Keywords: IWAMA, gender, challenge - Blog UB

advertisement
IKATAN WARIA MALANG DALAM MEMPROMOSIKAN
KESETARAAN GENDER : IMPLEMENTASI DAN TANTANGAN DI
ABAD KE-21
Diajukan sebagai makalah dalam paper presentation
Pertemuan Sela Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional Indonesia XXVI
Universitas Udayana
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
DAFTAR ISI
Contents
ABSTRACT........................................................................................................................ 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
1.1
Latar Belakang .................................................................................................... 4
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................................... 6
1.3
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 6
BAB II................................................................................................................................. 7
2.1
Definisi Waria ..................................................................................................... 7
BAB III ............................................................................................................................... 8
3.1 Metode Penelitian ..................................................................................................... 8
BAB IV ............................................................................................................................... 9
4.1 Perjalanan Sejarah Waria, Gay dan Lesbian ............................................................. 9
4.2 Kriteria Diagnostik Waria ....................................................................................... 14
4.3 Media Massa dan Konstruksi Waria dalam Perspektif Etika .................................. 15
4.4 Tantangan Sosial yang Dihadapi oleh Waria .......................................................... 18
4.5 Tantangan Ekonomi yang Dihadapi Oleh Waria .................................................... 19
4.6 Implementasi IWAMA Melalui Kegiatan Sosial, Kesenian dan Olahraga ............. 21
BAB V .............................................................................................................................. 23
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 23
5.2 Saran ....................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 25
LAMPIRAN...................................................................................................................... 26
2|PSNMHII XXVI
MALANG WARIA ASSOCIATION IN THE PROMOTING GENDER
EQUALITY: IMPLEMENTATION AND CHALLENGE IN THE 21TH
CENTURY
ABSTRACT
Malang Waria Association (IWAMA) is the one of the oldest organization in the
Malang City. IWAMA was established in the 1990, which is initiative by the
senior waria in Malang City, they are Farah, Lavanda and Windi. The purpose of
this organization is to accommodate the waria around Malang City into a legal
community. Besides of that, the existence of IWAMA is also to maximize the
potential and skills of their members. After that, it is also to prove and break the
construct or stereotype from people about them and to strengthen their status,
dignity and existence in the Malang society.
In the process of growing the IWAMA, they get some challenges from the society
in Malang. As the one of the international education city and the tourism city in
Indonesia, society of Malang realize about their existence. The whole of IWAMA
also prove their contribution to the people. But, the judgment about them, their
activities is also sometimes make people annoyed, whereas their contribution to
society is real. IWAMA explain that "Look at Our Brain, Our Action, Our Move,
Not Our Sex".
Keywords: IWAMA, gender, challenge
3|PSNMHII XXVI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembahasan mengenai seksualitas dalam perkembangannya memiliki makna
yang luas yaitu sebuah aspek kehidupan menyeluruh meliputi konsep tentang seks
(jenis kelamin), gender, orientasi seksual dan identitas gender, identitas seksual,
erotism, kesenangan, keintiman dan reproduksi. Seksualitas dialami dan
diekspresikan dalam pikiran, fantasi, hasrat, kepercayaan atau nilai-nilai, tingkah
laku, kebiasaan, peran dan hubungan. Namun demikian, tidak semua aspek dalam
seksualitas selalu dialami atau diekspresikan. Seksualitas dipengaruhi oleh
interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, sejarah,
agama, dan spiritual (Definisi WHO dalam Ardhanary Institute dan HIVOS).
Pada dasarnya, terdapat pandangan tentang seksualitas yang saling berseberangan,
yaitu kelompok yang mendasarkan pemikiran pada social constructivism.
Dalam pandangan social constructivism, bukan hanya gender, namun juga
jenis kelamin, orientasi seksual maupun identitas gender adalah hasil konstruksi
sosial. Sistem seksualitas dimasukkan ke dalam satu bejana dengan konstruksi
gender (Kadir, 2007). Artinya, tafsir atas seksualitas merujuk pada konstruksi
gender di dalam masyarakat. Laki-laki dikonstruksikan sebagai sosok yang
maskulin, sedangkan perempuan sebagai sosok yang feminin. Serangkaian
konstruksi inilah, yang melatarbelakangi pembentukan identitas seksual antara
laki-laki dan perempuan.
Identitas seksual individu terbentuk dari dua unsur, yaitu proses sosialisasi dan
identifikasi.
Melalui
proses
identifikasi,
individu
dapat
mencari
dan
mengembangkan identitas seksualnya. Pembentukan identitas kelakian dalam diri
memungkinkan individu tumbuh sebagai laki-laki dewasa yang sejatinya laki-laki.
Secara umum identitas seksual yang berkembang dalam masyarakat mengacu
pada identitas heteroseksual, yaitu rasa ketertarikan terhadap individu yang
berlawanan jenis dengan atau tanpa disertai hubungan fisik.
4|PSNMHII XXVI
Dalam menangani permasalahan waria, telah dikenal adanya operasi kelamin
yaitu pergantian jenis kelamin, bisa berupa perbaikan atau penyempurnaan
kelamin terhadap orang yang cacat kelamin, pembuangan salah satu kelamin
(kelamin ganda) atau operasi pergantian jenis kelamin yang dilakukan terhadap
orang yang memiliki kelamin normal. Di dunia kedokteran modern dikenal tiga
bentuk operasi kelamin yaitu: (1) Operasi penggantian jenis kelamin, yang
dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal; (2) Operasi
perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak
lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak
berlubang atau tidak sempurna.; (3) Operasi pembuangan salah satu dari kelamin
ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis
kelamin (penis dan vagina).
