Komunikasi Massa Sebagai Sistem Sosial dan Pranata Sosial

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Sosiologi
Komunikasi
Komunikasi Massa Sebagai
Sistem Sosial dan Pranata Sosial
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Periklanan
Tatap Muka
07
Kode MK
Disusun Oleh
85005
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Abstract
Kompetensi
Komunikasi massa melibatkan
lembaga media dan khalayak dalam
hal produksi dan reproduksi informasi.
Interaksi keduanya terjalin melalui
pranata media yang menjamin
ketersediaan informasi bagi
masyarakat. Proses pemenuhan
kebutuhan dan terpenuhinya
kebutuhan informasi berlangsung
dinamis melalui sistem sosial.
Mahasiswa diharapkan memiliki
pemahaman sistem sosial dan institusi
sosial. Dua konsep ini dapat dijadikan
dasar pedoman memahami
“Komunikasi Massa sebagai Sistem
Sosial dan Pranata Sosial”.
Komunikasi Massa Sebagai Sistem Sosial dan
Pranata Sosial
Pendahuluan
Media massa, sistem sosial, dan pranata sosial (institusi sosial) – tiga konsep yang perlu
kita pahami untuk dapat mengerti realitas komunikasi massa. Puskesmas, perkawinan,
sekolah, supermaket, ataupun media adalah contoh institusi sosial. Melalui Puskesmas
orang sakit bisa mendapatkan kesembuhan dan pada supermaket kita bisa membeli
makanan dan minuman.
Media massa juga merupakan institusi sosial, melalui lembaga ini terdapat pekerja media
berkarya memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. Masyarakat selaku konsumen berita
memperoleh informasi melalui perusahaan media. Interaksi keduanya hanya dapat
berlangsung melalui sistem sosial. Sebabnya, sistem sosial tidak lain merupakan pedoman
yang mengatur perilaku setiap anggota masyarakat. Tanpa sistem sosial, maka kehidupan
masyarakat manusia akan mengalami kekacauan. Pernah disebut Ernst Casirrer kalau
manusia itu Animal Symbolicum, yang artinya hanya manusia saja selaku hewan yang
memiliki keterampilan menciptakan dan mengelola simbol dan kemampuan ini tidak dimiliki
hewan lain. Manifestasi simbol salah satu perwujudannya berupa sistem sosial sebagai
pedoman mendasar tentang cara hidup yang dibuat manusia untuk mengatur bagaimana
setiap orang dapat memenuhi ragam keperluan bertahan hidup melalui institusi sosial
Hubungan lembaga media dengan institusi sosial lain. Sebagai lembaga atau organisasi,
institusi media tidak otonom, keberadaannya dipengaruhi entitas institusi sosial lain. Dalam
praktek produksi isi pesan, lembaga media dipengaruhi institusi politik dan ekonomi. Pada
negara dengan ideologi Otoritarian, monopoli penguasa demikian kuat dalam membentuk
wacana melalui penguasaan alat-alat komunikasi massa. Tidak sama halnya pada negara
dengan sistem politik Demokrasi Liberal, monopoli pemberitaan dikuasai lembaga media
yang mempertimbangkan kekuatan ekonomi pasar.
Hubungan lembaga media dengan institusi media. Maksud pernyataan ini adalah, jika
institusi media terikat dengan institusi sosial yang berada di dalam lingkungan lembaga
media. Lembaga media mengelola organisasinya dalam menghasilkan alat-alat komunikasi
seperti surat kabar, tabloid, jaringan radio dan televisi. Keseluruhan produk komunikasi
direalisasikan oleh lembaga-lembaga; riset media - unit publikasi dan hubungan masyarakat
- unit penyedia tulisan dan gambar bagi surat kabar, radio dan televisi – unit biro iklan 2012
2
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kantor berita - dan pers. Sebagai kumpulan orang yang terorganisir dalam lembaga media,
setiap anggotanya terinstitusionalisasi oleh nilai-nilai baku organisasi media yang
membentuk standarisasi profesional kerja situasional hingga menghasilkan produk media
sesuai citra kultur lembaga medianya.
