estetika perempuan dalam iklan bank pundi sebagai industri budaya

advertisement
ESTETIKA PEREMPUAN DALAM IKLAN BANK
PUNDI SEBAGAI INDUSTRI BUDAYA
A.A Gde Bagus Udayana
197310041999031002
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
2013
PRAKATA
Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas
karunia dan rahmat-Nya sehingga penelitian “Estetika Perempuan Dalam Iklan Bank
Pundi Sebagai Industri Budaya” dapat kami selesaikan pada waktunya. Penelitian ini
dikemukakan materi estetika dan makna perempuan dalam iklan Bank Pundi di kota
Denpasar-Bali.
Melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat, Rektor ISI Denpasar, Dekan FSRD ISI Denpasar dan Ketua
LP2M ISI Denpasar karena dorongan dan kesempatan yang diberikan untuk melakukan
Penelitian mandiri. Kepada para responden dan para nara sumber penelitian iklan di Bali
secara tulus dan terbuka memberikan informasi-informasi yang terkait dengan data-data
karya tulis yang dibutuhkan dalam penyelesaian laporan ini. Melalui kesempatan ini kami
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, sehingga kebutuhan penelitian terpenuhi.
Semoga apa yang telah kita usahakan melalui kesempatan ini, tetap akan memberi
manfaat.
Denpasar, November 2013
Peneliti
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................
i
PRAKATA ......................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA .....................................................................................
6
BAB V
PEMBAHASAN ...........................................................................................
10
BAB VI
KESIMPULAN .............................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................
14
iii
1.1 Latar Belakang
Iklan dalam pemasaran sebuah perusahan sangatlah penting. Iklan merupakan
media komunikasi visual paling populer saat ini dan menjadi media pemasaran paling
potensial bagi siapapun, baik individu, perusahaan swasta maupun pemerintah. Dengan
iklan diharapkan produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut dapat
membangkitkan minat masyarakat untuk memiliki atau melakukan tindakan terhadap
barang atau jasa yang ditawarkan.
Kegiatan periklanan yang efektif dipandang mampu mempengaruhi kecendrungan
mengkonsumsi dalam masyarakat. Periklanan yang efektif akan mengubah pengetahuan
publik mengenai karakteristik beberapa produk dan sangat dipengaruhi aktivitas
periklanan. Untuk dapat menarik perhatian masyarakat, iklan dalam penampilannya
seringkali menggunakan perempuan dalam tampilan visualnnya. Perempuan memiliki
daya tarik visual yang dapat mempengaruhi masyarakat, terutamanya laki-laki untuk
melakukan tindakan seperti apa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut. Sehingga
penggunaan perempuan dalam iklan tampaknya sesuatu yang sejalan dengan ideologi
kapitalisme. Karena mampu sebagai unsur menjual sehingga menghasilkan keuntungan,
maka Perempuan merupakan elemen visual iklan yang mempunyai unsur menjual.
Seperti yang apa yang diungkapkan oleh Piliang (2010:220). Kapitalisme adalah sebuah
ruang, yang di dalamnya terjadi perputaran hasrat. Lewat mesin hasratnya yang berputar,
kapitalisme menciptakan jaringan semiotika, dan mencetak karakter manusia konsumen.
Adanya perempuan dalam tampilan iklan akan membuat iklan tersebut semakin menarik
untuk dinikmati. Disamping mampu menarik perhatian, perempuan dalam iklan juga
dapat mangubah atau mengarahkan pikiran hasrat calon konsumen atau menyakinkan
calon pembeli tentang kebutuhan akan katagori tersebut, dengan menawarkan manfaat
yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kehadiran perempuan dalam menarik perhatian
konsumen dapat diartikan sebagai hegemoni kapitalisme yang terselubung. Menurut
Piliang, (2010: 220) teror terselubung yang dilakukan kapitalisme diri lewat jaringan
semiotisasi kehidupan (gaya hidup, penampilan) tidak tertanggungkan oleh masyarakat
sebagai konsumen. Eksploitasi perempuan dalam iklan berkaitan erat dengan ideologi
kapitalisme yang menempatkan perempuan sebagai salah satu alat produksi. Sehingga
penonjolan aspek kecantikan, kemolekan dan keindahan tubuh tersebut berpengaruh pada
keyakinan bahwa keunggulan perempuan tergantung pada aspek fisik (biologis dan
kodrat)
Gaya hidup perempuan dalam masa kontemporer sekarang ini, merupakan hal
yang menjual untuk digunakan dalam tampilan visual iklan. Perempuan menyajikan
realita kehidupannya yang berkembang pada masyarakat kontemporer dalam tampilan
visual, padahal belum tentu demikian kebenarannya. Citra perempuan sebagai gaya hidup
dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-beda, karena berbaurnya gaya hidup (life
style) di dalam kehidupan masyarakat kontemporer. Di dalam masyarakat kontemporer
gaya hidup menjadi segala-galanya, maka penampilan dan citra diri akan masuk dalam
daftar konsumer dan komoditi. Oleh karena itu sesuatu yang membentuk gaya hidup akan
menjadi komoditi dan ajang komsumsi. Apalagi produk memanfaatkan kekuatan citra
sebagai perlambang bagi masyarakat kontemporer.
