dengan kehangatan dan penerimanaan, bawahan lainnya tidak mau menerima
tetapi juga tidak berarti menolaknya, sedangkan seorang bawahan ketiga sama
sekali menolak pesan tersebut. Barnard menyamakan kewenangan dengan
komuniksi yang efektif. Penolakan suatu komunikasi sama dengan penolakan
108
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
kewenangan kominikator. Dengan menerima suatu pesan atau perintah dari
orang lain, seseorang memberikan kewenangan kepada perumus pesan dan
karenanya
menerima
kedudukannya
sebagai
bawahan.
Terlepas dari kaitan erat antara kewenangan dan komunikasi, Barnard
menganggap teknik-teknik komunikasi (lisan dan tulisan) penting untuk
mencapai tujuan organisasi tetapi juga menganggap teknik-teknik tersebut
sebagai sumber masalah organisasi. Barnard menjadikan komunikasi sebagai
bagian penting dari teori organisasi dan manajemen. Ia percaya bahwa
komunikasi merupakan kekuatan organisasi.
TEORI INTEGRATIF
Teori Integratif .
Teori yang dikemukakan oleh Richard Farace, Peter Monge, dan Harnish
Russel ini menunjukkan suatu pandangan umum yang sangat menarik
mengenai konsep-konsep sistem dan organisasi. Karya mereka merupakan
integrasi dari berbagai gagasan terbaik ke dalam suatu bentuk yang secara
internal telah memberikan suatu sintesis mengenai pandangan sistem sebagai
tambahan, karya mereka juga menyatukan sejumlah besar pemikiran yang
didasarkan atas penelitian. Dan terakhir mereka menempatkan komunikasi
sebagai pusat dari struktur organisasi.
Mereka mendefinisikan suatu organisasi sebagai suatu sistem yang setidaknya
terdiri dari dua orang (atau lebih), ada saling ketergantungan, input, proses
dan output:
kelompok
ini berkomunikasi dan bekerja sama untuk
menghasilkan suatu hasil akhir dengan menggunakan energi, informasi, dan
bahan-bahan
lain
dan
lingkungan.
Salah satu sumber daya penting dalam organisasi adalah informasi. Dengan
menggunakan
mendefinisikan
teori
informasi
informasi
ke
sebagai
daIam
dasar,
Farace
pengertian
dan
untuk
rekannya
mengurangi
ketidakpastian. Ketika orang mampu untuk memperkirakan pola-pola yang
akan terjadi dalam aliran tugas dan hubungan-hubungannya, maka
ketidakpastian dapat dikurangi dan informasi berhasil diperoleh. Komunikasi
sendiri, sebagian merupakan pengurangan ketidakpastian melalui informasi,
karena komunikasi mencakup penggunaan ‘bentuk-bentuk simbolis’ umum
yang saling dimengerti oleh para partisipannya.
109
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Dalam teorinya mereka mengemukakan dua bentuk komunikasi yang
berkaitan dengan dua bentuk inforrnasi. Pertama adalah ‘informasi absolut’
yang terdiri dari keseluruhan kepingan pengetahuan yang ada dalam sistem.
Sebaliknya, informasi yang didistribusikan adalah informasi vang telah
disebarkan di organisasi. Kenyataan bahwa informasi ada dalam suatu
organisasi, tidak menjamin bahwa informasi tersebut cukup dikomunikasikan
di dalam organisasi.
Suatu jaringan terdiri dari anggota-anggota yang bersama-sama dihubungkan
dalam berbagai cara untuk berbagi informasi. Utnuk memahami suatu
jaringan, kita harus memperhatikan pula beberapa faktor tambahan. Para
anggota organisasi memiliki peran-peran yang berbeda dalam jaringan. Salah
satu peran tersebut adalah isolasi/terpencil. Orang yang termasuk dalam
kategori isolasi tidak memiliki rantai hubungan dengan anggota jaringan
lainnya. Dan mereka yang saling berhubungan satu sama lain, beberapa.
Diantaranya berkerumun menjadi kelompok-kelompok. Dalam pengertian
jaringan, kelompok ditandai oleh empat kriteria yaitu:
1. lebih dari separuh aktivitas komunikasi yang dilakukan kelompok berada di
dalam
kelompok
2. setiap individu harus dikaitkan dengan individu lain dalam kelompok
3. kelompok tidak akan hancur oleh keluarnya satu orang atau rusaknya satu
rantai
hubungan
4. kelompok harus memiliki minimal ada tiga anggota.
Keempat kriteria ini akan membuat kelompok relatif stabil. Jadi suatu jaringan
adalah suatu rangkaian kelompok-kelompok dan anggota-anggota yang saling
berkaitan. Dua peran lain yang juga penting dalam struktur jaringan adalah
peran penghubung dan jembatan. Jembatan adalah anggota kelompok yang
juga berhubungan dengan kelompok lainnya. Sementara penghubung bukan
anggota dari kelompok mana pun, meskipun dia menghubungkan dua
kelompok atau lebih. Kebanyakan bukti menunjukkan bahwa peran
penghubung memegang peranan penting bagi berfungsinya organisasi secara
efektif. Penghubung ini dapat melancarkan juga dapat menghambat aliran
informasi. Rogers dan Argawala-Rogers (1976) menyatakan bahwa, “peranan
110
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
penghubung harus diciptakan secara formal dalam suatu organisasi apabila
penghubung ini tidak terdapat secara informal.
TEORI FUSI BAKKE DAN ARGYRIS
Teori Fusi Bakke dan Argyris.
Sadar akan banyaknya masalah dalam rangka memuaskan minat manusia
yang berlainan dan dalam rangka memenuhi tuntutan penting struktur
birokrasi. Bakke (1950) menyarankan suatu proses fusi. Ia berpendapat bahwa
organisasi, hingga suatu tahap tertentu, mempengaruhi individu, sementara
pada saat yang sama individu pun mempengaruhi organisasi. Hasilnya adalah
suatu organisasi yang dipersonalisasikan oleh setiap individu pegawai dan
individu-individu yang disosialisasikan oleh organisasi. Karena itu setiap
pegawai menunjukkan ciri-ciri organisasi, dan setip iabatan tampak unik
seperti individu yang mendudukinya. Setelah fusi, setiap pegawai tampak
lebih menyerupai organisasi, dan setiap jabatan dalam organisasi dimodifikasi
sesuai dengan minat khusus individu.
Argyris (1957), seorang rekan Bakke di Universitas Yale, memperluas dan
menyempurnakan
karya
Bakke.
Ia
berpendapat
bahwa
ada
suatu
ketidaksesuaian yang mendasar antara kebutuhan pegawai yang matang
dengan persyaratan formal organisasi. Organisasi mempunyai tujuan yang
berlawanan dengan tujuan pegawai perseorangan. Para pegawai mengalami
frustrasi sebagai akibat dan ketidaksesuaian tersebut; sebagian pegawai
mungkin meninggalkan tempat kerja mereka, menjadi apatis dan acuh tak
acuh. Melalui konflik ini para pegawai lainnya menyadari untuk tidak
mengharapkan kepuasan dari pekerjaan mereka. Banyak orang mengetahui
berdasarkan pengalaman pribadi bahwa penyesuaian diri terhadap tuntutantuntutan suatu organisasi formal tidak mudah dan tidak dapat diharapkan
terjadi secara otomatis.
TEORI SOSIOMETRIS (MORENO)
Teori Sosiometris dari Moreno
Sosiometris dapat diartikan sebagai pendekatan metodologis terhadap
kelompok-kelompok yang diciptakan mula-mula oleh Moreno dan kemudian
dikembangkan oleh Jennings dan oleh yang lainnya. Pada dasarnya teori ini
berhubungan dengan “daya tarik” (attraction) dan “penolakan”(repulsions)
111
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
yang dirasakan oleh individu-individu terhadap satu sama lain serta implikasi
perasaan-perasaan ini bagi pembentukan dan struktur kelompok. Meskipun
sosiometris tidak langsung berkepentingan dengan komunikasi, struktur
sosiometris dari suatu kelompok tidak dapat disangkal berhubungan dengan
beberapa hal yang terjadi dalam komunikasi kelompok. Cukup masuk akal
untuk menganggap bahwa individu yang merasa tertarik satu sama lain dan
yang saling menempatkan diri pada peringkat yang tinggi akan lebih suka
berkomunikasi
sedemikian
rupa
sehingga
membedakan
mereka
dari
berkomunikasi anggota-anggota kelompok yang saling membenci.
