ANALISIS FINANCIAL RATIO UNTUK MENILAI KINERJA PT

advertisement
BAB II
DASAR TEORI DAN TINJAUAN UMUM
PT. BUKIT ASAM
Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori mengenai model finansial,
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal dan penjelasan mengenai
masing-masing rasio yang digunakan dalam perhitungan nantinya. Kemudian juga
dibahas secara ringkas tentang PT Bukit Asam, Tbk.
2.1 Dasar Teori
Sebelum menghitung rasio keuangan dari PTBA, maka kita membutuhkan model
finansialnya.
2.1.1
Model finansial
Model finansial adalah sebuah gambaran kuantitatif operasi bisnis sebuah
perusahaan di masa lampau, saat ini, dan di masa yang akan datang (Proctor, K.
Scott, 2004). Semua tipe dan ukuran perusahaan menggunakan model finansial
untuk menganalisa dan merencanakan aktivitas bisnisnya. Sedangkan model
finansial itu adalah laporan keuangan itu sendiri.
Untuk menilai kinerja keuangan perusahaan maka sumber data yang utama
dipergunakan oleh berbagai pihak yaitu laporan keuangan perusahaan, karena
laporan keuangan tersebut memberikan informasi keadaan perusahaan secara
kuantitatif.
Menurut White et.al (2003) dalam buku Cara Menilai Perusahaan (Manurung,
2007) bahwa Laporan keuangan perusahaan tersebut ada tiga yaitu Neraca
(balance sheet), Laporan Laba Rugi (income statement) dan Laporan Perubahan
Modal (equity change reports)
2.1.2
Neraca (Balance Sheet)
Neraca adalah sebuah laporan keuangan yang berisikan kekayaan yang dikenal
dengan asset dan hutang serta modal perusahaan. Bentuk neraca seperti huruf T
II-1
dimana besaran aktiva terletak pada sisi kiri dan besaran pasiva disebelah kanan.
Neraca memperlihatkan kekayaan, hutang dan modal pada saat waktu tertentu.
Terdapat sebuah persamaan umum dalam neraca yang selalu dipakai yaitu :
Asset (Aktiva) = Liability + Owners Equity (Pasiva) ......................................(1)
Persamaan ini akan selalu seimbang, jika tidak, maka pasti terdapat kesalahan
dalam penyusunannya, atau terdapat asset yang hilang atau tidak tercatat.
Pada kondisi umum terdapat dua sumber pendanaan untuk bisnis, yaitu Liabilities
(Pinjaman / hutang) dan Owners Equity (modal pemilik). Di dalam penelitian ini
tidak akan dijelaskan secara mendetail mengenai konsep akuntansi dari neraca,
melainkan hanya konsep utama dari neraca itu sendiri.
Aktiva / assets dibagi menjadi dua yaitu :
1. Current Assets / Aktiva Lancar
Semua bentuk aset yang mudah dicairkan / dijadikan uang. Akun-akun
yang mengisi current assets ini antara lain : Kas dan yang setara kas,
investasi jangka pendek, piutang, persediaan, pajak atau biaya dibayar
dimuka.
2. Fixed Assets / Aktiva Tidak Lancar
Semua bentuk asset tetap, yang tidak liquid atau tidak mudah dijadikan
uang, seperti bangunan, investasi jangka panjang, biaya dan pajak
tangguhan.
Sedangkan pasiva / kewajiban dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Pasiva lancar / kewajiban lancar
Akun ini berisi hutang, pinjaman, dan beban yang harus dibayar dalam
jangka pendek atau kurang dai satu tahun.
2. Pasiva tidak lancar / kewajiban tidak lancar
Akun ini berisi hutang, pinjaman, dan beban yang harus dibayar dalam
jangka panjang.
3. Ekuitas / Owner’s Equity
Akun ini menunjukkan besar modal yang dimiliki oleh perusahaan,
diluar pinjaman.
Perincian neraca dari PTBA mulai periode 2003–2006 dapat dilihat dalam
lampiran. Data-data dari neraca ini akan dipergunakan dalam analisis rasio.
