jurnal pak andri 2

advertisement
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI
KENDARAAN BERMOTOR
ANDRIANTO PRABOWO
DOSEN FAKULTAS HUKUM
JL. Lettu Suyitno, No. 2, Kec. Bojonegoro
Email: [email protected]
Abstract
Problems in the buy and selling will not happen if the respective parties had entered into an
agreement based on an agree words (agreement statement) together. Therefore, to neutralize
the problem, it should be the party to the agreement, be aware of their existence and their
respective interests. Conflicts that often appear on the surface, since both parties are equally
eager to get maximum benefit. In addition, the purchase agreement common misconception
that normally comes to the quality of traded goods sold. The deal is a major source rather
than purchase agreement such as sell and buy a motorcyle or cars.The research method used
is a normative legal research methods. Where is the discussion of the problems used
normative juridical method approach, Because research is a normative legal research, the
data were analyzed secondary data. In analyzing the data used qualitative way.The results of
the study are: (1) That the purchase agreement is an agreement between two parties, (2) the
purchase agreement according to Code of Civil Law is to be obligator (3) Content or the
terms of the agreement unilaterally determined ( 4) Since the agreement has been prepared in
advance, so if there is something obstacles or problems, then for the settlement of the parties
tend to use deliberation, (5) There is a tendency of the monopoly of the seller.
Key words: agreement statement, conflicts, motorcycle or cars
Abstrak
Permasalahan dalam jual beli tidak akan terjadi apabila antara masing-masing pihak yang
mengadakan perjanjian sudah dilandasi kata sepakat (kesepakatan) bersama. Oleh karena itu
untuk menetralisir permasalahan tersebut, maka hendaknya para pihak yang terikat dalam
perjanjian tersebut, menyadari eksistensinya dan kepentingan masing-masing. Benturan itu
sering muncul dipermukaan, karena kedua belah pihak sama-sama berkeinginan untuk
mendapat keuntungan semaksimal mungkin. Disamping itu, dalam perjanjian jual beli sering
terjadi kesalahpahaman yang biasanya menyangkut masalah kualitas barang yang dijual
belikan. Kesepakatan merupakan sumber utama daripada perjanjian jual beli. Metode
penelitian di gunakan adalah metode penelitian hukum normative. Dimana pembahasan
permasalahan digunakan pendekatan metode yuridis normative, Karena penelitian yang
dilakukan adalah penelitian hukum normative maka data yang ditelaah adalah data sekunder.
Dalam menganalisa data digunakan cara kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian
adalah: (1) Bahwa perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian antara dua pihak, (2) Perjanjian
jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah bersifat obligator (3) Isi atau
syarat-syarat perjanjian ditentukan secara sepihak (4) Karena isi perjanjian telah dipersiapkan
sebelumnya, maka apabila ada sesuatu hambatan atau masalah, maka untuk penyelesaiannya
para pihak cenderung menggunakan musyawarah, (5) Ada kecenderungan adanya monopoli
dari pihak penjual.
Kata kunci: Konsumen, Perjanjian jual beli kendaraan bermotor
PENDAHULUAN
Kebutuhan akan sepeda motor dewasa ini semakin banyak dirasakan oleh masyarakat
sebagai sarana transportasi perhubungan darat. Sehingga tidak mengherankan jika dimana-mana
khususnya di Bojonegoro banyak berdiri perusahaan-perusahaan otomotif yang bergerak dibidang jual
beli kendaraan bermotor. Pelaksanaan jual beli tersebut dilaksanakan dengan menggunakan dua (2)
cara yaitu Jual beli secara kontan (cash) dan Jual beli secara kredit.
Di dalam praktek jual beli secara kredit banyak dilakukan karena bagi konsumen (pembeli)
dapat memiliki kendaraan bermotor dengan uang muka yang cukup rendah, dan sisa harganya bisa
diangsung. Sedangkan bagi penjual, dengan menjual secara kredit dapat meningkatkan penjualan.
