HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit Gejala

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Penyakit
Gejala pada tajuk (bagian di atas permukaan tanah)
Gejala penyakit yang ditimbulkan oleh NSK sangat khas. Tanaman akan
mengalami kerusakan akar yang menyebabkan berkurangnya penyerapan air dan
hara sehingga sistem metabolisme terhambat. Terganggunya sistem metabolisme
akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (kerdil), daunnya
menguning cerah, serta layu pada siang hari yang terik (Gambar 7a) (Luc et al.
1995).
(a)
(b)
Gambar 7 Tanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng tahun 2012 (a) terinfeksi
NSK, (b) sehat.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa belum semua tanaman yang
terinfeksi NSK menunjukkan gejala. Pada lahan contoh di ketinggian 1500-1750
m dpl tidak terlihat adanya gejala NSK (lampiran 7), walaupun sudah ditemukan 2
sista/100 ml tanah. Sedikitnya populasi NSK mengakibatkan intensitas penyakit
rendah, hal inilah yang menjadi penyebab tidak munculnya gejala penyakit pada
lahan pertanaman tersebut.
Hal serupa terjadi pula pada lahan contoh di ketinggian lebih dari 2000 m
dpl. Gejala penyakit tidak terlihat pada pertanaman meskipun sista yang
12
ditemukan sangat banyak yakni 153 sista/100 ml tanah. Penyakit timbul apabila
ada kombinasi dari faktor virulensi patogen (NSK), rendahnya ketahanan
tanaman, kondisi lingkungan yang kurang mendukung, serta dengan dibantu peran
serta manusia (teknik budidaya dan kebiasaan). Pada kasus ini, gejala yang tidak
muncul meskipun sista yang ditemukan sangat banyak dapat disebabkan karena
kombinasi dari faktor tersebut di atas. Kondisi saat pengambilan sampel dilakukan
adalah sering turun hujan dan penyinaran matahari di siang hari cukup intensif.
Berdasar penelitian Selamet (2012), semakin tinggi tingkat keparahan
penyakit maka tinggi tanaman akan semakin menurun, klorosis daun meningkat,
berat segar tanaman semakin menurun, dan hasil umbi tanaman semakin menurun.
Gejala pada perakaran
Salah satu indikator bahwa suatu pertanaman telah terinfestasi NSK adalah
dengan ditemukannya sista pada tanah/lahan pertanaman. Pada saat pengambilan
sampel, diketahui bahwa sista umum dijumpai pada tanah dengan kedalaman 5-30
cm di bawah permukaan tanah.
Sista NSK memiliki bentuk yang sangat khas. Sista berbentuk bulat,
berukuran rata-rata 0.4 mm, dan memiliki tonjolan pada anterior/kepala yang
masuk ke dalam jaringan tanaman. Sista terbentuk dari kutikula, berfungsi untuk
melindungi telur dari bahan kimia, kekeringan, dan gangguan organisme lain.
Gambar 8 Sista nematoda sista kentang berbentuk bulat dan memiliki tonjolan
pada anterior.
Perbedaaan antara sista Globodera rostochiensis dan G. pallida terdapat
pada fase warna yang dimiliki masing-masing spesies. Sista G. rostochiensis
(Golden cyst nematode) (Gambar 9a) akan mengalami perubahan warna dari
13
kuning menjadi coklat, sedangkan sista G. pallida (White cyst nematode) (Gambar
9b) akan mengalami perubahan warna dari putih menjadi coklat.
(a)
(b)
Gambar 9 Sista Globodera spp., (a) sista G. rostochiensis berwarna kuning, (b)
sista G. pallida berwarna putih.
Prevalensi NSK Berdasarkan Ketinggian Tempat
Prevalensi diartikan sebagai rasio kejadian penyakit (NSK) yang terjadi
pada suatu area pertanaman terhadap keseluruhan area pertanaman yang diamati.
Dalam kasus ini, prevalensi berarti rasio jumlah objek amatan (lahan) yang
terinfeksi NSK dibandingkan dengan keseluruhan jumlah lahan yang diamati.
Perkembangan sista selain didukung oleh keberadaan eksudat akar inang juga
dipengaruhi oleh temperatur. Lisnawita (2007) menyebutkan bahwa temperatur
tanah yang optimum bagi perkembangan sista nematoda berkisar antara 15-21 oC.