Fenomena sosial tentang citra perempuan dalam perspektif gender dalam iklan
dapat memicu pro dan kontra dari berbagai kalangan. Hal tersebut merupakan hal yang
menarik untuk dicermati karena setiap masyarakat akan mempunyai pandangan yang
berbeda terhadap iklan yang ada dalam masyarakat kontemporer. Dalam penelitian ini
masyarakat diharapkan mempunyai sensitivitas dan kesadaran gender dan mampu
berpikir kritis dan responsif terhadap fenomena disekitarnya. Akhirnya, dalam segala
wujud manifestasi kapitalisme, sebuah realitas selalu bisa ditunjuk: di sana ada segelintir
elit yang akan mengeruk keuntungan dari suatu lembaga yang dinamakan pasar!
Bagaimana ini bisa terjadi? Karena dalam industri budaya, elitlah pihak yang
sesungguhnya menjadi penentu standarisasi, dan massifikasi. Dalam konteks industri
budaya sebagaimana yang tercermin dalam “pasar”, di sana mereka juga sekaligus
menjadi pemegang hegemoni atas selera, preferensi, dan gaya hidup!
Dari beberapa iklan bank yang ada di seputaran kota denpasar, hanya Bank Pundi
menyampaikan pensanya melalui iklan outdoornya menggunakan visualisasi perempuan
melalui iklan. Iklan outdoor ini diduga banyak mengandung muatan estetika, makna dan,
terdapat seperangkat aspek visual yang dapat dijadikan alat utuk menyampaikan pesan
yaitu meliputi, bentuk ilustrasi, warna, typografi, serta teks. Seluruh aspek visual ini
merupakan tanda yang dapat menjadi representasi dari makna pesan yang ingin di
sampaikan.
Berdasarkan permasalahan tersebutlah penulis tertarik meneliti iklan bank Pundi
ini. Supaya dapat mendalami pengetahuan tentang pesan, tanda, ikon dan simbol yang
muncul dalam iklan bank Pundi, mewakili realitas sosial masyarakat kontemporer.
Sehingga iklan sangat berkaitan dengan pemaknaan konsumen. Konsumen bisa
menghasilkan makna yang berbeda dengan apa yang ditawarkan teks media. Konsumen
dipandang sebagai produsen makna bukan hanya sebagai penikmat isi media iklan. Makna
suatu teks iklan atau pesan iklan berasal dari konsumen, sehingga apapun yang ditawarkan
dari sebuah pesan teks iklan kepada konsumen tidak selamanya makna yang dihasilkan
sama. Makna justru terbentuk saat penerimaan pesan terjadi dan bergantung pada
beragamnya sosial maryarakat kontemporer.
1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah Estetika Perempuan dalam Iklan Bank Pundi?
2. Bagaimanakah fungsi perempuan pada iklan bank Pundi?
3. Makna apakah yang terdapat pada visulisasi perempuan dalam iklan bank Pundi?
1.3 Tujuan
Tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui gambaran tentang estetika perempuan dalam iklan bank Pundi.
2. Mengetahui fungsi perempuan dalam iklan bank Pundi yang menggambarkan
gaya hidup perempuan dalam budaya kontemporer.
3. Menggambarkan secara keseluruhan tentang makna gaya hidup perempuan dalam
masyarakat kontemporer yang ditampilkan oleh bank Pundi melalui iklan
outdoornya, dengan mengidenfikasi tanda-tanda yang terdapat dalam iklan
tersebut.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari tulisan ini adalah.
1. Bagi Akademis, penelitian ini bermanfaat sebagai acuan untuk menambah jumlah
referensi, pengembangan ilmu kajian budaya dan Desain Komunikasi Visual.
Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi kalangan akademisi
bahwa gaya hidup perempuan dalam masyaraat kontemporer dapat disampaikan
melalui visualisasi media periklanan dan dimaknai mengenai wacana perempuan
dalam produk iklan.
2. Sebagai sumbangan pemikiran untuk pengembangan penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan masalah perempuan dalam iklan merupakan kajian dan gaya
hidup.
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode semiotika. Metode semiotika pada dasarnya
bersifat kualitatif interpretatif (interpretation), yaitu sebuah metode yang memfokuskan pada
tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami
kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut. (Arsana, 2012: 8)
Menurut Piliang dan Barker, Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tentang tanda
sebagai bagian kehidupan sosial. (Arsana, 2012:9). Definisi tersebut dapat diartikan sebagai
“sistem tanda” yang dapat diinterpretasikan dalam kehidupan masyarakat kontemporer. Oleh
karena itu maka keberadaan semiotika sangat sentral di dalam cultural studies. (Arsana,
2012:9). Teks dalam pengertiannya yang paling sederhana adalah kombinasi tanda-tanda.
(Piliang, 2003:270). Teks tidak hanya berupa tulisan tapi temasuk di dalamnya berupa bendabenda desain (iklan, fashion dll) seperti apa yang disebutkan Piliang (2003:270) teks dalam
pengertian dapat dianggap sebagai kumpulan tanda-tanda, dan benda-benda desain apapun
(iklan, artsitektur, interior, produk, fashion) dapat dianggap sebagai sebuah teks, oleh karena
ia merupakan kombinasi elemen tanda-tanda, dengan kode dan aturan tertentu, sehingga
menghasilkan sebuah ekspresi bermakna.
Semiotik merupakan analisis terstruktur dimana setiap tanda atau simbol selalu
mempunyai struktur yang melandasi, sehingga dalam mengungkapkan makna dipengaruhi
oleh mitos, ideologi dan hegemoni yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Piliang
(2003:271) yang dimaksud bahwa tanda bekerja melalui mitos, adalah bagaimana
kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas dan gejala alam.
Ideologi adalah sesuatu yang abstrak dan bisa ditemukan dalam teks dengan cara meneliti
konotasi yang ada didalamnya. Mitologi (kesatuan mitos-mitos) menyajikan makna-makna
yang mempunyai wadah dalam ideologi. Ideologi harus dapat diceritakan, dan cerita itu
adalah mitos. Hegemoni adalah kekuasaan struktur yang berhubungan dengan sistem bahasa
(language), yang merupakan prakondisi dari parole (pengguna bahasa).
Salah satu bidang terapan semiotika dalam cultural studies adalah iklan. Iklan
merupakan bidang kajian yang relevan menggunakan metode semiotika. Iklan di
visualisasikan dengan tanda. Tanda itu termasuk sebagai sistem tanda yang bekerja sama
dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Unsur terpenting dalam sebuah iklan
adalah gambar dan teks: kata yang ditulis dan menjelaskan gambar-gambar. Sistem semiotika
yang lebih penting lagi dalam iklan adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, tanda-tanda
yang menggambarkan sesuatu, yang pada akhirnya menampilkan realitas yang mirip dengan
realitas kita. Penampilan iklan adalah representasi dari masyarakat kontemporer dimana
refleksi disini dimaknai sebagai bentuk penghadiran kembali realitas dari masyarakat
kontemporer berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaannya.
1.6 Sumber Data
Adapun data-data yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.6.1. Data Primer
Adalah data yang diperoleh langsung dari observasi ojek tulisan dengan cara
mengamati dan menganalisa data yang ada foto iklan outdoor bank Pundi . Selanjutnya
peneliti melakukan pengamatan dan analisa tanda-tanda yang divisualisasikan dalam Iklan
outdooor bank Pundi.
1.6.2. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh melalui kepustakaan, baik dari buku, majalah, jurnal,
internet, maupun literatur lainnya yang berkaitan dengan obyek tulisan serta dapat
mendukung data primer.
1.7 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1.7.1. Studi literatur, dengan meneliti sejumlah literatur yang relevan berkaitan
perempuan pada iklan bank Pundi terkait pada kajian gaya hidup.
1.7.2. Observasi lapangan, melakukan pengamatan, dokumentasi dan pencatatan secara
langsung untuk mencari gejala atau fenomena yang diselidiki dan untuk memperoleh data
yang valid.
1.7.3. Wawancara, melakukan tanya jawab tentang obyek yang diteliti kepada orangorang yang mempunyai pengetahuan sehubungan dengan obyek yang diteliti.
