Teori Uang dan Permintaan Uang

advertisement
TEORI UANG dan PERMINTAAN UANG
Uang, Fungsi Uang dan Nilai Waktu dalam Islam
Pada awalnya manusia memenuhi kebutuhannya sendiri yang dikenal dengan periode
prabarter. Namun dengan semakin bertambahnya keutuhan dan jumlah manusia, maka
terjadi pertukaran banrang yang disebut dengan barter. Seiring dengan kemajuan zaman,
merupakan suatu hal yang tidak praktis jika seseorang harus menemukan orang yang barang
yang dibutuhkannya dan di waktu bersamaan membutuhkan barang dan jasa yang dimilikinya
(double coincidence of wants). Dan ini akan mempersulit muamalah antar manusia. Karenanya
diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian disebut
uang. Pertama kali, uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.
Dalam penggunaan uang, bangsa Arab telah mengenal solidus, mata uang emas yang
dipakai sejak zaman Romawi, dan dirham perak yang dipakai Bangsa Persia, sebelum Islam
datang. Setelah Islam datang, dan selama kehidupan Nabi Muhammad SAW, pemakaian solidus
dan dirham tetap diteruskan.
Dalam Al Qur’an secara eksplisit disebutkan emas (dinar) dan perak (dirham) sebagai
mata uang, sebagai harta atau sebagai lambang kekayaan yang dimiliki. Disamping disebutkan
dalam ayat-ayat Al Qur’an, Dinar dan Dirham disebutkan banyak sekali dalam Hadits Nabi
Muhammad SAW.
 Dinar dengan Dirham, tidak ada kelebihan di antara keduanya (jika dipertukarkan); dan
Dirham dengan Dinar dan tidak ada kelebihan di antara keduanya jika dipertukarkan.
 Dalam Hadits yang lain Nabi Muhammad menggunakan istilah wariq; “Uang logam
perak yang jumlahnya di bawah lima auqiyah tidak ada kewajiban zakat atas nya”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Awwaq adalah bentuk jamak dari dari kata auqiyah yang berarti empat puluh Dirham.
Dengan demikian tidak ada kewajiban zakat harta bagi orang yang memiliki harta kurang dari
dua ratus Dirham.
Dinar dan Dirham dibedakan menurut beratnya. Mata uang Dinar mengandung emas 22
karat dan terdiri dari pecahan setengah Dinar dan sepertiga Dinar.Dirham terdiri dari beberapa
pecahan nash (20 Dirham), nawat (5 Dirham), dan sha’ira (1/60 Dirham).
1 Dinar
= 1 Mitsqal
= 22 Qirath
10 Dirham
= 7 Mitsqal
1 Mitsqal
= 72 Butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya
1 Mitsqal
= 6000 Biji khardal barriy (sawi)
1 Mitsqal
= 4.25 gram
1 Dirham
=14/20 mitsqal = 7/10 mitsqal
=7/10 X 4.25 gram = 2.975 gram perak
Standar Timbangan Dinar
Dalam perkembangannya kemudian uang dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Uang Barang (Commodity Money)
2. Uang Tanda/Kertas (Token Money)
3. Uang Giral (Deposit Money)
Fungsi Uang dalam Sistem Ekonomi
Dalam Islam apapun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya hanyalah sebagai
media pertukaran. Salah satu karekteristik terpenting adalah uang tidak diperlukan untuk
dikonsumsi, melainkan diperlukan untuk membeli barang lain sehingga kebutuham manusia
dapat terpenuhi.