Hubungan lembaga media dengan masyarakat. Institusi media berfungsi menyediakan
informasi bagi publik. Agenda peran yang demikian menetapkan lembaga media sedianya
dapat menjalankan fungsi sosialnya sesuai dengan ekspektasi masyarakatnya. keperluan
terpenuhinya kebutuhan sosiologis dan psikologis menjadi garis besar kebutuhan yang
diperlukan khalayak dalam mengkonsumsi informasi. Media massa mencukupi dorongan
sosiologis melalui informasi faktual yang dapat membawa pengetahuan individu pada
kehidupan dunia di luar dirinya. Sementara dorongan psikologis, materi dasar informasi
yang dapat disediakan lembaga media berupa materi non-faktual – seperti film, musik,
telenovela, dan iklan – muatan informasi ini memiliki kekuatan dalam pembentukan jati diri
anggota masyarakat.
Interaksi antar hubungan. Pertautan lembaga media dengan masyarakat – dan, relasi
internal di dalam organisasi media – muaranya pada adanya aturan yang mengatur interaksi
kedua belah pihak, yaitu sistem sosial. komposisi isi media disusun merujuk kepentingan
politis dan ekonomi pemilik media yang bersinggungan dengan ideologi sistem politik
negaranya, dan ideologi negara manifestasinya pada realitas kehidupan sistem sosial
masyarakatnya. Keterhubungan dinamis ini menjadi pokok bahasan khusus dalam studi
Komunikasi Massa, sebabnya realitas komunikasi massa berlangsung melalui hubungan
demikian. “Komunikasi Massa sebagai Sistem Sosial dan Pranata Sosial”, sebagai tema
Modul Ketujuh kita, secara spesifik akan mengkaji setiap unsur relasi dimaksud.
Pemahaman mengenai konsep sistem sosial dan pranata sosial menjadi peta konsep yang
dapat digunakan untuk mengerti jalinan relasi antara lembaga media dengan masyarakat.
Sistem Sosial
Di ufuk timur matari muncul menandai karya manusia dimulaikan pada hari yang
baru. Bisa di awali dengan ibadah pagi, atau menyeruput teh hangat atau
sepiring nasi uduk. Aktifitas domestik diakhiri dengan berpamitan pada anggota
keluarga untuk sekolah, kuliah, atau bekerja. Pada arena publik, berinteraksi
dengan lebih banyak orang dari pukul delapan pagi hingga lima sore dan bersiap
pulang dengan semangat setelah sukses membujuk klien memperpanjang
kerjasama bisnis. Setiba di rumah, menutup hari dengan makan malam bersama
2012
3
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
keluarga inti atau luas sebelum masuk ke bilik kasur untuk mengistirahatkan
jasmani dan rohani. Malam hari saat bulan muncul, regenerasi organis tubuh
bekerja yang diperlukan adalah tidur demi terkumpulnya energi baru untuk
kegiatan esok hari yaitu, mengulang ritual budaya yang sama.
Asumsi Sistem Sosial. Semua manusia menjalankan praktek sosial serupa itu. Manakala
ada anggota masyarakat non-konformis pada praktek harian ideal, maka orang tersebut
dinilai ‘aneh’ oleh kita. Contohnya, pagi hari saat semua orang berangkat kerja, tetapi ada
anggota tetangga kita malah berangkat tidur. Gosip sebagai mekanisme kontrol sosial
disebarkan lewat desas-desus jika tetangga kita orangnya aneh. Bisa jadi, kita tidak tahu
sistem mata pencaharian individu tersebut yang tampaknya tidak memerlukan idealisasi
waktu bekerja sebagaimana umumnya orang lain.
Pernah disampaikan pada modul perkuliahan terdahulu, bahwa kehidupan manusia
berlangsung melalui adanya ‘campur tangan kekuatan’ yang berada di luar dirinya.
Kekuatan ini tidak kita sadari namun mampu mempengaruhi cara hidup kita, dan kekuatan
ini telah dikenal jauh lama semenjak Manusia Modern - Homo Sapiens diidentifikasi
Paleoantropologi.
