Rangkuman - Blog UB - Universitas Brawijaya

advertisement
TUGAS MANAJEMEN PUBLIK
Public Choice
Oleh:

NOVITA YULIDA PUSPA
125030118113007

BAYU EKA DANA
125030118113022

AGHISTINA WIDYA S
125030118113023

YANTI
125030118113029
Dosen:
Drs.Moch Rodzikin., MAP
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
KEDIRI
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Public choice
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai
pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian
Kediri, 5 Desember 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada masalah yang sangat mendasar, yakni kecelakaan yang terjadi dalam
perkembangan ilmu -ilmu humaniora (ekonomi, sosial dan politik) yang terjebak dalam
kotak parsial dan sempit, lalu adausaha dari sekelompok ekonom pilihan publik untuk
mengkaji lebih jauh bagaimana kelembagaan nonpasar bekerja dalam kerangka
kesejahteraan ekonomi. Akibat kesalahan pada tingkat ilmu, kelembaganekonomi dan
sosial politik banyak mengalami masalah. Disiplin ilmu humaniora yang tersekat
dalamkotak-kotak menyebabkan masing-masing cabang ilmu tersebut mengahadapi krisis
yang besar. Banyak fenomena baru yang tidak bisa ditangkap secara sempurna oleh
instrument teoritis pada masing-masingcabang ilmu. Ilmu ekonomi tersekat pada paradigm
pasar dan ilmu politik terperangkap dalam paradigmakekuasaan. Kedua kelompok
ilmuwan tersebut tidak saling bertemu, bahkan saling menjauh satu samalain dalam masa
yang panjang.Pada awal krisis ekonomi yang melanda Indonesia hingga sekarang ini, maka
dapat dikatakanbahwa bangsa Indonesia tidak memiliki dasar yang kuat untuk dapat tegar
menghadapi perubahan-perubahan global. Berbagai tekanan dan tantangan yang datang
dari dalam dan luar negeri selalu menghasilkan perubahan ke arah yang lebih buruk dalam
kinerja ekonomi, struktur sosial masyarakat, dan struktur politik bangsa. Pemerintah selalu
mengalami kesulitan dalam upayanya mengentaskan bangsa ini bangkit dariketerpurukan
ekonomi, sosial, dan politik. Krisis demi krisis akhirnya menghancurkan modal
sosialbangsa. Pada sisi lain terdapat penurunan kemampuan kinerja birokrasi, yang dalam
konteks Negara berkembang, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja bangsa secara
menyeluruh.
Teori pilihan publik ini merupakan sebuah pendekatan ekonomi politik baru
dimana dalam teori ini menganggap negara/pemerintah, politisi atau birokrat sebagai agen
yang memiliki kepentingan sendiri. Teori Publik Choise memusatkan perhatian pada aktor
dimana aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai
maksud artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai
tujuan tersebut, aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan.
Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang
menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan
untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor. Artinya
bahwa walaupun orang bertindak dalam pasar politis memiliki sejumlah kepedulian
terhadap orang lain, tapi motif utama mereka adalah kepentingan pribadi. Walaupun
banyak orang mendasarkan sejumlah tindakan mereka karena kepedulian mereka terhadap
orang lain, motif dominan dalam tindakan orang di pasar baik mereka merupakan,
pengusaha, pekerja, maupun konsumen, adalah suatu kepedulian terhadap diri mereka
sendiri. Ahli ekonomi pilihan publik membuat asumsi yang sama bahwa walaupun orang
bertindak dalam pasar politis memiliki sejumlah kepedulian terhadap orang lain, motif
utama mereka adalah kepentingan pribadi. Sebagaimana yang di asumsikan oleh Muller
bahwa manusia adalah makhluk yang egois, rasional dan selalu memaksimalkan manfaat
serta bertekad memahami upaya yang menghubungkan cara-cara dan tujuan-tujuan
seefektif mungkin.
Dalam model pilihan publik, politik tidak dipandang sekedar sebagai
nstitusi-institusi dan proses-proses dimana individu berusaha memenuhi kebutuhan atau
pilihan mereka yang terkait dengan barang-barang yang dibutuhkan banyak orang atau
bersifat publik. Disini Politik dipandang bukan hanya sebagai arena memperoleh
kekuasaan seperti yang digunakan dalam pendekatan politik murni; melainkan lebih
dipandang sebagai arena permainan yang memungkinkan terjadinya pertukaran di antara
warga negara, partai-partai politik, pemerintah dan birokrat. Aturan yang harus diikuti
dalam permainan politik adalah konstitusi dan sistem pemilihan. Ada pun yang menjadi
pemain dalam pasar politik adalah para pemilih sebagai konsumen atau pembeli
barang-barang publik, dan wakil rakyat sebagai legislatif dan politikus, yang bertindak
layaknya seorang wirausahawan yang menginterpretasikan permintaan rakyat terhadap
barang-barang
publik
dan
mencarikan
jalan
sekaligus
memperjuangkan
agar
barang-barang publik tersebut sampai pada kelompok-kelompok pemilih yang memilih
mereka dalam pemilihan. Mitchell memandang bahwa pelaku diasumsikan memiliki
sifat-sifat spesifik tertentu termasuk sekumpulan selera atau urutan preferensi dan
kapasitas membuat keputusan-keputusan rasional atau kemampuan untuk memilih
penyelesaian terefisien atas dilema pilihan yang dihadapinya.
Teori pilihan publik ini terbagi dalam dua aliran yaitu teori pilihan publik normatif
dan teori pilihan publik positif. Dalam aliran teori publik normatif ini merupakan proses
menganalisa sifat-sifat dari sistem politik yang dianggap menguntungkan. Sejalan dengan
Caporaso, Erani menekankan bahwa focus dari teori pilihan publik ini adalah pada isu-isu
yang terkait dengan desain politik dan aturan-aturan politik dasar. Pendeknya teori ini
berhubungan dengan kerangka kerja konstitusi yang mengambil tempat dalam proses
politik. Teori pilihan publik positif berusaha untuk merancang penjelasan bagi
aturan-aturan dan proses-proses pemilihan yang ada dan menelaah bagaimana
konsekuensinya.
B.Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud Public Choice ?
 Bagaimana perkembangan Public Choice ?
 Apa saja ruang lingkup Public Choice ?
 Bagaimana perspektif Public Choice ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Didik J. Rachbini, public choice diartikan sebagai penerapan
metode-metode ekonomi terhadap bidang politik dengan dua masalah pokok yaitu
masalah tindakan kolektif dan masalah mengorganisasikan preperensi. Sedangkan politik
diartikan sebagai seni bagaimana sistem pemerintahan dilaksanakan.
Menurut samuelson & Nordhaus (1991), teori pilihan adalah salah satu cabang ilmu
ekonomi yang mempelajari bagaimana pemerintah membuat keputusan yang terkait
dengan kepentingan masyarakat (public). Lebih jelas, samuelson & Nordhaus
mendifinisikan teori pilihan public sebagai berikut: “ Public Choice Theory asks about
`how`, `what`, and ` for whom` of the public sectors just as supply and demand theory
examines choices for the private sectors”.
Definisi yang lebih sederhana diberikan oleh Caporaso & Levine (1993), yang
mengertikan pilihan public sebagai aplikasi metode-metode ekonomi terhadap politik.
