ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DALAM INDUSTRI

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang sangat
kompleks, tidak hanya meliputi ekonomi melainkan juga sosial, politik,
budaya dan perubahan teknologi. Tujuan pembanguanan ekonomi setiap
negara secara umum adalah untuk meningkatkan taraf hidup atau
kesejahteraan seluruh rakyat dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, secara
bijaksana.
Pada awalnya, perhatian negara-negara sedang berkembang biasanya
lebih tertuju kepada sektor pertanian, karena di negara-negara tersebut
umumnya memiliki struktur perekonomian yang bersifat agraris. Di negara
sedang berkembang, sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan sumbangan sektor-sektor
lainnya terhadap PDB relatif lebih kecil daripada sektor pertanian. Selain ciri
tersebut dapat juga dilihat dari struktur penduduknya yang bekerja pada
berbagai sektor, yang mana pada umumnya sebagian besar penduduk masih
bekerja pada sektor pertanian.
Sejalan dengan gerak maju pembangunan negara sedang berkembang,
dewasa ini terdapat suatu pandangan bahwa pembangunan hanya dapat
dilaksanakan apabila kegiatan industri dikembangkan. Tanpa mengabaikan
1
banyak faktor lain seperti tersedianya tenaga-tenaga ahli dan pengusahapengusaha untuk melaksanakan proyek-proyek industri, tersedianya pasar, dan
sebagainya yang akan menjamin perkembangan sektor industri. Terbukti
dengan
semakin
berkurangnya
peranan
sektor
pertanian
terhadap
perekonomian nasional, dan sebaliknya peranan sektor industri semakin
meningkat terhadap perekonomian nasional.
Ada
banyak
alasan
yang
melandasi
pentingnya
berbagai
pengembangan dan pembangunan ekonomi. Salah satu alasan utamanya telah
dibuktikan oleh C. Clark yang telah melakukan penelitian dengan
mengumpulkan data statistik mengenai presentasi tenaga kerja yang bekrja; di
sektor primer (pertanian, kehutanan, pertanian dan pertambangan), sekunder
(indutri-industri pengolahan, air dan listrik, dan industri bangunan), dan data
tersier (pengangkutan dan perhubungan, pemerintahan, perdagangan dan jasajasa perseorangan) di beberapa negara. Data yang dikumpulkannya itu
menunjukan bahwa makin tinggi pendapatan per kapita suatu negara, maka
makin kecil peranan sektor pertanian dalam menyediakan kesempatan kerja.
Akan tetapi sebaliknya, sektor industri makin penting peranannya dalam
menampung tenaga kerja (C.Clark dalam Sadono Sukirno, 1985 : 75).
Munculnya resesi dunia yang terjadi pada tahun 1982 (Periode Pasca
boom minyak 1982-1986) menyebabkan harga minyak turun drastis, dan pada
gilirannya menyebabkan banyaknya negara pengekspor minyak mengalami
kerugian (yang kebanyakan adalah negara berkembang), apalagi pada saat itu
2
sektor perindustrian menjadi tumpuan harapan dalam upaya memacu laju
pertumbuhan ekonomi.
Struktur perekonomian Indonesia sejak tahun 1991 telah bergeser dari
dominasi sektor pertanian ke sektor industri pengolahan. Transformasi ini
ditandai oleh kecenderungan mengecilnya peranan sektor pertanian terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan. Meningkatnya
permintaan akan produk barang jadi atau setengah jadi baik domestik maupun
internasional, telah mendorong peranan sektor industri pengolahan menjadi
peringkat pertama pembentukan PDB sejak tahun 1991.
Pada tahun 1999 peranan sektor industri terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) mencapai 26,11%, dan terus meningkat hingga pada tahun 2001
dan 2002 tercatat masing-masing sebesar 26,55% dan 26,64% (Pendapatan
Nasional Indonesia, 2002 : 9-10).
Beberapa faktor penyebab tingkat pertambahan produksi sektor
industri lebih cepat daripada tingkat pertambahan dari sektor yang lain adalah
(Sadono Sukirno, 1985 : 79) :
1. Sifat Manusia Dalam Kegiatan Konsumsinya
Apabila pendapatan naik, elastisitas permintaan yang diakibatkan
oleh perubahan pendapatan (Income elasticity of demand) adalah rendah
untuk konsumsi atas bahan-bahan makanan. Sedangkan permintaan
terhadap bahan-bahan pakaian, perumahan dan barang-barang konsumsi
hasil industri berlaku sebaliknya. Sifat permintaan seperti ini dikenal pula
sebagai Engels law (Pada hakekatnya teori ini mengatakan bahwa makin
3
tinggi pendapatan masyarakat, maka akan semakin sedikit proporsi
pendapatan yang digunakan untuk membeli bahan pokok. Akan tetapi
sebaliknya, proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli produksi
barang-barang industri menjadi bertambah besar).
2. Perubahan Teknologi yang Terus-menerus Berlangsung
Perubahan teknologi yang terjadi dalam proses pembangunan akan
menimbulkan perubahan struktur produksi yang bersifat compulsory dan
inducive. Kemajuan teknologi akan mempertinggi produktifitas kegiatankegiatan ekonomi dan pada giirannya akan memperluas pasar serta
kegiatan perdagangan.
Peranan teknologi dalam setiap tumbuh kembangnya suatu negara
adalah penting. Rostow dalam Lincolin Arsyad (1999 : 53) menganggap
bahwa tahap menuju kedewasaan suatu negara adalah masa dimana
masyarakatnya sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada
hampir semua kegiatan produksinya.
Berikut ini disajikan tabel distribusi PDB atas dasar harga konstan
1993
4
Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut
Lapangan Usaha Tahun 1999-2002
1999
2000
2001
2002*
1. Pertanian, Peternakan,
Kehutanan & Perikanan
64.985,3
66.208,9
66.858,2
68.018,4
2. Pertambangan & Penggalian
36.865,8
38.896,4
38.894,8
39.768,1
3. Industri Pengolahan
99.058,5
104.986,9 109.290,2 113.671,7
4. Listrik, Gas & Air Bersih
6.112,9
6.574,8
7.078,0
7.514,6
5. Bangunan
22.035,6
23.278,7
24.259,1
25.255,3
6. Perdagangan, Hotel &
Restoran
60.093,7
63.498,3
66.888,1
69.303,2
7. Pengangkutan &
Komunikasi
26.772,1
29.072,1
31.207,1
33.649,5
8. Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan
26.244,6
27.449,4
28.388,6
29.963,2
Lapangan Usaha
9. Jasa-jasa
37.184,0 38.051,5 38.826,9 39.596,6
PDB
379.352,5 398.016,9 411.691,0 426.740,5
PDB tanpa Migas
345.418,5 363.758,7 378.957,2 393.732,1
*Angka sementara
Sumber : Statistik Indonesia, 2002 : 535-536
Disamping mampu memberikan nilai tambah yang tinggi, sektor
industri manufaktur juga menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Pentingnya
sektor industri dalam penyerapan tenaga kerja dapat dilihat dari dua aspek.
Pertama, penyerapan tenaga kerja langsung yang bekerja pada bidang industri
itu sendiri. Tahun 2002, sektor industri pengolahan mampu menyerap
sebanyak 12.109.997 orang tenaga kerja atau sekitar 13,2%. Aspek kedua
adalah sektor industri merupakan sektor yang memiliki keterkaitan yang kuat
dengan sektor lainnya, baik melalui keterkaitan ke belakang maupun
keterkaitan ke depan. Hal ini membawa konsekuensi pertumbuhan sektor
5
industri akan mampu memacu kebutuhan tenaga kerja di sektor lainnya seperti
sektor jasa, sektor perdagangan, sektor pengangkutan dan komunikasi.