Di kota-kota besar seperti Surabaya, memang sekarang ini dirasa tidak sulit
menemukan pelaku transgender. Karena hampir di setiap sudut kota dapat
menjumpai keberadaan transgender, misalnya di area ruang publik seperti mall,
pertokoan, tempat hiburan, perkantoran hingga dalam lingkungan akademis pun
ada. Namun keberadaan mereka seringkali dianggap sebelah mata oleh
masyarakat.
Tidak terkecuali di Kota Malang sebagai salah satu kota besar yang tumbuh di
Indonesia. Di Kota Malang ini terdapat Ikatan Waria Malang (IWAMA). IWAMA
merupakan salah satu organisasi waria tertua yang berdiri di Kota Malang..
Organisasi IWAMA ini pertama kali didirikan pada tahun 1990, yang pada saat
itu diprakasai oleh ketiga waria senior Kota Malang yakni Farah, Lavanda, dan
Windi. Tujuan didirikan organisasi ini pada waktu itu adalah menampung
komunitas waria yang tersebar di Kota Malang ke dalam satu wadah yang resmi.
Selain itu, keberadaan IWAMA juga dimaksudkan untuk memberdayakan para
anggotanya dengan berbagai keterampilan yang dapat melatih kemandirian
anggotanya. Seiring dengan berjalannya waktu, semua itu kemudian ditujukan
keluar dari stereotip yang ada serta untuk mengangkat harkat dan martabat waria
di mata masyarakat Kota Malang.
5|PSNMHII XXVI
Hingga kini telah terjadi 23 kali pergantian kepemimpinan dalam organisas
dan selama 18 tahun terakhir ini organisasi IWAMA dipimpin oleh Merlyn
Sopjan1. Merlyn berusaha keras memperkenalkan potensi para anggotanya ke
masyarakat melalui berbagai kegiatan, yakni melakukan kegiatan dalam bidang
sosial, seni, serta memberikan pelatihan dan keterampilan kepada masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini dengan demikian mencoba menjawab pertanyaan Bagaimanakah
implementasi dan tantangan Ikatan Waria Malang dalam Mempromosikan
Kesetaraan Gender di Abad ke-21?
1.3 Tujuan Penelitian
Makalah ini disusun untuk mengetahui dan memahami implementasi dan
tantangan Ikatan Waria Malang dalam mempromosikan kesetaraan gender di abad
ke-21. Lalu memberikan gambaran mengenai tindakan nyata yang telah mereka
lakukan bagi masyarakat Kota Malang.
1
Ketua Ikatan Waria Malang (IWAMA) yang cukup terkenal dan disegani sesama kaumnya di
seantero Nusantara. Pada tahun 1995 ia menyandang gelar Ratu Waria Indonesia, dan belum
tergantikan sampai sekarang. Ia juga meraih anugerah sebagai Top Model Waria Indonesia
(1996).
6|PSNMHII XXVI
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Waria
Nadia (2005), mendefinisikan waria sebagai individu yang sejak lahir
memiliki jenis kelamin laki-laki, akan tetapi dalam proses berikutnya menolak
bahwa dirinya seorang laki-laki. Maka waria melakukan berbagai usaha untuk
menjadi perempuan, baik dari sikap, perilaku dan penampilannya. Selanjutnya
dikemukakan bahwa kebanyakan waria berada pada posisi transseksual. Sejak
lahir waria secara fisik berjenis kelamin laki-laki, akan tetapi dalam proses
berikutnya ada keinginan untuk diterima sebagai jenis kelamin yang berbeda. Hal
ini sesuai dengan pendapat (Koeswinarno, 2004) yang menyatakan bahwa, dalam
konteks psikologis waria termasuk transseksual, yakni individu yang secara fisik
memiliki jenis kelamin yang jelas, namun secara psikis cenderung untuk
menampilkan diri sebagai lawan jenis.
Dilihat dari arti transseksual sendiri, Yash (2003) mengartikan transseksual
sebagai masalah indentitas jenis kelamin, kesadaran mental yang dimiliki individu
tentang jenis kelaminnya, laki-laki atau perempuan. Dimana identitas jenis
kelamin yang dimiliki seorang transseksual ini berlawanan dengan jenis kelamin
yang ”dikenakan” kepadanya berdasarkan genital fisiknya. Pengertian yang lebih
sederhana dikemukakan oleh Devault & Lyarber (2005), transseksual adalah
individu yang identitas gender dan anatomi seksualnya tidak cocok. Seorang
transseksual merasa terjebak dalam tubuh dan anatomi seksual yang salah.
Walters & Ross (1986) menyebutkan bahwa, transseksual berusaha untuk diterima
menjadi anggota dari kelompok jenis kelamin yang berbeda.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa waria adalah individu yang merasa identitas jenis kelaminnya berbeda
dengan jenis kelamin yang dimilikinya secara fisik, dimana ia berusaha untuk
diterima sebagai anggota jenis kelamin yang berbeda dari jenis kelamin yang
dimilikinya secara fisik.
7|PSNMHII XXVI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan tipe deskriptif
analitik,
yang akan
menggambarkan serta menganalisa bagaiamana implementasi dan tantangan
Ikatan Waria Malang dalam dalam mempromosikan kesetaraan Gender di wilayah
Kota Malang di abad ke-21 ini. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data-data primer yang diperoleh dari wawancara dan data sekunder yang
diperoleh dari literatur, buku, jurnal, laporan resmi dan informasi dari jaringan
internet yang terkait dengan pembahasan masalah. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah studi kepustakaan (library research) dengan mencari dan
mengumpulkan data – data sekunder yang bersumber dari buku – buku, surat
kabar, data online dan referensi lainnya yang tingkat validitasnya terhadap
permasalahan yang diambil dapat dipertanggung jawabkan. Teknik analisa data
dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif dengan menggunakan metode
content analysis, yaitu dengan menjelaskan dan menganalisis dari sumber-sumber
yang ada, dengan catatan data-data tersebut saling berhubungan satu sama lain
dengan permasalahan yang diteliti.