Definisi tersebut sesuai dengan pendapat Buchanan (1984) yang mengatakan bahwa
teori pilihan public mengguakan alat-alat dan metode-metode yang sudah dikembangkan
hingga tingkat analisa canggih ke dalam teori-teori ekonomi dan diaplikasikan ke sector
politik atau pemerintah, ke ilmu politik atau ke ekonomi public.
Teori Publik Choice ini merupakan sebuah pendekatan ekonomi politik baru dimana
dalam teori ini menganggap negara/pemerintah, politisi atau birokrat sebagai agen yang
memiliki kepentingan sendiri. Teori Publik Choise memusatkan perhatian pada aktor
dimana aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai
maksud artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai
tujuan tersebut, aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan.
Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang
menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan
untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor. Artinya
bahwa walaupun orang bertindak dalam pasar politis memiliki sejumlah kepedulian
terhadap orang lain, tapi motif utama mereka adalah kepentingan pribadi. Walaupun
banyak orang mendasarkan sejumlah tindakan mereka karena kepedulian mereka terhadap
orang lain, motif dominan dalam tindakan orang di pasar baik mereka merupakan,
pengusaha, pekerja, maupun konsumen, adalah suatu kepedulian terhadap diri mereka
sendiri. Ahli Ekonomi Pilihan Publik membuat asumsi yang sama bahwa walaupun orang
bertindak dalam pasar politis memiliki sejumlah kepedulian terhadap orang lain, motif
utama mereka adalah kepentingan pribadi. Sebagaimana yang di asumsikan oleh Muller
bahwa manusia adalah makhluk yang egois, rasional dan selalu memaksimalkan manfaat
serta bertekad memahami upaya yang menghubungkan cara-cara dan tujuan-tujuan
seefektif mungkin.
Dalam model pilihan publik, politik tidak dipandang sekedar sebagai nstitusi-institusi
dan proses-proses dimana individu berusaha memenuhi kebutuhan atau pilihan mereka
yang terkait dengan barang-barang yang dibutuhkan banyak orang atau bersifat publik.
Disini Politik dipandang bukan hanya sebagai arena memperoleh kekuasaan seperti yang
digunakan dalam pendekatan politik murni; melainkan lebih dipandang sebagai arena
permainan yang memungkinkan terjadinya pertukaran di antara warga negara, partai-partai
politik, pemerintah dan birokrat. Aturan yang harus diikuti dalam permainan politik adalah
konstitusi dan sistem pemilihan. Ada pun yang menjadi pemain dalam pasar politik adalah
para pemilih sebagai konsumen atau pembeli barang-barang publik, dan wakil rakyat
sebagai legislatif dan politikus, yang bertindak layaknya seorang wirausahawan yang
menginterpretasikan permintaan rakyat terhadap barang-barang publik dan mencarikan
jalan sekaligus memperjuangkan agar barang-barang publik tersebut sampai pada
kelompok-kelompok pemilih yang memilih mereka dalam pemilihan. Mitchell
memandang bahwa pelaku diasumsikan memiliki sifat-sifat spesifik tertentu termasuk
sekumpulan selera atau urutan preferensi dan kapasitas membuat keputusan-keputusan
rasional atau kemampuan untuk memilih penyelesaian terefisien atas dilema pilihan yang
dihadapinya.
Teori Publik Choice ini terbagi dalam dua aliran yaitu teori Publik Choice normatif
dan teori pilihan publik positif. Dalam aliran teori publik normatif ini merupakan proses
menganalisa sifat-sifat dari sistem politik yang dianggap menguntungkan. Sejalan dengan
Caporaso, Erani menekankan bahwa focus dari teori pilihan publik ini adalah pada isu-isu
yang terkait dengan desain politik dan aturan-aturan politik dasar. Pendeknya teori ini
berhubungan dengan kerangka kerja konstitusi yang mengambil tempat dalam proses
politik. Teori pilihan publik positif berusaha untuk merancang penjelasan bagi
aturan-aturan dan proses-proses pemilihan yang ada dan menelaah bagaimana
konsekuensinya.
Public Choice adalah sebuah perspektif untuk bidang politik yang muncul dari
pengembangan dan penerapan perangkat dan metode ilmu ekonomi terhadapa proses
pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena non pasar (non market
phenomena). Tetapi diakui bahwa keterangan pendek ini tidak cukup memberi deskripsi
yang lengkap karena untuk mencapai suatu perspektif bagi politik seperti ini diperlukan
pendekatan ekonomi tertentu. PC adalah sebuah perspektif untuk bidang politik yang
muncul dari pengembangan dan penerapan perangkat dan metode ilmu ekonomi terhadapa
proses pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena non pasar (non market
phenomena). Tetapi diakui bahwa keterangan pendek ini tidak cukup memberi deskripsi
yang lengkap karena untuk mencapai suatu perspektif bagi politik seperti ini diperlukan
pendekatan ekonomi tertentu.
BAB III
PEMBAHASAN
Public Choice atau yang dikenal dengan pilihan publik adalah sebuah perspektif untuk
bidang politik yang muncul dari pengembangan dan penerapan perangkat dan metode ilmu
ekonomi terhadapaproses pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena non
pasar (non market phenomena).Tetapi diakui bahwa keterangan pendek ini tidak cukup
memberi deskripsi yang lengkap karena untuk mencapai suatu perspektif bagi politik
seperti ini diperlukan pendekatan ekonomi tertentu.Menurut Samuelson & Nordhaus
(1995) teori pilihan publik ialah salah satu cabang ilmu ekonomi yang mempelajari
bagaimana pemerintah membuat keputusan yang terkait degan kepentinganmasyarakat
(publik). Teori pilihan publik dapat digunakan untuk mempelajari perilaku para actor
politik maupun sebagai petunjuk bagi pengambilan keputusan dalam penentuan pilihan
kebijakan publik yangpaling efektif. Yang menjadi subjek dalam telaah pilihan publik
adalah pemilih, partai politik, politisi,birokrat, kelompok kepentingan, yang semuanya
secara tradisional lebih banyak dipelajari oleh pakar-pakar politik. Premis dasar pilihan
publik ialah bahwwa pembuat pembuat keputusan politik (pemilih,politisi, birokrat) dan
membuat keputusan privat (konsumen, produsen, perantara) bertindak dengan carayang
sama : mereka bertindak sesuai kepentingan pribadi. Dalam kenyataan, pembuat keputusan
ekonomi(misalnya, konsumen) dan pembuat keputusan politik (pemilih) biasanya adalah
orang yang sama.Tegasnya, orang yang membeli barang-barang keperluan sehari-hari
(konsumen) adalah juga orang-orangyang menjadi pemilih dalam pemilu.Dalam model
pilihan publik, politik tidak dipandang sebagai arena permainan yangmemungkinkan
terjadinya pertukaran di antara warga Negara, partai-partai politik, pemerintah danbirokrat.