II-2
2.1.3 Laporan Laba Rugi (Statement Of Income)
Laporan Laba Rugi adalah laporan perusahaan mengenai pendapatan dan
pengeluaran mengenai pendapatan dan pengeluara perusahaan dalam suatu
periode. Periode yang dimaksud dapat dalam satu bulan, tiga bulan, dan satu
tahun. Output terpenting dalam laporan ini adalah “laba bersih (net income)”. Net
Income atau laba bersih ini mencerminkan selisih dari pendapatan bisnis dengan
besar biaya dalam bisnis tersebut.
Langkah / skema utama dalam pembuatan laporan laba rugi adalah :
Penjualan / pendapatan
Harga Pokok Penjualan
Laba Kotor (Gross Profit)
Biaya-Biaya dan Pajak
Laba Bersih (Net Profit)
Perincian laba rugi dari PTBA mulai periode 2003-2006 dapat dilihat dalam
lampiran. Data-data dari laporan laba rugi ini akan dipergunakan dalam analisis
rasio.
2.1.4
Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal adalah laporan perusahaan mengenai perubahan modal
karena adanya laba atau rugi, pembayaran dividen serta adanya penjualan saham
dalam suatu periode. Periode laporan perubahan modal ini harus sama dengan
periode laporan rugi laba, karena kedua laporan ini saling berkaitan.
Pengawas Pasar Modal dan pengelola Bursa meminta setiap emiten melaporkan
ketiga laporan keuangan ini secara teratur untuk diumumkan kepada investor.
Pengungkapan informasi ini merupakan informasi yang sangat dibutuhkan oleh
investor yang digunakan sebelum memutuskan apakah akan membeli saham di
Bursa. Sedangkan para pengawas dan pengelola bursa, pengungkapan informasi
tentang laporan keuangan tersebut merupakan suatu perlindungan bagi investor.
II-3
2.1.5
Analisis Financial Ratio
Menurut Ibrahim Abdullah Assegaf, 1991, analisis financial ratio adalah analisis
dari pos-pos dalam laporan keuangan yang mengungkapkan hubungan dari suatu
pos dengan pos lainnya. Analisis ini digunakan pihak manajemen untuk
mengetahui kondisi perusahaan.
Rasio merupakan teknik analisis laporan keuangan yang paling banyak digunakan.
Rasio ini merupakan alat analisis yang dapat memberikan jalan keluar dan
menggambarkan symptom (gejala-gejala yang tampak) suatu keadaan (Prastowo,
Dwi, 2005). Analisis rasio dapat menyingkap hubungan dan sekaligus menjadi
dasar pembandingan yang menunjukkan kondisi atau kecenderungan yang tidak
dapat dideteksi bila kita hanya melihat komponen-komponen rasio itu sendiri.
Dalam komunitas finansial, terdapat banyak parameter yang digunakan dalam
analisis rasio, jumlahnya tergantung dari jenis perusahaan dan tujuan pemanfaatan
dari financial ratio tersebut. Sumber data penyusunan analisis rasio ini berasal dari
Neraca dan Laba Rugi.
Analisis rasio sangat baik dipakai untuk :
•
Memberikan rasio efektifitas investasi yang dilakukan pada suatu
perusahaan
•
Memberikan rasio dari efektifitas dan efisiensi dari kinerja perusahaan
dalam periode tertentu.
•
Membandingkan
kinerja
sebuah
perusahaan
dengan
perusahaan
kompetitornya atau dengan perusahaan lainnya.
2.1.6
Jenis-jenis Analisis Financial Ratio
Jenis-jenis analisis rasio keuangan yang digunakan untuk menganalisis kinerja
keuangan perusahaan PTBA dalam penelitian ini adalah rasio neraca (likuiditas
dan solvabilitas), rasio laba rugi (profitabilitas), rasio aktivitas, serta rasio
management efficiency.
2.1.6.1 Likuiditas.
Rasio likuiditas adalah rasio yang bertujuan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek. Rasio
likuiditas meliputi:
II-4
2.1.6.1.1
Rasio Lancar (current ratio).
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki.
Current Ratio =
Aktiva Lancar
..............................................................(2)
Kewajiban Lancar
2.1.6.1.2 Quick Test Ratio (QTR).
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar minus persediaan untuk
membayar kewajiban lancar.
Quick Test Ratio =
Aktiva Lancar − Persediaan Akhir
...................................(3)
Kewajiban Lancar
2.1.6.2 Solvabilitas atau Daya Ungkit.
Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban jangka panjang jika perusahaan tersebut dilikuidasi.