112
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Bab IX
Teori Komunikasi Antar Budaya
Definisi yang pertama dikemukakan didalam buku “Intercultural
Communication: A Reader” dimana dinyatakan bahwa komunikasi antar
budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan (message)
yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk
konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar & Porter, 1994, p. 19).
Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar budaya
merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang
dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan
yang berbeda (2003, p. 13).
Apapun definisi yang ada mengenai komunikasi antar budaya (intercultural
communication) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya terjadi apabila
terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang
melaksanakan proses komunikasi.
I. Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier
adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi
yang efektif (Chaney & Martin, 2004, p. 11). Contoh dari hambatan komunikasi
antabudaya adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat
anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan
di Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya
berarti bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai
komunikasi antar budaya maka hambatan komunikasi (communication
barrier) semacam ini dapat kita lalui.
Jenis-Jenis Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi antar budaya
(intercultural communication) mempunyai bentuk seperti sebuah gunung es
yang terbenam di dalam air. Dimana hambatan komunikasi yang ada terbagi
dua menjadi yang diatas air (above waterline) dan dibawah air (below waterline).
Faktor-faktor hambatan komunikasi antar budaya yang berada dibawah air
(below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap
seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan.
113
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah persepsi (perceptions), norma (norms),
stereotip (stereotypes), filosofi bisnis (business philosophy), aturan
(rules),jaringan (networks), nilai (values), dan grup cabang (subcultures group).
Sedangkan terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antar budaya
yang berada diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini
lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang
berbentuk fisik.
Hambatan-hambatan tersebut adalah (Chaney & Martin, 2004, p. 11 – 12):
1. Fisik (Physical) Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan
waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.
2. Budaya (Cultural)
Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan
sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.
3. Persepsi (Perceptual)
Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang
berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap
budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
4.Motivasi (Motivational)
Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar,
maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima
pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya
motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.
5. Pengalaman (Experiantial)
Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak
memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu mempunyai
persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu.
6.Emosi (Emotional)
Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila
emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan
semakin besar dan sulit untuk dilalui.
7. Bahasa (Linguistic)
114
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan
(sender)dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda
atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan.
8. Nonverbal
Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk katakata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah wajah
marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan
(sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat
menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan
merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima
pesan.
9. Kompetisi (Competition)
Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan
kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon
selular sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua) kegiatan sekaligus maka
penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan melalui
telepon selularnya secara maksimal.
Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu
konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan
yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya adalah suatu
kode.
Terdapat empat dimensi krusial yang dapat untuk memperbandingkan
budaya-budaya, yaitu:
a.
b.
c.
d.
Jarak kekuasaan (power distance)
Maskulinitas.
Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance).
Individualisme.
II. Teori –teori Komunikasi Antar Budaya
Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antar budaya, Griffin (2003)
menyadur teori AnXiety/Uncertainty Management; Face-Negotiation; dan Speech
Codes.
1. Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian (Anxiety/Uncertainty
Management Theory)
115
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada
perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa teorinya
dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan diantara
keraguan dan ketakutan. Ia menggunakan istilah komunikasi efektif kepada
proses-proses meminimalisir ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan
istilah accuracy, fidelity, understanding untuk hal yang sama.
Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar
penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok. Terdapat
dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat, kemudian melihat
itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat kognitif dan
kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi.
Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory:
a. Konsep diri dan diri.
Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan
menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing.
Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika
kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah
peningkatan kecemasan.
c. Reaksi terhadap orang asing.
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses
informasi yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan
sebuah peningkatan kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat
perilaku mereka. Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita
berinteraksi dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan
mengelola kecemasan kita dan menghasilkan sebuah peningkatan
kemampuan memprediksi secara akurat perilaku orang asing. Sebuah
peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan suatu
peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara
akurat.
d. Kategori sosial dari orang asing.
116
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri
kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan
mengelola kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku
mereka secara akurat. Pembatas kondisi: pemahaman perbedaanperbedaan kelompok kritis hanya ketika orang orang asing
mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok.
Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari
harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan
peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di
dalam rasa percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka.
e. Proses situasional.
Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang
berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah
penurunan kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri
kita terhadap perilaku mereka.
f. Koneksi dengan orang asing.
Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing
akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa
percaya diri dalam memperkirakan perilaku mereka.
Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan
orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan
menghasilkan peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi
perilaku orang lain.
2. Face-Negotiation Theory.
Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu menjelaskan
perbedaan –perbedaan budaya dalam merespon konflik. Ting-Toomey
berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating
face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita
menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work
merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan
menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat.
Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan
ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak
berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari
117
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work
adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
Terdapat tiga perbedaan penting diantara budaya individulis dan budaya
kolektivis. Perbedaan-perbedaan itu adalah dalam cara mendefinisikan:
diri; tujuan-tujuan; dan kewajiban.
Konsep
Budaya individualis
Budaya kolektivis
Diri
Sebagai dirinya sendiri
Sebagai bagian kelompok
Tujuan
Tujuan
diperuntukan Tujuan diperuntukan kepada
kepada
pencapaian pencapaian
kebutuhan
kebutuhan diri.
kelompok
Kewajiban Melayani diri sendiri
Melayani
lain.
kelompok/orang
Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut:
a. Avoiding (penghindaran) – saya akan menghindari diskusi perbedaanperbedaan saya dengan anggota kelompok.
b. Obliging (keharusan) – saya akan menyerahkan pada ke kebijakan
anggota kelompok.
c. Compromising – saya akan menggunakan memberi dan menerima
sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat.
d. Dominating – saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendakku.
e. Integrating – saya akan menukar informasi akurat dengan anggota
kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama.
3. Speech Codes Theory.
Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab tentang
keberadaan speech code dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan
kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi
sebagai berikut:
118
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
1. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code
yang khas.
2. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi
budaya.
3. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang
digunakan pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan
menginterpretasi komunikasi mereka.
4. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu
sendiri.
5. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan kondisi
memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol
formula wacana tentang intelijenitas, prudens (bijaksana, hatihati) dan moralitas dari perilaku komunikasi.
4. Teori Etnosentrisme
Masyarakat majemuk yang memiliki latarkebudayaan yang berbeda akan
selalu menghadapi masalah etnosentrisme. Perbedaan itu merupakan akibat
dari perbedaan folkways yang dimiliki. Keberbedaan ini dapat memicu adanya
perpecahan yang mengarah ke disintegrasi antarbudaya. Hal inilah yang
kemudian dirasa perlu untuk mempelajari lebih dalam tentang makna-makna
yang sama dalam memahami setiap pesan dalam komunikasi antarbudaya.
Konteks Historis
Istilah antarbudaya pertama kali diperkenalkan oleh Edward T.Hall pada
tahun 1959 dalam bukunya The Silent Language. Perbedaan antarbudaya dalam
berkomunikasi baru dijelaskan oleh David K. Berlo (1960) melalui bukunya
The Process of Communication (an introduction to theory and practice). Barlo (1960)
menggambarkan proses komunikasi dalam model yang diciptakannya.
Menurutnya, komunikasi akan tercapai jika kita memperhatikan faktor-faktor
SMCR (Sources, Message, Channel, and Receiver). Antara sources dengan receiver
yang diperhatikan adalah kemampuan berkomunikasi, sikap, pengetahuan
sistem sosial, dan kebudaayaan. Namun, dalam hal ini, komunikasi
antarbudaya yang dijelaskan melalui teori etnosentrisme ini berbasis pada
konteks komunikasi kelompok (etnik).