Seperti halnya dalam permainan olahraga dan permainan pasar ekonomi, permainan dalam
pasarpolitik juga memiliki aturan-aturan yang harus dipatuhi dan para pemain dengan
tujuan utamamemenangkan pertandingan. Aturan yang harus diikuti dalam permainan
politik adalah konstitusi dansistem pemilihan. Adapun yang menjadi pemain dalam pasar
politik adalah para pemilih sebagaikonsumen dan pembeli barang-barang publik, dan wakil
rakyat sebagai legislatif atau politikus yang bertindak layaknya seorang wirausahawan
yang
menginterprestasikan
permintaan
rakyat
terhadap
barang-barang
publik
dan mencarikan jalan sekaligus memperjuangkan agar barang-barang publik tersebut
sampaipada kelompok-kelompok pemilih yang memilih mereka dalam pemilihan.Selain
pemilih sebagai konsumen dan legislatif sebagai pemasok, kadang-kadang ikut
sertaorganisasi kelompok kepentingan dalam permainan politik. Mereka mewakili suatu
kelompok masyarakatatau bisnis tertentu yang diorganisasi untuk melobi pengambil
keputusan untuk mengeluarkan kebijakanyang mengakomodikasikan kepentingan para
anggotanya. Kadang-kadang kelompok kepentingan ini memilih kekuatan politik melebihi
jumlah anggotanya. Jika kelompok kepentingan menguasai badanpengaturan dan badan
legislatif, ia bisa berubah menjadi apa yang disebut non-representative government.
Dalam model pilihan publik, hasil politik ditentukan oleh permintaan dan penawaran,
persis samaseperti halnya proses terbentuknya harga dalam pasar persaingan sempurna.
Hanya saja dengan pilihanpublik, konsep barter dan pertukaran yang sederhana, sesuai
konsep ekonomi murni, menjadi lebihkompleks sifatnya. Pertukaran dalam pengertian
yang lebih kompleks ini diartikan sebagai suatu prosespersetujuan kontrak yang lebih luas
makna dan cakupannya dari pertukaran yang dilakukan oleh duaorang yang melakukan
transaksi, sebab tekanan akhir dari persetujuan kontrak adalah proses persetujuansukarela
di antara banyak orang dalam masyarakat. Dalam hal ini, pilihan publik tidak
menolak kemungkinan adanya kepentingan kolektif dan tindakan kolektif, tetapi kalaupun
ada maka semua ituhanya merupakan hasil dari segenap kepentingan individu yang ada
dalam kelompok.Transformasi konsep pertukaran ekonomi yang sederhana dalam
keputusan-keputusan ekonomi menjadi perjanjian atau consensus sukarela yang lebih
kompleks dalam keputusan-keputusan politik,sangat menarik sebagai pilihan paradigma
baru dalam ilmu politik yang secara tradisional berbasis padaanalisis tentang kekuasaan.
Kelebihan pendekatan pilihan publik yang langsung dirasakan ialah bahwaproses politik
tentang permainan kekuasaan menjadi lebih lunak karena didasarkan pada kesukarelaan
diantara partisipan dalam proses dan pengambilan keputusan politik sesuai aturan dan
konstitusi, tidak sekedar didominasi oleh pihak yang dominan dan berkuasa.
3.1 Perkembangan Publik Choice Serta Penerapan di Indonesia
Pemikiran public choise dalam merombak bidang – bidang sosial maupun politik
sesuai hukumekonomi klasik yang analog dengan permintaan dan penawaran komoditas.
Dengan analogi tersebut ,maka pemerintah bisa diasumsikan sebagai supplier , yang bisa
menyediakan komoditas publik untuk masyarakat. Selain itu public choise perhatiannya
tertuju terhadap fungsi pilihan sosial atau eksplorasi terhadap kepemilikan kesejahteraan
sosial. Publik choise bukan suatu objek studi tetapi sebuah carauntuk menelaah subyek ,
jadi public choise tersebut bisa menjadi petunjuk bagi pengambil keputusanuntuk
menentukan pilihan kebijakan yang paling efektif.
Pilihan Publik di awali setelah karya monumental Eli Hecksher (1931) berkenaan
merkantilismesebagai kumpulan ide-ide yang ditujukan untuk mencapai beberapa tujuan
utama, seperti halnya
kekuasaan Negara
.Namun disisi lain Ekelund
dan Tollison
menolakinterpretasi standar darimerkantilisme dan menawarkan alternatif. Buku pertama,
Merkantilisme sebagai “ Rent Seeking Society”:selanjutnya Peraturan Ekonomi dalam
Perspektif Sejarah (Ekelund dan Tollison 1981) "melihat proses"regulasi ekonomi
didorong olehkepentingan individu, koalisi politik, atau keduanya; dan yang
kedua,Ekonomi dipolitisir: Monarki, Monopoli dan Merkantilisme , diperpanjang
pandangan ini kepadakeprihatinan yang lebih luas perubahan institusional. Ekelund dan
Tollison menemukan bukti baik diHeckscher dan dalam sumber-sumber lain yang
bertentangan dengan pandangan bahwa merkantilisme “acollection of ideas or the
apotheosis of “state power” (hanyalah kumpulan ide atau pendewaan"kekuasaan negara).
Penggabungan analisis pilihan public ke dalam interpretasi sejarah dari
merkatilisme telah menghasilkan reaksi yang beragam, Kritik-kritik yang menolak
aksioma kepentingan diri. misalnya John J. McCusker (2000) merasa sulit untuk percaya
bahwa salah satu kekuatan pendorong utama dan kekak dari perubahan sejarah adalah
perilaku mementingkan diri sendiri oleh kelompok kepentingan yang menggunakan
pemerintah untuk melakukan control terhadap ekonomi. Selanjutnya dalam pemahaman
tentang individu dan “sekolah” melalui kajian “school” pemikiran ekonomi didasarkan
pada pendekatan umum yang sama, untuk analisis ekonomi yang sebelumnya telah
disebutkan :pilihanpublik, implikasi rasional analisis kepentingan, kepentingan kelompok
dan interaksi politik dan peraturan.
Coba kita simak peristiwa nyata yang sangat pelik yang terjadi di indonesia dan
merupakan
kebijakan
“buah
simalakama”
perubahan
kenaikan
harga
BBM
semasa pemerintahan SBY yang di mulaitahun 2005, dan beberapa kenaikan di tahun
berikutnya. Sungguh sebuah “pilihan publik” dari pemikiran ekonomi penguasa yang
memperhitungkan anggaran negara dengan perbandingan kenaikan harga minyak dunia.
Eksistensi upaya mempertahankan keterpurukan negara dari pengaruh naiknya harga
minyak dunia, akan ditantang oleh realitas ekonomi para pengusaha kecil yang memakai
BBM maupunmasyarakat Indonesia yang secara keseluruhan roda perekonomiannya
digerakkan oleh BBM. Mampukah memberikan subsidi silang kepada publik “si miskin”
lebih banyak. Hal ini juga memperpanjang diskursus tentang pencabutan subsidi bagi
masyarakat
“kepentingan
publik”
sampai
saat
ini.
Sungguh
sulit
kiranya
mengkampanyekan “pilihan publik” sampai beberapa tahun mendatang, karena di Negara
maju pun di mana teori ini dikemukan tidak mampu terwujud yang dapat memuaskan dan
meningkatkan kepuasaan kepentingan publik secara umum. Namun hal yang
menggembirakan “pilihan publik” dapat menjadi sebuah konsep idiologi yang mampu
mencerdas generasi bangsa tentang apa yang benar dansalah dalam praktik kebijakan
publik, maupun alasan-alasan pembenar dari diambilnya sebuah kebijakan.
Disamping itu penempatan porsi yang besar pada sektor “pilihan publik”
menghasilkan“inefisiensi” penyelenggaraan negara. Sebagai kasus yang lain dapat
ditampilkan di Indonesia adalah pemilihan umum secara langsung, yang memberi
kesempatan pada setiap individu warga negara untuk memaksimalkan pilihannya dalam
sebuah arena politik. Perhelatan politik menyedot perhatian dananggaran yang cukup besar
pada setiap individu yang terlibat. Bila kita simak, ada beberapa potensipemborosan dalam
penyelenggaraan pemilu.