“Setiap tindakan individu selalu dihambat tindakan orang lain. Ini yang
dinamakan ‘kontrak sosial’. Tanpa disadari, setiap orang mematuhi kontrak
sosial yang telah disepakati oleh leluhur kita dahulu”
(Thomas Hobbes, Leviathan,1902, dalam Saifuddin, 2007:56)
Hobbes menyebut ‘kontrak sosial’ analog sistem sosial, mengatur cara manusia saling
berinteraksi dengan sesama manusia dengan tidak saling menyakiti satu sama lain sesuai
perjanjian yang telah dibuat nenek moyang.
Muatan konsep sistem sosial Hobbes tampak taken for granted. Padahal aturan-aturan,
adat-istiadat, norma-norma, dan nilai-nilai yang jadi pedoman orang banyak hasil kontruksi
orang banyak yang terus-menerus diperbaharui melalui interaksi karena setiap anggota
warga saling merajut aturan secara bersama-sama.
“Manusia adalah mahluk sosial dan interaksi antar manusia dibangun jauh
dari sekedar kontrak sosial. Interaksi masyarakat diibaratkan organ tubuh
melalui mana setiap bagiannya memiliki fungsi status-peran”
(Auguste Comte, Systeme de Politique Positive, 1838, dalam Ritzer dan Goodman,
2007:19)
2012
4
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sistem sosial inti struktur sosial. Setiap orang dapat saling terhubung, bergantung pada
sistem sosial, sebagaimana tubuh baru akan hidup ketika ada organ pembentuknya yaitu
ruh dan sistem fisiologi. Chaos bisa terjadi ketika sistem sosial tidak beroperasi
sebagaimana mestinya, ibarat tubuh akan sakit ketika ada bagian anggota tubuh terserang
virus penyakit.
Pengertian Sistem Sosial. Cara hidup sehari-hari kita; aturan berbicara, mengelola waktu
antara pekerjaan dengan perkuliahan, kapan waktu membanting tulang dan shopping
windows, mau makan apa saat jeda istirahat kantor. Semua perilaku tersebut wujud
kebudayaan manusia. Kebudayaan abstrak sifatnya dan yang tampak oleh kita realisasi dari
hasil kebudayaan. Talcott Parsons dan rekan sejawatnya, A.L. Kroeber menyarankan kita
perlu adakan perbedaan antara wujud kebudayaan sebagai ‘sistem sosial’ – dan wujud
kebudayaan
sebagai
‘kompleks
tindakan’
(kroeber
dan
Parsons,
1958,
dalam
Koentjaraningrat, 1990:186). Kita akan mengerti sistem sosial ketika memahami dahulu
gejala kebudayaan.
Ngobrol dengan orang lain memerlukan proses pertimbangan. Siapa yang kita
ajak bicara dan issue apa yang hendak disampaikan patokannya pada status
dan peran diri kita dan pihak lawan bicara. Selainnya itu, dalam perjumpaan
antara komunikator dan komunikan, kedua pihak saling menginterpretasi simbol
verbal maupun non verbal untuk kelancaran interaksi selanjutnya. Hal yang
sama, mekanismenya kita ulangi lagi pada orang yang berbeda, karena kita
telah tahu teknis berkomunikasi yang efektif dan pola komunikasi yang tidak
efektif.
Deskripsi di atas adalah fenomena gejala kebudayaan, digambarkan melalui kasus “budaya
komunikasi atau interaksi sosial”. Setiap manusia yang hidup pastinya akan melakukan
beragam aktifitas, aktifitas yang ditujukan untuk kepentingan dirinya sendiri (komunikasi
intrapersonal) dan yang diorientasikan pada individu lain (komunikasi antarpersonal).
Kesemua aktifitas manusia ini mencerminkan gejala kebudayaan, menurut Honigman
keseluruhan kegiatan manusia baru akan dikatakan sebagai gejala kebudayaan ketika
memuat tiga proses :
(1).