Rasio ini disebut juga dengan rasio pengungkit (leverage) yaitu menilai batasan
perusahaan dalam meminjam uang. Rasio Solvabilitas/Leverage meliputi:
2.1.6.2.1 Debt to Asset Ratio(DAR), yaitu rasio total kewajiban terhadap asset.
Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan
menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini
juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi
kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga
pada kreditor.
DAR =
Total Kewajiban
.............................................................................(4)
Total Aktiva
2.1.6.2.2 Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio total kewajiban terhadap
ekuitas. Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang
II-5
saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah
pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham.
DER =
Total Kewajiban
………………………………………………........…..(5)
Total Ekuitas
2.1.6.3 Profitabilitas
Rasio ini digunakan untuk menilai seberapa efektif manajemen perusahaan
menggunakan assetnya. Rasio profitabilitas meliputi:
2.1.6.3.1 Gross Profit Margin
Komponen ini menunjukkan tingkat margin keuntungan yang diambil dari
penjualan jika dipandang / dihitung dari keuntungan kotor yang diperoleh. Gross
margin dihitung dengan rumusan:
Gross M arg in =
Gross Pr ofit
………………………………...............……......(6)
Sales
Dimana:
Gross Profit (Laba Kotor) = Penjualan – Harga Pokok Penjualan
2.1.6.3.2
Pre-Tax Margin
Rasio ini menunjukkan besarnya tingkat margin keuntungan yang diambil
dari penjualan jika dihitung dari keuntungan sebelum pajak. Pre-tax margin
dihitung dengan rumusan:
Pr e − Tax M arg in =
Pr e − Tax Pr ofit
……………………….......….……..…....(7)
Sales
2.1.6.3.3 Net Profit Margin, yaitu laba bersih dibagi penjualan bersih.
Rasio ini menunjukkan besarnya laba bersih yang diperoleh oleh
perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan.
Net Pr ofit M arg in =
Net Income
………………………………......…..………(8)
Sales
2.1.6.3.4 Return on Asset (ROA), yaitu laba bersih dibagi rata-rata total aktiva.
II-6
Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan. Return on asset dihitung
dengan rumus:
ROA =
Laba Bersih
………………………......………...………………………(9)
Total Asset
2.1.6.3.5 Return on Equity (ROE), yaitu Laba bersih dibagi rata-rata ekuitas.
Rasio ini berguna untuk mengetahui besarnya tingkat pengembalian yang
diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Return on
equity dihitung dengan rumusan:
ROE =
Laba Bersih
…………………….………………...……………(10)
Rata − rata Ekuitas
2.1.6.3.6 Earning Per Share (EPS)
Rasio ini menggambarkan besarnya pengembalian modal untuk setiap satu
lembar saham. EPS dihitung dengan rumusan:
EPS =
Laba Bersih
……………………...........………………..….(11)
Jumlah Saham Beredar
2.1.6.4 Aktivitas
Rasio ini menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam
menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian dan kegiatan
lainnya. Rasio ini digunakan untuk mengukur effisiensi perusahaan dalam
mengelola assetnya. Rasio ini antara lain adalah:
2.1.6.4.1 Receivable Turnover
Rasio ini menunjukkan perbandingan antara penjualan dengan piutang
sehingga akan terlihat apakah penjualan akan cepat menghasilkan kas/uang bagi
cashflow perusahaan, atau banyak yang tertahan di piutang/penjualan kredit.
Receivable Turnover dapat dihitung dengan rumusan:
Re ceivable Turnover =
Penjualan Bersih
……………………...……..............(12)
Piu tan g
II-7
2.1.6.4.2 Inventory Turn Over
Rasio ini menunjukkan perbandingan antara penjualan dan persediaan
akhir produk. Rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
mengelola persediaan dalam arti berapa kali persediaan yang ada akan diubah
menjadi penjualan.
