tingkah laku prososial - Universitas Mercu Buana

advertisement
Modul ke:
TINGKAH LAKU
PROSOSIAL
Dasar tingkah pro-sosial; Tahap-tahap perilaku menolong;
Respons terhadap keadaan darurat; Pengaruh internal
dan eksternal dalam menolong; Komitmen jangka
panjang terhadap tingkah laku pro-sosial.
Fakultas
Psikologi
Program Studi
Psikologi
www.mercubuana.ac.id
Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom
Dasar tingkah laku prososial
• Tingkah laku menolong atau dalam psikologi
sosial disebut sebagai pro sosial adalah
tindakan individu untuk menolong orang lain
tanpa adanya keuntungan langsung bagi si
penolong. Deaux, Dane dan Wrightsman
(dalam Sarlito 1993) mengatakan bahwa dalam
tingkah laku menolong yang lebih diutamakan
adalah kepentingan orang lain dibandingkan
kepentingan diri sendiri, terutama dalam
situasi darurat.
• Contoh dari tingkah laku menolong yang paling
jelas adalah altruisme, yaitu motivasi untuk
meningkatkan kesejahteraan orang lain. Pola
altruistik,
tindakan
seseorang
untuk
memberikan bantuan pada orang lain adalah
bersifat tidak mementingkan diri sendiri
(selfless) bukan untuk kepentingan diri sendiri
(selfish).
• Menurut Staub (Dayakisni & Hudaniah, 2006)
ada tiga indikator yang menjadi tindakan
prososial, yaitu:
Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak
menuntut keuntungan pada pihak pelaku.
Tindakan itu dilahirkan secara sukarela.
Tindakan itu menghasilkan kebaikan.
Tahap perilaku sosial
• Tahap-tahap yang telah teruji beberapa kali
dan sampai saat ini masih banyak digunakan
meliputi:
Menyadari adanya keadaan darurat, atau
tahap perhatian.
• Untuk sampai pada perhatian terkadang sering
terganggu oleh adanya hal-hal lain seperti
kesibukan, ketergesaan, mendesaknya
kepentingan lain dan sebagainya.
Menginterpretasikan keadaan sebagai keadaan
darurat.
• Bila pemerhati menginterpretasi suatu
kejadian sebagai sesuatu yang membuat orang
membutuhkan
pertolongan,
maka
kemungkinan besar akan diinterpretasikan
sebagai korban yang perlu pertolongan.
Mengasumsikan bahwa adalah tanggung
jawabnya untuk menolong.
• Ketika individu memberi perhatian kepada
beberapa
kejadian
eksternal
dan
menginterpretasikannya sebagai suatu situasi
darurat, perilaku prososial akan dilakukan
hanya jika orang tersebut mengambil tanggung
jawab untuk menolong. Apabila tidak muncul
asumsi ini, maka korban akan dibiarkan saja,
tanpa memberikan pertolongan.
Mengetahui apa yang harus dilakukan.
• Bahkan individu yang sudah mengasumsikan
adanya tanggung jawab, tidak ada hal berarti
yang dapat dilakukan kecuali orang tersebut
tahu bagaimana ia dapat menolong.
Mengambil keputusan untuk menolong.
• Meskipun sudah sampai ke tahap dimana
individu merasa bertanggung jawab memberi
pertolongan pada korban, masih ada
kemungkinan ia memutuskan tidak memberi
pertolongan. Berbagai kekhawatiran bisa
timbul yang menghambat terlaksananya
pemberian pertolongan. Pertolongan pada
tahap akhir ini dapat dihambat oleh rasa takut.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan
Perilaku Menolong dari luar
Bystender
• Bystender atau orang-orang yang berada di
sekitar tempat kejadian mempunyai peran
yang sangat besar dalam mempengaruhi
seseorang saat memutuskan antara menolong
atau tidak ketika dihadapkan pada keadaan
darurat.
Daya Tarik
• Sejauh mana seseorang mengevaluasi korban
secara positif (memiliki daya tarik) akan
mempengaruhi kesediaan orang untuk
memberikan bantuan. Atribusi Terhadap
Korban
Seseorang akan termotivasi untuk memberikan
bantuan pada orang lain bila ia
mengasumsikan bahwa ketidakberuntungan
korban adalah diluar kendali korban (Weiner,
1980 dalam Sarwono, 2009).
Ada Model
• Adanya model yang melakukan tingkah laku
menolong dapat mendorong seseorang untuk
memberikan pertolongan pada orang lain.
Desakan Waktu
• Orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung
tidak menolong, sedangkan orang yang punya
waktu luang lebih besar kemungkinannya
untuk memberikan pertolongan kepada yang
memerlukannya
Sifat Kebutuhan Korban
• Kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh
kejelasan bahwa korban benar benar
membutuhkan pertolongan (clarity of need),
korban memang layak mendapatkan bantuan
yang dibutuhkan (legitimate of need), dan
bukanlah tanggung jawab korban sehingga dia
membutuhkan bantuan dari orang lain
(atribusi eksternal).
