HkI - Blog UB

advertisement
Daftar Isi
Halaman
Latar Belakang
2
Permasalahan
3
Pembahasan
4
Negosiasi
4
Pencarian Fakta
5
Jasa-jasa baik
6
Mediasi
6
Konsiliasi
7
Arbitrase
7
Pengadilan Internasional
8
Mahkamah Internasional dalam menyelesaikanSengketa Internasional
9
Kesimpulan
11
Referensi
12
1
I.
Latar Belakang
Dalam suatu interaksi atau hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan
yang lainnya baik negara maupun non negara, tidak terlepas dari suatu kemungkinan bahwa
hubungan hukum tersebut berjalan secara tidak harmonis dan lancar sebagaimana yang
direncanakan dan diharapkan oleh pihak-pihak yang terlibat. Yang akhirnya timbul sengketa
internasional yang dapat berimplikasi pada gangguan terhadap perdamaian dan kestabilan
berbagai bidang baik politik, sosial maupun ekonomi di negara lainnya. Sebagaimana Perang
Dunia pertama dan kedua yang diakibatkan oleh sengketa pihak-pihak di kawasan regional.
Penyelesaian sengketa secara damai ini berlandaskan hukum yang berlaku yaitu :
Pasal 2 ayat (3) jo Pasal 2 (6) Piagam PBB; Pasal 2 ayat (4) jo Pasal 1 ayat (1) Piagam PBB;
Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB; Hague Convention for the Pasific Settlement of Dispute of
1899 and 1907; Bryan and Kellogs Pact dalam Paris Treaty 1928; U.N.G.A Resolutions
2627 (XXV), 24 Oktober 1970, 2744 (XXV), 16 December
1970, 2625 (XXV) on
Declaration of Principles of International Law Concering
Friendly Relations and
Cooperation Among State in accordance with the charter of the United Nations, 40/9 of 8
November 1985, 37/10 on Manila Declaration on the Peacful Settlement of International
Disputes, 43/51 on Declaration on the Prevention and Removal of Disputes and Situations
which may Threaten International Peace and Security and on the Role of the United Nations
in this Field, 46/59 on Declaration on the Fact Finding by the United Nations in the Field of
Maintenance of International Peace and Security, dll.
Penyelesaian sengketa internasional secara damai merupakan opsi yang lebih baik
karena cenderung unruk tidak menimbulkan suatu konflik atau permasalahan yang baru
diantara pihak-pihak yang terlibat. Serta sebagaimana adanya landasan hukum bagi
penyelesaian sengketa internasional yang telah ditetapkan seperti halnya diatas, maka akan
cenderung lebih mudah dilaksanakan.
2
II. Permasalahan
Penyelesaian sengketa internasional melalui jalan damai dapat ditempuh dengan
berbagai cara. Karena banyaknya pilihan tersebut, seringkali kita salah memahami ataupun
mengidentikkan cara yang satu dengan yang lainnya. Maka dengan makalah ini akan
dijelaskan masing-masing cara penyelesaian sengketa dan bagaimana mahkamah
internasional dalam urusan sengketa internasional.
Sengketa (dispute) adalah adanya pertentangan atau perbedaan kepentingan antara
dua atau lebih subjek yang mana ada pihak merasa dirugikan atas suatu tindakan tertentu.
Sengketa internasional menurut J.G. Starke tidak hanya sengketa antara negara dengan
negara lainnya. Tetapi juga kasus-kasus sengketa dalam ruang lingkup pengaturan
internasional. Yakni dengan subjek negara, individu, badan atau organisasi baik milik negara
maupun bukan negara.
Cara-cara penyelesaian sengketa secara damai antara lain adalah sebagai berikut:
1. Negosiasi
2. Pencarian Fakta
3. Jasa-jasa baik
4. Mediasi
5. Konsiliasi
6. Arbitrase
7. Pengadilan Internasional
Cara penyelesaian sengketa nomor satu hingga nomor enam diklasifikasikan menjadi
penyelesaian sengketa dengan jalur politik, sedangkan sisanya diklasifikasikan menjadi
penyelesaian sengketa dengan jalur hukum1. Selain penyelesaian sengketa secara damai
dengan jalur politik dan hukum seperti halnya diatas, ada beberapa cara penyelesaian
sengketa dengan jalur non damai. Tidak hanya dengan perang atau menggunakan kekuatan
militer, tetapi juga pemutusan hubungan diplomatik, retorsi, blokade, embargo dan reprisal
(pembalasan).