Penjualan kredit dibutuhkan persyaratan-persyaratan bagi pembeli. Sedangkan untuk jual beli secara
kontan (cash) tidak diperlukan syarat-syarat khusus bagi pembeli. Hanya setelah penyerahan uang
kepada penjual, pembeli akan menerima kuitansi sebagai tanda penerimaan bagi penjual.
Permasalahan dalam jual beli tidak akan terjadi apabila antara masing-masing pihak yang
mengadakan perjanjian sudah dilandasi kata sepakat (kesepakatan) bersama, baik mengenai harga,
tempat penyerahan obyek yang diperjualbelikan dan segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan
perjanjian tersebut. Oleh karena itu untuk menetralisir permasalahan tersebut, maka
hendaknya para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, menyadari eksistensinya dan
kepentingan masing-masing. Benturan-benturan yang menjadi perintang terjadinya
kesepakatan / kehendak yang sama, antara penjual dan pembeli dalam perjanjian jual beli
sendiri sedini mungkin dapat dihindari. Benturan itu sering muncul dipermukaan, karena
kedua belah pihak sama-sama berkeinginan untuk mendapat keuntungan semaksimal
mungkin. Disamping itu, dalam perjanjian jual beli sering terjadi kesalahpahaman yang
biasanya menyangkut masalah kualitas barang yang dijual belikan, dalam arti obyek yang
dijualbelikan tidak sesuai dengan kadar yang telah disepakati bersama. Kesepakatan
merupakan sumber utama daripada perjanjian jual beli.
Karena perkembangan zaman yang semakin pesat dan dibarengi dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi yang maju pula, maka munculah bentuk perjanjian yang disebut dengan
perjanjian jual beli kendaraan bermotor. Adapun latar belakang timbulnya perjanjian jual beli
kendaraan bermotor ini menurut Prof. Mariam Darus Badrulzaman, SH adalah:
“dalam keadaan sosial/ekonomi perusahaan yang besar-besar, perusahaan pemerintah
atau perusahaan swasta mengadakan kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk
kepentingannya menciptakan syarat-syarat tertentu secara sepihak untuk diajukan kepada
Contract Partnernya” (Prof. Mariam Darus Badrulzaman, SH, Perjanjian Kredit Baru,
penerbit Alumni Bandung, 1980, halaman 32)
Pihak lawan yang pada umumnya mempunyai kedudukan ekonomi yang lemah. Baik karena
posisinya maupun ketidaktahuannya lalu menerima apa yang disodorkan. Berdasarkan latar belakang
tersebut diatas, maka dirumuskan beberapa permasalahan dalam pelaksanaan perjanjian jual beli
kendaraan bermotor, sebagai berikut: (1) Bagaimanakah perlindungan konsumen terhadap perjanjian
jual beli kendaraan bermotor dimana perjanjian tersebut dibuat secara sepihak, (2) Syarat-syarat apa
saja yang harus dipakai dalam melaksanakan perjanjian jual beli kendaraan bermotor. Tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui tentang cara mengatasi bilamana terjadi
hambatan-hambatan dalam melaksanakan perjanjian jual beli kendaraan bermotor, dan (2) Untuk
mengetahui hak dan kewajiban para pihak yang menggunakan perjanjian jual beli kendaraan
bermotor. Manfaatnya adalah memberikan sumbangan pemikiran tentang arti pelaksanaan perjanjian
standar dalam praktek hak-hak dan kewajiban para pihak yang menggunakan perjanjian jual beli
kendaraan bermotor.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian menggunakan metode penelitian hukum normative. Dimana
pembahasan permasalahan digunakan pendekatan metode yuridis normative, yaitu
pendekatan yang berdasarkan atas peraturan-peraturan dengan peraturan lainnya serta
kaitannya dengan penerapan dalam pustaka.
TEKNIK ANALISIS DATA
Dalam menganalisa data digunakan cara kualitatif, yaitu cara penelitian yang
menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu data yang terkumpul dipilih sesuai dengan
permasalahan dan kemudian dengan menggunakan logika deduktif, yaitu menerangkan
sesuatu dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus untuk menjawab
permasalahan yang ada dalam penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian Jual Beli
Berdasar kitab Kitab Undang-Undang Hukum Perdata definisi jual beli :
“Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu keadaan, dan pihak yang lain untuk menyerahkan atau membayar
harga yang telah diperjanjikan. (Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita, 1981, pasal 1457).
