1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia membawa pengaruh pada
berbagai sektor ekonomi, baik sektor riil maupun sektor moneter. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut pemerintah berusaha mengeluarkan kebijakankebijakan di bidang moneter. Salah satu usaha pemerintah adalah berupa
kebijakan pemerintah yang berupaya untuk menarik dana masyarakat melalui
tabungan dan investasi di bank.
Sejalan dengan perkembangan sistem keuangan yang semakin pesat dan
sistem pembayaran yang semakin efesien, tingkat suku bunga di Indonesia
memegang peranan yang cukup penting di sektor moneter. Tingkat suku bunga
merupakan salah satu instrument moneter yang dapat memberikan sinyal positif
perekonomian secara keseluruhan.
Perkembangan positif di sektor moneter tersebut, belum sepenuhnya
terpresentasikan di sektor riil, masih relatif tingginya tingkat suku bunga,
dianggap yang menyebabkan lesunya perkembangan sektor riil di Indonesia
terutama untuk investasi.
Pada saat ini banyak tuntutan dari para pelaku bisnis (pengusaha) dan juga
pakar ekonomi yang menuntut agar Bank Indonesia (BI) selaku penguasa moneter
mempengaruhi suku bunga deposito dan juga suku bunga pinjaman yang
berkaitan dengan turunnya SBI agar dapat meningkatkan atau mengembangkan
2
kembali sektor rill melalui kegiatan investasinya. Tetapi tuntutan itu belum atau
baru sedikit dipenuhi oleh Bank Indonesia (BI), karena mungkin BI melihat
banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mempengaruhi tingkat suku
bunga dalam arti normal.
Tingkat suku bunga merupakan salah satu instrumen moneter yang dapat
memberikan sinyal positif perekonomian secara keseluruhan. Menurut pengamat
ekonomi Indonesia, fenomena terjadinya kondisi tingkat suku bunga yang
cenderung tinggi mulai tahun 1990-an kebanyakan diakibatkan adanya kebijakan
moneter yang ketat oleh otoritas moneter dalam rangka mengendalikan JUB.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan tingkat suku bunga akan
selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan oleh para ekonom, karena
tingkat suku bunga merupakan indikator yang sangat penting bagi perekonomian
suatu negara seperti Indonesia. Di Indonesia masalah tingkat suku bunga menjadi
masalah yang utama pada akhir-akhir ini. Dibandingkan dengan negara-negara
tetangga, tingkat suku bunga di Indonesia menunjukkan angka yang cukup tinggi
dan kondisi tersebut mempengaruhi iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Masih relatif tingginya tingkat suku bunga di Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara berkembang lainnya, hal ini disebabkan oleh adanya
kebijakan moneter yang ketat oleh otoritas moneter dalam rangka mengendalikan
JUB. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, tingkat suku bunga di
Indonesia cukup tinggi. Tingkat suku bunga mencapai 19-23% jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan Singapura yang hanya 6%, Filipina dan Thailand yang
3
berkisar 14%. Ditarik dari ukuran tingkat bunga rill pun Indonesia masih tetap
lebih tinggi. (Warta Ekonomi, 1996)
Kinerja suku bunga dalam negeri yang tinggi menyulitkan kegiatan
investasi karena cost of capital menjadi mahal. Dan dampak yang lebih lanjut
akan menurunkan daya saing pemasaran ekspor non migas Indonesia. Peranan
swasta yang diharapkan semakin besar daripada sektor pemerintah dalam
menopang
perekonomian
nasional
akan
mengalami
penurunan
dengan
terhambatnya aktivitas investasi karena tingginya tingkat suku bunga di Indonesia,
yang pada gilirannya akan menurunkan kemampuan berproduksi ekonomi di masa
yang akan datang. Upaya untuk mengendalikan fluktuasi tingkat bunga yang
selalu tinggi sangat tergantung pada keberhasilan mengendalikan gejolak di pasar
uang dengan mengidentifikasi faktor-faktor penentu tingginya tingkat suku bunga.