8|PSNMHII XXVI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perjalanan Sejarah Waria, Gay dan Lesbian
Dari sejak awal sejarah manusia telah ada yang melakukan penyeberangan
gender maupun menjalin hubungan erotik romantik dan/atau ritual dengan sesama
gender atau antara penyeberang gender dan gender yang ada dalam masyarakat.
Dalam kebanyakan hal, hubungan itu berlangsung bersamaan dengan hubungan
perkawinan atau sebelumnya. Homoseks eksklusif (gay/lesbian) memang baru
meluas dalam jaman modern, terutama pada abad ke 20.
1869:
Dr K.M. Kertbeny, seorang dokter Jerman-Hongaria, menciptakan istilah
homoseks dan homoseksualitas.
1920-an:
Komunitas homoseks mulai muncul di kota kota besar Hindia Belanda.
1969:
Organisasi wadam pertama, Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD) berdiri, A.I.
difasilitasi oleh Gubernur DKI Jakarta Raya, Ali Sadikin.
Juni 1969:
Di New York, Amerika Serikat, berlangsung Huru-Hara Stonewall, ketika kaum
waria dan gay melawan represi polisi yang khususnya terjadi pada sebuah bar
bernama Stonewall Inn. Peristiwa ini dianggap permulaan pergerakan gay yang
terbuka dan militan di Barat, dan kini dirayakan dengan pawai dan acara-acara
lain, termasuk di Israel, Amerika Latin, Jepang, Pilipina, India dan Indonesia.
1978:
International Lesbian and Gay Association (ILGA) berdiri di Dublin, Irlandia.
9|PSNMHII XXVI
± 1980:
Istilah wadam diganti menjadi waria karena keberatan sebagian pemimpin Islam,
karena mengandung nama seorang nabi, yakni Adam a.s.
1981:
Kumpulan gejala penyakit (sindrom) yang kemudian dinamakan AIDS ditemukan
di kalangan gay di kota kota besar Amerika Serikat, Kemudian ternyata bahwa
HIV, virus penyebab AIDS, tidak hanya ditularkan melalui hubungan seks anal
antara laki laki saja.
1 Maret 1982:
Organisasi gay terbuka pertama di Indonesia dan Asia, Lambda Indonesia, berdiri,
dengan sekretariat di Solo. Segera terbentuk cabang-cabang di Yogyakarta,
Surabaya, Jakarta dan tempat tempat lain. Terbit buletin G: gaya hidup ceria
(1982-1984).
1985:
Kaum gay di Yogyakarta mendirikan Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY)
dengan terbitan Jaka.
1 Agustus 1987:
Kelompok Kerja Lesbian dan Gay Nusantara (KKLGN, kemudian dipendekkan
menjadi GAYA NUSANTARA (GN)) didirikan di Pasuruan-Surabaya sebagai
penerus
Lambda
Indonesia.
Menerbitkan
majalah/buku
seri
GAYA
NUSANTARA.
1988:
Persaudaraan Gay Yogyakarta diteruskan menjadi Indonesian Gay Society (IGS).
10 | P S N M H I I X X V I
1989:
Denmark menjadi negeri pertama di mana dua warga bergender sama dapat
mencatatkan kemitraan (registered partnership) dengan hak-hak hampir sama
dengan perkawinan.
1990:
International Gay and Lesbian Human Rights Commission (IGLHRC) berdiri di
San Francisco, Amerika Serikat.
1992:
Berdiri organisasi-organisasi gay di Jakarta, Pekanbaru, Bandung dan Denpasar.
1990:
Berdiri organisasi Ikatan Waria Malang di Kota Malang.
1993:
Isu orientasi seksual masuk dalam agenda Konferensi PBB tentang Hak Asasi
Manusia di Wina, Austria, tetapi ditentang oleh negara negara konservatif,
termasuk Singapura.
Desember 1993:
Kongres Lesbian & Gay Indonesia (KLGI) I diselenggarakan di Kaliurang, DIY.
Diikuti sekitar 40 peserta dari Jakarta hingga Ujungpandang.Menghasilkan 6 butir
ideologi pergerakan gay dan lesbian Indonesia. GAYA NUSANTARA mendapat
mandat untuk mengkoordinasi Jaringan Lesbian & Gay Indonesia (JLGI).
1994:
Afrika Selatan menjadi negara pertama dengan jaminan non-diskriminasi
berdasarkan orientasi seksual dalam UUD-nya.
11 | P S N M H I I X X V I
1994:
Isu orientasi seksual kembali mewarnai perdebatan pada Konferensi Internasional
Kependudukan dan Pembangunan (ICPD, Kairo, Mesir), dan ditentang pihak
pihak konservatif. Indonesia secara eksplisit menolak.
1995:
Isu orientasi seksual, diperjuangkan oleh aktivis-aktivis lesbian, mencuat pada
Konferensi Dunia tentang Perempuan ke-2 di Beijing, Tiongkok. Kembali pihakpihak konservatif, termasuk Vatikan dan Iran, menentangnya.Indonesia juga
termasuk yang menentang.
Desember 1995:
KLGI II diselenggarakan di Lembang, Jawa Barat. Diikuti makin banyak peserta
dari Jakarta hingga Ujungpandang.