Pertama, anggaran pemerintah melalui APBN yangterdistribusi pada sektor
birokrasi dari tingkat pusat sampai pada di tingkat Desa dan pada penyelenggarapemilu
dari KPU pusat sampai pada PPS ditingkat desa, bahkan sampai ke TPS. Sungguh dari
sisi waktu dan anggaran yang terlibat untuk memenuhi “pilihan publik” sangat luar
biasa, dimana pemilihan tidak diselenggarakan secara serempak, terjadinya di berbagai
lini dari pemilhan legislatip (DPD, DPR, DPRDProvinsi, DPRD Kabupaten/Kota),
Presiden, Gubernur, Bupati/Wali Kota, Kepala Desa yang tidak sedikitmenghabiskan
anggaran, seakan-akan negara ini hanya mengerjakan pemilihan umum.

Kedua biaya kandidat atau “public interest” cukup bervariasi dan besar.
Masing-masing kelompok atau individu memaksimalkan kepentingan untuk menjadi
yang terbaik dan terpilih memerlukan cost yang tinggi.

Ketiga, yang memperihatinkan adalah terjadi pengorbanan kepentingan umum,
yaitu masyarakatIndonesia baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selanjutnya kita simak apa yang disampaikan dalam jurnal oleh Lars Magnusson
(1994), memiliki kepentingan, sebagai intelektual "merkantilisme dengan pendekatan
sejarah, yang mengarah pada penolakan langsung dari perspektif publik-pilihan. Teori
merkantilisme
didasarkan
pada
kepentingan
kelompok,
prinsip-prinsip“rent-seeking”(mencari keuntungan) harus ditinggalkan jika teorilain yang
lebih baik hadir, sesuai dengan fakta-fakta penting dari perubahan institusional yang dapat
dibuktikan. Kritik bisa mendapatkan tantangan serius untuk analisis merkantilisme
sebagai“rent-seeking society”
jika mereka bisa menunjukkan bahwa kebijakan
perdagangan disahkan oleh politik perwakilan yang secara konsisten meningkatkan
kesejahteraan
umum dengan mengorbankan
sedikit kepentingan
khusus. Pernyataan
diatas memiliki kekuatan menjelaskan peristiwa dunia nyata dalam hal motif kepentingan
sendiri dan proses politik.
Dengan demikian, public choice dalam aplikasinya sangat erat kaitannya dengan
masyarakat pemilih, partai politik, politisi, birokrat, kelompok kepentingan dan
aturan-aturan pemilihan umum.Semua ini biasanya dikaitkan dengan ilmu politik, tetapi
pada saat ini para ahli ekonomi politik mengembangkan pendekatan baru dengan
meminjam paradigm dasar pada ilmu ekonomi. Jadi, publicchoice bukan hanya suatu objek
studi, tetapi juga sebuah cara untuk menelaah subjek yang secaradefinitive yang di
artikan sebagai the economic study of nonmarket decision making.
3.2 Esensi Teory Public Choice
Pilihan Publik di awali setelah karya monumental Eli Hecksher (1931)
berkenaan merkantilisme sebagai kumpulan ide-ide yang ditujukan untuk mencapai
beberapa tujuan utama, seperti halnya kekuasaan negara. Namun disisi lain Ekelund dan
Tollison menolak interpretasi standar dari merkantilisme dan menawarkan alternatif. Buku
pertama, Merkantilisme sebagai “Rent Seeking Society”: selanjutnya Peraturan Ekonomi
dalam Perspektif Sejarah (Ekelund dan Tollison 1981) "melihat proses" regulasi ekonomi
didorong oleh kepentingan individu, koalisi politik, atau keduanya; dan yang kedua,
Ekonomi dipolitisir: Monarki, Monopoli dan Merkantilisme , diperpanjang pandangan ini
kepada keprihatinan yang lebih luas perubahan institusional. Ekelund dan Tollison
menemukan bukti baik di Heckscher dan dalam sumber-sumber lain yang bertentangan
dengan pandangan bahwa merkantilisme “a collection of ideas or the apotheosis of “state
power” (hanyalah kumpulan ide atau pendewaan "kekuasaan negara).
Penggabungan
analisis
dari merkantilisme telah
pilihan
menghasilkan
publik
reaksi
ke
yang
dalam
interpretasi
beragam, Kritik-kritik
sejarah
yang
menolak aksioma kepentingan diri. misalnya John J. McCusker (2000) merasa sulit untuk
percaya bahwa salah satu kekuatan pendorong utama dan kekal dari perubahan sejarah
adalah perilaku mementingkan diri sendiri oleh kelompok kepentingan yang menggunakan
pemerintah
untuk
pemahaman tentang
melakukan kontrol
individu
terhadap
dan "sekolah"
melalui
ekonomi. Selanjutnya
kajian
dalam
“school” pemikiran
ekonomi didasarkan pada pendekatan umum yang sama, untuk analisis ekonomi yang
sebelumnya telah disebutkan : pilihan public, implikasi rasional analisis kepentingan ,
kepentingan kelompok dan interaksi politik dan peraturan.
Namun sejauh penelusuran penulis terhadap hasil bacaan pada jurnal ini, tidak ada
pemahaman yang secara implisit disebutkan tentang “teori pilihan publik”, yang bisa
digambarkan dari berbagai kasus dalam bacaan ini bahwa “teori pilihan publik” adalah
sebuah teori yang masih berada dalam tataran konsep atau idiologi yang apabila diinginkan
untuk memenuhi kepuasan dari setiap kepentingan individu dalam sebuah orgnaisasi atau
negara. Teori pilihan publik juga banyak diilhami dari tulisan-tulisan Adam Smith yang
mana mengunggulkan kebebasan individu, untuk mencapai puncak kesejahteraannya
dengan memberikan kebebasan, untuk melakukan pilihan-pilihannya secara rasional.
Kendatipun tidak dapat dibuktikan secara empiris bahwa dalam satu negara ataupun
organisasi setiap orang dapat memilih dan melaksanakan kebebasannya sendiri, tanpa
batas-batas negara, pengaruh kekuasaan dan kelompok kepentingan. Demikian juga
terungkap dalam beberapa kasus dalam jurnal yang dibahas. Dari beberapa bacaan
penunjang akan saya tampilkan beberapa pemahaman tentang teori ini.
Holcombe dan Dmitry Ryvkin, (2010), melalui sebuah ilustrasi sebagai berikut
sebuah sastra substansial dalam pilihan public menganalisis bagaimana pengambilan
keputusan kolektif memilih di antara berbagai pilihan. Jika keputusan kelompok akan
dibuat di antara pilihan A, B, dan C, pilihan mana yang akan kelompok pilih? Ini
mengasumsikan anggota kelompok mengetahui hasil dari pilihan antara yang mereka
pilih. Makalah ini tidak menganalisis bagaimana kelompok memilih di antara berbagai
pilihan,
melainkan
bagaimana menentukan, apa
hasilnya
jika
beberapa pilihan
tertentu dipilih. Sebagai contoh, apa yang akan terjadi jika kelompok setuju untuk
mengambil Sebuah
pilihan?).