2.1. Kajian Pustaka
Topik Penelitian ini masih tergolong orisinil dan langka berdasarkan tinjauan
(pengamatan) sejumlah buku, atau hasil penelitian yang ada. Namun demikian, banyak
referensi lain yang mempunyai hubungan dengan judul peelitian ini. semua hal itu diharapkan
dapat menunjang telaah kepustakaan.
Referensi yang berhubungan dengan kajian ini merujuk pada penelitian Ratna Noviana
yang diterbitkan dalam bentuk buku yang berjudul “Jalan Tengah Memahami Iklan: antara
realitas, representasi dan simulasi”. Buku ini menulis tentang fenomena iklan yang dipahami
sebagai teks dan teks adalah tanda. Maka teks-teks iklan tersebut dapat diinterpretasikan
dengan tafsir dekonstruksi post-strukturalis. Teks-teks iklan yang menjadi sampel dalam kajian
in ada lima yang meliputu: “Waktu Unjuk Gigi”, dari Sampoerna A Mild, “Siapa Takut”, dari
Shampo Clear Menthol, “Wanita-wanita lux”, dari sabun Lux, “Mentari Pagi Bromo”, dari
kosmetik Sari Ayu dan “Bangunlah” dari majalah mingguan Tempo.
Perempuan pada iklan bank Pundi menampilkan kediriannya untuk terus berusaha
memanipulasi penampakan luar citra mereka untuk memperoleh daya tarik konsumen.
Kehadiran perempuan dalam sebuah iklan dianggap sebagai sarana pembentukan selera
konsumen, pembentukan hasrat dan simbol sosial. Dilain pihak iklan mempengaruhi
masyarakat kontemporer untuk semakin tertarik dan memiliki keinginan kuat akan
kebutuhan berupa hasrat yang berlebihan untuk memiliki barang yang sebenarnya tidak
esensial. Seperti yang dikatakan oleh Ibrahim (1997:162) bahwa desain sebagai disiplin
ilmu memiliki dua peran, yaitu sebagai sarana pengikut selera konsumen dan sarana
pembentuk selera konsumen.
Industri Budaya
Pendekatan budaya masa (mass culture) atau budaya populer (budaya pop) yang
dipertentangkan dengan pendekatan moralis yang secara spesifik merujuk pada budaya
tinggi (high culture). Ardono mengembangkan konsep industri budaya, yang mengacu
pada cara di mana hiburan dan media massa menjadi industri pada kapitalisme dalam
mensirkulasikan komoditas budaya maupun dalam memanipulasi kesadaran manusia
(Agger, 2008:180). Dalam postmodern atau yang lebih akrab, kapitalisme, budaya pop
membanjiri hidup kita, mengepung kita dengan simulasi Baudrillardian yang menyatu ke
dalam isu tebal representasi dan citra (Agger, 2008:181). Dalam kapitalisme yang cepat
secara visual menjadikan iklan, yang sulit dilihat secara kritis karena ini tertutup dalam
ilusi bahwa industri budaya mempertemukan kita dengan realitas.
Dalam pendekatan moralis, budaya massa adalah sebuah fenonema sosio-kultural
yang senantiasa dicirikan dengan seksualitas, erotisme, dan pornografi. Karena itu, di
antara budaya massa dan budaya tinggi terbentang sebuah tembok tebal tak tertembus di
mana budaya massa dianggap sebagai budaya perusak moralitas, bernilai rendah
sementara budaya tinggi dianggap sebagai penjaga moral dan nilai-nilai luhur. Seperti
apa yang diungkap Ardono (Agger, 2008:180) bahwa budaya pop dalam hal ini menjadi
model ideologi kapitalis akhir yang tidak menawarkan doktrin yang terbantahkan atau
tesis tentang keniscayaan dan rasionalitas masyarakat kini, namun hanya menyediakan
narkotika jangka pendek yang mengalihkan perhatian orang dari masalah riil mereka dan
mengidealisasikan
masa
kini
dengan
menjadikan
pengalaman
representasinya
menyenangkan.
Kajian mengenai budaya massa sebagai industri budaya memang tak mungkin
dipisahkan dengan dorongnya, yakni media, terutama media cetak dan lebih khusus lagi
billboard. Di situlah industri budaya mendapatkan konteksnya. Kebudayaan diproduksi
secara standar, dan tentu saja melalui proses desain komunikasi visual. High culture
kerap kali menyerang budaya massa sebagai budaya murahan yang tanpa selera dan
hanya bisa merusak moral, kita bisa mencermati sebuah contoh iklan TKI Indonesia di
Malaysia yang dijual dengan harga discount 40 %.