1
Boer Mauna2003.Pengertian,Peranan dan Fungsi Hukum Internasional dalam era Dinamika
Global.Bandung:PT.Alumni.hlm:188-189
3
III.
Pembahasan
1. Negosiasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua
digunakan oleh umat manusia. Negosiasi seharusnya merupakan langkah yang paling utama
dan pertama kali diambil dalam setiap penyelesaian sengketa internasional. Selain tidak akan
merusak citra di mata dunia internasional bagi suatu pihak, cara negosiasi tersebut ditempuh
dengan alasan utamanya yaitu karena pihak-pihak yang terlibat dapat saling mengawasi satu
sama lain dalam melaksanakan aturan dan prosedur yang harus dijalankan dan setiap
penyelesaian dan pengambilan keputusan berdasarkan pada perjanjian atau kesepakatan
(konsensus) diantara pihak-pihak yang terlibat.2
“Cara ini dapat pula digunakan untuk menyelesaikan setiap bentuk sengketa:
apakah itu sengketa ekonomi, politis, hukum, sengketa wilayah, keluarga, suku,
dll. Bahkan, apabila para pihak telah menyerahkan sengketanya kepada suatu
badan peradilan tertentu, proses penyelesaian sengketa melalui negosiasi ini masih
dimungkinkan untuk dilaksanakan”3
Huala adolf dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional membagi
penyelesaian sengketa internasional dengan cara diplomasi menjadi 2 bentuk, yaitu bilateral
atau dua pihak yang terlibat (negara) dan multilateral yang terdiri dari lebih dari 2 pihak yang
terlibat di dalam negosiasi. Negosiasi tersebut dapat dijalankan melalui saluran-saluran
diplomatik, konferensi, maupun lembaga serta organisasi internasional. Secara lebih lanjut,
beliau menjelaskan bahwa cara penyelesaian sengketa internasional juga memiliki beberapa
kelemahan utama, yang pertama adalah ketidakseimbangan kedudukan pihak yang terlibat.
Di mana pihak yang kuat dapat menekan pihak yang relatif lebih lemah atau dengan kata lain
pihak yang memiliki bargaining power yang lebih tinggi akan diuntungkan dan hal ini sering
kali terjadi di dunia internasional. Kemudian sisi kelemahan jalur negosiasi yang kedua
adalah proses negosiasi itu sendiri cenderung memakan waktu yang relatif lama, dan jarang
sekali ada penetapan batas waktu mengenai penyelesaian sengketa melalui negosiasi. Yang
ketiga adalah pihak-pihak yang terlibat saling memaksakan kepentingannya atau memegang
2
Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Versi ebook. hlm. 108
Ibid. Cf., John Collier and Vaughan Lowe, The Settlement of Disputes in International Law, Oxford: Oxford
U.P., 1999, hlm. 20.
3
4
teguh pendirian dan kepentingannya sehingga jalannya negosiasi ini menjadi tidak produktif
karena tidak mendapatkan suatu hasil yang tepat bagi pihak-pihak yang bersengketa.
2. Pencarian Fakta
Faktor dari munculnya sengketa internasional tersebut sangat beraneka ragam. Bisa
bermula
dari
perbedaan
pandangan,
kepentingan,
hak
dan
kewajiban
maupun
kesalahpahaman antar pihak-pihak yang terlibat dan saling mempertahankan dirinya masingmasing atau saling memaksakan kehendaknya.