Selanjutnya
Reksulak
(2010)
menyebutkan
bahwa pendekatan teori pilihan publik terhadap kebutuhan anti trust harus disandingkan
dengan penuh
semangat “public
interest
theory” (Teori
kepentingan umum) yang
berlakupada sentimen di Eropa. Salah satu langkah menuju tujuan yang telah digariskan
oleh Voigt (2006,
hal 207) menggambarkan
sebagai"kebijakan antitrust kuat" bahwa
bersamaan menggabungkan tujuan penalaran ekonomi,
kesadaran sumber
daya
dan
pengakuaneksplisit "konsekuensi umum tentang kesejahteraan". Dalam karya yang lain
Willian F Shugart II dan Fred S McChesney (2010) menyoroti tentang “kepentingan
umum” sebagai berikut “pilihan publik ulama untuk menjelaskan perilaku individu dalam
pengaturanalternatif non-pasar yang disediakan, positif diuji pada pemikiran ortodoks,
sebagian besar normative “kepentingan umum” penjelasan pemerintah, bisa juga
bermanfaat diterapkan ke dunia kebijakan anti trust. Dalam konteks pemikiran muncul
“pilihan public” tentang lembaga administratif.
Dari bacaan utama dan penunjang ini, penulis kembali menegaskan tentang teori
“pilihan publik” bahwa setiap individu dapat melakukan pilihan-pilihannya secara
rasional, sehingga dalam penerapannyapun diharapkan tidak memiliki benturan pada
pilihan-pilihan rasional dari pihak lain, dengan demikian maka penerapan teori pilihan
publik mengaju pada pada hasil positif yang mengarah pada “kepentingan umum” yang
kiblatnya pada “kesejahteraan umum”. Namun perlu hati-hati dan penyelidikan yang
serius, bahwa pilihan-pilihan publik individu sulit rasanya bebas dari pemikiran-pemikiran
ekonomi “non-pasar”, sehingga dapat menghasilkan ukuran-ukuran non ekonomi seperti
kesetaraan, keadilan dan kesejahteraan. Kalau boleh juga diperwakilkan bahwa
kepentingan bermotif ekonomi “kebutuhan” tentu memerlukan keluasan dan kerarifan cara
berpikir tentang motif tindakan manusia sebagai pribadi. Menurut Deliarnov (2006)
“kebutuhan manusia relatif tidak terbatas, disisi lain alat pemuas berbagai kebutuhan
tersebut terbatas. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan alat pemuas menyebabkan
diperlukannya sebuah ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi pada intinya mengajarkan bagaimana
manusia atau sekelompok manusia membuat pilihan-pilihan terbaik, sebagaimana
dikemukakan oleh Paul Sauelso (2001) “ilmu ekonomi adalah studi mengenai bagaimana
orang dan masyarakat memilih, dengan tanpa menggunakan kekerasan, untuk
memanfaatkan sumber-sumber daya produktif yang langka demi memproduksi berbagai
komuditi dari waktu ke waktu dan mendistribusikannya untuk dikonsumsi, saat ini maupun
di masa depan oleh berbagai orang dan kelompok dalam masyarakat”.
3.3Perkembangan Public Choice
Pada decade 1980-an literature politik dipenuhi tulisan-tulisan tentang rational choice
atau public choice yang menjelaskan hubungan antara ekonomi dan politik melalui
paradigma antara ekonomi klasik public choice (gambar) :
Variabel
Supplier
Ekonomi Klasik
Produsen, pengusaha, distributor
Publik Choice
Politis, parpol, birokrasi,
pemerintah
Demander
Konsumen
Pemilih (voters)
Jenis Komoditas
Komoditas individu (private
Komoditi public (public
goods)
goods)
Alat transaksi
Uang
Suara (voters)
Jenis transaksi
Voluntary transaction (sukarela)
Politic as exchange
Samuel Popskin menjelaskan bahwa public choice dapat dipakai juga sebagai study
terhadap institusi-institusi ekonomi non-pasar dan pelunasan dari metodologi ekonomi
mikro terhadap institusi-institusi non-pasar tersebut dalam tatanan non-pasar. Artinya
public choice menjadi jembatan antara ekonomi (dalam menerapkan model-model rasional
dari individu-individu yang terlibat didalam pasar) dengan ilmuan sosial lain yang
mempunyai asumsi ekonomi tentang alokasi sumber daya yang terbatas tetapi tidak
aplikatif terhadap studinya untuk institusi-institusi pedesaan.
3.4Lingkup Public Choice
PC merupakan metode ekonomi terhadap bidang politik dengan 2 masalah pokok : a)
masalah tindakan kolektif ( collective action) , dan b) masalah mengagregasikan
preferensi.Ilmu ekonomi terlahir untuk mengatur atau memberikan arah yang tepat dalam
pengalokasian sumber-sumber ekonomi yang langka dan politik dipakai untuk menyiasati
bagaimana suatu sistem pemerintahan dilaksanakan sebagai suatu art/seni. Jika negara
memiliki sumberdaya ekonomi yang tak terbatas , maka ilmu ekonomi dan ilmu politik
tidak diperlukan lagi untuk mengatur pengalokasiannya dalam mewujudkan sistem
pemerintahan dan kekuasaan. Namun, jika sumber daya terbatas maka ada beberapa cara
untuk mengaturnya antara lain:
 alturisme
Adalah pola alokasi sumberdaya ekonomi atas dasar sistem dan hubungan
pemberian. Artinya ada keterlibatan moral atau emosional : karena rasa
kemanusiaan , persahabatan dan sebagainya . Sebagai contoh , bantuan bencana
kepada yang terkena musibah di daerah-daerah. Bantuan tersebut yang merupakan
komoditas individu berubah atau bergeser menjadi komoditas publik dalam proses
distribusinya.
 Anarkhi
Adalah suatu sistem tanpa hukum atau aturan . Jadi , suatu komoditas publik yang
terbatas dimanfaatkan oleh sekelompok orang tertentu tanpa batasan dan aturan
yang jelas dan pemanfaatannya bersifat anarkhi.
 Pasar (Market)
Adalah suatu konsep kontroversial sebagai medium pertukaran atau transaksi
berbagai hal. Sumberdaya ekonomi dapat menjadi suatu market karena adanya
voluntarisme.
 Pemerintah dan Birokrasi
adalah lembaga yang mamabu membuat aturan, menerapkan dan mengenakan
sanksi-sanksi tertentu dan mampu menyelesaikan masalah – masalah kompleks
seperti kegagalan pasar dan dampak eksternalitas. Sumberdaya ekonomi yang terbatas
akan
mampu
dikelola
oleh
pemerintah
dengan
birokrasinya
sehingga
masalah-masalah ekonomi yang terjadi di lapangan dapat dieliminir.
3.5Komoditas Individual dan Komoditas Publik
Iain Mclean (public choice : An Introduction, New York, Basil and Blackwell.
1989. Hlm 1-5) menjelaskan bahwa ekonomi usianya hanya berhubungan dengan swasta
dan individu. Oleh Karena itu pembentukan harga tergantung dari kekuatan permintaan
dan penawaran yang dilakukan oleh konsumen dan penjual sewaktu melakukan transaksi
bebas dipasar.
3.6Perspektif Public Choice
James Buchanan (ekonomi hadiah nobel) menerangkan konsep public choice tidak
sebagai teori yang sempit, melainkan sebagai perspektif. Public choice adalah perspektif
untuk bidang politik yang muncul dari pengembangan dan penerapan perangkat dan
metode ilmu ekonomi terhadap proses pengambilan keputusan kolektif dan berbagai
fenomena non-pasar.