Yang menjadi pertanyaan, dalam konteks ini, mengapa tubuh perempuanlah yang
jauh lebih sering dijadikan objek visual dalam industri budaya tersebut? Lebih khusus
lagi, bagaimana bisa asosiasi seks semata-mata dilekatkan pada kemolekan tubuh
perempuan?
Perhatikanlah iklan-iklan yang mempromosikan berbagai produk di televisi.
Produk-produk yang sama sekali tak ada hubungan langsung dengan seksualitas pun
direkayasa sedemikian rupa oleh si perancang iklan untuk diserempet-serempetkan pada
seks, hampir selalu melibatkan bintang iklan perempuan. Iklan sebuah merek cat,
misalnya. Si bintang iklan yang berada di tempat tidur bersama suaminya menyampaikan
dengan kalimat, “no dropp anti bocor”, bocor….bocor atau dalam versi yang lain,
“nakal”.
Siapa pun tahu bahwa produk cat atau pelapis tembok sama sekali tak punya
kaitan langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas seksual. Tetapi, mengapa harus
muncul adegan di ranjang”? Apa kaitannya dengan produk yang sedang diiklankan?
Sama sekali tidak ada kaitan. Tampilan visual itu muncul semata-mata sebagai tag line
agar konsumen terpatri dengan produk yang sedang diiklankan. Bila produk-produk yang
sama sekali tidak ada kaitannya dengan seks pun oleh perancang iklannya harus
diserempet-serempetkan dengan seks, bisa ditebak seperti apa tampilan iklan untuk
produk yang memang secara langsung terkait dengan hubungan seks.
Pada celah itulah kapitalisme seolah memperoleh akses lebar untuk mendiktekan
dirinya. Sebagaimana insting dasar lain yang ada dalam diri manusia selalu merupakan
celah ampuh untuk masuk menawarkan suatu produk, insting seks pun tak luput dari
bidikan para pengiklan. Di sisi lain, adalah sebuah realitas bahwa tubuh perempuan
dalam dirinya sendiri merupakan simbol yang “enak dicerna” dan mudah menarik
perhatian. Karenanya, dari sudut pandang industri kapitalis, tubuh perempuan memang
merupakan pilihan yang secara ekonomis amat rasional.
Dengan mudah pula bisa ditelusuri bahwa dalam industri budaya semacam itu,
selera, aspirasi, dan gaya hidup khalayak senyatanya melulu dikendalikan oleh segelintir
elit melalui modal yang dimilikinya. Tubuh yang ujung-ujungnya adalah semata-mata
eksploitasi (tubuh) perempuan yang digunakan untuk daya tarik visualnya.
Semiotika
Teori merupakan kumpulan konsep, yang mengemukakan pandangan sistematis
tentang gejala-gejala, fenomena-fenomena yang berkembang di masyarakat, sehingga
berfungsi untuk menjelaskan dan memberikan pandangan terhadap sebuah permasalahan.
Dalam tulisan ini untuk melihat gaya hidup perempuan pada iklan bank pundi dalam
masyarakat kontemporer menggunakan teori yang relevan diantaranya:
Dalam semiotika kita akan melihat teks media adalah bagian dari tanda-tanda.
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Seperti apa yang diungkap oleh
Kusrianto (2007:58) bahwa semiotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “sema” yang
berarti tanda. Istilah semeiotikos berarti penafsiran tanda-tanda. ilmu semiotika ini
awalnya berkembang dalam bidang bahasa, kemudian berkembang pula dalam bidang
seni rupa desain.
Semiotika digunakan untuk menganalisis gaya hidup peremuan pada iklan bank
Pundi
dalam
masyarakat
kontemporer
dengan
asumsi
bahwa
iklan
tersebut
dikomunikasikan melalui seperangkat tanda. Dengan demikian untuk menganalisisnya
menggunakan pendekatan semiotika, seperti yang dirumuskan oleh Saussure bahwa tanda
sebagai kesatuan dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, yaitu disebut dengan penanda
(signifier), penanda adalah aspek material dari sebuah tanda. selanjutnya, bidang yang
kedua dari tanda adalah apa yang disebut Saussure sebagai petanda (signified) adalah
yang diwakili secara material oleh penanda (Cobley dan Jansz, 2002:11). Seperti yang
diungkap oleh Piliang (2012:322) bahwa secara struktural iklan terdiri dari tanda-tanda,
yaitu unsur terkecil bahasa yang terdiri dari penanda, yaitu sesuatu yang bersifat materi
berupa gambar, foto atau ilustrasi, dan petanda, yaitu konsep atau makna yang ada di
balik penanda tersebut, yang semuanya dapat melukiskan realitas yang ada di
masyarakat.