Dari definisi ini perkataan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan
menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Selain itu, Prof. R. Subekti, SH
mendefinisikan tentang unsur-unsur pokok perjanjian jual beli, yaitu:
“Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah barang dan harga sesuai dengan asas
“konsesnsualisme” yang menjiwai hukum perjanjian. Perjanjian jual beli itu sudah
dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga, maka lahirlah
perjanjian jual beli yang sah”. (Prof. R. Subekti, SH. Aneka Perjanjian, (Bandung,
Alumni, 1997), hal. 12)
Menurut pendapat Purwahid Patrik, SH, mengatakan :
“Perjanjian jual beli kendaraan bermotor pada umumnya menggunakan perjanjian sewa
beli, dimana perjanjian sewa beli ini merupakan perjanjian bernama yang tidak diatur
dalam undang-undang”. Purwahid Patrik, SH, Hukum Perdata II, Perikatan yang Lahir
dari Perjanjian dan Undang-Undang, Penerbit Fak Hukum Undip, hal.8.
Yang dimaksud dengna kendaraan bermotor menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh
peralatan teknik untuk pengangkutan orang atau barang di jalan selain dari pada kendaraan yang
berjalan diatas rel.
Tata cara jual beli kendaraan bermotor di dalam praktek dilakukan dengan 2 (dua) sistem,
yaitu: Sistem jual beli kontan/cash dan Sistem jual beli secara angsuran (kredit). Perjanjian sewa beli
ini paling banyak dipergunakan oleh masyarakat dalam jual beli kendaraan bermotor. Hal ini
disebabkan karena faktor adanya keuntungan yang akan diperoleh dari perjanjian ini bagi pihak
konsumen maupun penjual. Keuntungan yang diperoleh pengusaha (penjual sewa) adalah:
Meningkatkan omset penjualan, Memperlancar pertukaran uang (modal), Sebagai alat promosi, dan
Mendapatkan laba yang cukup.
Syarat-Syarat Syahnya Perjanjian
Sedangkan syarat-syarat syahnya perjanjian menurut pasal 1320 BW untuk syahnya
perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: (1) Sepakat mereka yang mengikat dirinya, (2)
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, (3) Suatu hal tertentu, (4) Suatu sebab yang halal.
Syarat satu dan dua tersebut diatas disebut syarat subyektif, sedangkan syarat tiga dan empat
disebut syarat obyektif. Suatu perjanjian harus memenuhi syarat subyektif dan syarat
obyektif. Apabila syarat subyektif tersebut diatas tidak terpenuhi, maka perjanjiannya dapat
dibatalkan, dan apabila syarat obyektif tersebut diatas tidak dipenuhi maka perjanjian adalah
batal demi hukum.
Terikatnya Para Pihak Dalam Perjanjian
Setiap pembuatan hukum tertentu akan menimbulkan suatu akibat hukum. Setiap
orang yang melakukan suatu perbuatan hukum, dengan sendirinya menyadari akibat hukum
apa atau menghendaki suatu akibat hukum dari pada perbuatan hukum.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kesepakatan merupakan asas esensial dari hukum
perjanjian. Kata sepakat adalah bagi mereka yang mengikatkan diri bahwa subyek yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat mengenal hal-hal pokok perjanjian yang
diadakan, apa yang dikehendaki pihak satu juga dikehendaki pihak yang lainnya. Demikian
juga suatu perjanjian jual beli adalah suatu perbuatan hukum, karena dxengan sengaja dibuat
adalah untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Akibat hukum dari perjanjian jual beli yang
dikehendaki ialah timbulnya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang mengadakan
perjanjian jual beli itu yaitu pihak penjual dan pihak pembeli. Dengan demikian apa yang
merupakan hak dari penjual tersimpul pula kewajiban dari pembeli, sebaliknya apa yang
merupakan kewajiban dari penjual tersimpul pula hak dari pembeli.