Rumusan objek formal komunikasi antarbudaya baru dipikirkan pada 19701980-an. Pada saat yang sama, para ahli ilmu sosial sedang sibuk membahas
komunikasi internasional yang disponsori oleh Speech Communication
Associaton, sebuah komisi yang merupakan bagian Asosiasi Komunikasi
Internasional dan Antarbudaya yang berpusat di Amerika Serikat.
“Annual” tentang komunikasi antarbudaya yang disponsori oleh badan itu
terbit pertama kali pada 1974 oleh Fred Casmir dalam The International and
119
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Intercultural Communication Annual. Kemudian Dan Landis menguatkan
konsep komunikasi antarbudaya dalam Internaional Journal of Intercultural
Relations pada 1977. Pada tahun 1979 Molefi Asante, Cecil Blake dan Eileen
Newmark menerbitkan sebuah buku yang membicarakan komunikasi
antarbudaya, yakni The Handbook of Intercultural Communication. Sejak itu
banyak ahli mulai melakukan studi tentang komunikasi antarbudaya,
misalnya penelitian Asante dan kawan-kawan pada 1980-an.
Akhir tahun 1983, terbitlah International dan Intercultural Communication
Annual yang dalam setiap volumenya mulai menempatkan rubrik khusus
untuk menampung tulisan tentang komunikasi antarbudaya. Tema pertama
tentang “Teori Komunikasi Antarbudaya” diluncurkan tahun 1983 oleh
Gundykunst, disusul tahun 1988 oleh Kim dan Gundykunst, sedangkan tema
metode penelitian ditulis oleh Gundykunst dan Kim tahun 1984.Edisi lain
tentang komunikasi, kebudayaan, proses kerjasama antarbudaya ditulis pula
oleh Gundykunst, Stewart, dan Tim Toomey tahun 1985, komunikasi
antaretnik oleh Kim tahun 1986, adaptasi lintas budaya oleh Kim dan
Gundykust tahun 1988, dan terakhir komunikasi / bahasa dan kebudayaan
oleh Ting Toomey dan Korzenny tahun 1988.
Pada tahun 1990-an, studi-studi komunikasi antarbudaya diperluas meliputi
pula studi komunikasi antarbangsa, misalnya Penelitian Komunikasi
Kemanusiaan, Monograf Komunikasi, Jurnal Komunikasi, Jurnal Komunikasi
Internasional dan Relasi Antarbudaya, Jurnal Studi tentang Orang Kulit
Hitam, dan Jurnal Bahasa dan Psikologi Sosial.
McLuhan merupakan orang pertama yang memberikan tekanan ulasan pada
hubungan komunikasi antarbangsa karena melihat adanya gejala
ketergantungan antarbangsa. Dari gagasannya, muncullah konsep “Tatanan
Komunikasi dan Informasi Dunia baru” yang mempengaruhi perkembangan
sejumlah penelitian tentang perbedaan budaya antaretnik, rasial, dan
golongan di semua bangsa. Faktor-faktor tersebut memantik pesatnya
perkembangan teori dan penelitian yang berkaitan dengan komunikasi
antarbudaya.
Metateori Komunikasi Antarbudaya
Ada banyak cara memetakan suatu kajian komunikasi antarbudaya. Kajian
tersebut dijelaskan dalam pelbagai teori yang tidak hanya berasal dari teori
yang pernah dikaji sebelumnya, tetapi juga dari disiplin ilmu sosial lainnya.
Teori-teori yang dipinjam dari ilmu-ilmu sosial lainya itu tentunya yang mirip
dan bisa menjelaskan proses sosial yang dialami manusia.
Tinjauan ini akan dimulaidengan perspektif psikologis dan sosiologi untuk
menerangkan masyarakat majemuk. Herbert Spencer dianggap sebagai orang
pemula yang memperkenalkan perspektif evolusi dalam menerangkan
perkembangan suatu masyarakat.
120
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Konsep Penting dalam Komunikasi Antarbudaya
 Kebudayaan
o Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan simbol,
pemaknaan, dan penggambaran (image), struktur aturan,
kebiasaan, nilai, pemrosesan informasi, dan pengalihan pola-pola
konvensi antara para anggota suatu sistem sosial dan kelompok
sosial.
 Etnosentrisme
o Konsep etnosentrisme seringkali dipakai secara bersama-sama
dengan rasisme. Konsep ini mewakili sebuah pengertian bahwa
setiap kelompok etnik atau ras mempunyai semangat bahwa
kelompoknyalah yang lebih superior dari kelompok lain.
 Prasangka
o Prasangka adalah sikap antipati yang didasarkan pada kesalahan
generalisasi ataua generalisasi yang tidak luwes yang
diekspresikan lewat perasaan. Prasangka merupakan sikap
negatif atas suatu kelompok tertentu dengan tanpa alasan dan
pengetahuan atas seseuatu sebelumnya. Prasangka ini juga
terkadang digunakan untk mengevaluasi sesuatu tanpa adanya
argument atau informasi yang masuk. Efeknya adalah
menjadikan
orang
lain
sebagai
sasaran,
misalnya
mengkambinghitamkan sasaran melalui streotip, diskriminasi,
dan penciptaan jarak sosial (Bennet da Janet, 1996).
 Streotip
o Streotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan
sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh
sekelompok orang ke dalam kategori tertentu yang bermakna.
Streotip berkaitan dengan konstruksi imej yang telah ada dan
terbentuk secara turn-temurun menurut sugesti. Ia tidak hanya
mengacu pada imej negatif tetapi juga positif. Misalnya
masyarakat Batak yang memiliki streotip yang kasa da tegas
sdangkan masyarakat Jawa dikenal sebgaia masyarakat yang
luwes, lemah, dan penurut.
Teori Pendukung
1.
2.
3.
4.
5.
Teori Pertukaran
Teori Pengurangan Tingkat Ketidakpastian
Teori Analisis Kaidah Peran
Teori Analisis Interaksi Antarbudaya
Teori Analisis Kebudayaan Implisit
4. Teori Etnosentrisme
121
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
William Graham Sumner menilai bahwa masyarakat tetap memiliki sifat
heterogen ( pengikut aliran evolusi). Menurut Sumner (1906), manusia pada
dasarnya seorang yang individualis yang cenderung mengikuti naluri biologis
mementingkan diri sendiri sehingga menghasilkan hubungan di antara
manusia yang bersifat antagonistic (pertentangan yang menceraiberaikan).
Agar pertentangan dapat dicegah maka perlu adanya folkways yang
bersumber pada pola-pola tertentu. Pola-pola itu merupakan kebiasaan
(habits), lama-kelamaan, menjadi adat istiadat (customs), kemudian menjadi
norma-norma susila (mores), akhirnya menjadi hukum (laws). Kerjasama
antarindividu dalam masyarakat pada umumnya bersifat antagonictic
cooperation (kerjasama antarpihak yang berprinsip pertentangan). Akibatnya,
manusia mementingkan kelompok dan dirinya atau orang lain. Lahirlah rasa
ingroups atau we groups yang berlawanan dengan rasa outgroups atau they
groups yang bermuara pada sikap etnosentris.
Sumner dalam Veeger (1990) sendiri yang memberikan istilah etnosentris.
Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling
unggul dan benar. Seperti yang dikutip oleh LeVine, dkk (1972), teori
etnosentrisme Sumner mempunyai tiga segi, yaitu: (1) sejumlah masyarakat
memiliki sejumlah ciri kehidupan sosial yang dapat dihipotesiskan sebagai
sindrom, (2) sindrom-sindrom etnosentrisme secara fungsional berhubungan
dengan susunan dan keberadaan kelompok serta persaingan antarkelompok,
dan (3) adanya generalisasi bahwa semua kelompok menunjukkan sindrom
tersebut. Ia menyebutkan sindrom itu seperti: kelompok intra yang aman
(ingroups) sementara kelompok lain (outgroups) diremehkan atau malah tidak
aman.