Adapun data tentang perkembangan tingkat suku pinjaman di Indonesia periode
1986 – 2006 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
4
Tabel 1
Perkembangan Tingkat suku bunga di Indonesia
Periode 1986 – 2006
Tahun
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Jumlah
Rata-rata
Tingkat Suku Bunga
16,34
18,90
19,35
19,15
20,65
19,28
18,56
15,84
14,75
17,15
17,03
23,92
49,23
12,95
13,24
17,24
13,63
7,14
6,71
11,75
12,10
364,91
17,376
Pertumbuhan
15,67
2,38
-1,03
7,83
-6,63
-3,73
-14,66
-6,88
16,27
-0,70
40,46
105,81
-73,69
2,24
30,21
-20,94
-47,62
-6,02
75,11
114,07
16,34
0,778
Sumber : Bank Indonesia, data diolah
Dari tabel diatas terlihat bagaimana pertumbuhan tingkat suku bunga
Indonesia berfluktuasi selama periode 1986-2006. dengan krisis ekonomi yang
melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 dan awal tahun 1998, membawa
pengaruh yang cukup nyata bagi tingkat suku bunga yang meningkat tajam
sebesar 105.81 % pada tahun 1998. Ini merupakan pertumbuhan tertinggi selama
periode penelitian. Pada tahun 1999, tingkat suku bunga kembali mengalami
penurunan sebesar -73.69 %, tetapi kemudian meningkat lagi sebesar 2.24 %.
5
Pada tahun 2003-2006 sejalan dengan pemulihan ekonomi, tingkat suku bunga
mulai mengalami penurunan, walaupun berjalan relatif cukup lambat.
Mengamati fenomena terjadinya kondisi tingkat suku bunga yang
cenderung tinggi mulai tahun 1990-an menurut pengamat ekonomi Indonesia
kebanyakan diakibatkan karena adanya kebijakan moneter yang dalam rangka
mengendalikan jumlah uang beredar (JUB) dengan tight money policy tingkat
suku bunga cenderung dipaksa untuk meningkat relatif tinggi, sehingga tidak
bebas berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar.
Berdasarkan Laporan Bank Indonesia (1997:59) diakibatkan oleh
adanya kondisi yang tidak stabil yang ditunjukkan oleh indikator-indikator makro
ekonomi seperti JUB tinggi, tingkat inflasi yang tinggi, neraca transaksi berjalan
yang selalu defisit, serta menurunnya cadangan devisa akibat sistem pengaturan
kurs yang cenderung menganut managed fluctuating exchange rate, semuanya itu
mrnyebabkan tingkat suku bunga tidak leluasa untuk dapat berfluktuasi sampai
pada titik yang wajar.
Dalam beberapa tahun terakhir tingkat suku bunga mengalami penurunan
namun ratenya masih relatif cukup tinggi. Hal ini diduga karena SIBOR
(Singapore Internasional Bank Offer Rate), Tingkat Infasi, JUB (Jumlah Uang
Beredar), Tingkat bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia), dan PDB (Produk
Domestik Bruto) menjadi faktor yang menentukan tingkat suku bunga pinjaman.
Berpijak pada latar belakang diatas tentunya masalah tingkat suku
bungaini sangat penting untuk penulis teliti, karena bagaimanapun tingkat suku
bunga merupakan salah satu besaran ekonomi yang sangat essensial dan penting
6
dalam memberikan sinyal positif tentang kondisi perekonomian Indonesia baik
secara mikro maupun makro, disamping itu tingkat suku bunga memiliki peranan
penting dalam ekonomi yakni sebagai penghubung antara sektor rill dan moneter
dalam menghilangkan adanya distorsi pasar antara kedua sektor tersebut.
Untuk itu dalam penelitian ini penulis tertarik untuk mengetahui faktorfaktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tingkat suku bungadi Indonesia.
Maka dari itu penulis mengambil judul dalam penelitian ini yaitu “ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT SUKU BUNGA
DI INDONESIA PERIODE 1986 – 2006”
I.2 Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
lingkup permasalahan pada penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaanpertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah SIBOR, tingkat inflasi, jumlah uang beredar (JUB), tingkat suku
bunga SBI dan PDB secara bersama-sama berpengaruh sigfnifikan terhadap
tingkat suku bunga di Indonesia?
2. Apakah SIBOR
berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di
Indonesia?
3. Apakah tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di
Indonesia?
4. Apakah jumlah uang beredar (JUB) berpengaruh signifikan terhadap tingkat
suku bunga di Indonesia?
7
5. Apakah tingkat suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku
bunga di Indonesia?