Resiko
Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugin yang disebabkan oleh
kejadian/peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak. Siapa yang harus menanggung kerugiankerugian dengan adanya peristiwa tersebut (menurut hukum). Keadaan itulah yang
dinamakan persoalan resiko. Persoalan ini berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa
diluar kesalahan salah satu pihak. Peristiwa semacam itu dalam istilah hukum perjanjian
dengan suatu istilah hukum dinamakan keadaan memaksa (overmachi atau force majeur).
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963 yang ditunjukkan kepada semua
hakim dalam wilayah hukum Republik Indonesia, apabila mengadili /memeriksa perkara
yang berkaitan dengan resiko, apabila mengadili / memeriksa perkara yang berkaitan dengan
resiko untuk tidak memakai ketentuan pasal 1460 BW.
Wanprestasi / Cidera Janji
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa umumnya suatu perjanjian terdiri dari dua
pihak, yakni pihak kreditur dan debitur. Pihak kreditur adalah merupakan pihak yang berhak
atas pemenuhan prestasi, sedangkan debitur merupakan pihak yang berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan prestasi dari kreditur. Oleh karena itu, maka kreditur merupakan pihak
yang sangat menghendaki agar perjanjian itu dipenuhi secara sempurna. Akan tetapi harapan
itu tidaklah senantiasa dapat berjalan sebagaimana dikehendaki, sebab ada kemungkinan
pihak debitur cidera janji, lalai untuk memenuhi kewajiban itu, atu disebut juga wanprestasi.
Adapun keadaan wanprestasi ini dapat berupa / berbentuk yaitu (Hartono
Hadisoepraprto, SH, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, (Liberti, 1984),
hal. 43): (1) Debitur tidak memenuhi / melakukan prestasi sama sekali, (2) Debitur memenuhi
prestasi tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat, (3) Debitur memenuhi prestasi tetapi tidak
sesuai dengan yang diperjanjikan. Perlu diketahui bahwa keadaan wanprestasi itu tidak
dengan sendirinya ada, melainkan harus dinyatakan dahulu oleh pihak kreditur bahwa debitur
lalai. Pernyataan lalai tersebut disebut dengan somasi.
Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor Dimana
Perjanjian Tersebut Dibuat Secara Sepihak
Istilah konsumen berasal dari Bahasa Belanda: Consumet. Pengertian konsumen
adalah “Pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka oleh
penguasa”. (Mariam Darus Badruzaman, “Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari
Sudut Perjanjian Baku, Hukum Dan Keadilan, No. 17 Tahun IX, Januari-Pebruari 1981, hal.
21). Dengan perkataan lain semua individu yang mempergunakan barang dan jasa secara
kongrit dan riil.
Dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
memberikan rumusan mengenai konsumen sebagaimana termuat dalam pasal 1 adalah
“Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri
atau keluarganya atau orang lain untuk tidak diperdagangkan kembali”.
Menurut Bob. Widyahartono dalam arti sempit konsumen adalah: Orang-orang atau
organisasi-organisasi yang mengkonsumir atau memakai hasil (out put) organisasi lain.
Dalam pengertian yang lebih luas, maka konsumen-konsumen mencakup paling sedikit tiga
kelompok, yaitu: Kelompok I adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas pengendalian
organisasi seperti : pemegang saham atau para fungsionaris suatu instansi dan sebagainya.
Kelompok II adalah mereka yang secara langsung berkepentingan, dan Kelompok III terdiri
atas orang-orang dengan kepentingan pasif atau tidak langsung. (Bob Widyahartono,
Beberapa Fikiran Tentang Perlindungan Konsumen Terhadap Akibat Persaingan Curang dan
Ikan Yang Menyesatkan, pokok-pokok pikrian yang disampaikan dalam Lokakarya Hukum
Perlindungan Konsumen yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga Konsumen di Jakarta,
24 Pebruari 1981, hal 3)
Kemampuan mereka sebagai konsumen, pendidikan, kesadaran dan kemampuan
mereka sebagai konsumen. Dari sikap acuh tak acuh sampai dukungan yang fanatik terhadap
adanya perlindungan konsumen merupakan berbagai sikap yang ditunjukkan oleh kelompokkelompok masyarakat yang ada. Hal-hal tersebut diatas telah menciptakan adanya pola-pola
sikap masyarakat terhadap masalah perlindungan konsumen. Sudah merupakan hal yang
wajar dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat persamaan dan perbedaan pendapat atau
pandangan terhadap masalah perlindungan konsumen dikalangan masyarakat yang tercermin
dalam pernyataan, tingkah laku ataupun sikap mereka yang dapat dikelompokkan dalam
kategori Pengusaha – Pemerintah – Konsumen.