Tanda juga dapat dilhat dari konvensi sosial di antara konsumen bahasa tentang
makna suatu tanda. Suatu kata mempunyai makna tertentu disebabkan adanya kesepakatan
sosial diantara masyarakat pengguna bahasa tentang makna tersebut. Misalnya kata telepon,
dimaknai di masyarakat sebagai alat komunikasi melalui suara.
Dalam sesuatu yang
rumit teori semiotika berusaha menggali hakikat sistem tanda, seperti yang diungkap Sobur
(2001:126) bahwa semiotika berusaha mencari arti teks media yang rumit, tersembunyi, dan
bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna
tambahan atau makna sekunder (konotatif) dan makna primer (denotatif). Makna denotasi
bersifat langsung atau bisa dikatakan sebagai makna yang pertama dari suatu petanda.
Misalnya ‘bunga mawar’, maka makna denotasi yang terkandung adalah” bagian dari
tumbuh-tumbuhan yang berbunga, bisa berwana merah, putih, atau kuning, dengan
tangkainya berduri”. Sedangkan makna konotatifnya akan sedikit berbeda dan dihubungkan
dengan kebudayaan kontemporer tentang makna yang terkandung di dalamnya. Makna
tersebut akan dihubungkan dengan budaya kontemporer, bunga diatikan sebagai kasih
sayang, ungkapan kebahagiaan, kesedihan dan lainnya. Piliang (2012:322) menyatakan
bahwa makna denotatip adalah makna yang eksplisit, yaitu makna berdasarkan apa yang
tampak. Sedangkan makna konotatif adalah makna lebih mendalam, yang berkaitan dengan
pemahaman-pemahaman ideologi dan kultural. Sebuah iklan biasanyan terdiri dari tiga
elemen tanda, yaitu gambar objek atau produk yang diiklankan, gambar benda-benda
disekitar objek yang memberikan konteks pada objek tersebut, seta typografi atau teks.
3.1 Pembahasan
Figur perempuan atau penampilan sosok perempuan dalam sebuah iklan tidak
hanya simbolisasi dominasi perempuan, melainkan lebih ke arah simbolisasi eksploitasi
dalam pengertian yang lebih luas. Eksploitasi perempuan memberi makna dominasi
kapitalistik dalam terminologi apa saja yang memungkinkan untuk dijual dalam industri
budaya, terutamanya iklan.
Ikan Biilboard Bank Pundi di Denpasar
Iklan ini menampilkan tiga orang perempuan pekerja muda yang cantik, mengenakan
pakaian kerja berwarana merah dan perempuan yang satunya berwarna biru. Bentuk pakaian
yang dikenakan tiga perempuan tersebut, merupakan “indeks” darik seseorang yang sudah
bekerja di kantoran atau pengusaha muda. Salah seorang perempuan yang mengenakan “name
tag” (merupakan ikon dari pegawai bank) memberikan bunga kepada salah satu perempuan yang
ditampilkan dalam iklan bank Pundi. Perempuan yang mengenakan baju merah dan terdapat
name tag di kantong depannya, merupakan ikon dari pegawai bank tersebut, bisa perempuan
tersebut sebagai sales marketing, taller, pimpinan bank atau lainnya. Sedangkan yang diberikan
bunga tersebut merupakan “ikon” dari konsumen bank Pundi yang mendapatkan fasilitas dari
bank yang berbentuk “bunga”. Di sebalah kiri ada seorang wanita muda yang sedang memegang
buku tabungan, dan menunjukan eksperi kegembiraan. Buku tabungan merupakan “ikon” dari
bank dan termasuk bank Pundi. Di atas ilustrasi tiga perempuan tersebut terdapat logo dari bank
Pudi. Logo tersebut berbentuk logotype dan logogram. Logotype merupakan logo yang terdiri
dari unsur typografi sedangkan logogram adalah logo yang terdiri dari unsur grafis atau bentukbentuk gambar atau bisa gabungan dari tulisan dan gambar. Seperti yang disampaikan Rustam
(2009:22) logo pada umumnya terbagi menjadi tiga jenis yaitu:1). picture mark dan letter mark,
elemen gambar dan tulisan saling terpiasah, 2) picture mark sekaligus letter mark, bisa disebut
gambar, bisa juga disebut tulisan.saling berbaur, 3) letter mark saja, elemen tulisan saja.