Buchanan menganalisa aspek terpisahdari dua elemen perspektif public choice.
Aspek pertama pendekatan “catallactics” umum pada ilmu ekonomi, sedangkan aspek
kedua adalah postulasi apa yang dikenal sebagai “homo economicus” dalam kaitannya
dengan sikap individual.
Aspek pertama adalah catallaxy atau ekonomi sebagai ilmu pertukaran. Menurut
Buchanan pengertian ilmu ekonomi bukan hanya dalam terminologi hambatan kelangkaan
sumber daya saja, tatapi juga menagaplikasikan disiplin ilmu ekonomi sesuai asalnya
dengan konsentrasi pada akar filsafat, “properties” dan lembaga pertukaran (institution of
exchange). Sehubunagn dengan itu F.A Hayek mengartikan “catallaxy” sebagai
pendekatan terhadap ekonomi sebagai subyek pencaarian dan gambaran perhatian
langsung terhadap proses pertukaran, perdaganagan atau perjanjian terhadap kontrak.
Interaksi politik adalah pertukaran yang kompleks, oleh karena itu cara memperbaiki pasar
adalah dengan member fasilitas proses pertukaran dan melekukan reorganisasi
aturan-aturan perdagangan, kontrak dan “agreement”. Sedangkan untuk memperbaiki
politik diperlukan reformasi aturan dan kerangka dasar dimana permainan politik
dilakukan atas dasar falsafah yang bersifat kesukarelaan.
Aspek kedua adalah pemahaman tentang “homo economicus”, konsep yang semula
diartikan sebagai manusia yang hanya mementingkan kepuasan pribadi, diberi konotasi
sebagai maanusia yang cenderung memaksimalkan utilitas karena dihadppkan pada
keterbatasan sumberdaya yang dimilikinya. Secara teknis konsep ini digambarkan dalam
fungsi utilitas dimana individu terus berusaha untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
3.7 Kasus-kasus Pertentangan dan Dukungan terhadap Public Choice
Kasus-kasus dalam jurnal ini menunjukkan bahwa bukti empiris tentang penerapan
“teori pilihan publik” dapat terpenuhi manakala hasil penerapannya pada “kelompok
kepentingan” terbukti. Namun yang menjadi pertanyaan besar adalah Publik yang mana?
Dari beberapa kasus ditunjukkan bahwa “publik” dari kelompok pemenang, mayoritas,
penguasa dan pengusaha” tak satupun menunjukkan bahwa “publik” itu pada kepentingan
umum, yaitu kepentingan dari sebagian besar masyarakat atau kaum buruh yang
terwakilinya. Untuk lebih jelasnya akan dibeberkan kasus-kasus sebagai berikut.
Dalam merkantilis Inggris, perdagangan dan bisnis diberikan status monopoli
melalui satu dari tiga wilayah kerja: (1) undang-undang Parlemen, (2) paten proklamasi
kerajaan dan surat, dan (3) keputusan dari Privy Council dari Perlindungan "Pengadilan
Raja." Diberikan kepada tenaga kerja adalah produk dari koalisi pengrajin yang berhasil
mengamankan undang-undang perlindungan, seperti Statuta artificers. Monopoli lokal
dipercayakan pada Hakim JPS, dimana praktik “pilihan publik” orang-orang mengejar
kepentingannya sendiri dan penerapannya umumnya berkorelasi dengan imbalan atas jasa
yang diberikan, dan mereka menawarkan menguatkan bukti sejarah untuk kepentingan
mereka. Akhirnya dua sistem pengadilan muncul, satu sejajar dengan raja dan lain selaras
dengan DPR. Pada dasarnya masalah ini adalah: "yang memiliki hak untuk lembaga atau
mengubah peraturan atas perdagangan, tenaga kerja dan perdagangan.
Aplikasi pilihan publik dan kepentingan kelompok lebih menjelaskan mengapa
prinsip-prinsip sejarah merkantilisme salah satu bentuk yang paling efektif redistribusi
kekayaan bertahan di Prancis dan Spanyol. Perancis mendirikan monopoli produk jadi
(tembakau, garam, barang-barang mewah, tekstil, dan manufaktur domestik. Spanyol
sangat menekankan pada sistem agraria dan ekstraksi sistem sewa dari sektor penghasil
wol. Spanyol efektif dalam monopoli mengumpulkan sewa di input (Merino wol) sejumlah
titik produksi dan distribusi. Selain itu, Spanyol mengeksploitasi otoritas dan kekuasaan
Gereja Katolik Roma dalam mengelola peraturan pada produksi dan pertukaran, termasuk
perdagangan internasional. Para Inkuisisi Spanyol, misalnya, digunakan untuk
menghilangkan "Yahudi" kompetitif di semua bidang perdagangan, uang dan keuangan.
Selanjutnya Anderson dan Tollison (1983b) menunjukkan bahwa abad pertengahan
kelompok kepentingan yang relatif efisien dalam menciptakan dan menegakkan perjanjian
kartel saat tekanan kompetitif hadir. Sebagai contoh, perusahaan yang didirikan "sindikat
penjualan" agen penjualan umum dalam rangka untuk meningkatkan penjualan di
kota-kota Inggris.
Gary Anderson, Tollison telah menekankan pada pilihan masyarakat dan analisis
kepentingan kelompok di luar topik merkantilisme untuk ditempatkan sebagai subyek
seperti Luddism (1986b), Perang Sipil Amerika (1991a) “Militer "membiarkan" sanksi
terutama di daerah yang memiliki sejarah pemilihan Partai Republik, sehingga
meningkatkan prospek pemilihan kembali Lincoln pada tahun 1864, dan mengubah
jalannya perang” dan New Deal Roosevelt (1991b) “dicocokkan dengan "kebutuhan" dan
kemiskinan., pola pengeluaran kongres yang disesuaikan dengan hasil pemilu”.
Penanganan kematian di perang Vietnam (Goff dan Tollison 1987), Tollison difokuskan
pada insentif politik. “medan kematian selama Perang Vietnam secara acak dialokasikan di
seluruh negara. Mereka menunjukkan bahwa dukungan untuk perang atau, lebih tepatnya,
kurangnya dukungan, berdampak pada tugas di medan perang”.
Selanjutnya, tentang individu dan "sekolah" pemikiran ekonomi didasarkan pada
pendekatan umum yang sama, untuk analisis ekonomi yang sebelumnya telah kita
sebutkan: pilihan publik, implikasi rasional analisis kepentingan, kepentingan kelompok
dan interaksi politik dan peraturan. Para sponsor Jerman pada sistem universitas sangat
otoriter, dengan janji politik menyoroti praktek akademisi. Kasus selanjutnyasebagai
upaya untuk pelajaran dari Adam Smith, yaitu bahwa aksioma kepentingan berlaku untuk
koalisi kelompok kepentingan swasta dan politisi serta individu. Undang-undang Pabrik
1833 (juga dikenal sebagai Undang-Undang Althorp itu) dilarang pekerja di bawah
sembilan tahun di pabrik tekstil Inggris, dan membatasi jam kerja anak-anak antara usia
sembilan dan tiga belas. Tidak terinspirasi oleh "kepentingan umum" begitu banyak hal
yang oleh kepentingan pekerja dewasa, berusaha untuk menaikkan upah mereka dengan
mengorbankan yang lebih muda, pengganti pekerja. Terancam oleh kemajuan teknologi di
industri tekstil yang berdampak pada pengurangan upah secara bertahap dan pekerjaan,
pemintal didukung pembatasan jam kerja.