Faktor dari dalam
• 1. Suasana hati (mood)
• Emosi
sesorang
dapat
mempengaruhi
kecenderungannya untuk menolong. Emosi
positif secara umum meningkatkan tingkah
laku menolong.
• 2. Sifat
• Orang mempunyai sifat pemaaf (forgiveness),
akan mempunyai kecendrungan mudah
menolong.
Orang
yang
mempunyai
pemantauaan diri (self monitoring) yang tinggi
juga cendrung lebih penolong.
• 3. Jenis kelamin
• Laki-laki cendrung lebih mau terlibat dalam
aktivitas menolong pada situasi darurat yang
membahayakan. Sementara perempuan, lebih
tampil menolong pada situasi yang bersifat
memberi dukungan emosi, merawat, dan
mengasuh.
4. Tempat tinggal
• Orang yang tinggal dipedesaan cendrung lebih
penolong daripada orang yang tinggal
didaerah perkotaan. Hal ini dapat dijelaskan
melalui urban-overload hypothesis, yaitu
orang-orang yang tinggal diperkotaan terlalu
banyak mendapat stimulasi dari lingkungan.
Orang-orang yang sibuk sering tidak peduli
dengan kesulitan orang lain karena dia sudah
overload dengan tugasnya sehari-hari.
5. Pola asuh
• Tingkah laku sosial sebagai bentuk tingkah laku
yang menguntungkan orang lain tidak terlepas
dari pola asuh didalam keluarga. Pola asuh
yang bersifat demokratis secara signifikan
memfasilitasi adanya kecendrungan anak
untuk tumbuh menjadi seorang yang mau
menolong, yaitu melalui peran orangtua dalam
menetapkan standra-standar ataupun contohcontoh tingkah laku menolong
Komitmen Jangka Panjang
• enam fungsi dasar yang berbeda dapat
menjadi alasan untuk terlibat dalam aktivitas
sukarela. Enam fungsi tersebut adalah:
• 1. Nilai
• Untuk berekspresi atau bertindak pada nilai
yang penting seperti kemanusiaan. Contoh:
"Saya merasa penting untuk menolong orang
lain".
• 2. Pemahaman
• Untuk belajar lebih mengenai dunia atau
melatih keterampilan yang sering tidak
digunakan. Contoh: "Melakukan kerja sukarela
membuat saya dapat belajar melalui
pengalaman yang langsung".
• 3. Pengembangan
• Untuk tumbuh dan berkembang secara
psikologis melalui aktivitas sukarela. Contoh:
"Melakukan kerja sukarela membuat saya
merasa lebih baik mengenai diri saya sendiri".
• 4. Karier
• Untuk memperoleh pengalaman yang
berhubungan dengan karier. Contoh:
"Melakukan kerja sukarela dapat menolong
saya untuk sampai pada tempat di mana saya
ingin bekerja".
• 5. Sosial
• Untuk memperkuat hubungan sosial. Contoh:
"Orang-orang yang saya kenal berbagi
ketertarikan pada pelayanan masyarakat".
• 6. Perlindungan
• Untuk mengurangi perasaan negatif, seperti
rasa bersalah, atau untuk menyelesaikan
masalah pribadi. Contoh: "Melakukan kerja
sukarela adalah pelarian yang baik dari
masalah saya sendiri".
Siapa yang akan ditolong?
• Biasanya untuk menolong seseorang ada
beberapa pertimbangan yang diambil oleh
orang. Pertimbangan itu antara lain:
• a. Gender
• b. Kesamaan
• c. Orang yang meminta pertolongan
Meningkatkan perilaku menolong
• Untuk meningkatkan tingkah laku menolong,
hambatan-hambatan yang dapat mengurangi
munculnya tingkah laku menolong perlu
dihilangkan diantaranya:
• 1. ketidakjelasan situasi darurat. Situasi
darurat yang jelas akan mendorong keberanian
seseorang untuk memberikan bantuan. Oleh
karena itu, selain adanya kejelasan situasi
darurat, meningkatkan rasa tanggung jawab
setiap orang juga penting.
2. Memberikan bantuan adalah tanggung jawab
setiap orang, bukan tanggung jawab orang
lain.
3. Meningkatkan rasa bersalah dan menciptakan
self-images (gambaran diri) yang positif pada
penolong potensial juga dapat meningkatkan
kemungkinan munculnya pertolongan.
4. Sosialisasi tingkah laku menolong dalam
masyarakat dapat diciptakan melalui kegiatan
amal dan memberikan dukungan pada orangorang yang melakukan tingkah laku menolong.
5. Sifat altruis juga dapat ditumbuhkan melalui
pola asuh dirumah ataupun pendidikan
disekolah. Anak-anak yang sejak kecil
ditanamkan untuk memiliki rasa tanggung
jawab pribadi cendrung lebih bersifat altruis.
Download