Menurut Imam Al Ghazali dalam Kitabnya Ihya Ulumaddin, uang berfungsi sebagai
media pertukaran namun uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri. Uang diciptakan untuk
memperlancar pertukaran dan mencipatakan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut, dan uang
bukan merupakan komoditi. Uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat
merefleksikan semua warna. Maknanya uang tidak mempunyai harga. Tetapi dapat
merefleksikan semua harga barang. Hal ini bertentangan dengan prinsip Ekonomi Klasik yang
dikenal sebagai direct utility function. Dalam ekonomi Islam,
membeli barang, maka barang itu yang memberikan kegunaan.
jika uang digunakan untuk
Dalam sistem perekonomian kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal
tender) melainkan juga sebagai komoditas. Uang juga dapat diperjualbelikan secara spot atau
ditangguhkan. Ketika uang diperlakukan sebagai komoditas berkembanglah apa yang disebut
dengan pasar uang. Pasar uang kemudian berkembang seiring dengan munculnya pasar derivatif
yang menggunakan bunga sebagai harga dari produk-produknya. Transaksi di pasar uang dengan
pasar derivatifnya sebagian besar mengandung motif spekulasi. Kondisi inilah yang menciptakan
gelembung perekonomian, dimana suatu kondisi melibatkan transaksi keuangan yang besar
sekali, namun sesungguhnya tidak ada isinya.
Peringatan Ibnu Tamiyah Akibat Menjadikan Uang Sebagai Komoditi
Dijadikannya uang sebagai komiditi telah menimbulkan dampak buruk dalam
perekonomian secara global, sebagiman yang dapat diraskan pada saat ini. Namun sebenarnya,
dampak tersebut sudah diingatkan oleh Ibnu Tamiyah yang lahir di zaman pemerintahan Bani
Mamluk tahun 1263. Ibnu Tamiyah dalam kitabnya “Majmu’ Fatwa Syaikhul Islam)
menyampaikan lima butir peringatan penting mengenai uang sebagai komoditi, yakni:
1. Perdagangan uang akan memicu inflasi;
2. Hilangnya kepercayaan orang terhadap stabilitas nilai mata uang akan mengurungkan niat
orang untuk melakukan kontrak jangka panjang, dan menzalimi golongan masyarakat
yang berpenghasilan tetap seperti pegawai/ karyawan;
3. Perdagangan dalam negeri akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang;
4. Perdagangan internasional akan menurun;
5. Logam berharga (emas & perak) yang sebelumnya menjadi nilai intrinstik mata uang
akan mengalir keluar negeri.
Bahan lain untuk membuat uang
 Menurut Umar bin Khatab, sesungguhnya uang sebagai alat tukar tidak harus terbatas
pada pada dual logam mulia saja (emas dan perak). Suatu barang yang telah berubah
fungsinya menjadi alat tukar (uang) maka fungsi moneternya akan meniadakan
fungsinya.
 Ibnu Taimiyah juga berpendapat bahwa uang sebagai alat tukar bahannya bias diambil
dari apa saja yang menjadi kesepakatan adat (‘urf). Fungsi uang sebagai media
pertukaran tidak berhubungan dengan tujuan apapun, tidak berhubungan dengan materi
yang menyusunnya .
Oleh karena itu, ketika uang kertas telah menjadi alat pembayaran yang sah, maka
kedudukannya dalam hukum sama dengan kedudukan emas dan perak. Uang kertas juga diakui
sebagai harta kekayaan yang harus dikeluarkan zakat dari padanya.
Uang Kertas sebagai riba
Penetapan nilai nominal oleh negara melalui ketetapan politik adalah menambahkan nilai
pada selembar kertas menjadi jauh di atas nilai intrisiknya adalah menambahkan sesuatu dari
ketiadaan. Misal nilai uang kertas Rp. 100.,- biaya untuk membuat hanya Rp. 10,-. Selisihnya
adalah Rp. 90,
Nilai Waktu Uang dalam Islam
Teori lain yang digunakan dalam konsep ekonomi konvensional adalah Time Value of
Money. Dua hal yang menjadi alasan munculnya konsep ini adalah: presence of inflation dan
preference present consumption to future consumption. Teori ini berangkat dari pemahaman
bahwa uang sesuatu yang sangat berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu.
Dengan memegang uang orang dihadapkan pada risiko berkurangnya nilai uang akibat inflasi.
Sedangkan jika menyimpan uang dalam bentuk surat berharga, pemilik uang akan mendapatkan
bunga yang diperkirakan diatas inflasi yang terjadi.