Untuk Jawa Barat sendiri, pola keterkaitan antar industri manufaktur
baik keterkaitan ke depan maupun keterkaitan ke belakang merupakan
fenomena yang harus di analisis lebih lanjut untuk menunjukan kekuatan
sektor industri manufaktur dalam menyerap tenaga kerja.
Besarnya potensi sektor industri manufaktur di Propinsi Jawa Barat
dalam hal penyerapan tenaga kerja dapat dilihat pada tabel berikut :
6
Tabel 1.2 Jumlah Tenaga kerja Menurut Lapangan Kerja Propinsi Jawa Barat
Tahun 1995-2002
No
1
Sektor
1995
5.204.451
31,7
108.358
0,66
2.712.225
16,52
49.253
0,3
753.578
4,59
3.923.861
23,9
1.099.994
6,7
205.223
2000
4.865.547
29,69
95.996
0,59
2.835.160
17,30
51.432
0,31
788.171
4,81
4.091.388
24,96
1.282.488
7,28
107.413
2002
5.128.660
32.55
59.580
0.54
2.486.944
15.41
31.033
0.31
791.532
7.90
3.347.170
21.41
1.001.234
9.88
226.934
Pertanian
Kontribusi (%)
2
Pertambangan
Kontribusi (%)
3
Industri Manufaktur
Kontribusi (%)
4
Listrik, gas, dan air minum
Kontribusi (%)
5
Bangunan
Kontribusi (%)
6
Perdagangan, hotel dan restoran
Kontribusi (%)
7
Pengangkutan dan komunikasi
Kontribusi (%)
8
Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan
Kontribusi (%)
1,25
0,66
1.85
9
Jasa-jasa
2.344.466 2.272.931 1.575.280
Kontribusi (%)
14,26
13,87
10.15
Total TK
16.417.827 16.390.526 14.649.367
Sumber : Jawa Barat Dalam Angka 1995-2002(diolah)
Krisis ekonomi yang dimulai dengan melemahnya mata uang rupiah
membawa dampak yang sangat cepat pada sektor industri, dimana industri
yang tidak memiliki daya saing kuat banyak yang berguguran. Selama ini
industri yang banyak berkembang di Jawa Barat, adalah industri yang banyak
menggunakan bahan baku impor. Tentunya aktivitas produksi dari industri ini
sangat tergantung terhadap gejolak mata uang rupiah. Jika nilai mata uang
rupiah melemah maka harga produk akan meningkat dan jika daerah
pemasaran dari produksi ini sebagian besar ditujukan pada pasar domestik
maka industri ini akan kesulitan melangsungkan kegiatan produksinya.
Banyak industri yang menghentikan aktivitasnya, akan berdampak pada
7
berkurangnya kontribusi terhadap PDRB dan juga munculnya gelombang
pemutusan hubungan kerja (PHK).
Tingginya ketergantungan bahan baku industri nasional terhadap
produk bahan baku luar negeri merupakan satu kelemahan tersendiri bagi
Jawa Barat. Kondisi ini menandakan industri pendukung yang menghasilkan
bahan baku tidak berkembang. Kelemahan lain dari sektor industri dan
perdagangan propinsi Jawa Barat adalah rendahnya variasi jenis produk yang
diekspor yang sangat didominasi sektor tekstil dan pakaian jadi. Disamping itu
rendahnya penguasaan pasar ekspor karena terbatasnya negara yang menjadi
tujuan ekspor.
Untuk
mengatasi
kelemahan
struktur
industri
nasional
dan
perdagangan, pemerintah propinsi Jawa Barat dalam Rencana Strategisnya
dengan salah satu programnya yaitu “Mengembangkan struktur perekonomian
regional yang tangguh”, berisi kebijakan-kebijakan yang salah satunya
tentang Program Pengembangan Industri Manufaktur dan Jasa. Pemerintah
melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan telah mencanangkan program
penguatan struktur industri nasional dan program pengembangan perdagangan
nasional. Kegiatan ini dapat terlihat dari laporan PROPEDA Propinsi Jawa
Barat Tahun 2003-2007 yang salah satu programnya adalah sebagai berikut :
Program Penataan dan Penguatan Struktur Keterkaitan Industri
Dengan tujuan
1. Terciptanya industri yang memanfaatkan bahan baku lokal, efisien dan
berdaya saing
8
2. Meningkatkan keterkaitan usaha industri hulu sampai hilir yang
berbasis bahan baku lokal
3. Menumbuhkan cluster industri manufaktur yang ramah lingkungan
4. Meningkatkan produk-produk industri manufaktur yang memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif di daerah
Sasaran
1. Tersedianya bahan baku lokal yang memenuhi standar bagi industri
2. Terjaminnya produk yang memenuhi standar dan ekonomis
3. Terwujudnya industri manufaktur yang berbasis sumber daya lokal
serta berdaya saing tinggi
4. Terisinya mata rantai industri serta terwujudnya keterkaitan yang
saling mendukung antar sektor ekonomi lainnya
5. Berkembangnya produk industri manufaktur unggulan daerah
6. Berkembangnya kluster-kluster industri manufaktur
7. Terpenuhinya kebutuhan produk industri lokal maupun regional
8. Terjalinnya hubungan kelembagaan dan kemitraan usaha antar pelaku
industri manufaktur
9. Terjalinnya kontinuitas produksi industri manufaktur
Berdasarkan hal tersebut di atas, melatarbelakangi penulis untuk
melakukan penelitian guna penulisan skripsi dengan mengambil judul
“Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Dalam Industri Mnaufaktur di
Propinsi Jawa Barat Tahun 2002 : Pendekatan Keterkaitan Antar Sektor
Menggunakan Model Input Output”.
9
B. Perumusan Masalah
Melihat latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana keterkaitan ke belakang dan ke depan sektor industri
manufaktur dalam hal penyerapan tenaga kerja di Propinsi Jawa Barat
tahun 2002 ?
2. Berapa banyak tenaga kerja yang dapat diserap sektor industri manufaktur
di Propinsi Jawa Barat tahun 2002 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang diharapkan dapat dicapai dalam penulisan
skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui besarnya keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke
belakang sektor industri manufaktur dalam penyerapan tenaga kerja di
Propinsi Jawa Barat tahun 2002.
2. Untuk mengetahui jumlah tenaga kerja yang dapat diserap sektor industri
manufaktur di Propinsi Jawa Barat tahun 2002.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu :
1. Praktis
a. Sebagai implikasi kebijakan ekonomi nasional dan regional yang
berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan, khususnya di Propinsi
Jawa Barat.
b. Sebagai informasi bagi lembaga-lembaga yang terkait dalam
memutuskan kebijaksanaannya.
10
2. IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
a. Sebagai bahan informasi dan tambahan kepustakaan bagi peneliti lain
yang berkaitan dengan masalah ini.
b. Sebagai penerapan dari teori yang pernah dipelajari, menambah
wawasan
dan
memperluas
ilmu
pengetahuan
di
bidang
ketenagakerjaan.
E. Kerangka Pemikiran
Berikut disajikan kerangka pemikiran penelitian
Analisis Input Output
Regional
Analisis Keterkaitan
Ke Belakang
Analisis Keterkaitan
Ke Depan
Penyerapan
Tenaga Kerja
Perencanaan Ekonomi Regional Untuk Kebijakan
Tenaga Kerja
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Upaya penguatan struktur industri pada tahap awal dilakukan
berdasarkan atas alat kuantitatif dengan menggunakan analisis tabel input
output. Analisis input output menunjukan bahwa di dalam perekonomian
secara keseluruhan terkandung saling hubungan dan saling ketergantungan
industrial (M.L.Jhingan, 1996 : 750).
11
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pengertian pembangunan selama tiga dekade yang lalu adalah
kemampuan ekonomi nasional, dimana keadaan ekonomi mula-mula relatif
statis selama jangka waktu yang lama. Untuk menaikan dan memprtahankan
suatu kenaikan GNP (Gross National Product / produk nasional bruto) antara
5 sampai 7 persen atau lebih per tahun. Pengertian ini bersifat ekonomi.