“Oleh sebab itu dengan memastikan kedudukan fakta yang sebenarnya
dianggap sebagai bagian penting dari prosedur penyelesaian sengketa. Dengan
demikian
para
pihak
dapat memperkecil
masalah
sengketanya
dengan
menyelesaikannya melalui suatu Pencarian Fakta mengenai fakta-fakta yang
menimbulkan persengketaan.”4
“Karena para pihak pada intinya mempersengketakan perbedaan- perbedaan
mengenai fakta, maka untuk meluruskan perbedaan-perbedaan
tersebut, campur
tangan pihak lain dirasakan perlu untuk menyelidiki kedudukan fakta yang
sebenarnya. Biasanya para pihak tidak meminta pengadilan tetapi meminta pihak
ketiga yang sifatnya kurang formal. Cara inilah yang disebut dengan Pencarian
Fakta (inquiry atau fact-finding)”5
Langkah pencarian fakta ini ditempuh oleh pihak yang bersengketa apabila telah
menggunakan langkah negosiasi tetapi belum mendapatkan penyelesaian bagi pihak yang
bersengketa tersebut. Maka pihak ketiga sebagai pencari fakta (fact finding) dapat melihat
fakta-fakta yang ada secara objektif.
Berdasarkan pada The
Hague
Convention
for
the
Pacific
Settlement
of
International Disputes (Konvensi Den Haag tentang Penyelesaian Perselisihan Internasional
Pasifik) tahun 1907 Pasal 35, pencari fakta ini bukanlah suatu penyelesaian akhir atau
keputusan, karena hanya mengangkat fakta-fakta yang ada. Dan dalam Pasal 50 Statuta
Mahkamah Internasional, yang dapat menjadi pencari fakta adalah individu atau badan, biro,
4
Peter Behrens, op.cit., hlm. 19. Bandingkan dengan pendapat Collier dan Lowe yang menyatakan bahwa
"this method of settlement ... does not involve investigation or application of rules of law. (Collier and
Lowe, op.cit., hlm. 24 dalam buku versi elektronik Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa
Internasional. Versi ebook. hlm. 30
5
Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Versi ebook. hlm. 30
5
komisi atau organisasi lain yang dapat ditunjuk, dengan tugas penyelidikan atau memberikan
pendapat ahli.6
3. Jasa-jasa baik
Huala adolf dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional menjelaskan
bahwa penyelesaian sengketa internasional menggunakan cara ini memiliki tujuan utama
untuk mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa untuk bernegosiasi, tetapi langkah
negosiasi ini diupayakan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga di sini dapat terlibat baik dengan
kehendak atau inisiatifnya sendiri maupun dengan cara diminta oleh pihak-pihak yang
bersengketa. Lebih lanjut, jasa-jasa baik ini merupakan langkah yang sudah banyak dikenal di
dunia internasional, terutama di kalangan pihak-pihak swasta dan subyek-subyek hukum
ekonomi internasional di samping negara.
4. Mediasi
“Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian masalah (sengketa) dimana
suatu pihak luar, tidak memihak, netral, tidak bekerja dengan para pihak yang
besengketa, membantu mereka (yang bersengketa) mencapai suatu kesepakatan hasil
negosiasi yang memuaskan.” (Goodpaster, 1999 : 241)7
Jadi mediasi merupakan suatu cara penyelesaian sengketa internasional melalui pihak
ketiga yang dapat berupa negara, badan atau organisasi internasional, maupun individu yang
berkompeten dalam penyelesaian sengketa tersebut. Dengan asumsi pihak ketiga adalah
netral posisinya, upaya untuk menyelesaikan sengketa adalah dengan memberikan usulan
atau saran-saran. Mediator akan terus memberikan saran hingga mendapatkan solusi terbaik
bagi penyelesaian sengketa. Karena, fungsi mediator di sini memiliki fungsi utama sebagai
pencari berbagai solusi, mengidentifikasi hal-hal yang dapat disepakati, dan usulan-usulan
terhadap pihak-pihak yang bersengketa yang dapat mengakhiri sengketanya tersebut.
Prosedur dalam melaksanakan mediasi adalah sebagaimana prosedur dalam melaksanakan
negosiasi, yakni para pihak-pihak yang terlibat bebas untuk menentukan prosedurnya masingmasing yang disepakati bersama. Dikarenakan yang terpenting dalam mediasi adalah
terciptanya kesepakatan bersama serta terciptanya usulan-usulan mediator demi terciptanya
penyelesaian bagi pihak-pihak yang bersengketa.8
6
Ibid.