Ideas (kompleks ide atau cultural system)
Wujud kebudayaan manifestasinya pada kumpulan ide-ide, gagasan, norma-norma,
peraturan, adat-istiadat, hukum. Wujud pertama ini sifatnya abstrak sebab berada di
dalam kepala setiap orang. Dengan sosialisasi atau inkulturasi, setiap manusia
2012
5
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
diajarkan nilai-nilai ideal yang dapat dijadikan pegangan dalam berhubungan dengan
manusia lain. Aturan normatif ini berdiam di dalam pikiran namun dinamis sifatnya.
Suatu nilai-nilai akan dipergunakan ketika operasional dalam praktik kehidupan
sebaliknya ajaran budaya akan diabaikan digantikan dengan nilai-nilai budaya baru
ketika cara ini dianggap up-to-date terhadap kebutuhan. Setiap gagasan saling
bertalian dengan nilai-nilai aturan lainnya yang memberikan jiwa bagi pemilik gagasan
menjadi satu kesatuan sistem budaya.
Mengapa seseorang berbicara lugas? Bertemali dengan sistem nilai-nilai yang orang
tersebut anut hingga mencerminkan kebudayaan dari yang empunya berbicara.
(2).
Actifities (kompleks aktifitas atau social system)
Kompleks aktifitas dimaknai sebagai kumpulan tindakan manusia yang berpola dan
tindakan ini konkritisasi dari apa yang ada di dalam kepala seseorang. Kita dapat
mengetahui secara langsung aktifitas individu lain melalui kegiatan interaksi yang kita
lakukan. Kemajemukan tindakan individu sumbernya pada cultural system, di mana
perilaku tersebut dapat berubah merujuk pada nilai-nilai kebudayaan yang diyakininya.
(3).
Artifacts (kompleks kebudayaan fisik)
Artefak budaya implementasi dari gagasan beserta hasil dari gagasan (tindakan).
Perwujudannya fisik dari hasil pemikiran dan hasil tindakan membuahkan bendabenda kebudayaan. Seperti gelas, rumah, soto ayam, baju bodo, jembatan, dan
sebagainya.
(Honnigman, The World of Man, 1959, dalam Koentjaraningrat, 1990:186)
Sistem sosial abstraksi dari sistem budaya. Sistem sosial sekalipun konkrit dapat ditangkap
oleh mata namun hakekatnya abstrak, sebab tindakan seseorang digerakkan oleh sistem
budaya yang diampunya dan hal ini adalah abstrak. Untuk lebih jelasnya, berikut ini dimuat
uraian sistem sosial yang diajukan Talcott Parsons :
“Sistem sosial terdiri dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling
berinteraksi dalam konteks lingkungan fisik dan non-fisik. Setiap aktor memiliki
motivasi
berupa
kecenderungan
mengoptimalkan
kepuasan
melalui
interaksinya dengan aktor lain. Pengetahuan tentang kepuasan berinteraksi ini
distrukturkan melalui kebudayaannya”
(Parsons, The Structure of Social Action, 1937, dalam Ritzer dan Goodman,
2007:128).
Sistem sosial, nyata dapat dilihat indra mata – namun jalinan pembentuk sistem sosial
abstrak sifatnya oleh sebab, tindakan setiap individu sumbernya pada sistem kebudayaan
2012
6
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang tidak dapat ditangkap mata hanya bisa diinterpretasikan makna simboliknya mengacu
pada rujukan kulturnya. Menurut Parsons, unit dasar sistem sosial adalah ‘status’ dan
‘peran’. Seseorang hanya bertindak terhadap orang lain dengan mempertimbangkan status
posisi struktural dirinya dan orang lain dalam sistem sosial – dan perannya mengacu pada
konteks signifikansi fungsional. Jadi, setiap orang dalam interaksinya dengan orang lain
tidak hanya memainkan satu status-peran melainkan beragam pola posisi yang dapat
dipertunjukkan sebagaimana deskripsi Goffman tentang Dramaturgi.
Keberadaan sistem menentukan struktur keteraturan masyarakat, dan sistem memberikan
pedoman bagi setiap orang bagaimana seharusnya menjalankan status-peran dalam rangka
memelihara integrasi sosial. Untuk itu, Parsons menjelaskan asumsi-asumsi yang
memperkuat argumentasi menyangkut sistem sosial :
(1).