22 Jul. 1996:
Partai Rakyat Demokratik (PRD) menjadi partai pertama dalam sejarah Indonesia
yang mencantumkan "hak hak homoseksual dan transeksual" dalam manifestonya.
November 1997:
KLGI III diselenggarakan di Denpasar. Pertama kali wartawan dapat meliput di
luar sidang sidang. A,I, diputuskan untuk sementara diselenggarakan rapat kerja
nasional karena dipertanyakan apakah kongres efektif.
Juni 1999:
Gay Pride dirayakan di Surabaya, kerja sama antara GN, Persatuan Waria Kota
Surabaya (PERWAKOS) don Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL).
September 1999:
Rakernas JLGI di Solo diancam akan diserang oleh Front Pembela Islam
Surakarta (FPIS), sehingga dibatalkan.
12 | P S N M H I I X X V I
Oktober 1999:
Pada International Congress on AIDS in Asia and the Pacific (ICAAP) ke 5 di
Kuala Lumpur, Malaysia, dibentuk jaringan lesbian, gay, biseks, waria, interseks
dan queer se-Asia/Pasifik bernama Asia/Pacific Rainbow (APR). GN ikut menjadi
pendiri.
Maret 2000:
IGS mendeklarasikan 1 Maret sebagai Hari Solidaritas Lesbian & Gay Nasional.
November 2000:
Kerlap-Kerlip Warna Kedaton 2000, acara pendidikan HIV/AIDS melalui hiburan
di Kaliurang, DIY, diserang oleh serombongan laki-laki yang menamakan dirinya
Gerakan Anti-Maksiat (GAM). Sempat terbentuk front bersama berbagai
organisasi yang menentang kekerasan, tetapi karena intimidasi pihak GAM
lambat-laun mengecil dan bubar.
April 2001:
Negeri Belanda menjadi negeri pertama yang mengesahkan perkawinan untuk
semua orang (termasuk gay dan lesbian). Salah seorang dari pasangan yang kawin
harus warga atau penduduk tetap Belanda.
Juli 2001:
Perdebatan tentang orientasi seksual kembali hangat di Konferensi Dunia
Melawan Rasisme di Durban, Afrika Selatan.
April 2003:
Brasil mengusulkan kepada Komisi Tinggi PBB untuk HAM agar orientasi
seksual dimasukkan sebagai salah satu aspek HAM. Pengambilan keputusan
ditunda.Dalam prosesnya, Vatikan mendesak pemerintah-pemerintah Amerika
Latin lainnya untuk menentang usulan ini.
13 | P S N M H I I X X V I
Juni 2003:
Pemerintah Canada dinyatakan inkonstitusional oleh Pengadilan Tinggi Ontario di
Toronto ketika menolak pencatatan perkawinan antara dua orang bergender sama.
Pengadilan Tinggi segera memerintahkan dimungkinkannya pencatatan sipil
perkawinan homoseks, tanpa mensyaratkan pasangan warga negara atau penduduk
tetap Canada.
4.2 Kriteria Diagnostik Waria
Waria berada pada posisi transseksual yang secara klinis sering dikaitkan
dengan gender identity disorder (gangguan identitas gender). Dalam DSM IV-TR
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 2000), kriteria diagnostik
untuk gangguan identitas gender adalah:
a. Kriteria A : Identifikasi cross-gender yang kuat dan tetap (tidak
termasuk di dalamnya keinginan untuk mendapatkan keuntungan
sosial dengan menjadi anggota jenis kelamin yang berbeda). Pada
remaja dan orang dewasa, gangguan ini dimanifestasikan dengan
simptom seperti: keinginan tetap untuk menjadi anggota jenis kelamin
yang berbeda, sering mengaku sebagai anggota dari jenis kelamin yang
berbeda, keinginan untuk hidup dan diperlakukan sebagai anggota dari
jenis kelamin yang berbeda atau keyakinan bahwa dia mempunyai
perasaan dan reaksi khas yang terdapat pada jenis kelamin yang
berbeda.
b. Kriteria B : Secara menetap merasa tidak nyaman dengan
ketidakcocokan jenis kelaminnya dengan peran jenis kelamin yang
timbul. Pada remaja dan orang dewasa, gangguan ini dimanifestasikan
dengan simptom seperti mengubah karakteristik seksual primer dan
sekundernya (dengan cara menambah hormon, operasi, dan prosedur
lainnya) serta berkeyakinan bahwa dia dilahirkan dengan jenis kelamin
yang salah.
14 | P S N M H I I X X V I
c. Kriteria C : Gangguan ini tidak berhubungan dengan kondisi interseks
yang fisikal
d. Kriteria D : Gangguan ini menyebabkan disstres klinis atau gangguan
fungsi sosial, pekerjaan dan area penting lainnya.
4.3 Media Massa dan Konstruksi Waria dalam Perspektif Etika
Ditinjau dari segi etika pemberitaan itu sendiri, media massa memiliki
kewajiban untuk memberitakan sesuatu seobjektif mungkin. Hal ini tidak terjadi
dalam media massa yang melakukan stereotiping terhadap suatu kelompok dan
dengan demikian, secara langsung media tersebut melakukan tindakan tidak etis.
Jarang kita melihat pemberitaan negatif tentang kaum waria dihadapkan dengan
testimonial dari kaum yang terlibat, atau dengan kata lain ada cover both sides
sebagai bagian terpenting dari model pemberitaan itu sendiri. Hal ini menuntun
masyarakat untuk melakukan penilaian yang tergeneralisasi terhadap kaum waria.