Menurut Parmadi, dalam masyarakat terhadap kenyataan adanya berbagai sikap
yang tidak selamanya mendukung gagasan perlindungan konsumen, yang secara garis besar
digolongkan sebagai berikut: (1) Kelompok masyarakat yang sudah mempunyai pendidikan,
pengetahuan, kesadaran, dan pendapatan yang cukup dan dapat berfikir secara rasional,
menganggap perlindungan konsumen sangat penting dan perlu dilaksanakan secara tegas di
Indonesia, (2) Kelompok masyarakat yang mempunyai pendapatan berlebihan dan dalam
melakukan konsumsi bertindak secara irasional dan mudah terkena demonstrasi effect seperti
praktik promosi secara berlebihan, menganggap tidak memerlukan adanya usaha
perlindungan konsumen di Indonesia, (3) Kelompok masyarakat yang masih berada dibawah
garis kemiskinan, selain tidak mempunyai pengertian tentang masalah perlindungan
konsumen, bagi mereka andai kata mengerti tentang masalah ini, akan baranggapan bahwa
perlindungan konsumen, bagi mereka belum mempunyai manfaat.
Selanjutnya mengenai bagaimana sikap konsumen terutama terhadap perjanjian jua
beli kendaraan bermotor dapat diberikan sekedar ilustrasi sebagai berikut: Sikap konsumen
jika menghadapi perjanjian jual beli kendaraan bermotor menerima saja dengan syarat-syarat
yang sudah dibekukan dan dituangkan dalam bentuk formulir atau sudah tanda terima. Disini
terlihat bahwa perbedaan posisi antara konsumen dengan konsumen terhadap perjanjian baku
tersebut, bahwa konsumen tidak diberi kesempatan untuk mengadakan persetujuan dengan
pengusaha. Konsumen tidak mempunyai kesempatan untuk mengutarakan kehendak dan
kebebasannya dalam menentukan isi daripada perjanjian, sehingga dalam hal ini konsumen
dihadapkan dengan syarat-syarat baku tersebut yaitu tinggal diterima atau ditolak.
Dalam kenyataanya, perjanjian jual beli kendaraan bermotor ini menunjukkan
hubungan-hubungan yang tidak seimbang antara konsumen dan penjual. Dalam artian sering
terjadi kesalahpahaman antara penjual dan pembeli baik itu sengaja atau karena tidak suatu
perjanjian itu sudah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk dokumen-dokumen atau
formulir-formulir perjanjian dan pihak pembeli tinggal menyetujui atau menolak saja.
Apabila pembeli menyetujui perjanjian tersebut, berarti terjadi perjanjian jual beli. Dan
apabila pembeli menolak dan tidak mau menandatangani perjanjian tersebut berarti perjanjian
jual beli tersebut tidak terjadi.
Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Suzuki Bojonegoro
Karunia Motor adalah dengan bertanggung jawab penuh dan memberikan garansi kalau ada
sesuatu yang merugikan konsumennya. Bentuk perlindungan ini menandakan bahwa
perusahaan telah melaksanakan hak konsumen, yaitu hak atas ganti rugi, artinya bahwa yang
termasuk kelompok II adalah organisasi-organisasi konsumen atau kelompok yang
terorganisir. Sedangkan yang kelompok III meliputi siapa saja yang ingin memberi pengaruh
pada organisasi di kemudian hari.
Sementara itu terdapat pula cara berfikir yang sempit dari sementara instansi
pemerintah yang menangani masalah pembinaan industri dalam negeri, serta menganggap
bahwa rewelnya konsumen serta tuntutan-tuntutan mereka untuk mendapatkan barang atau
jasa yang bermutu dengan harga yang murah, dapat dianggap mengacaukan apa yang telah
dicapai dalam usaha pembinaan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap industri
dalam negeri.