Sistem memiliki properti keteraturan dan setiap bagiannya saling bergantung
(2).
Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan setiap bagian sub sistemnya
(3).
Sistem tampak statis atau senantiasa bergerak dalam prosesnya yang teratur
(4).
Sifat dasar sistem berpengaruh terhadap sub sistem lainnya
(5).
Sistem memelihara batas-batas lingkungannya
(6).
Keseimbangan sistem terpelihara melalui alokasi dan integrasi
(7).
Sistem senantiasa memelihara keseimbangan-diri-nya dan sub sistemnya, sistem
sekaligus dapat mengendalikan perubahan sub sistem
Dimanakah posisi masyarakat dalam bangunan sistem sosial?
Masyarakat adalah sub sistem sosial. Tujuh asumsi sistem sosial-Parsons tergambar pada
masyarakat, selaku bagian dari sistem sosial. Masyarakat selaku bagian dari sub sistem
sosial merupakan kumpulan anggota warga yang mandiri memfasilitasi kebutuhan kolektif
dan individualnya dengan menciptakan rangkaian sub sistem pendukung keperluan dari sub
sistemnya melalui :
(1).
Sistem ekonomi – mencukupi keperluan tenaga kerja, produksi, dan alokasi
(2).
Sistem pemerintahan atau sistem politik – sub sistem pengatur tujuan-tujuan
kemasyarakatan dalam memobilisasi anggotanya mengejar tujuan
(3).
Sistem fiduciary – realitasnya berada pada keluarga dan sekolah. Sistem ini
kedudukannya penting dalam transformasi patokan nilai-nilai yang dapat digunakan
individu untuk mengembangkan interaksi
(4).
Sistem integrasi – bagian ini memuat aturan normatif berupa hukum yang memproses
upaya pengendalian sosial bagi individu yang membangkang terhadap sistem
2012
7
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pranata Sosial
Kita bisa menyebut secara bergantian pranata sosial dengan istilah intitusi sosial. Secara
awam, umumnya orang menyamakan institusi sosial yang juga lembaga sosial. untuk itu kita
perlu membuat definisi institusi sosial dan lembaga sosial.
“Intitusi sosial merupakan sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat
pada
aktifitas-aktifitas
untuk
memenuhi
kebutuhan
kompleks
ataupun
kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat ”
(Koentjaraningrat, 1990:164)
Warga masyarakat menciptakan satu perangkat konseptual yang mengarahkan anggotanya
memenuhi keperluan hidup bermasyarakat. Mulai dari pemenuhan kebutuhan akan
penerangan atau pengetahuan, keterampilan, maupun sikap yang menjadi cita-cita
masyarakat. Institusi tidak lain semacam aturan dan muatannya abstrak sebab berada di
dalam
tataran
konseptual
dan
abstraksinya
ditampakkan
pada
lembaga
yang
mengoperasionalisasikan kompleks gagasan tentang kebutuhan utama manusia.
“ Sebagai kerangka konseptual, institusi memuat sistem norma untuk
mencapai tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat di pandang penting atau
kebiasaan (tata kelakuan) yang berkisar pada kegiatan pokok manusia atau
proses-proses berstruktur untuk melaksanakan kegiatan tertentu ”
(Paul Horton dan Chester Hunt, dalam Sociology, 1984 dalam Kamanto,
1993:29)
Institusi menjadi pedoman bagi lembaga sosial dalam upayanya merealisasikan bermacammacam kepentingan yang diperlukan orang banyak. Keperluan hidup manusia itu sangat
banyak, namun kita bisa klasifikasikan menjadi delapan pokok pranata sosial yang dikutip
dari Koentjaraningrat (1990: 166) :
(1).
Institusi kekerabatan
Kindship atau domestic institutions. Pranata ini mencakup tugas dalam soal azas
perkawinan, pengasuhan anak, sistem istilah kekerabatan, adab pergaulan antar
kerabat, perceraian, dan sebagainya.
(2).