Inventory Turn Over dapat dihitung dengan rumusan:
Inventory Turn Over =
H arg a Pokok Penjualan
………………....……......….(13)
Persediaan
2.1.6.4.3 Assets Turn Over
Rasio ini menunjukkan perbandingan atara penjualan dengan total asset
yang dimiliki perusahaan sehingga bisa diketahui efektifitas penggunaan aktiva
dalam menghasilkan penjualan. Assets Turn Over dapat dihitung dengan rumusan:
Assets Turn Over =
Penjualan
…………......………………………............…(14)
Aset
2.1.6.5 Management efficiency
Rasio Management efficiency menunjukkan seberapa efisien manajemen
perusahaan mengatur jumlah karyawannya. Rasio Management efficiency ini
meliputi:
2.1.6.5.1 Income per employee ratio
Rasio ini menunjukkan kontribusi rata-rata setiap pegawai untuk
menghasilkan laba bersih perusahaan. Dari rasio ini dapat diketahui seberapa
efektif
kinerja
pegawai
untuk
menghasilkan
laba
bersih
perusahaan.
Income/employee dapat dihitung dengan rumusan:
Income / Employee =
Laba Bersih
……………...…...….........……..(15)
Jumlah Total Pegawai
2.1.6.5.2 Revenue per employee
Rasio ini menunjukkan kontribusi rata-rata setiap pegawai terhadap nilai
total penjualan. Dengan rasio ini dapat diketahui seberapa efektif kinerja pegawai
II-8
sehingga menghasilkan penjualan. Revenue/Employee dapat dihitung dengan
rumusan:
Re venue / Employee =
Penjualan
…………...........………………(16)
Jumlah Total Pegawai
2.2 Tinjauan Umum PT Bukit Asam, Tbk.
PT Tambang Bukit Asam (Persero) Tbk. adalah perusahaan milik negara
yang bertujuan mengembangkan usaha pertambangan nasional khususnya
batubara. PTBA yang berdiri sejak 2 Maret 1981 termasuk dalam daftar enam
besar produsen batubara di Indonesia. Dan hampir seperempat produksinya (22%)
diekspor ke pasar internasional termasuk Jepang, Taiwan, Malaysia, Pakistan,
Spanyol, Perancis dan Jerman. Dengan sumber daya batubara sekitar 7,3 miliar
ton atau 17% dari total sumber daya batubara yang dimiliki Indonesia, PTBA
berupaya menjadi perusahaan energi yang kompetitif. Visi ini sudah mulai
diwujudkan dengan telah terbentuknya PT Bukit Pembangkit Innovatif yang
merupakan salah satu anak perusahaan PTBA untuk mengoperasikan PLTU mulut
tambang berkapasitas 2x100 MW di Banjarsari. Sejak 23 Desember 2002, PTBA
menjadi perusahaan publik dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta
dan Surabaya. Pemilik saham Perseroan per 31 Desember 2006 adalah Negara RI
65,02% dan masyarakat 34,98%. Komposisi kepemilikan saham masyarakat
terdiri dari 17,12% investor institusi, 7,03% investor perorangan, 10,83% investor
asing (institusi dan perorangan). Diantara investor institusi terdapat kepemilikan
saham Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan dan Pemerintah Kabupaten Muara
Enim sebanyak 1,23%.
Segmen usaha yang digeluti Perseroan adalah industri tambang batubara dan
pengusahaan briket. Industri tambang batubara merupakan bisnis inti Perseroan
yang menghasilkan pendapatan lebih dari 99 % dari total pendapatan usaha.
2.2.1 Operasi Penambangan
Perseroan memiliki 2 (dua) unit pertambangan, yaitu Unit Pertambangan Tanjung
Enim yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan yang dioperasikan
dengan sistem penambangan terbuka (open pit mining), dan Unit Pertambangan
II-9
Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat yang dioperasikan dengan sistem
tambang bawah tanah (underground mining).
Produksi batubara Unit Pertambangan Tanjung Enim, selain dipasarkan di
Tanjung Enim, juga diangkut dengan kereta api ke Pelabuhan Tarahan, Bandar
Lampung dan Dermaga Kertapati, Palembang. Pelabuhan Tarahan mempunyai
luas 42,5 hektar dengan kemampulaluan 12 juta ton/tahun, dapat disandari kapal
maksimum 80.000 DWT. sedangkan Dermaga Kertapati, Palembang mempunyai
luas 1,5 hektar dengan kemampulaluan 2,5 juta ton/tahun dan dapat disandari
tongkang dengan bobot maksimum 8.000 DWT. Dari Pelabuhan Tarahan dan
Dermaga Kertapati tersebut batubara dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan
industri dalam negeri serta diekspor ke beberapa negara Asia dan Eropa.