Dari segi etika umum dan kebebasan eksistensial individu itu sendiri,
konsekuensi yang terjadi akibat pemberitaan stereotiping media massa telah
menimbulkan kerugian bagi kaum waria, terlalu besar dampak dan pembatasan
kebebasan yang dilakukan oleh media. Tertutupnya akses sosialisasi dan politik
bagi mereka menjadi salah satu contoh kerugiannya. Konsekuensi lain terjadi di
level kepribadian kaum waria yang mengalami penolakan. Perlu dikemukakan
bahwa kaum waria memiliki self esteem yang rendah. Kebutuhan dasar manusia
seperti yang disebutkan Abraham Maslow seperti kebutuhan akan rasa aman,
penghargaan, kasih sayang, dan aktualisasi diri juga tidak dapat terpenuhi bagi
mereka. Menurut sudut pandang ini, media massa bisa dikatakan melakukan
tindakan tidak etis karena dengan stereotiping yang dilakukannya, suatu kelompok
menjadi dirugikan. Hal ini semakin tidak etis karena juga bersinggungan dengan
hak-hak kaum waria untuk mendapat penerimaan dalam masyarakat.
Dari segi etika subjektif, media massa dapat dikatakan bertindak tidak etis
ketika
melakukan
stereotiping
kaum
waria.
Nilai-nilai
azasi
manusia
dikesampingkan demi kepentingan komersialisasi media massa. Kebebasan
15 | P S N M H I I X X V I
memilih sesuai orientasi seksual kaum waria harus dipatahkan dengan adanya
pemberitaan yang menyudutkan kaum waria. Sineas atau para pelaku perfilm-an
yang coba mengangkat isu waria ataupun LGBT juga mendapat kendala dalam
berekspresi ketika harus berhadapan dengan kontroversi yang menyebabkan
sulitnya mendapat penerimaan dari masyarakat. Semangat liberasi dalam
berpendapat tidak didukung oleh media massa yang telah mendominasi cara
pandang masyarakat yang menolak keberadaan waria.
Fakta di lapangan, komunitas waria menghadapi kendala dengan adanya
orientasi gender yang diberikan oleh masyarakat saat ini yaitu maskulin bagi laki–
laki dan feminin bagi perempuan. Sementara itu fisik waria yang laki–laki dengan
orientasi gender yang feminin membuat mereka belum sepenuhnya diterima
dalam kehidupan sosial. Hal ini mengakibatkan kehidupan waria lebih terbatas
aksesnya. Merujuk pendapat Mamoto Gultom (Danandjaja, 2003:51), yang
mengatakan bahwa kaum waria dan komunitasnya kelompok marjinal di
Indonesia. Karena mengganggap waria adalah individu maupun komunitas yang
tidak sesuai dengan konstruksi gender yang sudah ada, dimana dari segi fisik,
waria mempunyai jenis kelamin laki–laki namun mempersepsikan dirinya sebagai
perempuan dengan berpakaian perempuan, walaupun ada diantara mereka yang
mempunyai alat kelamin pria sejati dan mereka ada yang mempunyai keturunan.
Marjinalisasi atau diskriminasi terhadap waria dan komunitasnya, berdampak
pada adanya berbagai reaksi terutama dikalangan waria dan pemerintah. Di
kalangan waria, mereka memberikan reaksi secara individu, yaitu sebagian dari
mereka menunjukkan eksistensi/ keberadaanya dengan menempuh pendidikan
yang tinggi, usaha dibidang ekonomi, maupun aktif dalam organisasi sosial
budaya, walaupun diantara mereka banyak juga yang terjun ke dunia prostitusi
dan menjadi kelompok resiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS, gelandangan, waria
pengamen di jalanan, dan lain sebagainya sehingga menjadi Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS).
Konstruksi sosial dan peran media adalah kunci utama terhadap Waria di
Abad ke 21 ini, keduanya sangat berhubungan erat, karena media saat ini
memiliki peran yang sangat penting bagi seluruh masyarakat, sehingga apabila
16 | P S N M H I I X X V I
media tidak bersifat objektif maka pola pikir masyarakat pun juga turut
terkonstruksi untuk berpendapat bahwa waria hanya sekelompok yang harus
diasingkan, padahal faktanya waria turut serta dalam berbagai kegiatan sosial
yang berguna bagi pembangunan Negara.
Secara kelompok, waria juga banyak membentuk berbagai organisasi.
Sementara respon dari sisi kebijakan pemerintah, terutama Departemen Sosial
memandang waria dan komunitas waria menjadi salah satu sasaran pelayanan
sosial, termasuk rehabilitasi sosial. Pelayanan sosial yang diberikan akan
membantu dan memfasilitasi waria dan komunitasnya agar mampu mengakses
kebidang pendidikan, pekerjaan, kesehatan, maupun dalam proses untuk
memulihkan kembali kemampuan adaptasi dalam kehidupan sosialnya. Disisi lain,
kebijakan sosial juga diarahkan kepada pandangan bahwa waria dan
komunitasnya sebagai potensi untuk mendukung proses pelayanan sosial,
terhadap sesamanya, antara lain sebagai pengsupport terhadap komunitas waria.
Menurut data dari Forum Komunikasi Waria Indonesia2, ada 7 juta waria lebih di
Tanah Air. Jumlah populasi waria tersebut haruslah juga dipandang sebagai suatu
potensi dalam proses pembangunan disegala lini dan sebagai bagian dari
kehidupan sosial.