Institusi mata pencaharian hidup
Economic institutions. Setiap kegiatan manusia dengan fokus aktivitas produksi,
distribusi, dan konsumsi. Contoh dari sistem ini adalah; pertanian, industri, pasar
swalayan, kapitalisme, dan lainnya.
2012
8
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
(3).
Institusi penerangan
Educational institutions. Keperluan penerangan dan pendidikan manusia sangat perlu
diatur melalui pranata sosial. Mencakup pendidikan informal yang berlangsung dalam
lingkup keluarga, seperti pengasuhan anak. Pendidikan formal, menciptakan kesiapan
anggota masyarakat untuk dapat mencari nafkah. Pendidikan non-formal, sarana
penerangan skunder yang dapat melengkapi proses sosialisasi in-formal maupun
formal.
Fasilitas
penerangan
diperoleh melalui
perpustakaan umum, kursus
keterampilan, dan media massa.
(4).
Institusi pengetahuan ilmiah
Scientific institutions. Sumber pengetahuan berkisar pada soal teologis, metafisika,
dan logika positip. Ketiga hal ini dapat dipenuhi melalui sistem keperluan ilmiah yang
memberikan landasan pikir menyelami hal-hal di luar pengetahuan manusia untuk
dipelajari dan digunakan dalam praktis kehidupan.
(5).
Institusi keindahan dan rekreasi
Aesthetic and recreational institutions. Naluri dasar manusia tentang hal-hal yang
indah dicukupi melalui sistem ini. Dapat dicontohkan melalui abstraksi seni suara,
kesusastraan, olahraga, dan sebagainya.
(6).
Institusi religi
Religious institutions. Manusia memiliki insting berupa kesadaran adanya kekuatan
supranatural yang mengontrol ritme biologisnya maupun psikologisnya hingga
keadaan ini perlu difasilitasi melalui pranata religi yang mengatur hal-hal menyangkut
doa, upacara kematian, puasa, ilmu perdukunan, bertapa, dan sebagainya.
(7).
Institusi kenyamanan hidup
Somatic institutions. Sebagai kebutuhan yang paling akhir dipenuhi melalui institusi
somatik yang memuat pedoman tentang makna kenyamanan berkehidupan. Institusi
ini dapat berupa pemeliharaan kesehatan, bedah estetik, wisata kuliner, clubbing, dan
sebagainya.
Semakin kompleks masyarakat maka keperluan institusinya juga mengikuti kebutuhan
heterogen warganya. Tetapi, klasifikasi pranata sosial tetap berjumlah tujuh unit sistem
hingga masa kehidupan manusia berakhir – yang berkembang majemuk adalah sub
intitusinya. Sepuluh tahun lalu, masyarakat kita tidak terlalu mementingkan memiliki alamat
e-mail – menjadi berbeda saat sekarang, e-mail menjadi identitas primer individu
sebagaimana dimilikinya KTP (Kartu Tanda Penduduk). Ada pertanyaan menarik dapat
diajukan, termasuk ke dalam institusi apakah kepemilikian alamat e-mail ?
2012
9
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hubungan sistem sosial dengan institusi sosial. Istilah sistem sosial dan institusi sosial
tampaknya nyaris tidak ada bedanya. Namun, dua konsep ini menyandang pengertian yang
berbeda sekalipun kita dapat menggunakan dua istilah secara berdampingan untuk
menjelaskan satu pokok realitas.
Memuat makna sama ketika sistem sosial dan pranata sosial dijabarkan dengan
karakteristiknya yang abstraknya – baik sistem sosial maupun pranata sosial sama-sama
tidak dapat kita lihat melewati mata. Karena ‘dia’ berada di alam pikiran manusia yang
artinya kontruksi gagasan ini bersemayam dalam kepala-kepala manusia. Kesamaan
berikutnya, keduanya memuat arti pedoman yang menata arus interaksi manusia
sebagaimana ciri umum manusia mahluk sosial yang selalu butuh manusia lain dalam
memenuhi kebutuhan kemanusiaannya. Keperluan-keperluan yang beraneka jenis ini hanya
bisa diwujudkan melalui sistem dan pranata – melalui mana, setiap anggota masyarakat
diajarkan untuk memiliki kesadaran cara berpikir dan bertindaknya perlu mengikuti
standarisasi kebudayaan masyarakatnya.