Produksi batubara Unit Pertambangan Ombilin dipasarkan seluruhnya ke PLTU
Sijantang, Ombilin. Perseroan juga mempunyai dermaga khusus batubara di Teluk
Bayur, Padang dengan luas 2,8 hektar dengan kemampulaluan 2,5 juta ton / tahun
dan dapat disandari kapal maksimum 40.000 DWT.
Berikut Peta Lokasi Operasi PT. Bukit Asam, Tbk:
II-10
Gambar 2.1 Peta Lokasi Operasi PTBA (Laporan Tahunan PTBA 2006)
Berikut Cadangan Batubara yang Dimiliki PT. Bukit Asam, Tbk:
Grafik 2.1 Cadangan Batubara PTBA per 31 Desember 2006
(Laporan Tahunan PTBA 2006)
II-11
2.2.2
Karyawan
Sampai akhir 2006, Perseroan memiliki karyawan tetap sebanyak 3.418 orang
yang terdiri dari 3.298 orang yang bekerja di Perseroan dan 120 karyawan
diperbantukan pada Anak Perusahaan serta Dana Pensiun yang didirikan
Perseroan. Sedangkan pada tahun 2005 jumlah karyawan tetap Perseroan adalah
3.468, sehingga jumlah karyawan berkurang 50 orang dari tahun 2006.
Pengurangan ini terutama disebabkan karyawan mengikuti program pensiun dini
dan pengakhiran kerja sukarela. Mayoritas karyawan saat ini berusia produktif 4045 tahun.
Berikut tabel jumlah dan komposisi karyawan PT. Bukit Asam, Tbk:
Tabel 2.1 Jumlah dan Komposisi Karyawan PTBA 2005-2006
(Laporan Tahunan PTBA 2006)
2.2.3
Produksi
Perseroan memiliki 2 (dua) unit Pertambangan yaitu: Unit Pertambangan Tanjung
Enim (UPT) dan Unit Pertambangan Ombilin (UPO), yang menghasilkan
batubara dengan berbagai market brand yang diklasifikasikan berdasarkan nilai
kalori yang terkandung yaitu BA-58, BA-59, BA-63, BA-67, BA-70 dan ANS.
Selain batubara yang diproduksi oleh UPT dan UPO, Perseroan juga melakukan
pembelian batubara dari Kalimantan dan Jambi. Batubara yang dibeli dari
Kalimantan dan Jambi sebesar 400.114 ton yang memiliki nilai kalori kurang dari
II-12
5.000 Kcal/kg, sehingga harus dicampur (blending) dengan batubara dari UPT
untuk menghasilkan market brand BA-59.
Adapun produksi batubara UPO di tahun 2006 menurun 85,83% dari 11.877 ton
di tahun 2005 menjadi 1683 ton di tahun 2006 disebabkan adanya swabakar di
Tambang Ombilin.
Berikut data produksi batu bara PTBA (dalam ton):
Tabel 2.2 Data produksi batu bara PTBA 2005-2006 (dalam ton)
(Laporan Tahunan PTBA 2006)
Tahun
Unit Pertambangan
2006
Tanjung Enim (UPT)
4.147.840
Tambang Air Laya
1.300.161
Muara Tiga Besar Utara
784.472
Muara Tiga Besar Selatan
2.165.511
Banko Barat
840.843
Bukit Kendi
9.238.827
Total UPT
Unit Pertambangan Ombilin (UPO)
1.683
Total UPO
9.240.510
Total Produksi
2.2.4
2005
3.992.368
988.935
1.093.746
2.229.848
814.559
9.119.456
2004
2003
3.860.793 4.469.370
936.420 1.153.913
1.309.376 1.131.465
2.490.662 2.436.960
917.192
822.187
9.514.443 10.013.895
11.877
84.010
15.476
9.131.333 9.598.453 10.029.371
Penanganan Dan Angkutan Batubara
Dalam rangka mencapai target penjualan, perpaduan kelancaran angkutan kereta
api dan spesifikasi batubara yang ditawarkan merupakan faktor penentu. Untuk
itu, berbagai upaya dilakukan Perseroan untuk mengatasi kendala angkutan kereta
api serta memenuhi spesifikasi batubara sesuai dengan permintaan pasar.