Zatrow (1989) menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki
keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme
merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai
dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai
standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang
lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip
negatif terhadap etnik atau kelompok lain.
Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti
diungkapkan oleh Samovar dan Porter (1976). Katanya, ada banyak variable
yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbuadaya, salah satunya
adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya
terlihat dalam etnosentrisme , pandangan hidup , nilai-nilai yang absolute,
prasangka, dan streotip.
Aplikasi Teori Etnosentrisme pada Fenomena Sosial di Indonesia
1. Konflik dan Kepentingan Sosial
122
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki potensi untuk
terjadinya perpecahan. Hal ini terjadi karena adanya sikap etnosenris
dan memandang kelompok lain dengan ukuran yang sama-sekali tidak
ada konsesus atasnya. Terdapat lebih dari 200 suku dan 300 bahasa.
Sehingga Indonesia adalah negara yang sangat kaya ada-istiadat.
Namun, kekayaan itu akan menjadi lumpuh ketika perbedaan di
antaranya tidak diperkuat oleh sikap nasionalisme. Hal bisa dilhat dari
banyaknya konflik antaretnis di tahun 1990-an. Seperti tragedi Sampit,
antar suku Madura dan Dayak. Dimana terdapat kecemburuan
ekonomi anatar Madura sebagai pendatang dan Dayak sebagai
penduduk asli. Tragedi Pos, Ambon, dan Perang adat di Papua.
Sebagai contoh di Papua. Seperti yang diberitakan Kompas Juli 2002,
ada 312 suku yang menghuni Papua. Suku-suku ini merupakan
penjabaran dari suku-suku asli yaitu Dani, Mee, Paniai, Amungme,
Kamoro, biak, Ansus, Waropen, Bauzi, Asmat, Sentani, Nafri, Meyakh,
Amaru, dan Iha. Setiap suku memiliki bahasa daerah (bahasa ibu) yang
berbeda. Sehingga saat ini tedapat 312 bahasa di sana.
Tempat-tempat pemukiman suku-suku di Papua terbagi secara
tradisional dengan corak kehidupan sosial ekonomi dan budaya sendiri.
Suku-suku yang mendiami pantai, gunung, dan hutan memiliki
karakteristik kebudayaan dan kebiasaan berbeda.. Hal ini pula berimbas
pada nilai, norma, ukuran, agama, dan cara hidup yang beranekaragam
pula.
Keanekaragaman ini sering memicu konflik antarsuku. Misalnya yang
terjadi pada tahun 2001, dimana terdapat perang adat antara suku
Asmat dan Dani. Masing-masing-masing-masing suku merasa
sukunyalah yang paling benar dan harus dihormati. Perang adat
berlangsung bertahun-tahun. Karena sebelum adanya salah satu pihak
yang kalah atau semkain kuat danmelebihi pihak yang lain, maka
perang pun tidak akan pernah berakhir.
Fenomena yang sama juga banyak terjadi di kota-kota besar misalnya
Yogyakarta. Sebagai kota multiultur, banyak sekali pendatang dari
penjuru nusantara dengan latarbelakang kebudayaan yang berbeda
Masig-masing-masing membawa kepentingan dan nilai dari daerah
masing-masing. Kekhawatiran yang keudan muncul adalah adalnya
sentiment primordial dan etnosentris. Misalnya mahasiswayang berasal
dari Medan (suku Batak) akan selalu berkras pada pendirian dan sikap
yang menyebut dirinya sebagai orang yang tegas, berpendirian, dan
kasar (kasar dalam artian tegas). Sedangkan Melayu dikatakan pemalu,
relijius, dan merasa lebih bisa diterima di mana pun berada. Sedangkan
Jawa, akibat pengaruh orde baru, menganggap dirinya paling maju dari
daerah lain. Sehingga ketika berhubungan dengan orang luar Jawa,
123
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
maka stigma yang terbentuk adalah stigma negatif seperti malas, kasar,
dan pemberontak.
***
Bab X
SEMIOTIKA
1. Pengertian
Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Dalam
pandangan Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam
berbagai cabang keilmuan ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk
124
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata
lain, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial.
Berdasarkan
pandangan semiotika, bila seluruh praktek sosial dapat
dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang
sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu
sendiri (Piliang, 1998:262).
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure
(1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut
mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu
sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang
keilmuan adalah linguistik, sedangkan Peirce filsafat. Saussure menyebut
ilmu yang dikembangkannya semiologi (semiology).
Semiologi menurut Saussure seperti dikutip seperti dikutip Hidayat,
didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku
manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di
belakangnya sistem perbedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu.
Di mana ada tanda di sana ada sistem (Hidayat, 1998:26). Sedangkan Peirce
menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika (semiotics). Bagi Peirce yang
ahli filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda.
Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya,
logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat ditetapkan pada segala
macam tanda (Berger, 2000:11-22). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah
semiotika lebih populer daripada semiologi.
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsi
tanda, dan produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti
sesuatu yang lain. Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati
atau dibuat teramati dapat disebut tanda.
Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, tidak adanya
peristiwa, struktur yang ditemukan adalah sesuatu, suatu kebiasaan, semua ini dapat
disebut benda. Sebuah bendera kecil, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu
keheningan, suatu kebiasaan makan, sebuah gejala mode, suatu gerak syaraf, peristiwa
memerahnya wajah, suatu kesukaan tertentu, letak bintang tertentu, suatu sikap,
setangkai bunga, rambut uban, sikap diam membisu, gagap. Bicara cepat, berjalan
sempoyongan, menatap, api, putih, bentuk bersudut tajam, kecepatan, kesabaran,
kegilaan, kekhawatiran, kelengahan semuanya itu dianggap sebagai tanda (Zoest,
1993:18).
Menurut Saussure, seperti dikutip Pradopi (1991:54) tanda sebagai kesatuan
dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan seperti halnya selembar kertas.
Di mana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata
atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita yang
disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang
125
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua
terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa
yang dipresentasikan oleh aspek pertama.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa penanda terletak pada tingkatan ungkapan
(level of expression) dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti
bunyi, huruf, kata, gambar, warna, obyek, dan sebagainya.
Pertanda terletak pada level of content (tingkatan isi atau gagasan) dari apa
yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua
unsur
melahirkan
makna.
Tanda akan selalu mengacu pada (mewakili) sesuatu hal (benda) yang lain
yang disebut referent. Lampu merah mengacu pada jalan berhenti. Wajah
cerah mengacu pada kebahagiaan. Air mata mengacu pada kesedihan. Apalagi
hubungan antara tanda dan yang diacu terjadi, maka dalam benak orang yang
melihat atau mendengar akan timbul pengertian (Eco, 1979:59). Menurut Piere,
tanda (representamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain
dalam batas-batas tertentu (Eco, 1979:15). Tanda akan selalu mengacu ke
sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut obyek (denotatum). Ke sesuatu yang
lain, oleh Pierce disebut obyek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau
menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam
benak penerima tanda melalui interpretant.
Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima
tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap
dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang sistem
tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukakan
Pierce terkenal dengan nama segi tiga semiotik.
Selanjutnya dikatakan, tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan
menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol.
126
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Ikon adalah tanda yang antara tanda dengan acuannya ada hubungan
kemiripan dan biasa disebut metafora. Contoh ikon adalah potret.
Indeks adalah bila ada hubungan kedekatan eksistensi, tanda demikian
disebut indeks. Tanda seperti ini disebut metonimi. Contoh indeks adalah
tanda panah petunjuk arah bahwa di sekitar tempat itu ada bangunan tertentu.
Langit berawan tanda hari akan hujan.
Simbol adalah tanda yang diakui keberadaannya berdasarkan hukum
konvensi. Contoh simbol adalah bahasa tulisan.