Sistem sosial dan institusi sosial menjadi berbeda makna ketika institusi diibaratkan sel-sel
pembentuk inti atom yaitu sistem sosial. Sistem sosial merangkum wadah yang melahirkan
institusi sosial, melewati sistem sosial-lah berbagai pranata sosial diciptakan untuk
memfasilitasi kebutuhan mandiri sub sistem masyarakatnya. Jadi, berbicara tentang sistem
sosial pastinya mengikutkan pranata sosial dan masyarakat. Setiap unsurnya membentuk
kesatuan sistem yang beroperasi membentuk tata kehidupan harmoni.
Komunikasi Massa sebagai Pranata Sosial
Perlu kita sadari bersama sejak kita terlahir bernafas kali pertama di dunia dan
meninggalkan dunia – hidup kita diikat dalam kesatuan sistem sosial, perikatan ini menjadi
semacam kontrak sosial yang wajib kita patuhi dalam rangkaiannya menciptakan ketertiban
hidup bersama-sama dengan warga lainnya dalam wadah sistem sosial. Wadah ini pada
sifatnya memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan dari anggotanya melalui diciptakannya
sub sistem sosial, yaitu institusi sosial.
Lazimnya, seperti itulah realitas hidup manusia, selalu berinteraksi dengan institusi sosial
dalam bangunan sistem sosial. Bersangkut paut dengan komunikasi massa, maka kita perlu
menghadirkan kontruksi konsep institusi sosial untuk menjelaskan jika sistem komunikasi
massa analog pranata sosial yang penting bagi terselenggaranya kehidupan manusia yang
lekat dengan keperluan penerangan atau informasi.
2012
10
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Mengapa kita begitu memerlukan institusi komunikasi massa?
Fakta pertama, Interaksi dan informasi – setiap orang perlu informasi sebagai dasar
menjalin komunikasi yang ‘nyambung’ dengan pihak lain. Komunikasi dan kebudayaan
adalah fakta kedua, jika konsistensi masyarakat manusia hanya akan lestari ketika proses
komunikasi atau interaksi terus berlangsung antara manusia satu dengan manusia lainnya.
Mengutip dari Edward T. Hall dalam The Hidden Dimension (Kamanto, 1993:46), bahwa
komunikasi esensi dasar hubungan antar manusia, melalui pola komunikasi verbal maupun
non-verbal memfasilitasi keperluan manusia mengidentifikasi gambaran diri maupun realitas
objektif di luar dirinya kepada manusia lain. Proyeksi ini penting dalam rangkaianya
menyampaikan aturan normatif yang diperlukan masyarakat manusia demi menjaga
konsistensi integrasi hidup bersama. Bayangkan jika masyarakat manusia tidak memiliki
sistem komunikasi, bagaimana cara kita menyampaikan kepada pihak lain tentang berbagai
hal yang kita perlukan?
Rumusan Burhan Bungin berikut ini membantu kita menemukan pemahaman menyangkut
institusi komunikasi massa, menurut Bungin institusi komunikasi massa didefinisikan
sebagai :
“Media massa dalam hal ini merupakan institusi yang menghubungkan seluruh
unsur masyarakat satu dengan lainnya dengan melalui produk media massa
yang dihasilkan ”
(Bungin, 2008:99)
Sebagai lembaga yang merealisasikan keperluan akan produk media massa bagi
khalayaknya - maka kita dapat mendeskripsikan abstraksi institusi media melalui lembaga
medianya, yaitu :
(1).
Sebagai saluran produksi dan distribusi konteks simbolis
(2).
Sebagai institusi publik yang bekerja sesuai aturan yang ada
(3).
Keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima adalah seimbang (sukarela)
(4).
Menggunakan standar profesional dan birokrasi
(5).