Goodpaster, Garry, 1999, Panduan Negosiasi dan Mediasi, Seri Dasar Hukum Ekonomi 9, ELIPS dalam jurnal
Felix Oentoeng Soebagjo, mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa...
8
Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. hlm. 33
7
6
“Pasal 3 dan 4 the Hague Convention on the Peaceful Settlement of Disputes
(1907) menyatakan bahwa usulan-usulan yang diberikan mediator janganlah
dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak bersahabat terhadap suatu pihak
(yang merasa dirugikan). Tugas utama mediator dalam upayanya menyelesaikan
suatu sengketa adalah berupaya mencari suatu kompromi yang diterima para pihak.”
5. Konsiliasi
“Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal
dibanding mediasi. Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa oleh
pihak ketiga atau oleh suatu komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak.
Komisi tersebut bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang
berfungsi untuk menetapkan persyaratan- persyaratan penyelesaian yang diterima
oleh para pihak. Namun putusannya tidaklah mengikat para pihak”9
Huala adolf dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional dalam
persidangan konsiliasi, terbagi menjadi dua tahap. Yaitu tahap tertulis dan tahap lisan. Tahap
tertulis adalah penyerahan sengketa ke badan konsiliasi. Sedangkan tahap lisan adalah pada
tahap badan konsiliasi mendengarkan keterangan lisan dari para pihak yang terlibat dalam
sengketa internasional tersebut secara lisan, pihak yang hadir dan memberikan keterangan
tersebut dapat hadir secara langsung maupun diwakili kuasanya. Kemudian, fakta-fakta yang
diperoleh selama konsiliasi tersebut, akan diberikan kembali kepada para pihak yang
bersengketa dengan disertai kesimpulan serta usulan atau saran yang dapat dipertimbangkan
oleh para pihak yang bersengketa. Tetapi, sekali lagi saran tersebut bersifat tidak mengikat,
karena hanya merupakan usulan yang persetujuannya maupun pelaksanaannya tergantung
pada kesepakatan para pihak yang terlibat dalam sengketa.
6. Arbitrase
“Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak
ketiga yang netral serta putusan yang dikeluarkan sifatnya final dan mengikat.
Badan arbitrase dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan
dalam menyelesaikan sengketa-sengketa internasional. Penyerahan suatu sengketa
kepada arbitrase dapat dilakukan dengan pembuatan suatu compromis, yaitu
penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang telah lahir; atau melalui
9
Peter Behrens, "Alternative Methods of Dispute Settlement in International Economic Relations dalam
Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. hlm. 28
7
pembuatan suatu klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir
(clause compromissoire)”10
Arbitrator adalah hasil kesepakatan para pihak yang bersengketa, memilih mereke
yang berkompeten di bidang sengketa tersebut. Memilih siapa arbitratornya adalah hak
penuh dari pihak yang terlibat sengketa. Setelah arbitrator yang disepakati ditunjuk, maka
arbitrator tersebut selanjutnya menetapkan terms of refernce atau aturan permainan (hukum
acara) yang menjadi patokan dalam jalannya arbitrase. Terms of refernce ini memuat pokok
masalah yang akan diselesaikan, kewenangan arbitrator (jurisdiksi) dan aturan-aturan
(acara) sidang arbitrase.11
“Mekanisme
penyelesaian
sengketa
melalui
arbitrase
sudah semakin
meningkat. Dari sejarahnya, cara ini sudah tercatat sejak jaman Yunani kuno.
Namun penggunaannya dalam arti modern dikenal pada waktu dikeluarkannya
the Hague Convention for the Pacific Settlement of International Disputes tahun
1989 dan 1907. Konvensi ini melahirkan suatu badan arbitrase internasional yaitu
Permanent Court of Arbitration.”12
7. Pengadilan Internasional
Cara penyelesaian sengketa internasional
dengan cara melalui
pengadilan
internasional merupakan suatu langkah yang diambil oleh para pihak yang bersengketa
apabila telah menggunakan cara-cara penyelesaian sengketa internasional secara damai di
atas, tetapi masih belum mendapatkan hasil atau kesepakatan bagi para pihak yang terlibat
sengketa tersebut.