6. Apakah PDB berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di
Indonesia?
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Suku bunga SIBOR, tingkat inflasi,
jumlah uang beredar, tingkat suku bunga SBI, dan PDB terhadap tingkat suku
bunga di Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Suku bunga SIBOR terhadap tingkat
suku bunga di Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap tingkat suku
bunga di Indonesia.
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah uang beredar (JUB) terhadap
tingkat suku bunga di Indonesia.
5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap
tingkat suku bunga di Indonesia
6. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh PDB terhadap tingkat suku bunga di
Indonesia
8
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan
pengetahuan tntang masalah yang diteliti, sehingga akan memperoleh
gambaran yang lebih jelas mengenai ada tidaknya kesesuaian antara fakta
dengan dasar teori.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pengetahuan bagi pihak pengambil keputusan yang berhubungan dengan
masalah yang terdapat dalam penelitian ini.
I.4 Kerangka Pemikiran
Sesuai dengan perekonomian yang berorientasi pada mekanisme pasar,
maka keputusan ekonomi didasarkan atas pertimbangan pasar, artinya sistem
ekonomi diatur melalui bekerjanya mekanisme pasar. Mekanisme pasar berfungsi
melalui apa yang disebut dengan harga. Harga mempunyai alokasi faktor produksi
kearah barang-barang yang disukai oleh masyarakat, jadi tingkat bunga adalah
harga yang terjadi di pasar uang dan modal.
Tingkat suku bunga merupakan salah satu variabel sektor moneter yang
sangat penting dan essensial. Tingkat suku bunga mempunyai peran dalam
memberikan sinyal positif terhadap adanya perkembangan ekonomi serta
memberikan pengaruh langsung terhadap kesehatan perekonomian. Tingkat suku
9
bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang sebagai sewa
atas penggunaan uang dalam jangka waktu tertentu.
Untuk mendukung peranan tingkat suku bunga yang cukup besar dalam
perekonomian serta untuk mengoptimalkan peran strategisnya tentunya penetapan
tingkat suku bunga sebaiknya diserahkan pada mekanisme pasar yakni kekuatan
permintaan dan penawaran uang.
Dalam penetapan tingkat suku bunga di Indonesia tentunya bank Indonesia
sebagai otoritas moneter memegang kewenangan, tetapi sejak diberlakukannya
deregulasi 1 Juni 1983 Bank Indonesia tidak lagi dapat mempengaruhi tingkat
suku bunga ini secara langsung, tetapi secara tidak langsung melalui instrument
kebijakan moneter Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU dalam Operasi Pasar
Terbuka. dalam Operasi Pasar Terbuka tersebut Bank Indonesia menentukan
tingkat diskonto SBI dan SBPU sesuai dengan mekanisme pasar. Melalui
kemampuan tingkat suku bunga Bank Indonesia mampu mengendalikan reserves
(cadangan) bank-bank guna mempengaruhi perkembangan suku bunga dalam hal
ini tingkat suku bunga pinjaman.
Penerapan secara ketat yang dilakukan Bank Indonesia dalam penentuan
tingkat bunga kecenderungan akan mengakibatkan tingkat bunga terpicu untuk
ada pada posisi yang sangat tinggi, dengan demikian ada trade off yang akan
terjadi, yakni relatif tingginya tingkat bunga di satu sisi akan mendorong
masuknya dana jangka pendek dari luar negeri (cash inflow) untuk ditanamkan
dalam aktiva rupiah.
10
Pada uraian berikut ini dikemukakan teori mengenai tingkat suku bunga
menurut beberapa ahli ekonomi serta bagaimana tingkat suku bunga itu terbentuk
sesuai dengan mekanisme permintaan dan penawaran
Menurut Klasik tingkat bunga merupakan balas jasa yang diterima
seseorang karena menabunga atau hadiah yang diterima seseorang karena orang
tersebut tidak menimbun uang atau kekayaannya atau merupakan balas jasa yang
diterima seseorang karena orang tersebut mengorban liquidity preferencenya, dan
menurut Keynes tingkat suku bunga merupakan suatu fenomena moneter artinya
tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan
di pasar uang) kemudian Keynes mengatakan bahwa uang dapat produktif dengan
cara berspekulasi di pasar berharga.