Ikon, indeks, simbol merupakan perangkat hubungan antara dasar (bentuk),
objek (referent) dan konsep (interpretant atau reference). Bentuk biasanya
menimbulkan persepsi dan setelah dihubungkan dengan obyek akan
menimbulkan interpretan. Proses ini merupakan proses kognitif dan terjadi
dalam memahami pesan iklan.
Rangkaian pemahaman akan berkembang terus seiring dengan rangkaian
semiosis yang tidak kunjung berakhir. Selanjutnya terjadi tingkatan rangkaian
semiosis. Interpretan ada rangkaian semiosis lapisan pertama, akan menjadi
dasar untuk mengacu pada objek baru dan dari sini terjadi rangkaian semiosis
lapisan kedua. Jadi, apa yang berstatus sebagai tanda pada lapisan pertama
berfungsi sebagai penanda pada lapisan kedua, dan demikian seterusnya.
Terkait dengan itu, Barthens seperti dikutip Iriantara dan Ibrahim
(2005:118:119) mengemukakan teorinya tentang makna konotatif. Ia
berpendapat bahwa konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga
cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan
interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi
penggunaannya dan nilai-nilai kulturalnya. Ini terjadi tatkala makna bergerak
menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif.
Sementara itu, Charles Sanders Pierce, menandaskan bahwa kita hanya dapat
berpikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat
sarana
tanda.
Tanda dalam kehidupan manusia bisa tanda gerak atau isyarat. Lambaian
tangan yang bisa diaritkan memanggil atau anggukan kepala dapat
diterjemahkan setuju. Tanda bunyi seperti tiupan peluit, terompet, genderang,
suara manusia, dering telepon, tanda tulisan, di antaranya huruf dan angka
juga tanda gambar berbentuk rambu lalu lintas, dan masih banyak ragamnya
(Noth, 1995:44)
2. Tanda
Merujuk teorinya Pierce (Noth, 1995:45), maka tanda-tanda dalam gambar
dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik. Di antaranya:
ikon, indeks, dan simbol.
127
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
b. Ikon adalah tanda yang mirip dengan obyek yang diwakilinya.
Dapat pula dikatakan, tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan
apa yang dimaksudkan. Misalnya, foto Sri Sultan
Hamengkubuwono X sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta
Hanadiningrat adalah ikon dari Pak Sultan. Peta Yogyakarta
adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang digambarkan dalam
peta tersebut. Cap jempol Pak Sultan adalah ikon dari ibu jari
Pak Sultan.
c. Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab akibat
dengan apa yang diwakilinya. Atau disebut juga tanda sebagai
bukti. Contohnya: asap dari api, asap menunjukkan adanya api.
Jejak telapak kaki di tanah merupakan tanda indeks orang yang
melewati tempat itu. Tanda tangan (signature) adalah indeks dari
keberadaan seseorang yang menorehkan tanda tangan itu.
d. Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau
perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami
jika seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati
sebelumnya. Contohnya: Garuda Pancasila bagi bangsa
Indonesia adalah burung yang memiliki perlambang yang kaya
makna. Namun bagi orang yang memiliki latar budaya berbeda
misalnya seperti orang Eskimo, Garuda Pancasila hanya
dipandang sebagai burung elang biasa.
e. Kode
Kode menurut Piliang (1998:17), adalah cara pengombinasian
tanda yang disepakati secara sosial, untuk memungkinkan satu
pesan disampaikan dari seseorang ke orang lainnya. Sedangkan
kode dalam terminologi sosiologuistik, ialah variasi tutur yang
memiliki bentuk khas, serta makna yang khas pula
(Poedjosoedarmo, 1986:27). Di dalam praktik bahasa, sebuah
pesan yang dikirim kepada penerima pesan diatur melalui
seperangkat konvensi atau kode. Umberto Eco menyebut kode
sebagai aturan yang dijadikan tanda sebagai tampilan yang
konkret dalam sistem komunikasi. (Eco, 1979:9).
Fungsi teks-teks yang menunjukkan pada sesuatu (mengacu pada sesuatu)
dilaksanakan berkat sejumlah kaidah, janji, dan kaidah-kaidah alami yang
merupakan dasar dan alasan mengapa tanda-tanda itu menunjukkan pada
isinya. Tanda-tanda ini menurut Jacobson merupakan sebuah sistem yang
dinamakan
kode
(Hartoko,
1992:92).
Kode pertama yang berlaku pada teks-teks ialah kode bahasa yang digunakan
untuk mengutarakan teks yang bersangkutan. Kode bahasa itu dicantumkan
dalam kamus dan tata bahasa. Selain itu, teks-teks tersusun menurut kodekode lain yang disebut kode sekunder, karena bahasanya ialah sebuah sistem
lambang primer, yaitu bahasa. Sedangkan struktur cerita, prinsip-prinsip
drama, bentuk-bentuk argumentasi, sistem metrik, itu semua merupakan
kode-kode sekunder yang digunakan dalam teks-teks untuk mengalihkan arti.
128
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Roland Barthes dalam bukunya S/Z mengelompokkkan kode-kode tersebut
menjadi lima kisi-kisi kode, yakni kode hermeunetik, kode semantik, kode
simbolik, kode barasi, dan kode kultural atau kode kebudayaan (Barthes,
1974:106). Uraian kode-kode tersebut dijelaskan Pradopo (1991:80-81) sebagai
berikut:
Kode Hermeneutik, yaitu artikulasi berbagai cara pertanyaan, teka-teki,
respons, enigma, penangguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban. Atau
dengan kata lain, kode Hermeneutik berhubungan dengan teka-teki yang
timbul dalam sebuah wacana. Siapakah mereka? Apa yang terjadi? Halangan
apakah yang muncul? Bagaimana tujuannya? Jawaban yang satu menunda
jawaban yang lain, ditujukan pada teks-teks yang memiliki makna
tersembunyi yang sulit dimengerti, sehingga membutuhkan penafsiran
khusus untuk menangkap makna tersebut.
Kode semantik, yaitu kode yang mengandung konotasi pada level penanda.
Misalnya konotasi feminitas, maskulinitas. Atau dengan kata lain kode
semantik adalah tanda-tanda yang ditata sehingga memberikan suatu konotasi
maskulin, feminim, kebangsaan, kesukuan, loyalitas.
Kode simbolik, yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antitesis,
kemenduaan, pertentangan dua unsur, skizofrenia.
Kode narasi atau proairetik yaitu kode yang mengandung cerita, urutan,
narasi atau antinarasio.
Kode kebudayaan atau kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif,
anonim, bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral,
psikologi, sastra, seni, legenda.
3. Makna
Kita semua sering kali menggunakan makna tetapi sering kali pula kita tidak
memikirkan makna itu. Ketika kita masuk ke dalam sebuah ruangan yang
penuh dengan perabotan, di sana muncul sebuah makna. Seseorang sedang
duduk di sebuah kursi dengan mata tertutup dan kita mengartikan bahwa ia
sedang tidur atau dalam kondisi lelah. Seseorang tertawa dengan kehadiran
kita dan kita mencari makna; apakah ia menertawai kita atau mengajak kita
tertawa? Seorang kawan menyeberang jalan dan melambaikan tangannya ke
arah kita, hal itu berarti ia menyapa kita. Makna dalam satu bentuk atau
bentuk lainnya, menyampaikan pengalaman sebagian besar umat manusia di
semua masyarakat.
Semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol.
Simbol mengacu pendapat Spradley (1997:121) adalah objek atau peristiwa
apapun yang menunjuk pada sesuatu. Semua simbol melibatkan tiga unsur:
pertama, simbol itu sendiri, kedua, satu rujukan atau lebih. Ketiga, hubungan
129
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
antar simbol dengan rujukan. Semuanya itu merupakan dasar bagi
keseluruhan makna simbolik. Sementara itu, simbol sendiri meliputi apapun
yang dapat kita rasakan atau alami.