Potensi diri waria bisa dilihat secara individu maupun kelompok. Dilihat
dari sisi individu, waria haruslah dipandang sebagai pribadi yang mempunyai
semangat hidup, kesadaran sebagai bagian dari masyarakat, mempunyai
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan. Seperti potensi individu yang
berpendidikan tinggi, sudah ada yang bekerja di sektor formal, mempunyai
keahlian sebagai entertainer, menjadi designer, presenter, pengelola event
organizer, pekerja sosial, penulis, jurnalis, koreografer, mencalonkan diri sebagai
anggota komnas HAM, mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, menjadi
anggota ormas dan lain–lain. Sedangkan secara kelompok, komunitas waria
mempunyai kemampuan yang tidak kalah dari komunitas pada umumnya. Karena
mereka dikondisikan oleh situasi penolakan dari keluarga, maupun lingkungan,
sehingga sebagai bentuk jawaban atau penolakan tersebut, mereka membentuk
2
Data FKWI tahun 2012
17 | P S N M H I I X X V I
kelompok untuk mengekspresikan berbagai kemampuan, ide, gagasan sebagai
aktulisasi diri dan kelompok. Salah satu contoh organisasi atau jejaring yang
jangkuan organisasinya bersifat lokal diantaranya IWAMA (Ikatan Waria
Malang). Kelompok ini juga membangun jejaring dengan berbagai organisasi,
baik yang sejenis maupun bukan (LSM dan instansi pemerintah, mempunyai
kelompok-kelompok
kesenian,
mempunyai
kelompok–kelompok
diskusi,
membantu program pemerintah dalam penanggulangan HIV/AIDS, dan masalah
sosial yang lain seperti bencana alam, penanganan anak jalanan, pemberdayaan
fakir miskin dan lain–lain).
Pelayanan sosial waria berbasis masyarakat menitikberatkan pada peran
pekerja sosial serta masyarakat dalam membantu menangani permasalahan dan
memenuhi kebutuhan para waria. Pelayanan waria yang potensial lebih banyak
menitik beratkan kepada upaya membangun kesadaran waria dan masyarakat
melalui perlindungan dan advokasi sosial, menghilangkan stigma melalui
penyuluhan sosial masyarakat dan perubahan perilaku waria menjadi lebih baik.
Program ini dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat dan
waria itu sendiri melalui Kampanye sosial/penyuluhan sosial, Advokasi dan
perlindungan sosial/pendampingan, Konseling, Komunikasi pengubahan perilaku,
Pelatihan. Berbagai kegiatan organisasi yang diketuai oleh Marlyn Sophyan ini
tentu sangat terlihat bahwa waria juga memiliki hak yang sama sekaligus mereka
ingin menunjukkan bahwa waria yang selama ini selalu negatifnya saja, melalui
kegiatan-kegiatan sosial ini mereka berusaha merubah pola pikir masyarakat
tentang sisi buruk waria.
4.4 Tantangan Sosial yang Dihadapi oleh Waria
Terkait dengan waria, sosok fisik dan sosok sosial ini yang berkembang
dimasyarakat dianggap sangat memamalukan dan suatu aib. Hal ini tidak lepas
dari peran media yang menciptakan realitas tersebut. Kita lihat bagaimana
pemberitaan di media yang menghukum waria secara tidak adil dalam konsep
etika keberitaan yang tidak sesuai. Ia tidak saja tidak dianggap sebagai identitas
gender yang otonom, lepas dari kontruksi laki dan perempuan, lebih dari itu ia
18 | P S N M H I I X X V I
dikontruksi sebagai bentuk lain yang harus diasingkan baik oleh keluarga atau
masyarakatnya.
Di samping bermasalah dimata agama, waria juga dianggap
bermasalah dimata sosial. Hadirnya sosok waria yang berpenampilan molek, bak
perempuan “monggoda” yang dietalasekan dijalan jalan besar perkotaan dianggap
perusak rumah tangga orang. Bahkan perusak moral masyarakat, terutama kaum
laki-laki, sehingga harus dijauhkan dari kehidupan masyarakat umumnya karena
tentu saja yang masuk dalam hegemoni wacana seks tunggal. Atas dasar itulah,
negara yang dalam bentuknya seperti polisi, Satuan Polisi Pamong Praja, atau
Dinas Sosial kerapkali melakukan operasi penggerebekan terhadap pangkalan
pangkalan waria, saat beroperasi
4.5 Tantangan Ekonomi yang Dihadapi Oleh Waria
Selama sekian lama tak dapat dipungkiri bahwa para pelaku transgender turut
berusaha dalam mencapai pekerjaan dan pendapatan yang layak seperti
kebanyakan orang lainnya. Sering kali, ekonomi suatu individu turut dipengaruhi
oleh persepsi orang laian terhadap orang tersebut. Tentu, dalam suatu kasus
terdapat bukti bahwa ternyata ada penghargaan atau penghormatan terhadap
pelaku transgender oleh masyarakat sekitar. Akan tetapi, untuk mendapatkan
penghargaan atau penghormatan tersebut tidaklah mudah karena setidaknya si
pelaku transgender harus memenuhi minimal satu dari beberapa kriteria yang ada.
Kriteria tersebut antara lain kaya/sejahtera secara materi, mempunyai kharisma
akibat suatu ilmu tertentu, memegang jabatan penting/terpandang, maupun
memiliki potensi khusus/special. 3
Dari kriteria-kriteria tersebut dapat diakui bahwa memang tidak banyak
jumlah pelaku transgender yang kaya secara materi, memiliki kharisma,
memegang jabatan penting, ataupun memiliki potensi yang lebih. Meskipun
bahwa
pada
kenyataannya
ada,
namun
masyarakat
lebih
sering
mengeneralisasikan mereka dengan pelaku transgender yang tidak memiliki satu
atau bahkan keempat kriteria tersebut. Ketika mereka tidak memenuhi salah satu
dari kriteria tersebut, maka stigma negatif dari masyarakat akan lebih cepat untuk
3
ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/analisis/.../84 . M Rosyid - 2011
19 | P S N M H I I X X V I
menempel pada mereka. Padahal, seperti kita tahu, untuk mencapai kemakmuran
dan jabatan tinggi tentu tidak mudah, terutama jika ia adalah perlaku transgender.