Menurut Mulia Nasution (1998:88-89) berdasarkan teori Klasik
dinyatakan bagaimana tingkat suku bunga bisa terbentuk oleh kekuatan pasar.
Klasik menyatakan bahwa tabungan merupakan fungsi dari tingkat suku bunga
dimana S = f (i), ini berarti keinginan masyarakat untuk menabung sangat
tergantung pada tingkat suku bunga, artinya “ semakin tinggi tingkat suku bunga
maka semakin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung “ dengan kata
lain masyarakat akan terdorong untuk lebih mengorbankan pengeluarannya untuk
mengkonsumsi guna menambah besarnya tabungan, jadi menurut klasik tingkat
bunga merupakan balas jasa yang diterima seseorang karena menabung dan
menunda konsumsinya.
Tingkat suku bunga secara makro adalah harga dari penggunaan uang
untuk jangka waktu tertentu. Bunga merupakan imbalan atas ketidaknyamanan
11
karena melepas uang, dengan demikian bunga adalah harga kredit. Tingkat suku
bunga berkaitan dengan peranan waktu di dalam kegiatan-kegiatan ekonomi.
Tingkat suku bunga muncul dari kegemaran untuk mempunyai uang sekarang.
Teori klasik menyatakan bahwa bunga adalah harga dari Loanable Funds
(dana investasi) dengan demikian bunga adalah harga yang terjadi di pasar dan
investasi. Menurut teori Keynes tingkat bunga merupakan suatu fenomena
moneter. Artinya, tingkat suku bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan
akan uang (ditentukan di pasar uang).
Teori suku bunga pinjaman secara mikro, bahwa bunga pinjaman yaitu
bunga yang dibagikan kepada para peminjam atau harga yang harus oleh nasabah
peminjam bank dan sebagai contohnya adalah bunga kredit.
Dalam industri perbankan yang sangat kompetitif, penentuan tingkat
bunga kredit menjadi suatu alat persaingan yang sangat strategis. Bank-bank yang
mampu mengendalikan pokok dalam penentuan tingkat bunga kredit (lending
rate) akan mampu menentukan bunga kredit yang lebih rendah dibandingkan
dengan bank-bank lain.
Tingkat bunga yang mengalami penurunan dan kenaikan atau bergerak
naik turunnya tingkat bunga hanya bersifat sementara, bila terjadi permintaan dan
penawaran (mekanisme harga) maka tingkat bunga equilibrium akan tercipta
kembali.
Mulia Nasution (1998:90-91) mengemukakan juga bahwa selain klasik,
Keynes berpendapat bahwa tingkat bunga dapat terbentuk karena permintaan
uang. Hubungan negatif antara permintaan uang dengan tingkat bunga ini dapat
12
diterangkan Keynes melalui teori preferensi likuiditas, dia mengatakan bahwa
masyarakat mempunyai pendapat tentang adanya tingkat nominal (natural rate).
Bila tingkat bunga turun dari tingkat bunga normal, dalam masyarakat ada suatu
keyakinan akan naik suku bunga di masa yang akan datang, bila masyarakat
memegang obligasi (surat berharga) pada saat suku bunga naik (harga obligasi
mengalami penurunan) pemegang obligasi akan menderita kerugian (capitall loss).
Guna menghindari kerugian ini tindakan yang dilakukan adalah menjual obligasi
yang dengan sendirinya akan mendapatkan uang kas, dan uang kas ini dipegang
pada saat tingkat suku bunga naik. Hubungan ini merupakan motif spekulatif
permintaan uang kas, karena masyarakat akan melakukan spekulasi tentang
obligasi di masa yang akan datang.
Pendapat Keynes selanjutnya berhubungan dengan ongkos atau harga
memegang uang kas. Hal ini menyebabkan keinginan memegang uang kas
menjadi turun. Bila tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang kas
rendah sehingga permintaan uang kas naik.