Menggigil bisa diartikan dan dapat pula menjadi simbol ketakutan,
kegembiraan atau yang lainnya. Mencengkam gigi, mengerdipkan mata,
menganggukkan kepala, menundukkan tubuh, atau melakukan gerakan lain
yang memungkinkan, semuanya dapat merupakan simbol.
a. Makna Denotatif
Salah satu cara yang digunakan para pakar untuk membahas lingkup makna
yang lebih besar adalah dengan membedakan makna denotatif dengan makna
konotatif.
Spradley (1997:122) menjabarkan makna denotatif meliputi hal-hal yang
ditunjuk oleh kata-kata (makna referensial). Piliang (1998:14) mengartikan
makna denotatif adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau
realitas dalam pertandaan tahap denotatif. Misalnya ada gambar manusia,
binatang, pohon, rumah. Warnanya juga dicatat seperti merah, kuning, biru,
putih, dan sebagainya. Pada tahapan ini hanya informasi data yang
disampaikan.
b. Makna Konotatif
Spradley (1997:123) menyebut makna konotatif meliputi semua signifikansi
sugestif dari simbol yang lebih daripada arti referensialnya. Menurut Piliang
(1998:17), makna konotatif meliputi aspek makna yang berkaitan dengan
perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi. Contohnya
gambar wajah orang tersenyum dapat diartikan sebagai suatu keramahan dan
kebahagiaan. Tetapi sebaliknya, bisa saja tersenyum diartikan sebagai ekspresi
penghinaan terhadap seseorang. Untuk memahami makna konotatif, maka
unsur-unsur yang lain harus dipahami.
4. Teori Semiotika
a. Teori Strukturalis
Menurut Williamson, dalam teori semiotika iklan menganut prinsip
peminjaman tanda sekaligus peminjaman kode sosial misalnya, iklan yang
menghadirkan bintang film terkenal, figur bintang film tersebut dipinjam
mitosnya, ideologinya, imagenya, dan sifat-sifat glamour dari bintang film
tersebut.
Williamson membagi a currency of sign menjadi beberapa bagian. Di antaranya
product as signified (produk sebagai petanda, konsep atau makna), product as
130
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
signifier (produk sebagai penanda bentuk), product as generator, and product as
currency (Wiliamson, 1984:24-38).
Hal tersebut di atas adalah teori semiotika strukturalis. Kaum strukturalis
mencoba mengungkapkan prinsip bahwa perbuatan manusia mensyaratkan
sistem yang diterima dari berbagai hubungan, yang diterapkan oleh Barthes
kepada semua praktek sosial. Ia menafsirkan hal-hal itu sebagai sistem tanda
yang
beroperasi
atas
model
bahasa.
Dalam semiotika struktural berpegang pada prinsip Form Follows Function,
dengan mengikuti model semiotik penanda atau fungsi (Piliang, 1998:298).
Semiotika struktural mengacu pada Saussure dan Barthes dengan signifier
(penanda, bentuk) dan signified (petanda, makna). Hubungna antara penanda
dan
petanda
relatif
stabil
dan
abadi.
b. Teori/Konsep Intertekstualitas
Sedangkan pasca strukturalis menurut Piliang, mengacu ada konsep
intertekstualitas Julia Kristeva dan konsep dekontruksi dari Jacques Deeida.
Julia Kristeva misalnya, ia tergabung dalam Tel Quel Perancis menggunakan
istilah intertekstualitas untuk menjelaskan fenomena dialog antarteks,
kesalingtergantungan antara suatu teks (karya) dengan teks (karya)
sebelumnya. Kristeva melihat kelemahan dalam konsep referensi dari
formalisme dan modernisme yang cenderung melecehkan kutipan atau
kuotasi.
Bagi Kristeva, sebuah teks atau karya seni tidak lebih semacam permainan dan
mosaik kutipan-kutipan dari berbagi teks atau karya masa lalu. Ia
mengistilahkan semacam ruang ‘pasca sejarah’ yang di dalamnya beberapa
kutipan dari berbagai ruang, waktu dan kebudayaan yang berbeda-beda saling
melakukan dialog. Sebagaimana yang dikemukakan Kristeva, sebuah teks
(karya) hanya dapat eksis apabila di dalamnya beberapa ungkapan yang
berasal dari teks-teks lain, silang-menyilang dan saling menetralisir satu
dengan lainnya.
Sebagai proses linguistik dan diskursif, Kristeva menjelaskan intertekstualitas
sebagai pelintasan dari satu sistem tanda ke sistem tanda lainnya. Ia
menggunakan istilah ‘transposisi’ untuk menjelaskan perlintasan di dalam
ruang pasca sejarah ini, yang di dalamnya satu atau beberapa sistem tanda
yang ada sebelumnya. Interogasi tekstual ini dapat menghasilkan ungkapanungkapan baru yang sangat kaya dalam bentuk maupun makna. Interogasi ini
dapat berupa peminjaman atau penggunaan (pastiche), distorsi, plesetan, atau
permainan makna untuk tujuan kritis, sinisme, atau sekedar lelucon (parodi),
pengelabuan identitas dan penopengan (camp), serta reproduksi ikonis atau
kitch.
131
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Sebuah teks postmodernisme bukanlah ekspresi tunggal dan individual sang
seniman; kegelisahannya, ketakutannya, ketertekanannya, keterasingannya,
kegairahannya atau kegembiraannya, melainkan sebuah permainan dengan
kutipan-kutipan bahasa.
Kecenderungan posmodernisme adalah menerima segala macam pertentangan
dan kontradiksi di dalam posmodernisme, tidak bermakna tunggal, akan
tetapi adalah aneka ragam bahasa masa lalu dan sudah ada, dengan asal
muasal yang tidak pasti, yang di dalamnya aneka macam tulisan, tak satu pun
di ataranya yang orisinal, bercampur dan berinteraksi. Teks adalah sebuah
jaringan kutipan-kutipan yang diambil dari berbagai pusat kebudayaan yang
tak terhitung jumlahnya (Piliang, 1998:284).
Ciri-ciri parca-strukturalis: pertama, tanda tidak stabil, sebuah penanda tidak
mengacu pada sebuah makna yang pasti. Dalam hal tertentu terjadi
ambiguitas, yakni sesuatu yang dianggap sah. Kedua, membongkar hierarki
makna. Pada oposisi biner, hierarki makna itu dibongkar. Ketiga, menciptakan
heterogenitas makna, terbentuk pluralitas makna, pluralitas tanda yaitu
persamaan hak dalam penandaan.
Dalam postmodernisme menggunakan prinsip Form Follows Fun dengan
model semiotik penanda dan makna ironis (Piliang, 1998:298).
Terkait dengan itu, maka pembahasan karya desain komunikasi visual dengan
kajian semiotik komunikasi visual dalam tulisan ini akan menggunakan teori
Pierce untuk melihat tanda iklan (ikon, indeks, simbol) teorinya Barthes untuk
melihat kode (kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi,
kode kebudayaan), teorinya Saussure untuk melihat makna konotatif dan
makna denotatif.
Kemudian Willimson dengan teori semiotika iklan terkait dengan peminjaman
tanda dan kode sosial juga dimanfaatkan untuk memahami karya desain
komunikasi visual yang menjadi objek tulisan ini. Di samping tentunya
semiotika strukturalis dan semiotika pascastrukturalis.
Hal ini menjadi penting karena untuk kasus tertentu, semiotika strukturalis
tidak bisa menganalisis teks karya desain komunikasi visual, ketika karya
desain komunikasi visual tersebut keluar dari kode yang berlaku. Dengan
demikian, semiotika strukturalis yang stabil tidak bisa menjelaskan teks yang
bersifat labil, untuk itu diperlukan pasca strukturalis.
c. Teori-teori Semiotika Charles Sanders Pierce
132
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Pierce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri
dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant.
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca
indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan)
hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Pierce tanda terdiri dari:
Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan),
Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan
Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan
tanda ini disebut objek.
Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari
tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang
menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau
makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah
tanda.Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna
muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat
berkomunikasi.
Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang
mengomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi
memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula ketika Nadia Saphira
muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang
memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda
cantik dan menggairahkan.
133
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
d. Teori Semiotika Ferdinand De Saussure
Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut
signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar,
disebut signified.
Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna
tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek
bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Pierce yang
mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya
Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai
unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut
kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut
merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier
dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari
sehelai kertas.” (Sobur, 2006).
e. Teori Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada
cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat
menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat
yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang
berbeda situasinya.
134
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi
antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi
antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan
oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”,
mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna
ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik
perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan
istilah signifier-signified yang diusung Saussure.
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai
suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua
penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut
akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan
membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna
konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna
denotasi tersebut akan menjadi mitos.
Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi
“keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi
“keramat” ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat
pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan
lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan
tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon beringin yang keramat” akhirnya
dianggap sebagai sebuah Mitos.
e. Teori Semiotika Baudrillard
Baudrillard memperkenalkan teori simulasi. Di mana peristiwa yang tampil
tidak mempunyai asal-usul yang jelas, tidak merujuk pada realitas yang sudah
ada, tidak mempunyai sumber otoritas yang diketahui. Konsekuensinya, kata
Baudrillard, kita hidup dalam apa yang disebutnya hiperrealitas (hyper-
135
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
reality). Segala sesuatu merupakan tiruan, tepatnya tiruan dari tiruan, dan
yang palsu tampaknya lebih nyata dari kenyataannya (Sobur, 2006).
Sebuah iklan menampilkan seorang pria lemah yang kemudian menenggak
sebutir pil multivitamin, seketika pria tersebut memiliki energi yang luar
biasa, mampu mengerek sebuah truk, tentu hanya ‘mengada-ada’. Karena,
mana mungkin hanya karena sebutir pil seseorang dapat berubah kuat luar
biasa. Padahal iklan tersebut hanya ingin menyampaikan pesan produk
sebagai multivitamin yang memberi asupan energi tambahan untuk
beraktivitas sehari-hari agar tidak mudah capek. Namun, cerita iklan dibuat
‘luar biasa’ agar konsumen percaya. Inilah tipuan realitas atau hiperealitas
yang merupakan hasil konstruksi pembuat iklan. Barangkali kita masih
teringat dengan pengalaman masa kecil (entah sekarang masih ada atau sudah
lenyap) di pasar-pasar tradisional melihat atraksi seorang penjual obat yang
memamerkan hiburan sulap kemudian mendemokan khasiat obat di hadapan
penonton? Padahal sesungguhnya atraksi tersebut telah ‘direkayasa’ agar
terlihat benar-benar manjur di hadapan penonton dan penonton tertarik untuk
beramai-ramai membeli obatnya.
g. Teori Semiotika Jacques Derrida
Derrida terkenal dengan model semiotika dekonstruksi-nya. Dekonstruksi,
menurut Derrida, adalah sebagai alternatif untuk menolak segala keterbatasan
penafsiran ataupun bentuk kesimpulan yang baku. Konsep dekonstruksi –
yang dimulai dengan konsep demistifikasi, pembongkaran produk pikiran
rasional yang percaya kepada kemurnian realitas—pada dasarnya
dimaksudkan menghilangkan struktur pemahaman tanda-tanda (siginifier)
melalui penyusunan konsep (signified). Dalam teori Grammatology, Derrida
menemukan konsepsi tak pernah membangun arti tanda-tanda secara murni,
karena semua tanda senantiasa sudah mengandung artikulasi lain (Subangun,
1994 dalam Sobur, 2006: 100). Dekonstruksi, pertama sekali, adalah usaha
membalik secara terus-menerus hirarki oposisi biner dengan mempertaruhkan
bahasa sebagai medannya. Dengan demikian, yang semula pusat, fondasi,
prinsip, diplesetkan sehingga berada di pinggir, tidak lagi fondasi, dan tidak
lagi prinsip. Strategi pembalikan ini dijalankan dalam kesementaraan dan
ketidakstabilan yang permanen sehingga bisa dilanjutkan tanpa batas.
Sebuah gereja tua dengan arsitektur gothic di depan Istiqlal bisa merefleksikan
banyak hal. Ke-gothic-annya bisa merefleksikan ideologi abad pertengahan
yang dikenal sebagai abad kegelapan. Seseorang bisa menafsirkan bahwa
ajaran yang dihantarkan dalam gereja tersebut cenderung ‘sesat’ atau
menggiring jemaatnya pada hal-hal yang justru bertentangan dari moral-moral
keagamaan yang seharusnya, misalnya mengadakan persembahanpersembahan berbau mistis di altar gereja, dan sebagainya.
Namun, Ke-gothic-an itu juga dapat ditafsirkan sebagai ‘klasik’ yang
menandakan kemurnian dan kemuliaan ajarannya. Sesuatu yang klasik
136
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
biasanya dianggap bernilai tinggi, ‘berpengalaman’, teruji zaman, sehingga
lebih dipercaya daripada sesuatu yang sifatnya temporer.
Di lain pihak, bentuk gereja yang menjulang langsing ke langit bisa ditafsirkan
sebagai ‘fokus ke atas’ yang memiliki nilai spiritual yang amat tinggi. Gereja
tersebut menawarkan kekhidmatan yang indah yang ‘mempertemukan’
jemaat dan Tuhan-nya secara khusuk, semata-mata demi Tuhan. Sebuah
persembahan jiwa yang utuh dan istimewa.
Dekonstruksi membuka luas pemaknaan sebuah tanda, sehingga maknamakna dan ideologi baru mengalir tanpa henti dari tanda tersebut. Munculnya
ideologi baru bersifat menyingkirkan (“menghancurkan” atau mendestruksi)
makna sebelumnya, terus-menerus tanpa henti hingga menghasilkan puingpuing makna dan ideologi yang tak terbatas.
Berbeda dari Baudrillard yang melihat tanda sebagai hasil konstruksi simulatif
suatu realitas, Derrida lebih melihat tanda sebagai gunungan realitas yang
menyembunyikan sejumlah ideologi yang membentuk atau dibentuk oleh
makna tertentu. Makna-makna dan ideologi itu dibongkar melalui teknik
dekonstruksi. Namun, baik Baurillard maupun Derrida sepakat bahwa di balik
tanda tersembunyi ideologi yang membentuk makna tanda tersebut.
h. Teori Semiotika Umberto Eco
Stephen W. Littlejohn (1996) menyebut Umberto Eco sebagai ahli semiotikan
yang menghasilkan salah satu teori mengenai tanda yang paling komprehensif
dan kontemporer. Menurut Littlejohn, teori Eco penting karena ia
mengintegrasikan teori-teori semiotika sebelumnya dan membawa semiotika
secara lebih mendalam (Sobur, 2006).
Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hutan, dan ingin
memusatkan perhatian pada modifikasi sistem tanda. Eco kemudian
mengubah konsep tanda menjadi konsep fungsi tanda. Eco menyimbulkan
bahwa “satu tanda bukanlah entitas semiotik yang dapat ditawar, melainkan
suatu tempat pertemuan bagi unsur-unsur independen (yang berasal dari dua
sistem berbeda dari dua tingkat yang berbeda yakni ungkapan dan isi, dan
bertemu atas dasar hubungan pengkodean”. Eco menggunakan “kode-s”
untuk menunjukkan kode yang dipakai sesuai struktur bahasa. Tanpa kode,
tanda-tanda suara atau grafis tidak memiliki arti apapun, dan dalam
pengertian yang paling radikal tidak berfungsi secara linguistik. Kode-s bisa
bersifat “denotatif” (bila suatu pernyataan bisa dipahami secara harfiah), atau
“konotatif” (bila tampak kode lain dalam pernyataan yang sama). Penggunaan
istilah ini hampir serupa dengan karya Saussure, namun Eco ingin
memperkenalkan pemahaman tentang suatu kode-s yang lebih bersifat
dinamis daripada yang ditemukan dalam teori Saussure, di samping itu sangat
terkait dengan teori linguistik masa kini.