BAB IV
PENUTUP
Public Choice merupakan sebuah perspektif didalam bidang politik yang timbul dari
perkembangan dan penerapan perangkat dan metode ilmu ekonomi terhadap proses
pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena non pasar.
Perkembangan Public Choice dalam mengubah bidang- bidang social maupun
politik sesuai hokum ekonomi klasik yang analog dengan pemerintahan dan penawaran
komoditas. Dengan analogi tersebut, maka pemerintah bisa diartikan sebagai supplier,
yang bisa menyediakan komoditas public untuk masyarakat. Publik Choice bukan suatu
objek studi tetapi sebuah cara menelaah subjek, jadi Public Choice bisa menjadi petunjuk
bagi pengambilan keputusan untuk menentukan pilihan kebijakan yang efektif.
Jadi pada intinya Pilihan publik adalah sebuah perspektif untuk bidang politik yang
muncul dari pengembangan dan penerapan perangkat dan metode ilmu ekonomi terhadapa
proses pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena non pasar (non market
phenomena). Public choice memusatkan kajiannya pada aspek fungsi pilhan sosial atau
explorasi terhadap pencapaian kesejahteraan sosial.
Pilihan individu dalam pasar dikonversi jadi menjadi pilihan social dalam pasar
politik. Analisis teori Public Choice menjelaskan lebih jauh tentang masalah agregasi
preferensi individu untuk memaksimumkan fungsi kesejahteraan sosialatau memuaskan
seperangkat criteria normative yang dimilikinya secara individu bersama individu
lainnya.Dengan demikian, public choice dalam aplikasinya sangat erat kaitannya dengan
masyarakat pemilih, partai politik, politisi, birokrat, kelompok kepentingan dan
aturan-aturan pemilihan umum.Semua ini biasanya dikaitkan dengan ilmu politik, tetapi
pada saat ini para ahli ekonomi politik mengembangkan pendekatan baru dengan
meminjam paradigm dasar pada ilmu ekonomi. Jadi, public choice bukan hanya suatu
objek studi, tetapi juga sebuah cara untuk menelaah subjek yang secara definitive yang di
artikan sebagai the economic study of nonmarket decision making.
Kritik dan Saran
Coba kita menyimak peristiwa nyata yang sangat pelik dan merupakan kebijakan “buah
simalakama” perubahan kenaikan harga BBM semasa pemerintahan SBY yang di mulai tahun
2005, dan beberapa kenaikan di tahun berikutnya. Sungguh sebuah “pilihan publik” dari
pemikiran ekonomi penguasa yang memperhitungkan anggaran negara dengan perbandingan
kenaikan harga minyak dunia. Eksistensi upaya mempertahankan keterpurukan negara dari
pengaruh naiknya harga minyak dunia, akan ditantang oleh realitas ekonomi para pengusaha kecil
yang memakai BBM maupun masyarakat Indonesia yang secara keseluruhan roda
perekonomiannya digerakkan oleh BBM. Mampukah memberikan subsidi silang kepada publik
“si miskin” lebih banyak. Hal ini juga memperpanjang diskursus tentang pencabutan subsidi
bagi
masyarakat
“kepentingan
publik”
sampai
saat
ini.
Sungguh
sulit
kiranya
mengkampanyekan “pilihan publik” sampai beberapa tahun mendatang, karena di negara
majupun di mana teori ini dikemukan tidak mampu terwujud yang dapat memuaskan dan
meningkatkan kepuasaan kepentingan publik secara umum. Namun hal yang menggembirakan
“pilihan publik” dapat menjadi sebuah konsep idiologi yang mampu mencerdas generasi bangsa
tentang apa yang benar dan salah dalam praktik kebijakan publik, maupun alasan-alasan pembenar
dari diambilnya sebuah kebijakan. Hal ini diakui oleh Down, Perlu adanya sebuah perangkat
sistemik yang mampu mengeliminir kebijakan yang berpihak pada lembaga birokrasi ketimbang
rakyat banyak , seperti yang disampaikan oleh Down (dalam Adi Sasono, 2008: 209) bahwa
paradigma public choice, dianggap mampu memagari kecendrungan psikologis para birokrat yang
lebih melayani dirinya sendiri ketimbang melayani kepentingan umum.
Disamping itu penempatan porsi yang besar pada sektor “pilihan publik” menghasilkan
“inefisiensi” penyelenggaraan negara. Sebagai kasus yang lain dapat ditampilkan di Indonesia
adalah pemilihan umum secara langsung, yang memberi kesempatan pada setiap individu warga
negara untuk memaksimalkan pilihannya dalam sebuah arena politik. Perhelatan politik menyedot
perhatian dan anggaran yang cukup besar pada setiap individu yang terlibat. Menurut analisis
penulis ada beberapa potensi pemborosan dalam penyelenggaraan pemilu. Pertama,anggaran
pemerintah melalui APBN yang terdistribusi pada sektor birokrasi dari tingkat pusat sampai pada di
tingkat Desa dan pada penyelenggara pemilu dari KPU pusat sampai pada PPS ditingkat desa,
bahkan sampai ke TPS. Sungguh dari sisi waktu dan anggaran yang terlibat untuk memenuhi
“pilihan publik” sangat luar biasa, dimana pemilihan tidak diselenggarakan secara serempak,
terjadinya di berbagai lini dari pemilhan legislatip (DPD, DPR, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota), Presiden, Gubernur, Bupati/Wali Kota, Kepala Desa yang tidak sedikit
menghabiskan anggaran, seakan-akan negara ini hanya mengerjakan pemilihan umum. Kedua
biaya kandidat atau “public interest” cukup bervariasi dan besar. Masing-masing kelompok atau
individu memaksimalkan kepentingan untuk menjadi yang terbaik dan terpilih memerlukan cost
yang tinggi. Ketiga yang memperihatinkan adalah terjadi pengorbanan kepentingan umum, yaitu
masyarakat Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung banyak terjadi
komplik horinsontal diantara para konstituen, perusakan, intimidasi dan amuk masa seperti yang
terjadi tahun 2009 di Bali, pertimbangan birokrasi pemerintah yang diletakkan pada wilayah pasar
“publik” memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menghakimi keberadaan sebuah institusi
yang tidak dapat melayani tuntutan pasar.Secara tidak langsung seringnya pemilihan dari tingkat
desa sampai ke tingkat pusat mengorbankan waktu kerja masyarakat miskin, dan kadang juga biaya
tranport dan konsumsi menuju ke TPS. Lalu kemudian kita perhadapkan pada pertanyaan, Apakah
hasil dari pemilihan langsung ini, dapat memuaskan semua kepentingan?.. perlu diingat “di atas
kepentingan masih ada kepentingan lain yang lebih kuat”
Selanjutnya kita simak apa yang disampaikan dalam jurnal oleh Lars Magnusson (1994),
memiliki kepentingan, sebagai intelektual "merkantilisme dengan pendekatan sejarah, yang
mengarah pada penolakan langsung dari perspektif publik-pilihan. Teori merkantilisme didasarkan
pada kepentingan kelompok, prinsip-prinsip “rent-seeking” (mencari keuntungan) harus
ditinggalkan jika teori lain yang lebih baik hadir, sesuai dengan fakta-fakta penting dari perubahan
institusional yang dapat dibuktikan. Kritik bisa mendapatkan tantangan serius untuk analisis
merkantilisme sebagai “rent-seeking society” jika mereka bisa menunjukkan bahwa kebijakan
perdagangan disahkan oleh politikperwakilan yang secara konsisten meningkatkan kesejahteraan
umum dengan mengorbankan sedikit kepentingan khusus. Untuk saat ini tidak ada upaya tersebut
telah terwujud (Ekelund dan Tollison 1997a). Teori diusulkan oleh Ekelund dan Tollison memiliki
kekuatan menjelaskan peristiwa dunia nyata dalam hal motif kepentingan sendiri dan proses
politik.