Teori time value of money tampak tidak akurat, karena setiap investasi selalu
mempunyai kemungkinan mendapat hasil positif, negatif bahkan tidak mendapat apa-apa. Dalam
teori keuangan hal ini dikenal dengan istilah risk-return relation. Disamping itu kondisi ekonomi
tidak selalu menghadapi masalah inflasi. Keberadaan deflasi yang seharusnya menjadi alasan
munculnya negative time value of money diabaikan oleh teori konvensional.
Islam tidak mengenal konsep Time Value of Money, namun Islam mengenal konsep
Economic Value of Time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Islam
memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi dari pada harga tunai. Zaid bin Ali
Zainal Abidin bin Husin bin Ali bin Abi Thalib, cicit Rasulullah saw, adalah orang yang pertama
kali menjelaskan diperbolehkannya penetapan harga tangguh bayar (Deferred Payment) lebih
tinggi daripada harga tunai (Cash).
Yang lebih menarik adalah bahwa dibolehkannya penetapan harga tangguh yang lebih
tinggi itu sama sekali bukan disebabkan Time Value of Money, namun karena semata-mata
ditahannya hak si penjual barang. Dapat dijelaskan di sini bahwa bila barang dijual tunai dengan
untung Rp 500,00, maka si penjual dapat membeli lagi dan menjual lagi sehingga dalam satu hari
itu keuntungannya adalah Rp 1000,00. Sedangkan bila dijual tangguh bayar maka hak si penjual
menjadi tertahan, sehingga dia tidak dapat membeli lagi dan menjual lagi. Akibat lebih jauh dari
itu, hak dari keluarga dan anak si penjual untuk makan malam pada hari itu tertahan oleh
pembeli. Untuk alasan inilah, yaitu tertahannya hak penjual yang telah memenuhi kewajibannya
(menyerahkan barang), maka Islam membolehkan penetapan harga tangguh lebih tinggi dari
harga tunai (Drs. Zainul Arifin, MBA) .
Ekonomi Islam memandang waktulah yang memiliki nilai ekonomis (penting).
Pentingnya waktu disebutkan Allah dalam QS.Al Ashr:1-3









  


  
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran
dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Namun nilai dari waktu itu akan berbeda dari satu orang keorang lainnya, tergantung
pada bagaimana seseorang memanfaatkan waktunya. Semakin efektif dan efisien, maka akan
semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan efisien akan mendatangkan keuntungan dunia dan
akhirat. Dengan demikian uang tidak memiliki nilai waktu, namun waktulah yang memiliki nilai
ekonomis (economic value of time), dengan catatan bila waktu tersebut dimanfaatkan secara
baik. Implikasinya, dalam bisnis akan selalu dihadapkan risiko untung dan rugi yang tidak dapat
dipastikan dimasa yang akan datang, usaha yang dilakukan oleh manusia dengan sungguhsungguh akan mendapatkan hasil yang terbaik.
Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Konvensional
Fungsi utama uang dalam teori ekonomi konvensional adalah:
1. Sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai alat untuk
mempermudah pertukaran.
2. Sebagai alat kesatuan hitung (unit of Account) untuk menentukan nilai/ harga sejenis
barang dan sebagai perbandingan harga satu barang dengan barang lain.
3. Sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (Store of Value) dapat dalam bentuk uang
atau barang.
Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan prilaku uang dalam ekonomi
konvensional, antara lain:
1. Teori Moneter Klasik. Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori kuantitas
uang (MV = PT). Keberadaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga, tetapi ditentukan
oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
2. Teori Keynes. Menurut Keynes, motif seseorang untuk memegang uang ada tiga tujuan
yaitu: Transaction motive, Precautionary motive (keperluan berjaga-jaga) dan
Speculative motive. Motif transaksi dan berjagajaga ditentukan oleh tingkat pendapatan,
sedangkan motif spekulasi ditentukan oleh tingkat suku bunga.
Keynes mengatakan untuk transaksi dan berjaga-jaga permintaan uang merupakan fungsi
dari pendapatan, tapi untuk tujuan spekulasi dipengaruhi oleh tingkat bunga. Sehingga fungsi
Liquidity Preference digambarkan sebagai berikut :
Md = Md(r, Y)
Di mana Md = total permintaan uang
r
= tingkat bunga
Y
= pendapatan
Pada ekonomi konvensional, alternative penggunaan uang lebih kepada fungsi lending
daripada investasi.
Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam
Ada dua alasan memegang uang dalam ekonomi Islam;
1. Motivasi Transaksi
2. Motivasi Berjaga-jaga.
Spekulasi dalam Pengertian Keynes tidak pernah ada dalam ekonomi Islam, sehingga
fungsi permintaan uang untuk tujuan spekulasi (sebagai fungsi tingkat bunga) menjadi nol.
Permintaan uang dalam ekonomi Islam berhubungan dengan dengan tingkat pendapatan.
Besarnya persediaan uang tunai yang dipegang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan
frekuensi pengeluaran. Analisis yang sama dapat digunakan untuk perusahaan yang memerlukan
uang tunai guna pembelian bahan baku dan penerimaan dari penjualan produk dalam bentuk
tunai. Kebutuhan uang tunai tersebut akan berubah dalam interval tingkat waktu dan tingkat
aktivitas usaha.
Motivasi berjaga-jaga muncul karena individu dan perusahaan menganggap perlu uang
tunai diluar apa yang digunakan untuk bertransaksi, guna memenuhi kewajiban dan berbagai
kesempatan yang tidak disangka untuk pembelian di muka, dengan jumlah yang sangat terbatas.
Jumlah uang yang diminta dalam ekonomi Islam hanya tediri dari dua motivasi yang
telah disebutkan di atas, yang merupakan fungsi dari tingkat pendapatan, pada tingkat tertentu
telah ditentukan zakat atas asset yang kurang produktif.
Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan permintaan atas uang oleh masyarakat,
untuk tingkat pendapatan tertentu yang terkena zakat dirumuskan sebagai berikut;
MD  fY/)
ΔMD/ΔY)d  0  
MD
= Permintaan Uang dalam masyarakat Islam
Y
= Pendapatan

= Tingkat biaya karena menyimpan uang dalam bentuk kas
Suatu kenaikan pada biaya uang yang menganggur, pada tingkat pendapatan tertentu akan
cenderung mengurangi jumlah uang permintaan uang.
Suatu kenaikan pada biaya uang yang menganggur, pada tingkat pendapatan tertentu akan
cendrung mengurangi jumlah permintaan uang.
Pada gambar berikut, bila pendapatan adalah Y1 dan tingkat biaya adalah 1 maka jumlah
permintaan uang adalah M1D . Kenaikan tingkat biaya ke 2 akan mengakibatkan penurunan
jumlah permintaan ke M2D, begitu seterusnya.
Y
3
2
1
Y1
M3D M2D
M1D
Permintaan Uang dalam Ekomoni Islam
Terkait
dengan fungsi Liquidity Preference yang digambarkan Keyness, dari hasil
analisa statistik, terhadap seluruh negara Islam (yang umat Islamnya lebih dari 50%), dapat
disimpulkan:
1.
Permintaan uang pada negara Islam ditentukan oleh pendapatan, dalam hal ini motif
transaksi dan berjaga-jaga mendominasi alasan penduduk muslim.
2.
Kekayaan merupakan determinan yang penting dalam permintaan uang pada beberapa
negara
3.
Perminataan uang dalam arti sempit maupun luas tidak dipengaruhi oleh tingkat bunga
sehingga implikasinya adalah :
a.
Preferensi umat islam berbeda dengan model Keyness, jadi motif spekulasi tidak
ditemukan di negara-negara Islam
b.
Penghapusan tingkat bunga secara menyeluruh di negara-negara Islam tidak akan
menimbulkan masalah yang serius dalam hubungannya dengan keefektifan kebijakan
moneter di negara-negara tersebut.
Bibliography
Metwally, M. (1995). Teori dan Model Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Bangkit Daya Insana.
Nasution, M. E. (2006). Pengenalan Eksekutif Ilmu Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada
Group.
Saim, Z. (2005). Kembali ke Dinar. Depok: Pustaka Adina.
Download