Media sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan
Sesuai dengan kebutuhan fungsi dalam bangunan sistem sosial, maka lembaga media
dalam konteks kelembagaan akan selalu memenuhi keperluan sub sistemnya (khalayaknya)
dalam hal produk media. Bahwa situasi sosial budaya audience menentukan karakteristik
produk media – dan simbiosis mutualisme berlangsung antara media dengan khalayaknya
2012
11
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang secara bersama-sama terlibat produksi dan reproduksi isi media, yang mana kedua
pihak berpotensi saling menganyam jalinan sistem sosialnya sesuai dengan fungsi struktur
sosialnya dalam soal kebutuhan informasi.
Kesimpulan
Harmonisasi antar manusia terpelihara melalui adanya sistem sosial, sebagai mekanisme
adaptif bagi manusia untuk bertahan hidup menyikapi keterbatasan sumber daya yang
sama-sama diperebutkan oleh orang banyak. Sistem sosial, pedoman yang digunakan
setiap individu untuk dapat berinteraksi dan melangsungkan komunikasi dengan individu
lain. Kegiatan berinteraksi dan berkomunikasi kebutuhan dasar manusia dalam hal
memenuhi tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup selayaknya mahluk sosial. Kebutuhan
kompleks manusia utamanya dikelola melalui sistem sosial yang menciptakan sub sistemsub sistem yang menangani setiap bagian terperinci dari apa yang dibutuhkan oleh setiap
orang.
Pedoman tersebut berisikan aturan, hukum, nilai-nilai, norma, atau adat istiadat adalah
istilah lain dari sistem sosial maupun institusi sosial. Melalui suatu lembaga, implementasi
pedoman direalisasikan sesuai dengan aspek kebutuhan yang hendak dipenuhi. Jika kita
ingin mendapatkan perkerjaan layak sesuai bakat dan kemampuan intelektual maka sekolah
sebagai institusi yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut – jika kita ingin tahu informasi
apa yang tengah terjadi di belahan dunia lain, maka media menjadi institusi sosial yang kita
perlukan.
Komunikasi massa melalui salurannya berkemampuan menyediakan kebutuhan informasi
bagi orang banyak. Lembaga media, menjamin ketersediaan informasi yang dikemas
sedemikian rupa berpedoman pada aturan nilai-nilai khas organisasi media. Mengapa setiap
perusahaan media, apapun klasifikasi produk medianya, menampilkan citra media yang
berbeda satu dengan lain?
Sumbernya berada pada diberlakukannya standar nilai-nilai
kerja yang tidak sama antara perusahaan komersial media satu dengan yang lain. Dari
mana sumber nilai-nilai kerja ini berasal? Tentunya melalui institusi sosial lembaga media.
Melalui institusi sosial khas lembaga media, organisasi ini memperoleh acuan dasar dalam
mengelola keperluan informasi khalayaknya merujuk pada pakem struktur dan fungsi ideal
yang dikehendaki bersama, yaitu sesuai harapan masyarakat dan fungsi lembaga media
selaku organisasi bisnis.
2012
12
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Bungin, Burhan.
2008
Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi
di Masyarakat, Jakarta: Penerbit Prenada Media Group.
Comte, Auguste.
1838
Systeme de Politique Positive, Dalam Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi,
Jakarta: Lembaga Penerbitan FE UI.
Hall, Edward T.
1982
The Hidden Dimension, dalam Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta:
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Hobbes, Thomas.
1902
Leviathan, dalam Achmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer, Suatu
Pengantar Kritis Mengenai Pardigma, Cetakan Pertama, Jakarta: Penerbit
Prenada.
Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt.
1984
Sociology, dalam Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Honigmann, J.J. .
1959
The World of Man, dalam Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi,
Cetakan Kedelapan, Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.
Koentjaraningrat.
1990
Pengantar Ilmu Antropologi, Cetakan Kedelapan, Jakarta: Penerbit PT Rineka
Cipta.
Kroeber, A.L., dan Parsons, Talcott.
1958
The Concept of Culture and of Social System, dalam Koentjaraningrat,
Pengantar Ilmu Antropologi, Cetakan Kedelapan, Jakarta: Penerbit PT Rineka
Cipta.
2012
13
Nama Mata Kuliah dari Modul
Desiana E. Pramesti, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download