Dari masyarakat sendiri yang sebenarnya sangat berkepentingan dengan masalah
perlindungan konsumen ini, tumbuh berbagai sikap karena adanya perbedaan tingkat
pengetahuan, pendidikan, kesadaran dan konsumen berhak mendapat ganti rugi/jasa, untuk
itu konsumen harus menyakinkan diri bahwa mereka dirugikan dan ganti rugi ini dapat
diupayakan secara langsung dengan menunjukkan bukti-bukti.
Tetapi kesulitan yang sering terjadi adalah sebagaimana cara membuktikan atau
kesulitan dalam pembuktiannya, untuk itu ada dua hal/jalan yang dapat ditempuh, yaitu
dengan cara: (1) Merubah hukum pembuktian dimana yang dirugikan tidak harus
membuktikan bahwa pihak penjual mempunyai kesalahan terhadap perbuatan melawan
hukum, suatu kenyataan bahwa barang-barang produksi adalah cacat merupakan anggapan
bahwa kesalahannya itu tidak terdapat, jadi adanya pembalikan beban pembuktian, (2)
Dengan jalan mempertanggungjawabkan resiko yaitu penjual bertanggung jawab terhadap
kerugian yang diakibatkan dari cacatnya barang produksi yang dipasarkan tersebut, tidak
peduli apakah ia sendiri atau orang lain yang dibawah tanggung jawabnya yang melakukan
perbuatan melawan hukum. Dengan demikian pertanggung jawaban produk merupakan
abstraksi sepenuhnya dari ajaran perbuatan melawan hukum.
Adapun bentuk dari pada perlindungan konsumen dari perjanjian jual beli kendaraan
bermotor di mana perjanjian tersebut dibuat secara sepihak adalah: (1) Memberi garansi serta
bertanggung jawab primer apabila terjadi suatu kejadian yang sangat merugikan konsumen,
(2) Menjamin bahwa barang-barang yang dperjualbelikan adalah sah, dalam arti tidak
tersangkut masalah apapun, (3) Memberikan kebijaksanaan terhadap benda atas
keterlambatan angsuran, yakni dengan menurunkan jumlah denda yang harus dibayar, (4)
Memberikan kemungkinan bahwa apabila sewaktu-waktu pembeli bosan dengan kendaraan
yang telah dibelinya bisa dikembalikan atau ditukarkan dengan cara dibeli lagi dengan harga
yang pantas.
Sehingga dapat disimpulkan salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan
adalah dengan bertanggung jawab penuh dan memberikan garansi kalau ada sesuatu yang
merugikan konsumennya. Bentuk perlindungan ini menandakan bahwa perusahaan telah
melakukan hak konsumen, yaitu hak atas ganti rugi.
Syarat Yang Dipakai Dalam Melaksanakan Perjanjian Jual Beli Kendaraan Bermotor
Azas konsensualisme ini berhubungan erat dengan azas kebebasan berkontrak, yang
mana bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya. Azas kebebasan kontrak ini berhubungan dengan isi perjanjian,
yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu ditiadakan.
Kalau kita lihat adanya perjanjian yang dipakai dalam jual beli kendaraan bermotor
ini, secara sekilas azas konsensualismenya tidak terlihat/menonjol, karena hal ini adanya
perbedaan posisi para pihak yang ketika perjanjian itu diadakan tidak memberikan tawar
menawar / perundingan mengenai isi dari perjanjian itu. Pihak pembeli tidak mempunyai
kekuatan untuk mengutarakan kehendak dan kebebasan dalam menentukan isi perjanjian
tersebut.