Permintaan uang ini akan menentukan tingkat suku bunga. Secara grafik
pendapat Keynes tentang penentuan tingkat suku bunga dapat digambarkan
sebagai berikut :
13
Grafik 1.2 Tingkat Suku Bunga Menurut Keynes
(Mulia Nasution,1998:91)
Tingkat bunga keseimbangan pada i0 terjadi bila jumlah kas yang
ditawarkan (uang beredar) sama dengan yang diminta. Bila terjadi peningkatan
suku bunga (diatas i0) masyarakat akan menginginkan uang kas lebih sedikit
dengan membeli obligasi (tingkat bunga turun ) sampai kembali pada tingkat
keseimbangan. Bila yang terjadi sebaliknya yaitu tingkat suku bunga yang terjadi
berada di bawah keseimbangan (i0), masyarakat akan menginginkan uang kas
lebih besar, ini perlu menjual obligasi yang dipegang. Tindakan untuk menjual
obligasi inilah yang mendesak harganya turun dan tingkat bunga akan bergerak
naik.
Pergerakan naik turunnya bunga internal ditentukan oleh beberapa hal.
Dalam perekonomian tertutup, tingkat bunga sepenuhnya ditentukan oleh kondisi
pasar uang dalam negeri.
Menurut Mankiw (2000:158) tingkat inflasi yang berpengaruh terhadap
tingkat suku bunga berdasarkan pada teori kuantitas uang, ditentukan oleh tingkat
pertumbuhan uang, dengan demikian teori kuantitas uang dan persamaan Fisher
14
sama-sama menyatakan bagaimana pertumbuhan uang dapat mempengaruhi
infasi, dan bagaimana iriflasi dapat mempengaruhi tingkat suku bunga. Menurut
teon kuantitas. kenaikan dalam tingkat pertumbuhan uang sebesar 1 %
menyebabkan kenaikan 1% inflasi. Menurut persamaan fisher kenaikan 1% inflasi
menyebabkan kenaikan 1% tingkat suku bunga”. Hubungan satu untuk satu antara
tingkat inflasi dan tingkat suku bunga nominal disebut Efek Fisher (Fisher
Effect).
Berbeda dengan apa yang dikemukakan diatas, menurut Mulia Nasution
(i998:92) effek fisher yang menyatakan bahwa “inflasi dan tingkat pertumbuhan
uang berpengaruh positif terhadap tingkat suku bunga”, rupanya bertolak
belakang dengan pendapat Keynes, Ia menyatakan bahwa tingkat suku bunga
merupakan fenomena moneter yang ditentukan oleh jumlah uang beredar dan
permintaan akan uang, ‘penambahan JUB akan menurunkan tingkat suku bunga
artinya menurut Keynes ‘apabila ada peningkatan JUB maka tingkat suku bunga
bukannya akan meningkat justru akan menurun”.
Pendapat Keynes tersebut diperkuat oleh Knut Wicksell yang
menyatakan bahwa “peningkatan JUB akan mengakibatkan tingkat suku bunga
menjadi turun”. (Kusnendi, 2002:49)
Selain inflasi dan pertumbuhan jumlah uang beredar (JUB), secara internal
tingkat suku bunga dapat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah (BI) dalam
rangka pengendalian moneter secara tidak langsung yakni dengan menggunakan
beberapa piranti kebijakan moneter, Bank Indonesia mengeluarkan beberapa
kebijakan diantaranya LWM (Likuiditas Wajib Minimum/reserve requirement),
15
OPT (Operasi Pasar terbuka) dan fasilitas Diskonto (discount windows).
OPT sebagaai salah satu kebijakan moneter merupakan suatu proses
pembelian dan penjualan surat-surat berharga di pasar uang oleh BI. Tujuannya
adalah untuk mempengaruhi JUB dan mempengaruhi tingkat bunga pasar uang.
Melalui OPT ini dengan menggunakan Sertifikat Bank Indonesia sebagai
instrumen, BI secara tidak Iangsung dapat mempengaruhi tingkat suku bunga di
pasar uang dengan jalan mengumumkan stop out rate (tingkat suku bunga yang
diterima oleh BI) atas penawaran tingkat bunga dan peserta pada saat lelang OPT
dilakukan, baik itu harian atau mingguan. Selanjutnya stop out rate dijadikan
sebagai indikator bagi tingkat suku bunga transaksi di pasar uang pada umumnya,
sehingga kenaikan tingkat suku bunga SBI disimpulkan dapat mempengaruhi
tingkat suku bunga di Indonesia.