. Namun demikian, pada akhir dasawarsa 1960-an, banyak Negara
Sedang Berkembang (NSB) mulai menyadari bahwa “pertumbuhan” (growth)
tidak
identik
dengan
“pembangunan”
(development)..
pengertian
pembangunan mengalami perubahan karena pengalaman pada tahun 1950-an
dan 1960-an itu menunjukan bahwa pembangunan yang berorientasikan pada
kenaikan GNP saja tidak memecahkan permasalahan pembangunan secara
mendasar. Hal ini tampak pada taraf dan kualitas sebagian besar masyarakat
tidak mengalami perbaikan kendatipun target kenaikan GNP per tahun telah
tercapai. Dengan kata lain, ada tanda-tanda kesalahan besar dalam
mengartikan istilah pembangunan secara sempit. Fakta ini pula yang
memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang
diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi (sufficient) bagi proses
pembangunan.. pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi
barang dan jasa secara nasional, sedangkan pembangunan berdimensi lebih
12
luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal inilah yang
menandai dimulainya masa pengkajian ulang tentang arti pembangunan.
Pembangunan ekonomi meliputi usaha suatu masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan
masyarakatnya, sedangkan keseluruhan usaha-usaha pembangunan meliputi
juga usaha-usaha pembangunan sosial, politk dan kebudayaan. Dengan adanya
batasan diatas maka pembangunan ekonomi pada umumnya di definisikan
sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita
penduduk suatu negara dalam jangka panjang. (Sadono Sukirno, 1985 : 13).
Berdasarkan definisi tersebut jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai
pengertian :
1. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus
2. Usaha untuk menaikan pendapatan per kapita
3. Kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka
panjang
Mudrajad Kuncoro ( 1997 : 14) mengatakan bahwa pembangunan
harus dilihat sebagai proses yang multidimensi yang mencakup tidak hanya
pembangunan ekonomi, namun juga mencakup perubahan-perubahan utama
dalam struktur sosial, politik, dan kelembagaan.
Dalam Lincolin Arsyad (1999 : 12) para ekonom membedakan
pengertian pembangunan ekonomi (economic development) dan pertumbuhan
ekonomi
(economic
growth)
dimana
didefinisikan sebagai :
13
istilah
pembangunan
ekonomi
1.
Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat yaitu tingkat pertambahan
GDP/GNP pada satu tahun tertentu.
2.
Perkembangan GDP/GNP yang terjadi dalam suatu negara dibarengi oleh
perombakan dan moderenisasi struktur ekonominya (transformasi
struktural)
Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP/GNP tanpa
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau
tidak.
Namun demikian, pada umumnya para ekonom memberikan
pengertian sama untuk kedua istilah tersebut. Mereka mengartikan
pertumbuhan atau pembangunan ekonomi sebagai kenaikan GDP/GNP saja.
Dalam penggunaan yang lebih umum istilah pertumbuhan ekonomi biasanya
digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara-negara maju,
sedangkan istilah pembangunan ekonomi menyatakan perkembangan ekonomi
di negara sedang berkembang.
B. Tujuan dan Sasaran Pembangunan
Pada dasarnya kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi selalu ditujukan
untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti yangs seluas-luasnya, kegiatan
pembangunan ekonomi selalu dipandang sebagai bagian dari keseluruhan
usaha pembangunan yang dijalankan oleh suatu masyarakat.
Ferguson dalam Robinson Tarigan (2004 : 4) menyatakan bahwa
tujuan utama kebijakan ekonomi adalah :
14
1. Menciptakan full employment atau setidak-tidaknya tingkat pengangguran
yang rendah menjadi tujuan pokok pemerintahan pusat maupun daerah.
Dalam kehidupan masyarakat, pekerjaan bukan saja berfungsi sebagai
sumber pendapatan, tetapi sekaligus juga memberikan harga diri/status bagi
yang bekerja.
2. Adanya economic growth
(pertumbuhan ekonomi), karena selain
menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja baru, juga diharapkan
dapat memperbaiki kehidupan manusia atau peningkatan pendapatan.
Tanpa perubahan, manusia merasa jenuh atau bahkan merasa tertinggal.
3. Terciptanya price stability (stabilitas harga) untuk menciptakan rasa
aman/tenteram dalam perasaan masyarakat. Harga yang tidak stabil
membuat masyarakat merasa waswas, misalnya apakah harta atau simpanan
yang diperoleh dengan kerja keras, nilainya riil atau bermanfaat di
kemudian hari.
Ada diantara tujuan ekonomi yang tidak mungkin dilakukan daerah
(Pemerintah Daerah) apabila daerah itu bekerja sendiri, yaitu menstabilkan
harga. Namun, apabila daerah itu dapat memenuhi tujuan pertama dan kedua,
hal itu turut membantu pemerintah pusat untuk memenuhi tujuan ketiga.
Namun, disisi lain, karena daerah cakupan wilayahnya lebih sempit, dapat
membuat kebijakan yang lebih bersifat spasial sehingga ada hal-hal yang
dapat dilakukan oleh daerah secara lebih baik ketimbang oleh pemerintah
pusat. Hal-hal yang bisa diatur di daerah secara lebih baik, yang merupakan
tujuan pokok tambahan yaitu sebagai berikut :
15
4. Terjaganya kelestarian lingkungan hidup
5. Pemerataan pembangunan dalam wilayah
6. Penetapan sektor unggulan wilayah
7. Membuat keterkaitan antar sektor yang lebih serasi dalam wilayah,
sehingga menjadi bersinergi dan berkesinambungan.
8. Pemenuhan kebuthan pangan wilayah
Lebih jauh lagi, sebenarnya tujuan adanya kebijaksanaankebijaksanaan dalam ekonomi pembangunan adalah usaha untuk memperoleh
kehidupan yang lebih baik, dimana kehidupan yang lebih baik menurut Goulet
pada dasarnya meliputi : kebutuhan hidup, kebutuhan harga diri, dan
kebutuhan kebebasan. Oleh sebab itu sasaran pembangunan yang minimal dan
pasti harus ada menurut Todaro adalah (Suryana,2000:6) :
1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian/pemerataan bahan
pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan
lingkungan.
2. Mengangkat
taraf
hidup
termasuk
menambah
dan
mempertinggi
pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik,
dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang
semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga
meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu maupun nasional.
3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan
nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan
16
ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain,
tetapi juga dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.
Untuk mencapai sasaran pembangunan di atas, strategi pembangunan
ekonomi harus diarahkan kepada :
1. Meningkatkan output nyata/produktivitas yang tinggi yang terus-menerus
menigkat. Karena dengan output yang tinggi ini akhirnya akan dapat
meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian bahan kebutuhan
pokok untuk hidup, termasuk penyediaan perumahan, pendidikan dan
kesehatan.
2. Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pengangguran yang
rendah yang ditandai dengan tersedianya lapangan kerja yang cukup.
3. Pengurangan dan pemberantasan ketimpangan
4. Perubahan sosial, sikap mental, dan tingkah laku masyarakat dan lembaga
pemerintah.
C. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perencanaan pembangunan yaitu suatu usaha pemerintah untuk
mengkoordinasikan semua keputusan ekonomi dalam jangka panjang untuk
mempengaruhi secara langsung serta mengendalikan pertumbuhan variabelvariabel ekonomi yang penting (penghasilan, konsumsi, lapangan kerja,
investasi, tabungan, ekspor impor, dan lain sebagainya) suatu negara dalam
rangka
mencapai
keputusan
pendahuluan
pembangunan ( Suryana, 2000 : 117)
17
mengenai
tujuan-tujuan
Walaupun tidak ada kesepakatan di antara para ekonom berkenaan
dengan istilah perencanaan ekonomi, sebagian besar menganggap perencanaan
ekonomi mengandung pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan
sengaja oleh pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu di dalam
jangka waktu tertentu.