Dengan demikian apabila pihak pembeli yang menandatangani akte / dokumen
perjanjian itu, maka ia bertanggung jawab pada isi dan apa yang membutuhkan tanda tangan
pada formulir perjanjian, sebagai konsekuensi tanda tangan tersebut membangkitkan
kepercayaan bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi formulir yang
ditanda tanganinya itu. Sesuatu hal yang mustahil / tidak masuk akal apabila ada seseorang
menanda tangani sesuatu hal yang tidak diketahui isinya.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon pembeli sewa untuk dapat diterima
serta disetujui oleh pihak penjual sewa sangat sederhana, tidak memberatkan calon pembeli
sewa. Syarat yang ditentukan oleh penjual sewa, semata-mata hanyalah bertujuan untuk
menjamin kelancaran terlaksananya perjanjian yang telah disepakati.
Sebelum calon pembeli benar-benar diterima sebagai pembeli kredit sangat perlu
dilakukan beberapa tindakan, yaitu: (1) Tahap Analisa penilaian kredit, biasanya digunakan
5C (Character, Capasity, Capital, Conditions, dan Collateral), Jaminan yang diberikan pada
penjual menjadi bahan pertimbangan juga bagi penjual dalam memberikan kredit, (2) Tahap
Pelaksanaan, dimana apabila sudah memenuhi 5 (lima) syarat tersebut diatas, maka pemohon
diminta untuk menandatangani surat perjanjian kredit secara sewa beli. Dalam perjanjian ini
disebut hak dan kewajiban masing-masing pihak, yakni penjual dan pembeli.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa (1) Bahwa perjanjian jual beli adalah suatu
perjanjian antara dua pihak dimana pihak yang satu (penjual) mengikatkan diri untuk
menyerahkan (hak milik) atas suatu benda dan pihak yang lain (pembeli) mengikatkan
dirinya untuk membayar harga yang telah disetujui. (2) Perjanjian jual beli menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata adalah bersifat obligator yang artinya belum memindahkan
hak milik, hak milik baru berpindah jika tidak ada levering atau penyerahan, (3) Dalam
praktek perjanjian jual beli kendaraan bermotor menunjukkan bahwa isi atau syarat-syarat
perjanjian ditentukan secara sepihak dan pihak yang lain terpaksa menerima keadaan itu
karena lemah posisinya. Dengan demikian azas kebebasan berkontrak sebagaimana diatas
dalam pasal : 1338 ayat 1 BW di dalam perjanjian jual beli kendaraan bermotor tidak
dilaksanakan sebagaimana mestinya, atau dilanggar.. (4) Karena isi perjanjian telah
dipersiapkan sebelumnya, maka apabila ada sesuatu hambatan atau masalah yang
menyangkut hak dan kewajiban para pihak, maka untuk penyelesaiannya para pihak
cenderung menggunakan musyawarah, (5) Karena di dalam perjanjian jual beli kendaraan
bermotor isinya telah ditetapkan secara sepihak (pihak penjual) yang biasanya mempunyai
kedudukan (ekonomi) kuat, maka ada kecenderungan adanya monopoli dari pihak penjual.
Namun hal itu tidak akan menjadi masalah apabila masing-masing pihak menyadari akan
eksistensinya atau posisinya.
DAFTAR PUSTAKA
Mariam Darus Badrulzaman.1983. Perjanjian Kredit Bank, Bandung
Mariam
Darus
Badruzaman.1981. Pembentukan Hukum
Masalahnya.Bandung
Nasional
dan
Mariam Darus Badruzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut
Perjanjian Baku.1980.Hukum Dan Keadilan. Nomor 17 Tahun ke IX
Bob Widyahartono.1981.Beberapa Fikiran Tentang Perlindungan Konsumen
Terhadap Akibat Persaingan Curang dan Iklan Yang
Menyesatkan, Pokokpokok pikiran yang disampaikan dalam Lokakarya Hukum Perlindungan Konsumen
oleh Yayasan Lembaga Konsumen (Jakarta : 24 Pebruari 1981).
Hartono
Hadi Soepraprto.1984. Pokok-Pokok
Jaminan.Yogyakarta, 1984.
Hukum
Perikatan
dan
Hukum
Purwahid Patrik, Hukum Perdata II. Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian dan UndangUndang. Penerbit Fakultas UNDIP.
Purwakid Patrik.1986. Kapita Selekta Hukum Perdata.Jurusan Perdata Fakultas Hukum
UNDIP
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Download