Perekonomian ada dalam keadaan terbuka terhadap dunia luar, sehingga
tidak ada hambatan terhadap aliran modal, dan tingkat bunga di dalam dan luar
negeri saling berhubungan, dalam keadaan ini berlaku teori paritas tingkat
bunga yaitu teori mengenai penentuan tingkat bunga dalam sistem devisa bebas
(penduduk masing-masing negara bebas memperjualbelikan devisa), teori ini
dinyatakan oleh Batiz. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Boediono
(1990;101) yang menyatakan bahwa “dalam sistem devisa bebas tingkat bunga di
negara satu akan cenderung sama dengan tingkat bunga di negara lain setelah
diperhitungkan perkiraan mengenai laju depresiasi mata uang yang satu dengan
mata uang yang lain” dan hal tersebut jelas terlihat bahwa tingkat suku bunga
internasional berpengaruh terhadap tingkat suku bunga di dalam negeri.
16
Menurut Taufik Kurniawan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
suku bungadapat dibagi menjadi dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal terdapat variabel SIBOR karena secara umum tingkat suku bunga
internasional terutama di Asia Tenggara yang sering dipakai adalah tingkat suku
bunga internasional SIBOR. Adapun faktor internal yang mempengaruhi tingkat
suku bungat erdapat empat variabel yaitu tingkat inflasi, jumlah uang beredar,
tingkat suku bunga SBI dan PDB.
Pengaruh SIBOR terhadap tingkat suku bunga terjadi hubungan positif
yaitu jika tingkat SIBOR naik maka tingkat suku bunganaik. Jika SIBOR
meningkat para investor akan lebih tertarik menyimpan uang di luar negeri. Untuk
mencegah pelarian modal ke luar negeri pemerintah mengambil kebijakan dengan
meningkatkan tingkat suku bunga tabungan yang pada akhirnya akan
meningkatkan tingkat suku bunga pinjaman. Pengaruh tingkat inflasi terhadap
tingkat suku bunga terjadi hubungan positif yaitu jika tingkat inflasi naik maka
tingkat suku bunga naik. Reaksi yang sangat cepat terhadap perubahan tingkat
suku bunga akan mengurangi pelarian modal dari dalam negeri dengan jumlah
yang sangat besar. Ketika tingkat suku bunga di luar negeri mengalami
peningkatan maka para investor akan cenderung memanfaatkan dana yang ada di
dalam negeri. (Taufik Kurniawan, 2004 453-456)
Pengaruh tingkat inflasi tethadap tingkat suku bunga terjadi hubungan
positif yaitu jika inflasi naik maka tingkat suku bunga naik. Menurut Irving Fisher
seorang ahli ekonomi dari Amerika berpendapat bahwa perubahan dalam uang
beredar akan menimbulkan perubahan yang sama cepatnya atas harga-harga. Jika
17
permintaan barang dan jasa meningkat akan terjadi kenaikan harga. Apabila
penawaran uang tetap dan permintaan uang bertambah maka tingkat suku bunga
naik dan pada akhirnya akan meningkatkan tingkat suku bunga. (Taufik
Kurniawan, 2004 453-456)
Tingkat bunga nominal yang rendah daripada laju inflasi membuat
masyarakat enggan menaruh dananya dalam sektor perbankan serta menyebabkan
terjadinya tingkat suku bunga rill yang negatif. Untuk merangsang mobilitas,
menurut McKinnon tingkat bunga rill harus positif sehingga tingkat bunga
nominal lebih tinggi dari laju inflasi. Laju inflasi termasuk ke dalam faktor
ekspektasi. Apabila ekspektasi terhadap inflasi dihitung sebagai faktor
pengurangan tingkat bunga rill yang lebih rendah dari tingkat bunga rill di luar
negeri, maka para deposan akan lebih tertarik untuk menempatkan dananya di luar
negeri.
Pengaruh jumlah uang beredar terhadap tingkat suku bunga terjadi
hubungan positif yaitu jika jumlah uang beredar naik maka tingkat suku
bungaakan naik. Di pasar uang ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda
Indonesia secara besar-besaran (bank rush), karena kepercayaan masyarakat yang
rendah terhadap perbankan. Masyarakat lebih tenang dan senang memegang uang
untuk keperluan konsumsi akibat kenaikan harga barang pokok atau menempatkan
dananya dalam bentuk investasi yang lain. Apabila penawaran uang tetap dan
permintaan uang bertambah maka tingkat suku bunga naik dan akhirnya akan
meningkatkan tingkat suku bunga pinjaman. (Taufik Kurniawan, 2004 453-456)
18
Pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap tingkat suku bunga terjadi
hubungan positif yaitu jika tingkat suku bunga SBI naik maka tingkat suku bunga
naik. Hal ini sesuai dengan kecenderungan naiknya tingkat suku bunga SBI akan
diikuti oleh tingkat suku bunga simpanan dan otomatis akan menaikkan tingkat
suku bunga pinjaman. Tingkat suku bunga SBI merupakan referensi dari deposito
bank-bank umum tingkat suku bunga pinjaman.