137
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
***
Bab XI
feminisme DALAM BINGKAI Teori-TEORI
Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada
era perubahan dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis
oleh Betty Friedan di tahun 1963. Hal ini kemudian mendasari pentingnya
pembahasan isu gender disebabkan karena :




Pengambilan kebijakan lebih banyak dilakukan oleh orang-orang
militer, dan ilmuan yang muncul rata-rata maskulin.
Universalitas kebenaran ilmu pengetahuan itu hanya benar bagi kaum
pria.
Asumsi gender yang salah dari ilmu pengetahuan.
Pria bersifat publik dan wanita bersifat private. (Pandangan yang
bersifat stereotype).
Teori Feminisme dalam hubungan internasional dimulai dari adanya
pemikiran bahwa Hubungan Internasional lebih banyak berbicara tentang
‘high politics’ (keamanan nasional, national interest) dan dalam konteks teknis
(misalnya: keamanan berbicara mengenai senjata dll. Hubungan Internasional
juga hanya berbicara tentang perang (game theory, persenjataan). Selain itu,
Ilmu Hubungan Internasional sangat male dominated. Akibatnya, konsep,
concern, kepentingan yang ada hanya merefleksikan kepentingan pria.
Feminisme mencoba menggugat bahwa sexual violance berdampingan dengan
perang. Pergerakan Feminisme mulai terlihat pergerakan paling awal yang
ditemui sejak abad ke-15 dan terlihat ketika Christine de Pizan menulis
ketidakadilan yang dialami perempuan.
Pada tahun 1800-an, terdapat pergerakan yang cukup signifikan dimana Susan
dan Elizabeth telah memperjuangkan hak-hak politik, diantaranya hak untuk
memilih. Pada tahun 1759-1797, feminis mulai menggunakan kata-kata “hak”.
Saat itu, Mary Wollstonecraft, feminis pertama yang mengatakan adanya
138
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
pembodohan terhadap perempuan yang disebabkan tradisi masyarakat yang
menjadikan perempuan sebagai makhluk yang tersubordinasi.
Tahun 1970-1980an: Wacana feminisme bermunculan di Amerika Latin, Asia,
dan di negara-negara Dunia ketiga pada umumnya. Tahun 1960-1970an,
feminis mulai membawa perubahan sosial yang luar biasa di dunia Barat
dimana lahirnya undang-undang yang menguntungkan perempuan dan
konsep patriarki yang mulai mengemuka.
Pada abad ke-20 (1949): Lahir karya Simone de Beauvoir “Le Deuxieme Sexe”,
dan akhirnya ditemukan istilah kesetaraan.
I. Aliran-Aliran Feminisme
1. Feminisme Liberal
Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah terdapat pandangan untuk
menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan
individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar
pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap
manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan
bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan
dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan
perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka
bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya
kedudukan setara dengan lelaki.
Feminis Liberal memiliki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang
tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasal dari
teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh
kaum pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”,
tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh
kepentingan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah
cerminan dari kelompok kepentingan yang memang memiliki kendali atas
negara tersebut.
Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di
dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat
kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam
politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari
kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki
139
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan
perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di
sebuah negara”.
Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang
merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi
pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut
persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa
tergantung pada lelaki.
Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka
adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor
domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkan
wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang
materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat
mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah,
berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.
Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas.
Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki,
sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya
terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada
abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang
sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan
ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan
mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik,
sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi
hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi
perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis
liberal.
2. Feminisme Radikal
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini
menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya,
aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial
berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan
kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki
terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang
sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".
Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di
dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat
kebijakan sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam
politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari
kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki
pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan
140
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di
sebuah negara”.
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan
terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama
penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal
mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas
(termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan
dikotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan baru yang
mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah
yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau
pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal.
Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat
inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
2. Feminisme Post Modern
Ide Posmo menurut anggapan mereka ialah ide yang anti absolut dan anti
otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap
fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan
ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna
identitas atau struktur sosial.
3. Feminisme Anarkis
Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang
mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem
patriaki-dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin
harus dihancurkan.
4. Feminisme Marxis
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik
kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari
eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan
menjadi landasan aliran ini—status perempuan jatuh karena adanya konsep
kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan pertukaran
(exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai
konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan
perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang
berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam
masyarakat—borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur
masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus.
141
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni
menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga
perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat
bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun
disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan
kaum wanita sebagai pekerja.
5. Feminisme Sosialis
Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan
Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme
sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga
perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami
atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat
tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.
Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran
ini hendak mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme
dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus
disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis
menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan
perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme
merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis
sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap
patriarkilah sumber penindasan itu.
Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung.
Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti
dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran
warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai
konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin. Agenda perjuangan
untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki.
Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat problemproblem kemiskinan yang menjadi beban perempuan.
6. Feminisme Postkolonial
Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman
perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga
(koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia
pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat
karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga
mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi
kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya
menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang,
maupun mentalitas masyarakat. Beverley Lindsay dalam bukunya
142
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
Comparative Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex,
and Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras,
jenis kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi,
sosial, dan pendidikan.”
7. Feminisme Nordic
Kaum Feminis Nordic dalam menganalisis sebuah negara sangat berbeda
dengan pandangan Feminis Marxis maupun Radikal. Nordic yang lebih
menganalisis Feminisme bernegara atau politik dari praktik-praktik yang
bersifat mikro. Kaum ini menganggap bahwa kaum perempuan “harus
berteman dengan negara” karena kekuatan atau hak politik dan sosial
perempuan terjadi melalui negara yang didukung oleh kebijakan sosial negara.
II. Tokoh-Tokoh Dalam Feminisme
1. Foucault
Meskipun ia adalah tokoh yang terkenal dalam feminism, namun Foucault
tidak pernah membahas tentang perempuan. Hal yang diadopsi oleh feminism
dari Fault adalah bahwa ia menjadikan ilmu pengetahuan “dominasi” yang
menjadi miliki kelompok-kelompok tertentu dan kemudian “dipaksakan”
untuk diterima oleh kelompok-kelompok lain, menjadi ilmu pengetahuan
yang ditaklukan. Dan hal tersebut mendukung bagi perkembangan feminism.
2. Naffine (1997:69)
Kita dipaksa “meng-iya-kan” sesuatu atas adanya kuasa atau power Kuasa
bergerak dalam relasi-relasi dan efek kuasa didasarkan bukan oleh orang yang
dipaksa meng “iya”kan keinginan orang lain, tapi dirasakan melalui
ditentukannya pikiran dan tingkah laku. Dan hal ini mengarah bahwa
individu merupakan efek dari kuasa.
3. Derrida (Derridean)
Mempertajam fokus pada bekerjanya bahasa (semiotika) dimana bahasa
membatasi cara berpikir kita dan juga menyediakan cara-cara perubahan.
Menekankan bahwa kita selalu berada dalam teks (tidak hanya tulisan di
kertas, tapi juga termasuk dialog sehari-hari) yang mengatur pikiran-pikiran
kita dan merupakan kendaraan untuk megekspresikan pikiran-pikiran kita
tersebut. Selain itu juga penekanan terhdap dilakukanya “dekonstruksi”
terhadap kata yang merupakan intervensi ke dalam bekerjanya bahasa dimana
setelah melakukan dekonstruksi tersebut kita tidak dapat lagi melihat istilah
yang sama dengan cara yang sama.
Teori-teori feminisme dikaitkan dengan penelitian komunikasi, seperti
bagaimana ekploitasi perempuan dalam media massa, profil feminisme
143
Mirza Shahreza, M.I.K, Diktat Teori Komunikasi, FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
radikal dalam media massa, buku dan film-film, dalam upaya mengangkat
martabat perempuan, dari ketertekanan, permasalahan gender dan masalahmasalah komunikasi.
***
144
Download