Berikut kritikan terhadap teori “Public Choice” oleh beberapa penulis diantaranya,
bahwa “ketika menganalisis jenis masalah pilihan publik, hal mungkin menarik untuk membuat
asumsi berbeda tentang motivasi dari pejabat terpilih dan tentang berapa banyak yang diketahui
mengenai bias-bias penasihat kebijakan, tetapi ketika melihat proses benar-benar bekerja, itu
adalah realistis untuk mengasumsikan bahwa (1)pejabat terpilih tahu bias dan pendapat dari para
penasehat kebijakan mereka gunakan, dan (2) bahwa pejabat terpilih memilih penasehatkebijakan
yang pendapatnya mengenai masalah kebijakan yang merupakan cerminan pendapat mereka
sendiri” (Holcombe & Dmitry Ryvkin, 2010). Analisis pilihan publik telah menunjukkan bahwa
kelompok kepentingan memberikan pengaruh besar pada proses ini, tetapi ideologianggota juga
memainkan peran penting, dan anggota secara individu mencoba untuk mengarahkan kesaksian
dalam dengar pendapat dan analisis staf pada suatu arah yang mendukung kebijakan yang mereka
lewati. Ketika membandingkan model untuk sebuah realitas politik,tidak ada keraguan bahwa
legislator membawa pendapat kebijakan mereka sendiri untuk mereka, dan bahwa mereka mencoba
untuk memberlakukan undang-undang berdasarkan pendapat-pendapat mereka.
Menurut Reksulak (2010) “pelajaran dari aktivitas teori pilihan publik, bagaimanapun,
disarankan hati-hati sehubungan dengan solusi yang mungkin, yang dapat mengalami gangguan
politik, rentan terhadap benturan terorganisir dengan baik kelompok-kelompok kepentingan,
dipengaruhi oleh interpretasi aktivis hukum oleh pengadilan dan salah arah oleh keinginan lembaga
birokrasi. Selanjutnya, dalam ekonomi global, aktivitas penegakan antitrust semakin saling
berhubungan di seluruh benua”. Selanjutnya Buchanan (2003) menyebutkan dalam kenyataan
yang masuk akal, pilihan publik menjadi satu kumpulan teori-teori kegagalan pemerintah, sebagai
sebuah offset untuk teori-teori dari kegagalan pasar, yang sebelumnya muncul dari teori ekonomi
kesejahteraan. Atau, seperti judul ceramah di Wina pada tahun 1978, pilihan publik dapat diringkas
oleh tiga kata deskripsi, 'politics without romance'. 'politik tanpa cinta'. Program pilihan publik
penelitian ini lebih baik dilihat sebagai koreksi dari catatan ilmiah sebagai pengenalan sebuah
ideologi anti-pemerintah. Terlepas dari setiap eksposur, bias ideologis analisis pilihan publik selalu
membawa sikap yang lebih kritis terhadap nostrums terpolitisir untuk dugaan masalah sosial
ekonomi. Pilihan publik hampir secara harfiah menjadi pasukan kritikus yang akan pragmatis
dalam membandingkan pengaturan konstitusional alternatif, pelarangan apapun anggapan bahwa
birokrasi koreksi atas kegagalan pasar akan mencapai tujuan yang diinginkan. Kritik lebih
provokatif dari pusat pilihan masyarakat pada klaim bahwa itu adalah amoral. Sumber tuduhan ini
terletak pada aplikasi untuk politik asumsi bahwa individu-individu di pasar berperilaku dengan
cara yang mementingkan diri sendiri. Lebih khusus, model ekonomi perilaku termasuk bersih
kekayaan, variabel eksternal terukur, sebagai kepentingan 'good' bahwa individu berusaha untuk
memaksimalkan. Kecaman moral pilihan publik terpusat pada dugaan pemindahan unsur teori
ekonomi untuk analisis politik. Pendapat ini juga didukung oleh Quiggin (1987) yang menyebutkan
teori pilihan publik: yaitu, penerapan asumsi maksimisasi utilitas egoistis dengan perilaku politik
“Egoistic Rationality”. Dalam kasus teori public choice. sikap ini akan membutuhkan perubahan
mendasar, secara khusus, dalil egoisme individuharus ditinggalkan, atau setidaknya secara
signifikan dimodifikasi. Beberapa pendekatan alternatif telah diuraikan di atas. Apapun pendekatan
yang diadopsi, perhatian lebih dekat dengan fakta-fakta sangat penting.
V. Kesimpulan
Penempatan pada pemuasan kepentingan individu melalui “pilihan publik” memiliki
dampak positif dan negatif, secara kenyataan lebih bernuansa normatif idiologis sebagai
ukuran alat untuk mengakaji apa yang benar dan apa yang salah dari dilaksanakannya
pilihan publik, baik dalam tataran kebijakan negara maupun yang melandasi sebuah pilihan
yang dilakukan oleh individu. Karena secara terapan “pilihan publik” tidak bisa menjamin
secara benar-benar dapat memberikan pencerahan yang berpihak pada “kepentingan
publik” atau keinginan dari sebagian besar “the voter” pada praktik kenegaraan. Dari
beberapa kasus ditemukan percaturan politik melalui “kebijakan publik” lebih
mengedepankan kepentingan kelompok tertentu (penguasa) atau ideologi “jargon” politik
yang diperjuangkan oleh kelompok tertentu yang berkepentingan untuk memperoleh
simpati dan kemenangannya di masa mendatang, ketimbang pada “pilihan publik” yang
sebenarnya yaitu mengejar kesejahteraan dan kepentingan umum. Namun demikian kita
tidak perlu kecewa, karena karena kehadiran “teori pilihan publik” dapat menjadikan
kerangka landasan dan batasan dari kerakusan sebuah kekuasaan yang mementingkan diri
sendiri “greed of a selfishpower”, yang nantinya akan diperhadapkan pada kekuasaan
yang lebih besar “pilihan publik rakyat (public choice of the people)” yang telah menjadi
cerdas oleh jasa teori “public choice”.
Daftar Pustaka
http://www.scribd.com/doc/98168401/makalah-ekopol
http://rakilmu.blogspot.com/2010/05/public-choice.html
http://wwwbutonutara.blogspot.com/2011/08/publik-choice-theory.html
file:///E:/tmp/Eigen%20Arul%20%20PUBLIC%20CHOICE.htm
file:///E:/tmp/Fisip%20Unipas%20Singaraja%20%20KRITIKAL%20REVIEW%20TEORI%20PILIHAN
%20PUBLIK%20%E2%80%9CPUBLIC%20CHOICE%20THEORY%E2%80%9D.htm
file:///E:/tmp/SOSIOLOGI%20POLITIK%20DALAM%20MASYARAKAT%20%20PUBLIC%20CHOICE.h
tm
http://wwwbutonutara.blogspot.com/2011/08/publik-choice-theory.html
Download