Dan selanjutnya pengaruh PDB terhadap tingkat suku bunga terjadi
hubungan positif yaitu jika PDB naik maka tingkat suku bunga juga akan naik.
Jika PDB meningkat pendapatan masyarakat menjadi naik. Di pasar barang
permintaan barang dan jasa menjadi naik. Dan di pasar uang tetap dan permintaan
uang meningkat maka tingkat suku bunga naik.
Peningkatan PDB karena lonjakan permintaan kredit pada perbankan maka
tingkat suku bunga meningkat. Dalam teori permintaan bahwa apabila jumlah
permintaan meningkat terhadap suatu barang maka harga perolehan barang
tersebut akan cenderung meningkat. Proses pertumbuhan ekonomi Indonesia akan
membutuhkan banyak dana untuk menggerakkan berbagai sektor dan perbankan
yang menjadi penyangga moneter. (Taufik Kurniawan, 2004 453-456)
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa pertumbuhan tingkat
suku bunga dapat diprediksi melalui tingkat suku bunga internasional SIBOR,
tingkat inflasi, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga SBI, dan PDB. Maka
diperoleh kerangka pemikiran seperti di bawah ini :
19
Suku Bunga SIBOR
(X1)
Tingkat Inflasi
(X2)
Jumlah uang beredar
(X3)
Tingkat suku bunga SBI
(X4)
KeteranganPDB
:
(X5)
Keterangan :
Variabel terikat (Dependent variabel)
Y = Tingkat suku bunga di Indonesia.
Variabel bebas (Independent variabel)
X1 = Suku Bunga SIBOR
X2 = Tingkat Inflasi
X3 = Jumlah uang beredar (JUB)
X4 = Suku Bunga SBI
X5 = PDB
Tingkat suku (Y)
20
1.5 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang
diturunkan dari kerangka pemikiran dan harus diuji secara empirik. Berdasarkan
uraian di atas, maka hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah :
1. Suku bunga SIBOR, tingkat inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI,
dan PDB secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku
bunga di Indonesia.
2. Suku bunga SIBOR berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di
Indonesia.
3. Tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di
Indonesia.
4. Jumlah uang beredar (JUB) berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku
bunga di Indonesia.
5. Suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di
Indonesia.
6. PDB berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga di Indonesia.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara
umum tentang uraian yang disajikan dalam penulisan sehingga memudahkan
pembaca dalam menanggapi keseluruhan penelitian yang telah dilaksanakan .
Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut :
21
BAB I
: Menguraikan Pendahuluan sebagai kerangka dasar yang meliputi
latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan
dan
manfaat
penelitian,
kerangka
penelitian,
hipotesis
dan
sistematika penulisan
BAB II
: Merupakan Tinjauan Pustaka, yang memaparkan sejumlah
landasan teori dan hasil penelitian yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti, yang meliputi : teori suku bunga dan
tingkat suku bunga, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku
bunga internasioanal (SIBOR), inflasi, jumlah uang beredar, tingkat
suku bunga SBI dan PDB) disertai dengan hasil-hasil penelitian
sebelumnya.
BAB III
: Merupakan Metode Penelitian yang meliputi metode penelitian
objek penelitian, operasionalisasi variabel, jenis dan sumber data,
teknik pengumpulan data serta rancangan analisis data dan rancangan
pengujian hipotesis.
BAB IV
: Merupakan Analisis dan Pembahasan penelitian yang meliputi
gambaran umum penelitian, pengolahan dan analisis data penelitian,
pengujian hipotesis serta pembahasan terhadap penelitian.
BAB V
: Merupakan Kesimpulan dan Saran yang meliputi penjelasan akhir
dari seluruh penelitian, membahas tentang kesimpulan dan saran
hasil penelitian yang dilakukan penulis.
Download