FENOMENA DI BALIK POHON BILA PADA PERAYAAN HARI SUCI

advertisement
FENOMENA DI BALIK POHON BILA PADA PERAYAAN HARI SUCI SIWARATRI
DALAM PERSPEKTIF EKOLOGI HINDU
Oleh : Anak Agung Komang Suardana
(Dosen F. MIPA UNHI)
Berdasarkan uraian tersebut, Fenomena di Balik Pohon Bila pada Perayaan Hari Suci
Siwaratri dalam Perspektif Ekologi Hindu ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, yang
melatarbelakangi masyarakat menggunakan daun Bila pada perayaan hari suci Siwaratri ini
karena : (1) adanya kisah Si Pemburu yang bernama Lubdaka. Lubdaka adalah seorang pemburu
yang selama masa hidunya dihabiskan hanya untuk berburu binatang buas di hutan. Namun
demikian, bertepatan dengan malam hari suci Siwaratri, ketika ia sedang terperangkap di dalam
hutan, ia memanjat pohon bila dan menjatuhkannya ke atas lingga yang berada di danau di
bawah pohon dimana ia memanjat sambil melakukan japam memuja Siwa. Setelah ia meninggal,
atman Si Lubdaka tersebut mendapatkan tempat yang indah di Siwaloka. (2) Bila termasuk
tanaman Siwaistik. Selain adanya kisah Si Lubdakan tersebut, fakto lain yang menyebabkan
penggunaan daun Bila sebagai sarana pemujaan kepada Bhatara Siwa di malam Siwaratri karena
pohon Bila termasuk dalam kelompok tanaman Siwaistik, yaitu kelompok tanaman yang erat
dengan pemujaan kepada Siwa. Selain pohon Bila, yang termasuk kelompok tanaman Siwaistik
antara lain : pohon Beringin, Tiing Gading, Ratna, Meduri, Kelapa Gading, Cendana dan
Tunjung.
Relevansi pemanfaatan daun Bila terhadap pelestarian lingkungan menurut konsep Hindu.
(1) Sebagai Sarana menjaga kesucian Bumi. Kesucian bumi akan dapat terjada melalui enam
cara, satu diantaranya adalah melalui Yajna. Yajnamerupakan pengorbanan yang tulus suci tanpa
pamrih. Upacara Yajnayang dilakukan oleh umat Hindu selalu melibatkan unsur sarana upakara.
Dalam hal ini, perayaan hari suci Siwaratri yang merupakan bagian dari pelaksanaan Dewa
Yajna dengan menggunakan sarana daun Bila juga termasuk salah satu bentuk pelestarian
kesuburan bumi dalam perspektif Hindu (Atharvaweda, XII.1.1). (2) Pohon Bila sebagai
Penyeimbang Ekosistem. Dilihat dari struktur serta bentuk pohonnya, pohon Bila termasuk
kelompok tanaman dikotil yang memiliki ciri berbatang besar dan berdaun lebat. Oleh karena itu,
keberadaannya di alam selain sebagai sarana upacara juga difungsikan sebagai penjaga
keseimbangan ekosistem alam.
Implikasi Pemanfaatan Daun Bila pada Perayaan Hari Suci Siwaratri terhadap Kelestarian
Lingkungan. (1) Implementasi ajaran Tri Hita Karana. Tri Hita Karanamerupakan konsep ajaran
dalam agama Hindu yang berarti tiga cara menjalin hubungan yang harmonis yaitu
Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Salah upaya menjalin hubungan yang harmonis ini
dapat dilakukan dengan cara melaksanakan upacara Yajna dengan menggunakan berbagai sarana
upakara yang berasal dari alam. Oleh karena itu, supaya upacara Yajna dapat terus berlangsung,
manusia harus menjaga alam sebagai penyedia sarana upacara tersebut. (2) Upacara Siwaratri
melestarikan Plasma Nutfah. Plasma Nutfah merupakan substansi yang terdapat dalam setiap
kelompok makhluk hidup yang merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dirakit untuk
menciptakan jenis unggul atau kultivar baru. Dalam usaha budi daya tanaman khususnya pada
kegiatan pemuliaan tanaman disadari pentingnya plasma nutfah sebagai sumber keragaman.
Dengan demikian koleksi plasma nutfah diperlukan untuk memudahkan mengujicobakan dengan
teknik-teknik tertentu, dapat sebagai persediaan jangka medium dan jangka panjang. Keberadaan
pohon Bila dalam hal ini juga turut membantu menjaga keseimbangan ekosistem melalui
pengembangan konsep plasma nutfah tersebut.
Download