Permasalahan kaum transgender tidak hanya sebatas kesulitan untuk
memperoleh pengakuan. Akan tetapi juga mendapatkan kesulitan untuk
memperoleh pekerjaan akibat identitas gender mereka. Penyebab mengapa para
pelaku transgender sulit untuk mencapai kesejehateraan dan pekerjaan layak
tersebut adalah juga karena adanya diskriminasi dari masyarakat itu sendiri.
Ketika mereka susah mendapatkan pekerjaan, maka mereka akan mendapatkan
kesusahan untuk menghidupi dirinya. Hal ini menyebabkan beberapa dari mereka
akhirnya lari pada pekerjaan-pekerjaan yang mengundang cibiran masyarakat
seperti pengamen serta Pekerja Seks Komersial (PSK). 4
Sering kali dalam masyarakat, pada konteks status sosial ekonomi kaum
waria diklasifikasikan ke dalam dua golongan, yaitu waria yang bekerja sebagai
pelacur dan waria non pelacur. Kaum waria non pelacur biasa bekerja sebagai
penata rias di salon kecantikan, pedagang, pengamen, penyanyi kafe/klub dan lain
sebagainya. Pendidikan yang relatif rendah, biasanya hanya pada tingkat SMP dan
SMA menjadi salah satu alasan utama mengapa kaum waria bekerja pada bidangbidang tersebut. 5
Jika kita amati, maka kita akan jarang menemukan waria yang hanya berjalan
di jalan raya dan mengemis. Setidaknya, mereka tetap berusaha melakukan
sesuatu walaupun orang menilai mereka hanya mengamen. Hal ini merupakan
semangat positif mereka, di mana walaupun mereka dicibir, namun mereka tetap
berusaha bekerja untuk menyambung hidup. Dengan adanya berbagai lowongan
kerja yang tersedia dan mudah diakses, maka akan memungkinkan bagi mereka
untuk mengembangkan bakat dan kemampuan mereka. Menurut Pelras (2006:
191) para waria umumnya disewa dalam mengurusi masalah-masalah praktis
seperti dekorasi rumah, masak-memasak, dandan dan pakaian pasanan pengantin
serta sewa perhiasan dan pernak-pernik kedua mempelai dan rombongannya.
Menurut Mubyarto (2000: 33) ekonomi masyarakat sebenarnya merupakan
tulang puggung ekonomi nosional yang bisa diandalkan. Dan, waria adalah juga
4
Gender: Pengaruh Cara Pandang Terhadap Pencapaian Kesetaraan.
http://www.kompasiana.com/ 30 May 2011 | 17:00
5
repository.usu.ac.id/bitstream/.../5/Chapter%20I.pdfRR Kaban - 2011
20 | P S N M H I I X X V I
merupakan masyarakat dari negara ini. Maka, sudah seharusnya lah pemerintah
dan masyarakat memberikan porsi juga terhadap kaum waria. Karena, terlepas
dari apa status mereka, mereka tetap lah warga negara yang memiliki hak dan
kewajiban yang sama dengan kita.
Salah satu program IWAMA untuk memberdayakan Waria adalah dengan
memberikan pelatihan ketrampilan, seperti salon/tata rias, masak-memasak/ tata
boga, menjahit, membordir dan pembuatan wig (rambut palsu). Serta memberikan
pendampingan secara efektif agar berhasil sebagaimana yang diharapkan
4.6 Implementasi IWAMA Melalui Kegiatan Sosial, Kesenian dan Olahraga
Secara kelompok, waria juga banyak membentuk berbagai organisasi.
Sementara respon dari sisi kebijakan pemerintah, terutama Departemen Sosial
memandang waria dan komunitas waria menjadi salah satu sasaran pelayanan
sosial, termasuk rehabilitasi sosial. Pelayanan sosial yang diberikan akan
membantu dan memfasilitasi waria dan komunitasnya agar mampu mengakses
kebidang pendidikan, pekerjaan, kesehatan, maupun dalam proses untuk
memulihkan kembali kemampuan adaptasi dalam kehidupan sosialnya. Disisi lain,
kebijakan sosial juga diarahkan kepada pandangan bahwa waria dan
komunitasnya sebagai potensi untuk mendukung proses pelayanan sosial,
terhadap sesamanya, antara lain sebagai pendukung terhadap komunitas waria.
Dalam bidang kesenian dan olah raga, peranan para pelaku transgender tidak
dapat dipungkiri eksistensinya. Meskipun mendapat stigma negatif dan bahkan
cibiran dari masyarakat, namun tak sedikit dari mereka yang mampu berkarya dan
bahkan mampu membawa nama baik Indonesia hingga ke luar. Hal ini
membuktikkan bahwa mereka pun memiliki kemampuan yang sama dengan kita
dan sudah seharusnya mereka pun mendapatkan hak yang sama sebagai warga
negara sesuai dengan hak yang kita dapatkan.