Menurut Huala Adolf dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional,
pengadilan internasional dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu pengadilan permanen
dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Sebagai contoh pengadilan internasional
permanen adalah Mahkamah Internasional (the International Court of Justice). Kedua
adalah pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Dibandingkan dengan pengadilan
permanen, pengadilan ad hoc atau khusus ini lebih populer, terutama dalam kerangka suatu
organisasi ekonomi internasional. Badan pengadilan ini berfungsi cukup penting dalam
menyelesaikan
sengketa-sengketa
yang
timbul
dari perjanjian-perjanjian ekonomi
internasional.
10
Ibid. Hlm. 34
Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Versi ebook. hlm. 35
12
Ibid. Hlm. 36
11
8
8. Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan Sengketa Internasional
Badan atau Lembaga peradilan internasional dapat dilakukan oleh Mahkamah
Internasional karena merupakan satu-satunya pengadilan tetap yang dapat digunakan negara
dalam masyarakat internasional. Jadi yang bisa mengajukan perkara ke Mahkamah
Internasional adalah
Mahkamah International (International Court of Justice) merupakan badan
kehakiman yang penting dalam PBB yang berlokasi di Den Haag, Belanda. Mahkamah
merupakan badan kehakiman yang terpenting dalam PBB. Mahkamah internasional
menyelesaikan sengketa internasional secara hukum.
Dalam hukum internasional, penyelesaian secara hukum dewasa ini dapat
ditempuh melalui berbagai cara atau lembaga, yakni: Permanent Court of International
of Justice (PCIJ atau Mahkamah Permanen Internasional), International Court of Justice
(ICJ atau Mahkamah Internasional), the International Tribunal for the Law of the Sea
(Konvensi Hukum Laut 1982), atau International Criminal Court (ICC). Mahkamah
permanen internasional adalah pendahulu dari mahkamah internasional, terbentuk tahun 1922
dan bubar secara resmi tahun 1946 saat perang dunia mulai meletus sejak 1939.13
“Dalam pasal 92 Piagam, status hukum ICJ secara tegas dinyatakan
sebagai badan peradilan utama PBB. Di samping ICJ, ada pula
badan-badan
peradilan lain dalam PBB, yaitu the UN Administrative Tribunal. Badan ini
berfungsi
sebagai
badan peradilan
yang
menangani
sengketa-sengketa
administratif atau ketata-usahaan antara pegawai PBB. Status badan ini disebut
sebagai ‘a subsidiary judicial organ’ atau badan pengadilan subsider (tambahan).
Statuta terbagi ke dalam 4 bab: Organization of the Court (Komposisi
Mahkamah, pasal 2 – 33), Competence of the Court (Jurisdiksi Mahkamah,
pasal 34 – 38), Procedure (Hukum Acara, pasal 39 – 64), Advisory opinion
(Pendapat Hukum Mahkaamh, pasal 65 – 68), dan Amendements (Pperubahan, pasal
69 – 70)”14
Mahkamah internasional terdiri dari 15 orang hakim dan tidak berlaku hak veto.
Statuta
Mahkamah
menyatakan
bahwa
hakim-hakim
dipilih
tanpa
memandang
13
Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional: Mahkamah Internasional. Versi ebook. hlm.
1-3
14
Ibid. .Statuta dan Aturan Mahkamah Internasional. Hlm. 7
9
kebangsaannya.
Pemilihan
mereka
mempertimbangkan
pula pembagian perwakilan
geografis dan sistem-sistem hukum di dunia dengan masa jabatan selama 9 tahun.