Perencanaan pembangunan ekonomi ini ditandai dengan adanya usaha
untuk memenuhi berbagai ciri tertentu serta adanya tujuan yang bersifat
pembangunan tertentu. Menurut Lincolin Arsyad (1999 :113-114) ciri-ciri dari
suatu perencanaan pembangunan ekonomi adalah :
1. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk mencapai perkembangan
sosial ekonomi yang mantap (steady social economic growth). Hal ini
dicerminkan dalam usaha pertumbuhan ekonomi yang positif
2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pendapatan
per kapita
3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini seringkali
disebut sebagai usaha diversifikasi ekonomi
4. Usaha perluasan kesempatan kerja
5. Usaha pemerataan pembangunan sering disebut sebagai distributive justice
6. Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih
menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan
7. Usaha secara terus-menerus menjaga stabilitas ekonomi
18
Adapun fungsi-fungsi perencanaan terdiri dari :
1. Dengan perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan,
adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan
kepada pencapaian tujuan pembangunan
2. Dengan perencanaan dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi,
prospek-prospek perkembangan, hambatan serta resiko yang mungkin
dihadapi pada masa yang akan datang
3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang
terbaik
4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi
pentingnya tujuan
5. Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan
pengawasan evaluasi
Sedangkan dari sudut pandang ekonomi alasan perlunya perencanaan adalah :
1. Agar penggunaan alokasi sumber-sumber pembangunan yang terbatas bisa
lebih efisien dan efektif sehingga dapat dihindari adanya pemborosanpemborosan
2. Agar perkembangan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi menjadi lebih
mantap. Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara
seimbang perencanaan yang teliti mengenai penggunaan sumberdaya
publik dan sektor swasta (petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha
besar, organisasi-organisasi sosial) harus mempunyai peran dalam proses
perncanaan. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu
19
daerah dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi yang di
dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain.
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai
perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya-sumberdaya
publik yang teredia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas
sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta secara
bertanggungjawab.
Perlunya perencanaan (yang dalam hal ini dilakukan lewat campur
tangan pemerintah) untuk pembangunan daerah-daerah mempunyai
manfaat yang sangat tinggi, disamping mencegah jurang kemakmuran antar
daerah, melestarikan kebudayaan setempat, dapat juga menghindarkan
perasaan tidak puas masyarakat. Kalau masyarakat sudah tenteram, dapat
membantu terciptanya kesatabilan dalam masyarakat terutama kestabilan
politik, padahal kestabilan dalam masyarakat merupakan syarat mutlak jika
suatu negara hendak mengadakan pembangunan secara mantap (lincolin
Arsyad, 1999 : 307)
Agar perencanaan berhasil dengan baik maka menurut M.L
Jhingan dalam Suryana (2000 :118) ada hal-hal yang perlu diperhatikan,
yaitu :
1. Komisi Perencanaan
Komisi perencanaan harus dibentuk dan diorganisir dengan tepat serta
harus memuat bagian-bagian
yang berkaitan dengan aspek-aspek
perekonomian, seperti ahli ekonomi, ahli statistik, insinyur, dan sebagainya.
20
2. Data Statistik
Data statistik yang akurat sangat membantu dalam merumuskan suatu
rencana. Oleh karena itu survei menyeluruh terhadap sumber-sumber
ekonomi potensial beserta segala kekurangannya adalah sangat penting.
Misalnya data tentang sumber alam potensial, output pertanian, dan
industri, tenaga teknis adalah sangat penting untuk menentukan target dan
prioritas dalam perencanaan.
3. Tujuan Rencana
Perencanaan hendaknya memuat tujuan spesifik apakah tujuannya untuk
meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan per kapita, memperluas
kesempatan kerja, mengurangi ketimpangan pendapatan dan kesejahteraan
serta pemerataan ekonomi, menaikan produksi pertanian, industrialisasi
perekonomian, mencapai pembangunan berimbang di berbagai daerah, atau
mencapai swasembada, dan sebagainya.
4. Penetapan Sasaran dan Prioritas
Penetapan sasaran dan prioritas baik secara global maupun secara sektoral
adalah hal yang sangat penting. Sasaran global harus tegas dan mencakup
setiap aspek perekonomian dan harus meliputi sasaran produksi kualitatif,
yaitu sekian juta ton x, sekian km y, sekian lembaga z, sekian banyak
kenaikan pendapatan nasional, tabungan dan investasi. Baik sasaran global
maupun sasaran sektoral harus serasi satu sama lain dan ini memerlukan
prioritas. Prioritas harus ditentkan atas dasar kebutuhan jangka pendek dan
jangka panjang.
21
5. Mobilitas Sumber-sumber
Rencana pembangunan harus memuat kebijaksanaan untuk memobilisasi
sumber-sumber, baik secara eksternalmaupun secara internal. Sumber
internal negara meliputi tabungan dan tabungan perusahaan negara,
perpajakan serta keuangan defisit. Sdangkan sumber eksternal meliputi
penerimaan anggaran belanja neto dan pinjaman eksternal.
6. Keseimbangan Rencana
Yaitu keseimbangan antara tabungan dan investasi, keseimbangan antara
kebuthan tenaga kerja dan penyediaan tenaga kerja, serta keseimbangan
permintaan atas barang-barang impor dan devisa yang tersedia. Jika tidak,
maka akan muncul kelangkaan atau surplus pada waktu rencana sedang
berjalan.
Ketidakseibamngan
keuangan
akan
mengakibatkan
ketidakseimbangan pada penawaran dan permintaan barang-barang fisik
yang karenanya mengakibatkan tekanan inflator dan kesulitan neraca
pembayaran selama perencaan berlangsung.
7. Administrasi yang Efisien dan Tidak Korup
Menurut Lewis pembangunan ekonomi tidak sangat sulit. Rahasia
pembangunan lebih banyak terletak pada politik yang bijaksana dan
administrasi negara yang baik. Pada setiap departemen harus ditunjuk
berbagai staf administrasi yang cakap dengan tugas utama menyiapkan
laporan kelayakan yang baik mengenai proyek yang diusulkan.
22
8. Kebijaksanaan Pembangunan yang Tepat
Unsur-unsur utama kebujaksanaan pembangunan yang tepat menurut
profesor Lewis meliputi (Suryana, 2000 : 118)
a. Penyelidikan potensi pembangunan; meliputi sumber nasional,
penelitian ilmiah, dan penelitian pasar.
b. Penyediaan prasarana secara memadai (meliputi air, tenaga
angkutan, dan perhubungan).
c. Penyediaan fasilitas latihan dan pendidikan umum untuk menjamin
keterampilan yang diperlukan.
d. Bantuan untuk menciptakan pasar yang lebih banyak, dan lebih baik
e. Perbaikan landasan hukum bagi kegiatan ekonomi khususnya
peraturan yang berkaitan dengan hak atas tanah, perusahaan dan
transaksi dagang.
f. Menentukan dan membantu pengusaha yang potensial baik dalam
maupun luar negeri.
g. Peningkatan penempatan sumber-sumber yang lebih baik, baik
swasta maupun negara.
9. Harus mempunyai Teori Konsumsi Tersendiri
Menurut Jhingan, negara-negara terbelakang tidak harus meniru pola
konsumsi negara maju. Pola konsumsi harus demokratis, dan prhatian
pertama harus diberikan kepada barang-barang yang terjangkau oleh
pendapatan masyarakat tertentu.
23
10. Dukungan Masyarakat
Dukungan dan partisipasi dari masyarakat merupakan faktor penting bagi
perncanaan nasional. Seperti yang pernah diungkapkan Lewis bahwa
semangat rakyat adalah pelumas perencanaan sekaligus bahan bakar
pembangunan
ekonomi, serta
merupakan kekuatan dinamis
yang
memungkinkan segalanya.