Salah satu contoh waria yang berprestasi dalam bidang seni adalah Sopha
(37), waria asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Selain menjadi juru rias di salon
pribadinya, Sopha yang kini tinggal di Jalan Raya Blega, Kecamatan Blega ini,
21 | P S N M H I I X X V I
juga merupakan seorang guru kesenian di SMPN 2 Blega. Dari usaha salonnya,
Sopha pernah mendapat penghargaan juara kedua lomba tata rambut Rudy
Hadisuwarno. Selain itu, dirinya pun pernah mendapatkan kepercayaan untuk
merias pedangdut ibu kota, Inul Daratista. Hebatnya, Sopha diangkat menjadi
PNS oleh Bupati Bangkalan, KH Fuad Amin sendiri karena dirinya pintar
menari.6
Berikutnya ada Merlyn Sophjan (35), pemenang dari kontes Miss Waria
2006 dari Malang, Jawa Timur. Merlyn sehari-hari bekerja di RS DR Syaiful
Anwar Malang, sebagai case manager untuk pasien HIV-AIDS. Usai terpilih
sebagai putri ia kini disibukkan dengan tampil di berbagai acara televisi dan
menjadi pembicara seminar. Selain itu, ia juga merupakan ketua dari IMAWA
(Ikatan Waria Malang). Merlyn juga merupakan seorang penulis dan telah
menerbitkan dua buku, yakni “Jangan Lihat Kelaminku” dan “Perempuan Tanpa
V”. 7
6
Sopha, waria yang jadi guru kesenian SMPN 2 Blega Madura. Minggu, 4 November 2012 15:45.
Moch. Adriansyah. http://www.merdeka.com/peristiwa/sopha-waria-yang-jadi-guru-keseniansmpn-2-blega-madura.html
7
http://www.inesputri.com/photos/photo.php?id=36523542632009-06-23 04:19:19
22 | P S N M H I I X X V I
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, kami menyimpulkan bahwa masih banyak tantangan dan
dikriminasi yang dilakukan oleh masyarakat yang dihadapi oleh para waria
khususnya di Kota Malang. Diskrminasi yang dilakukan oleh masyarakat
dikarenakan adanya pemikiran yang menyatakan bahwa waria adalah anggota
masyarakat yang hanya melakukan perbuatan yang tidak baik dan sangat
memberikan pengaruh buruk bagi masyarakat di sekitarnya.
Adapun hambatan yang dihadapi oleh para wariamencakup hampir semua bidang,
dalam bidang ekonomi mereka selalu dikesampingkan dalam proses perekrutan
tenaga kerja, dalam bidang sosial mereka selalu mendapat cibiran dari anggota
masyarakat mengenai status kelamin dan perilaku mereka yang dianggap aneh dan
mengganggu masyarakat.
Pada kenyataannya, banyak sekali tindakan nyata yang dilakukan oleh komunitas
para waria yang memberikan dampak positif bagi masyarakat, seperti dalam
kegiatan sosial mereka mengadakan sosialisasi mengenai dampak dan cara
pencegahan dari penyakit HIV dan AIDS, komunitas waria juga mengadakan
sebuah pelatihan keterampilan bagi anggota masyarakat seperti salon, menjahit,
dll.
5.2 Saran
1. Waria harus mampu menunjukan mereka juga dapat berperan penting dan
memberikan sumbangsih yang positif bagi dirinya sendiri dan juga masyarakat
yang ada di sekitarnya. Seperti aktif dalam sebuah organisasi, berkarya di
berbagai bidang yang dapat berguna bagi orang banyak dan berperilaku baik
dalam masyarakat sehingga mendukung pengadaan kondusifitas lingkungan
yang baik.
2. Bagi Masyarakat, mencoba untuk dapat lebih mengenal dan memahami waria
dengan cara mengetahui berbagai faktor penyebab terbentuknya perilaku
menyimpang, menerima dan menghormati keputusan seseorang atas sex
preference waria yang diambil dan tidak mengkucilkan waria sebagai
23 | P S N M H I I X X V I
masyarakat yang direndahkan serta dikucilkan ataupun sebagai kaum
“marginal”.
3. Bagi Pemerintah, Seharusnya hak dan kewajiban yang dimiliki waria dalam
sosialitas dan posisinya sebagai warga Negara sama dengan hak dan kewajiban
yang dimiliki masyarakat pada umumnya, yang harus diperhatikan serta
memberikan ruang atau tempat rehabilitas bagi mereka.
24 | P S N M H I I X X V I
DAFTAR PUSTAKA
Boellstorf, T. (2005). The Gay Archipelago: Seksualitas dan Bangsa di Indonesia. New
Jersey, USA: Princeton University Press.
Fromm, E. (2011). Cinta, Seksualitas, dan Matriarki. Yogyakarta: Jalasutra.
Hacking, I. (1999). The Social Construction of What? USA: Harvard University Press.
Idit Harel, S. P. (1991). Constructionism: research reports and essays, 1985-1990.
Michigan: Ablex Pub. Corp.
Kadir, H. A. (2007). Tangan Kuasa Dalam Kelamin. Yogyakarta: INSIST Press.
Koeswinarno. (2004). Hidup sebagai waria. Bantul, Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia.
Robert H. Jackson, G. S. (2007). Introduction to International Relations: Theories and
Approaches (3rd ed.). USA: Oxford University Press.
Soekanto, S. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sopjan, M. (2005). Jangan lihat kelaminku! Yogyakarta: Galangpress Group.
Triawan, A. &. (2008). Jadi Kau Tak Merasa Bersalah: Studi Kasus Diskriminasi Dan
Kekerasan Terhadap LGBTI. Jakarta: Arus Pelangi.
Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Jogjakarta: BPEE
Pelras, Christian. 2006. Manusia Bugis. Jakarta: Nalar bekerja sama dengan
Forum Jakarta-Paris, EFEO, 2005.
25 | P S N M H I I X X V I
LAMPIRAN
26 | P S N M H I I X X V I
Download