Kemudian di bagian bawah ada pesan verbal dalam tiga tipografi. Yang pertama berbunyi,
“Pundi Pundi ku Berbunga bunga” dengan kalimat pertama lebih besar ukuran hurufnya
(sizenya) dari yang kedua. Kemudian yang kedua, pesan linguistik yang tampil dengan jenis
huruf yang berbeda. Pesan ini menjelaskan bagaimana membantu membangun usaha mikro.
Yang terakhir adalah slogan penutup dan alamat web bank Pundi. Dari pesan verbal ini, bisa
diketahui target konsumen yang ingin di sasar iklan ini. Dilihat dari tipografinya, dari dua jenis
tipografi yang digunakan dalam pesannya, semuanya mengesankan sifat informal, santai dan
tidak kaku.
Dari segi visual, perempuan pekerja atau pengusaha yang menjadi modelnya
tampil secara hampir seluruh badan, sehingga tampak menonjol dalam tampilan iklan
tersebut. Menandakan bahwa produk yang diiklankan adalah untuk orang-orang yang
sudah berpenghasilkan atau pengusaha agar menambah pundi-pundinya sehinga akan
mendapatkan bunga yang berbunga dan berbunga. Wajahnya mencerminkan raut wajah
yang ceria atau gembira dari apa yang diperoleh dari bank tersebut.
Pada tataran denotatif, yang bisa dibaca dari iklan tersebut adalah bahwa ketiga model
tersebut adalah perempuan. Ketiga perempuan tersebut ditampilkan hampir secara seluruh badan
(full body) dan tampak dominan dari tampilan iklan secara keseluruhan. Ketiga memiliki raut
wajah yang hampir sama, wajah ceria dan bersahaja. Dengan menghadirkan visualisasi bunga
dan buku tabungan yang ditampilkan. Hal ini dimaksudkan untuk menandai kegembiraan yang
diperoleh atau di berikan oleh pengiklan. Kesan gembira ditonjolkan melalui warna yang menjadi
latar belakangnya. Warna-warna monokrome yang dipergunakan secara psikologis menyiratkan
kehangatan dan juga feminitas. Bunga yang ditampilkan dalam visualisasinya bisa dimaknai
sebagai rankaian bunga yang merupakan bagian dari tumbuh-tumbuhan dan diberikan kepada
seseorang, bisa dimaknai sebagai ucapan terimakasih, cinta kasih, semoga lekas sembuh dan
lainnya. Secara umum, sisi visual iklan ini menceritakan bahwa ketiga perempuan yang cantik
tersebut adalah wanita-wanita yang ideal dan sempuran dengan karakter pekerja keras, lembut,
simpati, berprestasi, sukses dan merupakan realitas yang berkembang pada masyarakat
kontemporer. Perempuan-perempuan ini sudah pantasnya ditiru, dan di banggakan oleh
masyarakat kontemporer.
Jika pesan verbal dan pesan visual kita kaitkan maka, yang ingin disampaikan
oleh iklan ini pada tataran konotatip adalah bahwa menabung adalah bagian dari gaya
hidup para pekerja kantoran dan pengusaha muda. Dengan menabung ia akan
memperoleh keuntungan yang berbunga-bunga. Semakin banyak menabung akan
semakin banyak bunga yang diperoleh. Seperti yang divisualisasikan pada seseorang
pegawai bank Pundi yang memberikan bunga kepada salah seorang perempuan yang
ditampilkan dalam iklan. Makna ini dipertegas dengan unsur verbal dari “Pundi pundi ku
berbunga bunga”. Pundi pundi kalau kita maknai sebagai tempat orang jaman tradisioanal
menaruh uangnya atau perhiasan. “Berbunga bunga” juga dimaknai sebagai bunga yang
berbunga lagi, berbunga lagi dan berbunga lagi.
Gaya hidup seorang perempuan dalam masyarakat kontemporer diidentifikasikan
dengan kecantikan, kegembiraan, penampilan tubuh, kesuksesan, dalam hal ini menjadi
sentral gaya hidup. Di dalam budaya konsumen, fenomena ini sudah menjadi sesuatu
yang sangat umum. Dan perempuan menjadi target utama dan terlihat jelas sering
terjebak dalam dunia citra-citra menjual. Apalagi sering sekali perhatian perempuan pada
masalah kecantikan dan penampilan tubuh ditempatkan di dalam konteks emansipasi.