D. Peranan sektor Industri Dalam Pembangunan ekonomi
Konsep
pembangunan
seringkali
dikaitkan
dengan
proses
industrialisasi, oleh karena seringkali pengertiannya dianggap “sama”. Negara
maju yang pertama kali adalah Inggris. Revolusi industri, seringkali inovasi
yang
menghemat
biaya
mesin
uap,
memungkinkan
inggris
untuk
meningkatkan produksi industrialisasinya sebesar 400% selama paruh pertama
abad ke 19. Sejak saat itu sampai dengan sekarang kriteria utama dari
pembangunan adalah kenaikan pendapatan per kapita yang sebagian besar
disebabkan oleh adanya industrialisasi.
Pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok
kesejahteraan rakyat, untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan
kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber daya alam dan sumber
daya lainnya. Hal ini berarti pula sebagai suatu usaha untuk meningkatkan
produktivitas tenaga kerja manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang
lingkup kegiatan manusia.
24
Kita telah sering medengar pendapat bahwa industri mempunyai
peranan sebagai sektor pemimpin (leading sector). Leading sector ini
maksudnya adalah dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu
dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian
dan sektor jasa. Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang
pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi
industri. Sektor jasa pun berkembang dengan adanya industrialisasi tersebut,
misalnya berdiri lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga pemasarn,
dan sebagainya, yang kesemuanya itu nantinya akan mendukung lajunya
pertumbuhan industri (Lincolin Arsyd, 1999 : 354).
Ada beberapa hal yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan industri
yang lebih cepat daripada tingkat pertambahan produksi nasional (sadono
Sukirno, 1985 : 79), yaitu :
Pertama, sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya, yaitu apabila
pendapatan naik, elastisitas permintaan yang diakibatkan oleh perubahan
pendapatan adalah rendah untuk konsumsi bahan makanan, sedangkan
permintaan terhadap bahan-bahan pakaian, perumahan dan barang-barang
konsumsi hasil industri keadaannya adalah sebaliknya. Kondisi ini dikenal
juga dengan hukum Engels (engles law) yang pada hakikatnya mengatakan
bahwa makin tinggi pendapatan masyarakat, maka akan makin sedikit
proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli bahan pertanian. Akan
tetapi sebaliknya, proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli
produksi barang-barang industri menjadi bertambah besar.
25
Kedua,
perubahan
teknologi
yang terus-menerus
berlangsung.
Kemajuan teknologi akan mempertinggi produktivitas kegiatan-kegiatan
ekonomi dan hal ini selanjutnya akan memperluas pasar serta kegiatan
perdagangan.
Namun demikian, meskipun sektor industri dianggap sebagai leadng
sector atau ada pula yang menganggapnya sebagai “obat mujarab” (panacea)
untuk
mengatasi
masalah
pembangunan
ekonomi
di
negara-negara
berkembang, tetap saja tidak bisa mengabaikan sektor-sektor lainnya di luar
sektor industri. Tidak ada satupun faktor produksi, atau kebijaksanaan, atau
sektor, atau penekanan yang bisa menyelesaikan secara sendiri-sendiri
perubahan-prubahan dalam pembangunan. Masing-masing mebutuhkan yang
lainnya, dan akan gagal jika pertumbuhan tidak seimbang serta terlalu jauh.
Pertanian dan inustri saling menyediakan pasar bagi barang-barang
produksinya masing-masing.
Jika suatu negara meginginkan untuk memproduksi sendiri barangbarang kebutuhan pokoknya, maka negara tersebut harus membangun suatu
struktur industri yang terpadu dan sektor pertanian yang produktif (Lincolin
arsyad, 1999 : 365). Dengan kata lain, kelancaran program industrialisasi
sebetulnya tergantung pula pada perbaiakn-perbaiakn di sektor lain, dan
seberapa jauh perbaikan-perbaiakn yang dilakukan mampu mengerahkan dan
bertindak sebagai pendorong bagi kemunculan industri-industri baru. Dengan
cara demikian kebijaksanaan yang ditempuh akan dapat menunjukan
mekanisme saling mendukung antarsektor.
26
E. Klasifikasi Industri
Perusahaan
industri
manufaktur
dikalisfikasikan
berdasarkan
beberapa tinjauan. Perusahaan industri pengolahan diklasifikasikan juga menurut
produksi utama yang dihasilkan dalam satu tahun berdasarkan kepada
Internasional Standard Industrial Classification of All Activities (ISIC), yang
selanjutnya disesuaikan dengan keadaan di Indonesia dengan nama Klasifikasi
Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Berikut ini adalah tabel pengklasifikasian
berdasarkan ISIC
Tabel 2.1 Penggolongan Industri Menurut ISIC Dua Digit
Kode
Kelompok Industri
31
Industri makanan, minuman, dan tembakau
32
Industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit
33
Industri kayu dan barang-barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga
34
Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan, dan penerbitan
35
Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara,
karet, dan plastik
36
Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi, dan batu bara
37
Industri logam dasar
38
Industri barang dari logam, mesin, dan peralatannya
39
Industri pengolahan lainnya
Sumber : Dumairy, 1997 : 232
F. Analisis Keterkaitan Antarsektor
Ada berbagai teori dan studi empiris yang menjelaskan bagaiana
keterkaitan antarsektor mempengaruhi perekonomian suatu negara. Pola
perkembangan industri, dimana diikuti oleh barang-barang yang diproduksi
27
untuk industri-industri menunjukan bahwa keterkaitan (lingkages) di dalam
industri sendiri maupun dengan sektor lainnya, perlu untuk dikembangkan.
Bacward lingkages (kaitan ke belakang) dan forwarad lingkages
(kaitan ke depan) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui
tingkat
keterkaitan
suatu
sektor
terhadap
sektor-sektor
lain
dalam
perekonomian.
Mudrajad kuncoro ( 1997 : 337) mengungkapkan bahwa kaitan ke
belakang merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan suatu
sektor terhadap sektor-sektor lain yang menyumbang input kepadanya. Kaitan
ke depan merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan antara
suatu sektor yang menghasilkan output, untuk digunakan sebagai input bagi
sektor-sektor lain.
Keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan, sangat diperlukan
dalam perencanaan pembangunan, baik di pusat maupun di daerah. Pengaruh
peningkatan suatu sektor akan terlihat pada sektor-sektor yang menyediakan
bahan baku sebagai inputnya. Seberapa besar dampaknya terhadap sektorsektor yang menyediakan tadi disebut sebagai keterkaitan ke belakang.
Misalnya, industri pemintalan benang yang dikembangkan di suatu daerah
akan mendorong meningkatnya produksi kapas, sehingga pertanian kapas
perlu pula menjadi perhatian pemerintah. Hal tersebut karena produksi kapas
akan mensupply industri pemintalan benang yang akan digunakan sebagai
bahan baku atas input. Sebaliknya keterkaitan ke depan, merupakan dorongan
oleh suatu sektor terhadap penggunaan outputnya oleh sektor lain. Industri
28
pemintalan benang yang diprioritaskan di atas, akan mendorong pertumbuhan
sektor industri tekstil, karena benang akan digunakan/diminta (demand) oleh
industri tekstil. Bertambahnya permintaan benang oleh industri tekstil tersebut
ditunjukan dalam bentuk rasio.
G. Ketenagakerjaan
Krisis multi dimensi yang diawali dengan terjadinya krisis moneter
dan krisis ekonomi yang terjadi pada bulan Juli 1997 telah merambah ke
seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Di bidang ketenagakerjaan, penduduk
usia kerja semakin sulit memperoleh kesempatan kerja karena terjadinya resesi
ekonomi sehingga lapangan pekerjaan yang teredia sangat terbatas. Akibatnya
cukup serius, tingkat pengangguran diperkirakan akan terus meningkat, yang
pada gilirannya dikhawatirkan berdampak pada meningkatnya kerawanan
sosial di masyarakat, seperti meningkatnya tingkat kemiskinan, kriminalitas,
dan yang lebih mengerikan lagi berdampak pada hilangnya generasi baru yang
berkualitas (lost generation) akibat rendahnya kualitas gizi penduduk karena
tak mampu memenuhi standar hidup layak.