Pada tahun 2006 Perseroan telah menyetujui kenaikan tarif angkutan batubara
yang sangat signifikan, yaitu menjadi Rp.230,-/ton/kilometer belum termasuk
PPN, sehingga tariff angkutan dari tanjung Enim ke Kertapati naik dari Rp.
33.000/ton pada tahun 2005 menjadi Rp. 40.719/ton pada tahun 2006 atau naik
23%. Berbagai upaya lain yang dilakukan Perseroan untuk mendorong
peningkatan daya angkut kereta api antara lain: membentuk “task force” bersama
PTKA yang secara rutin mengadakan pertemuan guna mencari solusi masalah
angkutan kereta api serta mengintensifkan pertemuan tim bersama yang
membahas berbagai agenda terkait peningkatan kinerja dan pengembangan
II-13
angkutan kereta api. Namun karena masih tingginya halangan dan keterbatasan
sarana dan prasarana kereta api, upaya-upaya diatas belum memberikan dampak
pada peningkatan kinerja angkutan kereta api.
Selama tahun 2006, realisasi angkutan kereta api mencapai 8.272.320 ton atau
naik 4% dibandingkan tahun 2005 sebesar 7.916.830 ton. Angkutan ke Tarahan
sebesar 6.606.450 ton, naik 6% dibandingkan tahun 2005 sebesar 6.262.000 ton,
sedangkan angkutan ke Kertapati hanya meningkat 1% yaitu dari 1.654.830 ton
pada tahun 2005 menjadi 1.665.870 ton pada tahun 2006. Kecilnya peingkatan
angkutan kereta api ini terutama disebabkan hilangnya kesempatan mengangkut
akibat kerusakan lokomotif, anjlokan, perawatan sarana dan prasaran, kepadatan
lintasan, perawatan Rotary Car Dumper (RCD) dan penundaan pembongkaran.
Sementara itu, produksi batubara dari Unit Pertambangan Ombilin diangkut
menggunakan truk.
2.2.5
Pemasaran
Perseroan menjual batubaranya ke pasar domestik maupun internasional/ekspor.
Untuk pasar domestik, pasar terbesar Perseroan di tahun 2006 masih didominasi
oleh Pembangkit Listrik yang mencapai 90% dari total penjualan domestik,
selebihnya adalah untuk memenuhi kebutuhan industri semen dan berbagai indusri
kecil lainnya. Pasar ekspor Perseroan terbesar di tahun 2006 adalah India, diikuti
oleh Eropa (Italia dan Jerman), Jepang, Malaysia, Thailand dan Taiwan.
Realisasi penjualan tahun 2006 mencapai 9,915 juta ton, naik 2% dibandingkan
tahun 2005 sebesar 9,67 juta ton. Penjualan tersebut terdiri dari penjualan di pasar
domestik sebanyak 6750884 ton, turun 6% dari pencapaian tahun 2005 sebanyak
7182151 ton dan ekspor mengalami kenaikan 27% dari 2.492527 ton pada 2005
menjadi 3.165.012 ton di tahun 2006. Pada tahun 2006, penjualan perseroan
terdiri atas 68% untuk penjualan domestik dan 32% untuk ekspor.
Penurunan penjualan di pasar domestik terutama disebabkan halangan transportasi
laut yang mengangkut pasokan ke PLTU Suralaya disamping upaya Perusahaan
untuk mengoptimalkan penjualan ekspor. Peningkatan ekspor yang dilakukan
perusahaan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan sehingga perusahaan dapat
mempertahankan kinerja tahun 2006 meskipun terjadi kenaikan ongkos angkut
II-14
kereta api yang tinggi. Volume penjualan batubara relatif tidak mengalami
perubahan yang signifikan selama periode 2003-2006.
Berikut grafik volume penjualan PTBA:
Grafik 2.2 Volume Penjualan Batubara PTBA Periode 2003-2006
(Laporan Tahunan PTBA 2006)
Volume Penjualan Batubara PTBA Periode 2003-2006
(dalam ton)
11000000
10000000
9000000
8000000
7000000
6000000
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
0
Ekspor
Domestik
2003
2004
2005
2006
Tahun
II-15
Download