Dalam hal ini, kecantikan dan pengelolaan tubuh dilihat sebagai sebuah cara yang ideal
untuk mencapai tujuan akhir, dan apa saja yang diinginkan bisa tercapai, seperti
kesuksesan, popularitas, dan kebahagiaan.
4.1 Penutup
Dalam pesan iklan itu pula tampak ideologisasinya: perempuan akan dibilang
sukses bila menampilkan kecantikan, kemolekan keindahan tubuh, anggun, ceria,
berpakaian rapi, dan bersih. Orang digiring menganggap benar suatu keadaan yang
digambarkan, padahal jelas keadaan itu sendiri sesungguhnya tidaklah benar. Dengan
kata lain, sebenarnya juga sekaligus merupakan distorsi terhadap realitas. Dan karena itu
merupakan distorsi terhadap realitas, orang-orang yang menjadi objek iklan trsebut
sebenarnya juga sedang menjalani suatu proses menuju kesadaran palsu! Masyarakat
kontemporer pun kemudian beramai-ramai melalukan dengan apa yang diiklankan
tersebut dengan harapan kehidupan maupun tampilannya menjadi wanita yang sukses,
anggun, ceria, berpakaian rapi, bersih. Di sinilah manfaat semu sebagaimana ditengarai
Adorno tersebut tampak jelas.
Penampilan perempuan dalam iklan bank Pundi, merupakan cerminan realita gaya
hidup perempuan pada masyarakat kontemporer. Visualisasi iklan tersebut menampilkan
kediriannya dalam usaha memanipulasi penampakan luar citra mereka untuk memperoleh
daya tarik konsumen. Perempuan yang dihadirkan dalam sebuah iklan dianggap sebagai
sarana pembentukan selera konsumen, pembentukan hasrat dan simbol sosial. Dilain
pihak iklan mempengaruhi masyarakat kontemporer untuk semakin tertarik dan memiliki
keinginan kuat akan kebutuhan berupa hasrat yang berlebihan untuk memiliki barang
yang sebenarnya tidak esensial. Iklan bank Pundi juga banyak terbentuk oleh ikon-ikon
yang dapat dimaknai sebagai simbul perempuan kekinian. Dan merupakan teks yang
mampu merespon perkembangan yang terjadi dalam masyarakat kontemporer.
Teks iklan memiliki peran dalam menyampaikan keinginan pengusaha untuk
mempengaruhi konsumennya. Iklan juga memiliki referensi realitas sosial yang dapat
dimaknai sebagai makna Denotatif dan Konotatif. Oleh karena itu, sikap kritis dalam
menerima iklan tetap diperlukan. Apalagi iklan juga merupakan salah satu media yang
digunakan dalam upaya penguatan kedirian. Dengan demikian, kajian kritis cultural
studies atas isi media tetap relevan untuk dilakukan.
5.1. Daftar Pustaka
Agger Ben. 2008. Teori Sosial Kritis, Kritik, Penerapan dan Implikasinya. Yogyakarta:
Kreasi Wacana
Arsana I Gst Kt Gde. 2012. Aspek Epistemologi (Cara Kerja Keilmuan Kajian Budaya).
Matrikulasi S3 Kajian Budaya Univ Udayana. Denpasar
Coble, P dan Janz,L. (2002). Semiotika for Beginners. Miza Media Utama: Bandung
Ibrahim, Idi Subandy. 2007. Budaya Populer Sebagai Komunikasi: Dinamika Popscape
dan Mediascape di Indonesia Kontemporer.Yogyakarta:Jalasutra.
Ibrahim, Idi Subandy. 2007. Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop Dalam Masyarakat
Komoditas Indonesia.Yogyakarta:Jalasutra
Noviana Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan: antara Realitas, Representasi
dan simulasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kusrianto, A. (2007). Pengantar Desain Komunikasi Visual. Graphic
Advertising Multimedia. Andi: Yogyakarta
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies atas Matinya
Makna. Bandung:Jalasutra.
Ibid. 2010. Post-Realitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Post-Metafisika.
Yogyakarta:Jalasutra
Ibid. 2012. Semitika dan Hipersemiotika. Kode, Gaya dan Matinya Makna.
Bandung:Matahari
Rustam S,S.Sn. 2009. Mendesain logo. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama
Zoest, A V. (1993). Semiotika, Tentang Tanda, Cara Kerjanya, dan Apa yang Kita
Lakukan Dengannya. Yayasan Sumber Agung: Jakarta.
Download