Materi 2

advertisement
Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar
Filsafat Pemikiran
Paradigma Memandang Realitas : Sebuah
Fondasi Awal
• Pemahaman semiotika tidak akan mudah
terjebak pada urusan-urusan yang teknik
metodologi, melainkan memiliki pendasaran
berpikir yang kuat.
• Secara mendalam juga bisa menggambarkan
posisi letak kajian Semiotika dengan berbagai
mazhab pendekatan dan perpektif sosial yang
berbeda.
Apa itu paradigma ?
• Paradigma adalah pandangan yang mendasar
tentang apa yang menjadi pokok persoalan
dalam ilmu pengetahuan (sosial) tertentu.
• Paradigma sekaligus sebagai ‘jendela
keilmuan’ untuk melihat dunia sosial.
• Setiap realitas sosial yang kita lihat dan kita
fahami secara disadari atau tidak ditentukan
dengan pilihan paradigma (cara pandang)
yang diambil.
Perdebatan “Body” dan “Mind”
• Realitas (filsafat) ; “materialisme’ –
“idealisme”
• Realitas (teoritik) : “Objektivisme” –
“Subyektivisme” atau “Strukturalisme” –
“Indvidualisme”
• Perbedaan perspektif yang banyak bertumpu
pada ‘body’ (tubuh/struktur/sistem) dan juga
yang meletakkan tumpuan pada ‘mind’
(pikiran/gagasan atau ide)
Asumsi-asumsi filosofis paradigma Fakta Sosial
1. memahami dan melihat realitas sosial
masyarakat melalui kacamata makro
strukturalnya.
2. Kehidupan masyarakat dilihat sebagai realitas
yang berdiri sendiri, lepas dari persoalan apakah
individu-individu anggota masyarakat itu suka
atau tidak suka, setuju atau tidak setuju.
Pranata sosial, hirarki dan sistem sosial yang
ada terpisah dengan individu masyarakat.
3. Kehidupan sosial manusia merupakan kenyataan
(fakta) tersendiri yang tidak mungkin dapat
dimengerti berdasarkan ciri-ciri personal individu
semata.
4. Kondisi sosial objektif (realitas sosial) mempengaruhi
kesadaran subjektif seseorang dan bukan sebaliknya
* Berbagai teori turunan dari ‘Paradigma Fakta Sosial’ ini
lebih banyak mengkaji peran dan pengaruh dari
berbagai struktur sosial, sistem atau pranata sosial
terhadap individu dalam masyarakat.
Paradigma Definisi Sosial
1. Memahami dan melihat realitas sosial bukan
pada ranah makro ‘struktural objektifnya’
tetapi pada ‘tindakan ‘dan ‘proses berpikir’
manusia sendiri.
2. Dalam posisinya dengan realitas sosial di luar
dirinya, seseorang dilihat sebagai ‘individu
bebas’ dan mempunyain kreatifitas unik
dalam menafsirkan dan memahami realitas.
3. Hakikat dari realitas sosial yang dihidupi manusia
pada dasarnya lebih bersifat ‘subjektif’ daripada
sebagai sebuah kenyataan ‘objektif’.
4. Realitas subjektif mengandaikan bahwa tindakan
selalu bermakna subjektif bagi individu yang
bersangkutan.
Contoh : Teori ‘Interaksionis Simbolik’ yang ada dalam
kelompok paradigma ini, meyakini bahwa kekuatan
tindakan interaksi manusia inilah yang kemudian
menghadirkan realitas.
• Manusia mampu menciptakan simbol dan
sekaligus mampu memanipulasi simbol demi
kepentingan dan tujuan berinteraksi.
• Pada proses interaksi simbol itu maka kekuatan
interpretasi makna simbol sangat dibutuhkan.
• Pada dasarnya kemampuan tafsir dan interpretasi
inilah yang merupakan kekuatan utama dalam
menjalani proses komunikasi yang berlangsung.
Paradigma Perilaku Sosial
1. Pendekatan sosial harus didekatkan pada
sebuah pengamatan perilau sosial yang
teramati secara objektif (empiris objektif).
2. Perilaku manusia dalam dalam interaksi
sosial dilihat sebagai respon atau tanggapan
(reaksi mekanis yang bersifat otomatis) dari
sejumlah stimulus atau rangsangan yang
muncul dalam interaksi tersebut
3. Memusatkan pada persoalan tingkah laku dan
pengulangan tingkah laku tertentu sebagai
pokok persoalan.
* Fokus kajian adalah entitas yang teramati dan
empiris. Salah satu teori yang masuk dalam
paradigma ini adalah Teori Pertukaran Sosial.
“Dialektika Realisme dan Filsafat Bahasa”
• Realisme meletakkan ‘kenyataan riil-objektif’
sebagai dimensi kebenaran.
• Sisi lain meletakkan dimensi “kesadaran
subjektif” sebagai kebenaran.
• ‘kajian semiotika’ lebih cenderung ada dalam
kelompok kedua, filsafat bahasa.
• Pemikiran ‘strukturalis’ dan ‘pascastrukturalis’
ini merujuk pada perkembangan filsafat yang
melatakkan dimensi penting ‘bahasa’ dalam
memahami realitas.
• Gejala pandangan filsafat abad 20 yang ‘antirealisme’.
• ‘Tak ada kebenaran tunggal’, ‘tak ada
kebenaran absolut’, ‘tak ada oposisi total’, ‘tak
ada perbedaan esensial antara ilmu
pengetahuan dan kepercayaan’.
• ‘Kebenaran pada prinsipnya sangatlah relatif’,
‘tak ada kebenaran yang benar-benar
objektif’.
• Beberapa unsur dimensi penting bagi
kesadaran ‘strukturalis’ maupun
‘pascastrukturalis’ secara teoritik menjadi
bingkai besar pada berbagai kesadaran
semiotika.
Relasi Internal dan Differance
• Sebuah pandangan yang melihat bahwa
esensi/identitas sesuatu hal dikonstitusikan
oleh relasinya dengan hal yang lain dan ini
berlaku universal.
• Pemikiran Hegel tentang ‘negasi internal’ yang
meyakini bahwa ‘dalam setiap positivitas
senantiasa terdapat negativitas , dalam
setiap identitas senantiasa terdapat
perbedaan’.
• Dalam buku Science of Logic, Hegel dengan
berani memberi satu penekanan bahwa “Tak
ada sesuatupun di langit dan di bumi yang
pada dirinya tidak mengandung ada dan
ketiadaan sekaligus”.
• Konsep kunci lain yang cukup penting adalah
‘Differance’.
• Prinsip struktur ‘perbedaan asali’ ini secara
bersamaan merupakan prinsip ‘penundaan’
makna dari setiap tanda.
• Prinsip ‘Differance’ sekaligus ingin menandai
hilangnya kehadiran objektif. ‘Kehadiran
penuh’ yang selalu diyakini oleh filsafat yang
materalistik, objektif dan positivistik sejatinya
hanya sebuah ilusi semata dan tidak pernah
ada.
Download