Daya serap setiap kegiatan terhadap tenaga kerja berbeda secara
sektoral dan menurut penggunaan teknologi. Sektor kegiatan yang dibangun
dengan cara padat karya pada dasarnya dapat menciptakan kesempatan kerja
yang relatif besar dan tidak terlalu mengikat pada persyaratan keterampilan
yang tinggi. Sebaliknya sektor atau subsektor yang dibangun dengan cara
padat modal, menimbulkan kesempatan kerja yang relatif sedikit tetapi dengan
tenaga yang memiliki keterampilan tinggi. Perkiraan daya serap tenaga kerja
29
tiap sektor dan subsektor ekonomi, serta persyaratan kualifikasi yang
diperlukan sangat penting dalam memperkirakan kesempatan kerja (Payaman
J. Simanjuntak, 1985 : 128).
Untuk keperluan analisis ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk negara
dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.
Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam
batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara yang satu
dengan negara lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah
minimum 10 tahun, tanpa batas umur maksimum. Jadi, setiap orang atau
semua penduduk yang sudah berusia 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja.
India menggunakan rentang usia 14 sampai 60 tahun sebagai batas usia kerja.
Di Amerika batas minimum usia kerja adalah 16 tahun, juga tanpa batas
maksimum. Batas usia versi Bank Dunia adalah antara 15 hingga 64 tahun
(Dumairy, 1997 : 74).
Konsep dan Definisi Ketenagakerjaan
Tenaga kerja (manpower) dikelompokan menjadi angkatan kerja
(labor force) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah
tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja, atau mempunyai
pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari
pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja (bukan termasuk
angkatan kerja) ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak
bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan,
yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa),
30
mengurus rumah tangga (ibu-ibu yang bukan wanita karir), serta penerima
pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya
(pensiunan, penderita cacat yang dependen).
Selanjutnya,
angkatan
kerja
dibedakan
pula
menjadi
dua
subkelompok yaitu pekerja dan penganggur. Yang dimaksud dengan pekerja
ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang
mempunyai pekrjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak
bekerja. Yang terakhir ini misalnya petani yang sedang menanti panen atau
wanita karir yang tengah menjalani cuti melahirkan. Biro Pusat Statistik
mendefinisikan bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud
memproleh upah atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan
dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontinyu dalam seminggu
yang lalu (seminggu sebelum pencacahan). Termasuk dalam batasan ini
pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan
ekonomi. Adapun yang dimaksud dengan penganggur ialah orang yang tidak
mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan (masih atau
sedang) mencari pekerjaan. Penganggur semacam ini oleh BPS dinyatakan
sebagai penganggur terbuka.
Tenaga kerja yang bukan angkatan kerja dibedakan menjadi tiga
subkelompok yaitu penduduk dalam usia kerja yang sedang bersekolah,
mengurus rumah tangga (tanpa mendapatkan upah), serta penerima
pendapatan lain. Batasan BPS mengenai bersekolah ialah bersekolah formal
31
dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, termasuk pelajar dan
mahasiswa yang sedang libur.
H. Hasil penelitian yang Relevan
1. Badan Perencana Daerah Propinsi Jawa Barat. Studi Analisis Struktur
Industri dan Perdagangan Jawa Barat. 2002.Bandung. Hasil : dengan
menggunakan 3 pendekatan yaitu struktur sektor indusri (dengan alat
analisis yang digunakan adalah indeks keterkaitan ke belakang, indeks
keterkaitan ke depan dan konsentrasi industri), analisis perilaku (alat
analisis yang digunakan yaitu berupa efek multiflier output dan efek
multiflier pendapatan), kinerja sektor industri (dengan alat analisis yang
digunakan adlah derajat ketergantungan ekspor, kontribusi terhadap nilai
tambah, dan penggunaan bahan baku impor), diperoleh gambaran tentang
peta potensi industri dan perdagangan di Jawa Barat yang didominasi oleh
industri makanan dan minuman, industri barang-barang dari plastik, serta
indutri tekstil dan pakaian jadi.
2. Mudrajad Kuncoro. Analisis Struktur, perilaku dan kinerja Agroindustri
Indonesia. 1995. Yogyakarta. Hasil : dilihat dari keterkaitan ke
belakangnya untuk tahun 1980, 1985, dan 1990, ternyata ada empat industri
pengolahan yang selalu menempati sepuluh besar dalam subsektor yang
kaitan ke belakangnya cukup tinggi, yaitu : industri tekstil, industri barang
karet dan plastik, industri tepung, dan industri kertas. Sementara itu, hanya
ada satu industri penyedia input pertanian yang selalu memesuki jajaran
sepuluh besar, yaitu barang dari logam.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini akan dianalisis mengenai penyerapan tenaga kerja
dilihat dari keterkaian ke belakang dan ke depan sektor industri manufaktur
di Propinsi Jawa Barat tahun 2002.
B. Sumber Data
Data yang dugunakan adalah data sekunder yang merupakan hasil
kinerja dari perekonomian Jawa Barat selama beberapa tahun yang antara lain
meliputi :
a. Data input output Propinsi Jawa Barat tahun 2000
b. Statistik industri besar sedang Jawa Barat 2002
Data tersebut diperoleh dari terbitan atau publikasi Badan Pusat Statistik
(BPS) Propinsi Jawa Barat.
C. Definisi Operasional Variabel
1. Menurut Profesor J.R. Hicks dalam M.L. Jhingan (1998 : 750) input
adalah “Sesuatu yang dibeli untuk perusahaan”.
2. Masih menurut Profesor J.R. Hicks dalam M.L Jhingan (1998 :750) output
adalah “sesuatu yang dijual oleh perusahaan”.
3. Keterkaitan ke belakang dalam hal penyerapan tenaga kerja merupakan
alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan suatu sektor terhadap
sektor lain yang menyumbangkan input tenaga kerja kepadanya.
33
4. Keterkaitan ke depan dalam hal penyerapan tenaga kerja menggambarkan
penyerapan output tenaga kerja suatu sektor yang akan digunakan atau
diproses kembali oleh sektor ekonomi lainnya.
5. Penyediaan tenaga kerja merupakan jumlah orang yang bersedia dan
mampu untuk melakukan pekerjaan dengan tidak memperhatikan faktor
upah (Soeroto, 1991 :90)
6. Kebutuhan tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk menghasilkan sejumlah produk dalam satu satuan waktu tertentu
dengan tidak memperhatikan faktor upah (Soeroto, 1991 : 90)
D. Metode Analisis Data
1. Analisis Input-Output
a. Definisi Input-Output
Tabel input-Output (Tabel I-O) beserta analisisnya, pertama kali
diperkenalkan oleh Profesor Wassily Leontif pada akhir dekade 1930-an
tetapi baru banyak dikenal pada tahun 1951. Atas hasil karyanya tersebut,
ia memenagkan hadiah Nobel di bidang ilmu Ekonomi pada tahun 1973
(Robinson Tarigan, 2004 : 93)
Tabel I-O pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk
matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta
saling keterkaitan antara sektor yang satu dengan sektor yang lainnya,
dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Dengan
menggunakan tabel I-O dapat dilihat bagaimana output dari suatu sektor
ekonomi didistribusikan ke sektor-sektor lainnya dan bagaimana pula
34
suatu sektor memperoleh input yang diperlukan dari sektor-sektor lainnya
(Tabel Input-Output Jawa Barat, 2000 : 3)
Sebagai suatu metode kuantitatif, tabel I-O memberikan gambaran
menyeluruh tentang
1) Struktur perekonomian negara/wilayah yang mencakup output dan
nilai tambah masing-masing sektor.
2) Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar
sektor-sektor produksi.
3) Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam
negeri (produksi Jawa Barat) maupun barang impor atau yang berasal
dari propinsi lain.
4) Struktur permintaan barang dan jasa baik permintaan oleh berbagai
sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan
ekspor (Tabel Input-Output Jawa Barat, 2000 : 4)
Tabel I-O beserta analisisnya adalah alat yang ampuh untuk
manganalisis
perekonomian
wilayah
dan
sangat
berguna
dalam
perencanaan pembangunan ekonomi wilayah. Analisis input-output
menunjukan bahwa di dalam perekonomian secara keseluruhan terkandung
saling hubungan dan saling ketergantungan industrial. Input suatu industri
merupakan output industri lainnya dan sebaliknya, sehingga akhirnya
saling hubungan antar keduanya membawa ke arah ekuilibrium antara
penawaran dan permintaan di dalam perekonomian secara keseluruhan
(M.L.Jhingan, 1996 : 750). Dengan demikian, apabila terjadi perubahan
35
tingkat produksi sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat
dilihat.
Dalam suatu model input-output yang bersifat terbuka dan statis,
transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel Input-Output
harus memenuhi tiga asumsi atau prinsip dasar, yaitu (Tabel Input-Output
Jawa Barat, 2000 :3) :
1) Keseragaman (homogeneity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor hanya
memproduksi satu jenis output (barang dan jasa) dengan struktur input
tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis antar output dari
sektor yang berbeda.
2) Kesebandingan (proportionality), yaitu asumsi bahwa kenaikan
penggunaan input suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan output
yang dihasilkan.
3) Penjumlahan (additivity), yaitu asumsi bahwa jumlah pengaruh
kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari
pengaruh pada masing-masing sektor.
36
b.
Tabel Transaksi Dalam Metode Input-Output
Tabel 1.3 menyajikan gambaran tentang bagaimana suatu tabel I-O di
susun.
Tabel 3.1 Format Tabel Transaksi
Alokasi output
Permintaan
Permintaan
antara
akhir
Sumber input
a. Input antara
Sektor 1
Sektor 2
…
Sektor i
…
Sektor n
Sektor produksi
Kuadran I
x1l … x1j … x1m
x2l … x2j … x2m
Total penyediaan
Impor
Jumlah
output
Kuadran II
F1
F2
M1
M2
X1
X2
…. …. …. … ….
…
…
…
xIl
xim
Fi
Mi
Xi
… … … … ….
…
…
…
Fn
Mn
Xn
…
xij
…
xnl
… xnj … xnm
Kuadran III
b. input primer Vl … Vj … Vm
Jumlah input
xl … xj … xm
Sumber : Robinson Tarigan, 2004 : 98
Kuadran IV
Kuadran I terdiri atas transaksi antarsektor/kegiatan, yaitu arus
barang/jasa yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk digunakan oleh sektor
lain (termasuk sektor itu sendiri), baik sebagai bahan baku maupun sebagai
bahan penolong. Artinya, barang dan jasa itu dibeli untuk kebutuhan
proses produksi yang hasil akhirnya akan dijual kembali pada putaran
berikutnya. Matriks yang ada dalam kuadran I merupakan sistem produksi
dan bersifat endogen, sedangkan matriks yang berada di luar Kuadran I
(Kuadran II, III, dan IV) bersifat eksogen. Endogen artinya tidak mampu
berubah karena pengaruh dari dalam diri sendiri, perubahan hanya terjadi
karena pengaruh dari luar.
37
Kuadaran II terdiri atas permintaan akhir, yaitu barang dan jasa yang
dibeli oleh masyarakat untuk dikonsumsi (habis terpakai) dan untuk
investasi. Termasuk permintaan akhir ini adalah barang/jasa yang dibeli
oleh masyarakat umum, dibeli oleh pemerintah, digunakan untuk investasi,
diekspor ke luar negeri/ke luar wilayah, dan tidak lagi berada di dalam
negeri/wilayah karena habis terpakai.
Kuadran III berisikan input primer, yaitu semua daya dan dana yang
diperlukan untuk menghasilkan suatu produk tetapi diluar kategori input
antara. Termasuk dalam kategori ini adalah tenaga kerja, modal, peralatan,
bangunan, dan tanah. Sumbangan masing-masing pihak dihitung sesuai
dengan balas jasa yang diterimanya karena keikutsertaannya dalam proses
produksi. Misalnya, tenaga kerja mendapat upah/gaji, keahlian mendapat
tunjangan/bonus,
modal
mendapat
bunga
atau
laba,
peralatan/bangunan/tanah mendapat sewa atau etrgabung dalam laba. Apa
yang tertera dalam Kuadran III adalah balas jasa bagi faktor-faktor
produksi dan karenanya merupakan pendapatan yang menggambarkan
kemakmuran masyarakat di wilayah tersebut seandainya seluruh faktor
produksi dimiliki oleh masyarakat setenpat. Jumlah keseluruhan balas jasa
tersebut adalah sama dengan nilai tambah bruto wilayah tersebut.
Kuadran IV menggambarkan bagaimana balas jasa yang diterima
input primer didistribusikan ke dalam permintaan akhir. Karena tidak
dibutuhkan dalam analisis input-output sedangkan pengumpulan datanya
38
memerlukan survei yang rumit, kuadran ini seringkali diabaikan di dalam
tabel input-output.
Tabel 1.3 menjelaskan bahwa jika dilihat menurut baris, akan
menggambarkan kemana produk suatu sektor didistribusikan. Sedangkan
kalau dilihat menurut kolom menggambarkan produk itu digunakan untuk
sektor mana.
Persamaan menurut baris tersebut adalah sebagai berikut :
x1l + … + x1j + …+ x1m + F1 = x1 + M1
xil + … + xij + … + xim + Fi = xi + Mi
xnl + … + xnj + … + xnm + Fn = xn + Mn
(2.1)
atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai berikut :
xij + FI = XI + MI , untuk i dari 1 s.d n
(2.2)
dimana : xij = output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j
Fi = permintaan akhir terhadap sektor i
XI = jumlah output sektor I
Persamaan menurut kolom adalah sebagai berikut :
x1l + x2l + … + xil + … + xnl + Vl = Xl
x1j + x2j + … + xij + … + xnj + Vj = Xj
x1m + x2m + … + xim +… + xnm + Vm = Xm
(2.3)
atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai berikut :
xij + Vj = Xj , untuk j dari 1 s.d n
(2.4)
dimana : Vj = nilai tambah atau input primer sektor j
Perlu dicatat bahwa XI = Xj , untuk i = j sehingga terkadang rumus itu
dapat dipertukarkan.