Jumlah sista yang dihasilkan akan menurun apabila temperatur tanah lebih dari 21
o
C atau kurang dari 15 oC. Pada kisaran temperatur inilah sista mudah dijumpai.
Hasil pengukuran temperatur tanah di Dataran Tinggi Dieng (Gambar 10)
menunjukkan bahwa temperatur tanah di Dataran Tinggi Dieng masih mendukung
bagi perkembangan sista NSK. Sista NSK hampir selalu ditemukan pada daerah
ini.
Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin tinggi suatu lokasi yang berarti
bahwa semakin rendah temperatur, maka jumlah sista yang ditemukan semakin
banyak. Pada ketinggian 1500-1750 m dpl ditemukan sista dengan jumlah yang
jauh lebih sedikit dibandingkan pada 1750-2000 m dpl dan lebih dari 2000 m dpl.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah tahun 2009 menunjukkan bahwa pada
periode tersebut Desa Grogol dengan kisaran ketinggian 1500-1750 m dpl
14
dinyatakan bebas dari infeksi NSK. Tahun 2012, penelitian ini menunjukkan hasil
yang berbeda dimana sista NSK telah ditemukan pada lahan pertanaman di
kisaran ketinggian tersebut. Populasi NSK yang ditemukan pada lahan
pertanaman ini masih rendah akibat introduksi NSK pada lahan ini kemungkinan
terjadi dalam kurun waktu belum lama. Hal sebaliknya terjadi pada kisaran
ketinggian 1750-2000 m dpl dan lebih dari 2000 m dpl. Pada kedua kisaran
ketinggian ini jumlah sista NSK yang ditemukan sangat banyak karena NSK
sudah relatif lama terdapat pada kisaran ketinggian ini.
180
19.3
153
18.9
- 19
140
- 18
115
120
100
16.8
- 17
80
16.1
60
40
- 16
- 15
20
0
2
- 14
0
1250 - 1500
1500 - 1750
1750 - 2000
Ketinggian (m dpl)
>2000
Gambar 10 Rataan jumlah sista NSK dan temperatur tanah pada lahan kentang
dengan ketinggian yang berbeda di Dataran Tinggi Dieng tahun 2012.
Fluktuasi angka prevalensi NSK dapat disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya adalah terbawanya nematoda dari lahan terinfeksi ke lahan sehat.
Pemencaran nematoda dapat terbawa melalui peralatan pertanian, aliran air, umbi
kentang, maupun melalui tanah itu sendiri (Evans & Stone 1977).
Temperatur tanah (oC)
Rataan jumlah sista /100 ml tanah
160
- 20
Rataan jumlah sista /100 ml tanah
Temperatur tanah (oC)
(oC)
15
Tabel 2 Prevalensi NSK pada beberapa ketinggian yang berbeda di Dataran
Tinggi Dieng tahun 2012
Ketinggian (m dpl)
Prevalensi NSK
1
1250-1500
0%
2
1500-1750
60 %
3
1750-2000
100%
4
>2000
100%
No
Hasil ekstraksi tanah sampel pada ketinggian 1250-1500 m dpl
menunjukkan bahwa sista tidak ditemukan pada kelima lahan sampel. Hal ini
mengartikan bahwa kelima lokasi sampel dinyatakan bebas NSK.
Pada tabel 2, angka prevalensi pada ketinggian 1500-1750 m dpl adalah
60%. Dari kelima lahan teramati ditemukan 3 lahan telah terinfestasi sista NSK
meskipun dalam jumlah yang sedikit. Meskipun hanya sedikit jumlah sista yang
ditemukan namun kehadiran NSK ini patut diwaspadai, berawal dari satu sista
maka dapat berkembang/bermultiplikasi menjadi sebelas sista pada musim tanam
berikutnya (Supramana, Komunikasi pribadi). Adanya eksudat akar inang dan
didukung dengan kondisi lingkungan yang sesuai akan menyebabkan penetasan
telur yang terjadi lebih dari 80%. Apabila eksudat akar inang tidak tersedia, maka
telur-telur tersebut masih memiliki kemungkinan menetas sebesar 30% (Fenwick
1949).
Prevalensi Spesies NSK Berdasarkan Ketinggian Tempat
Prevalensi spesies di dalam komunitas diklasifikasikan berdasarkan
ketinggian tempat. Semakin tinggi suatu tempat maka semakin rendah
temperaturnya. Proporsi juvenil yang menetas dari telur sangat bervariasi.