Cakupan dan Pelaksanaan Jurisdiksi Mahkamah Internasional15:
1 Jurisdiksi
atas
pokok
sengketa
yang
diserahkannya
(contentious
jurisdiction); yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang didasarkan pada persetujuan
para pihak yang bersengketa. Mahkamah Internasional dnegan tegas menyatakan
bahwa sengketa yang diserahkan kepadanya adalah sengketa hukum. Di samping
itu, Mahkamah Internasional sendiri harus meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki
jurisdiksi untuk memeriksa dan memutus sengketa tersebut
2 non-contentious jurisdiction atau jurisdiksi untuk memberikan nasihat
hukum
(advisory
jurisdiction).
yaitu
pendapat
mahkamah
yang
bersifat
nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta,
namun biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib
yang mempunyai kuasa persuasif kuat. Dasar hukum jurisdiksi Mahkamah untuk
memberikan nasihat atau pertimbangan (advisory) hukum kepada organ utama atau
organ PBB lainnya. Nasihat hukum yang diberikan terbatas sifatnya, yaitu hanya
yang terkait dengan ruang lingkup kegiatan atau aktivitas dari 5 badan atau organ
utama dan 16 badan khusus PBB. Di samping itu, nasihat atau pendapat tidak
diberikan kepada negara. Namun negara dapat ikut serta dalam keterlibatan
persidangan Mahkamah (dalam proses pemberian nasihat)
Yurisdiksi Mahkamah Internasional dapat dilaksanakan berdasarkan pasal 36 ayat
(1) Statuta, Jurisdiksi pengadilan mencakup semua sengketa yang diserahkan oleh para
pihak dan semua persoalan yang ditetapkan dalam Piagam PBB yang dituangkan dalam
perjanjian-perjanjian
perjanjian
atau
atau
konvensi
konvensi-konvensi internasional yang berlaku. Di
internasional,
para pihak
dapat
pula
sepakat
samping
untuk
menyerahkan sengketanya kepada Mahkamah, kesepakatan tersebut harus tertuang dalam
suatu akta atau perjanjian (acta compromis). Perjanjian tersebut harus menyatakan
dengan tegas kesepakatan keduabelah pihak dan harus menyatakan penyerahan sengketa
kepada Mahkamah Internasional.
15
Ibid. .Statuta dan Aturan Mahkamah Internasional. Hlm. 8-29
10
IV.
Kesimpulan
Dalam penyelesaian sengketa internasional, banyak jalan damai yang dapat ditempuh,
baik secara politik maupun secara hukum. Sengketa internasional bisa berlangsung lama
penyelesaiannya jika masing-masing pihak yang terlibat saling mempertahankan prinsip dan
kepentingannya masing-masing. Sehingga penyelesaian jalur non damai sering kali dipilih.
Tetapi justru pada akhirnya penyelesaian sengketa secara non damai tersebut seringkali
menimbulkan masalah baru dan pencitraan buruk bagi peihak yang bersengketa di mata dunia
internasional.
Salah satu dari badan peradilan internasional adalah Mahkamah International
(International Court of Justice) merupakan badan kehakiman yang penting dalam PBB yang
berlokasi di Den Haag, Belanda. Merupakan badan yang penting dalam menyelesaikan
sengketa yang dihadapi dunia internasional. Tetapi dalam hal ini Mahkamah Internasional itu
sendiri jarang digunakan, dikarenakan beberapa faktor, antara lain adalah biaya operasional
yang besar dan membutuhkan waktu yang relatif lama, jadi hanya kasus-kasus yang besar
diagendakan dalam mahkamah internasional. Selain itu banyak sengketa internasional yang
berhasil diselesaikan melalui jalur dama secara politik, hal ini disebabkan penyelesaian
sengketa internasional dengan Mahkamah Internasional merupakan langkah yang paling
akhir ditempuh.
Walaupun penyelesaian secara damai tersebut merupakan langkah yang sebaiknya
ditempuh pertama, beberapa sengketa internasional mengambil cara penyelesaian selain
secara damai tersebut, mulai dari embargo hingga mengerahkan kekuatan militer sehingga
menimbulkan berbagai permasalahan yang baru serta kerugian bagi pihak-pihak yang terlibat.
Serta dapat berimplikasi pada interaksi dunia internasional, terutama pemeliharaan
perdamaian dunia.
11
V.

Referensi
Huala Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional (ebook). Jakarta: Sinar
Grafika

Mochtar Kusumaatmadja. 2010. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni

http://www.icj-cij.org/homepage/index.php diakses 3 Juni 2012, 15:30

Boer Mauna. 2003. Pengertian, Peranan dan Fungsi Hukum Internasional dalam era
Dinamika Global. Bandung: PT. Alumni
12
Download