Ketidakadaan inang akan menyebabkan juvenil menetas secara spontan beberapa
kali dalam setahun ketika temperatur dan kelembaban tanah sesuai bagi penetasan
telur. Di Eropa, apabila kondisi lingkungan tidak sesuai, maka telur akan menetas
hanya 30-33% pertahun (Grainger 1597).
Prevalensi spesies dalam populasi sangat ditentukan oleh kemampuan
bertahan hidup dari masing-masing spesies. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lisnawita (2007) menyebutkan bahwa temperatur optimum untuk menghasilkan
16
sista baru dengan faktor reproduksi yang paling tinggi, daya tahan hidup tinggi,
keperidian, dan multiplikasi NSK adalah 15-21 oC. Dua spesies NSK mempunyai
kemampuan bertahan yang berbeda-beda. Mulder (1988) menyatakan bahwa G.
rostochiensis mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup dan menetaskan telur
pada temperatur yang lebih hangat yakni mendekati 20 oC dan akan menurun
drastis pada temperatur di bawah 10 oC dan di atas 27 oC, sedangkan G. pallida
mempunyai kemampuan bertahan hidup dan menetaskan telur lebih banyak pada
temperatur yang lebih rendah yakni mendekati 18 oC dan akan menurun pada
temperatur di bawah 8 oC dan di atas 27 oC.
100%
100
90%
90
G. rostochiensis
G. pallida
25
30
30
70
70
80
80%
Prevalensi (%)
70
70%
60
60%
50
50%
40
40%
30
30%
20
20%
10
10%
0
0%
75
0
1250-1500
1500-1750
1750-2000
Ketinggian (m dpl)
>2000
Gambar 11 Prevalensi spesies NSK pada lahan kentang dengan ketinggian yang
berbeda di Dataran Tinggi Dieng tahun 2012.
Gambar 11 menunjukkan bahwa G. pallida telah mendominasi di semua
ketinggian, baik pada 1500-1750 m dpl, 1750-2000 m dpl, maupun lebih dari
2000 m dpl. Pada ketinggian 1500-1750 m dpl G. pallida telah mendominasi
sebesar 75%. Pada ketinggian 1750-2000 m dpl dan lebih dari 2000 m dpl,
dominasi G. pallida telah mencapai angka 70% dari total populasi yang ada.
75
70
70
17
Tabel 3 Rataan jumlah sista NSK dan temperatur tanah pada lahan kentang
dengan ketinggian yang berbeda di Dataran Tinggi Dieng tahun 2012
Ketinggian
(m dpl)
1250-1500
1500-1750
1750-2000
>2 000
Temperatur Tanah
(oC)
19.3
18.9
16.8
16.1
Rataan jumlah sista/100 ml
tanah
0
2
115
153
Lisnawita (2007) menyebutkan bahwa semakin rendah temperatur (kisaran
15-21 oC) pada lahan pertanaman maka akan semakin sesuai lahan pertanaman
tersebut bagi perkembangan NSK. Hasil pengukuran suhu tanah pada tabel 3
menunjukkan bahwa pada kisaran suhu tanah tersebut masih mendukung untuk
perkembangan kedua spesies NSK. Meningkatnya dominasi G. pallida terhadap
G. rostochiensis pada semua ketinggian ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya akibat tingginya pemencaran G. pallida baik melalui peralatan
pertanian maupun melalui umbi, faktor persaingan intra spesies, maupun
ketahanan spesies terhadap cekaman lingkungan. Evans (1993) menyebutkan
bahwa berdasar survei di UK kepadatan G. rostochiensis dapat berkurang 33% per
musim/tahun pada saat lahan diberakan, sedangkan G. pallida hanya menurun
sebesar 15% pada saat lahan diberakan.
Dominasi G. pallida harus diwaspadai karena G. pallida lebih sulit
dikendalikan daripada G. rostochiensis. Hingga saat ini sudah ada tanaman
kentang dengan varietas tahan terhadap G. rostochiensis namun belum ada
satupun varietas tahan terhadap G. pallida, selain itu G. pallida memiliki siklus
hidup lebih pendek daripada G. rostochiensis sehingga peningkatan kepadatan
populasi G. pallida lebih cepat daripada G. rostochiensis (Supramana,
Komunikasi pribadi).
Download