39
Semua persamaan ini dapat menjelaskan hubungannya dengan
pendapatan regional jika tiap baris dari persamaan (2.2) menjadi sebagai
brikut :
Xi = xij + Fi - Mi
(2.5)
begitupun dengan persamaan (2.4) akan menjadi seperti berikut :
Xj = xij + Vj
(2.6)
karena i = j, dan dalam tabel input-output jumlah input = jumlah output,
maka : Xi = Xj
Jika persamaan (2.5) disubstitusikan dengan persamaan (2.6), maka
diperoleh
Fi - Mi = Vi
Untuk mendapatkan koefisien input antara dan koefisien input primer
diperoleh rumus :
aij = xij / Xj
dimana : aij = koefisien input sektor j dari sektor I (berada pada baris I
kolom j)
xij = penggunaan input oleh sektor j dari sektor I
Xj = output sektor j
Jika persamaan (2.1) disubstitusikan ke persamaan input output diatas,
maka :
a1lx1l + a1jx1j + a1mx1m + F1 = x1 + M1
ailxil + aijxij + aimxim + Fi = xi + Mi
anlxnl + anjxnj + anmxnm + Fn = xn + Mn
40
dan dari persamaan tersebut dapat dibentuk persamaan matriks yang lazim
disebut matriks koefisien input atau disingkat dengan matriks A sebagai
berikut :
a1l a1j a1m
ail aij aim
anl anl anm
x1
x
F1 = x1
xI + Fi
xn
M1
= xi + Mi
Fn =
xn
Mn
yang dalam notasi matriks dapat ditulis :
AX + F = X + M atau (I-A)X = F-M atau X=(I-A)-1(F-M)
(2.7)
Dimana : X = output
I
= matriks identitas
A = matriks koefisien input antara
F = permintaan akhir
M = impor
Apabila dibedakan asalnya (dari luar negeri atau dari luar propinsi),
maka akan terbentuk persamaan matriks koefisien input domestik yang
dinotasikan dengan Ad. Jika Ad disubstitusikan ke persamaan (2.7), maka :
X = (I-Ad)-1 Fd
(2.8)
Dimana : Fd = permintaan akhir untuk produk domestik
Untuk menganalisis kegiatan domestik, maka variabel impor dianggap
sebagai variabel luar, dan selanjutnya persamaan (2.8) digunakan sebagai
kerangka dasar membuat model input-output domestik.
c. Manfaat Analisis Input-Output
Menurut Robinson Tarigan (2004 : 97) ada beberapa manfaat dari
analisis Input-Output, yaitu :
41
1)
Menggambarkan kaitan antarsektor sehingga memperluas wawasan
terhadap perekonomian wilayah. Dapat dilihat bahwa perekonmian
wilayah bukan lagi sebagai kumpulan sektor-sektor, melainkan
merupakan suatu sistem yang saling berhubungan. Perubahan pada
salah satu sektor akan langsung mempengaruhi keseluruhan sektor
walaupun perubahan itu akan terjadi secara bertahap.
2)
Dapat digunakan untuk mengetahui daya menarik (backward
lingkage) dan daya mendorong (forward lingkage) dari setiap sektor
sehingga mudah menetapkan sektor mana yang dijadikan sebagi
sektor strategis dalam perencaan pembangunan perekonomian
wilayah.
3)
Dapat meramalkan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan tingkat
kemakmuran, seandainya permintaan akhir dari beberapa sektor
diketahui akan meningkat. Hal ini dapat dianalisis melalui kenaikan
input antara dan kenaikan input primer yang merupakan nilai
tambash (kemakmuran).
4) . Sebagai salah satu alat analisis yang penting dalam perencanaan
pembangunan ekonomi wilayah karena bisa melihat permasalahan
secara komprehensif.
5)
Dapat digunakan sebagai bahan untuk menghitung kebutuhan tenaga
kerja dan modal dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah,
seandainya inputnya dinyatakan dalam bentuk tenaga kerja atau
modal.
42
2. Analisis keterkaitan Sektor Industri Manufaktur
Dalam suatu sistem perekonomian yang berdasarkan pendekatan
multi sektoral, makaketerkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya
menjadi penting untuk dianalisis. Suatu sektor menggunakan hasil
produksi (output) dari sektor lain sebagai input (bahan baku) untuk
selanjutnya diproses menjadi produk outputnya, selanjutnya output yang
dihasilkan tersebut dapat dipakai sebagai input untuk sektor lain atau dapat
dipakai sebagai barang konsumsi. Dengan metode input output, dikenal
dua alat analisis keterkaitan yaitu, analisis keterkaitan ke belakang
(backward lingkages) dan analisis keterkaitan ke depan (forward
lingkages).
a. Analisis ketrkaitan ke belakang (backward lingkages)
Kaitan ke belakang merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat
keterkaitan suatu sektor terhadap sektor lain yang menyumbangkan input
kepadanya. Bakcward lingkages sering dipandang sebagai perwujudan dari
sektor yang memiliki basis aktivitas domestik. Apabila suatu wilayah
hendak membangun, biasanya keterkaitan ke belakang ini menjadi salah
satu indikator yang penting. Apabila sektor ini berkembang, maka sektor
ini bisa menarik sektor-sektor yang berada di belakangnya sebagai
penyedia input, sehingga dengan mendorong sektor yang forward
lingkages-nya kuat maka juga akan membawa pertumbuhan sektor-sektor
lain. Untuk menghitung total daya penyebaran digunakan rumus :
43
Pj =  (I-Ad)-1
Dimana : Pj
= multiplier output
(I-Ad)-1 = matriks kebalikan leontif
I
= matriks identitas
A
= matriks koefisien input
Sedangkan untuk menghitung pengaruh keterkaitan kebelakang
digunakan indeks daya penyebaran
dengan rumus sebagai berikut
(Robinson Tarigan, 2004 : 105) :
j = ibij / (1/n)ijbij
dimana : j = indeks keterkaitan ke belakang
bij = koefisien input sektor j
b. Analisis keterkaitan ke depan (forward lingkages)
Forward lingkage menggambarkan penyerapan output suatu
sektor. Output suatu sektor bisa di serap atau dipergunakan oleh sektor
lain sebagai input atau disebut permintaan antara. Output tersebut juga
bisa dimanfaatkan secara langsung untuk konsumsi masyarakat,
konsumsi pemerintah, pembentukan modal dan stok dan untuk ekspor
atau sering disebut sebagai permintaan akhir. Keterkaitan ke depan
(forward lingkages) sering dipandang sebagai perwujudan arti penting
output suatu sektor sebagai input sektor lain yang memerlukan.
Keberadaaan sektor ini mendorong perkembangan sektor yang
memerlukan input darinya. Semakin besar keterkaitan ke depan dari
sektor ini, maka semakin penting sektor ini dianggap sebagai unggulan.
44
Untuk menghitung total derajat kepekaan digunakan formula
sebagai berikut :
Pj = I (I-Ad)-1
Dimana : Pj
= multiplier output
(I-Ad)-1 = matriks kebalikan leontif
I
= matriks identitas
A
= matriks koefisien input
Dengan indeks derajat kepekaan yang biasa dikenal dengan formula
forward lingkages adalah :
I = jbij / (1/n) ijbij
dimana : I
bij
= koefisien input sektor j
= indeks keterkaitan ke depan
Ukuran keterkaitan juga bisa dimanfaatkan untuk mengetahui arti
penting sektor. Untuk istilah tabel input output indonesia pada umumnya
dipakai istilah indeks daya penyebaran (untuk mengetahui pengaruh ke
belakang / backward lingkagesieffect ratio) dan indeks daya kepekaan /
forward lingkages effect ratio. Jika suatu sektor memiliki daya
penyebaran dan derajat kepekaan lebih dari satu, maka sektor tersebut
dapat dijadikan sektor strategis, karena mampu menyerap output dari
sektor lain dan mampu memberikan inputnya terhadap permintaan akhir
dari sebagian atau keseluruhan sektor dalam perekonomian.
45
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Propinsi Jawa Barat
1. Perekonomian Jawa Barat
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 1993-1996 sebelum
terjadinya krisis ekonomi tumbuh rata-rata sebesar 8,16% per tahun,
terutama disumbang oleh sektor industri dan jasa. Kemudian pada
pertengahan tahun 1997 laju pertumbuhan ekonomi terkontraksi sampai
angka 4,87% dan titik nadirnya terjadi pada tahun 1998 sebesar –17,17%
yang diakibatkan terutama oleh terpuruknya sektor keuangan khususnya
perbankan dan industri manufaktur. Selanjutnya pada masa pemulihan,
mulai terjadi kenaikan secara bertahap seiring dengan makin membaiknya
kondisi ekonomi nasional terutama semakin terkendalinya sektor
keuangan, jasa, perdagangan dan industri manufaktur. Pada tahun 1999
tumbuh sebesar 2,1% tahun 2000 sebesar 4,46% dan pada tahun 2001
sebesar 4,06%, dan pada tahun 2002 sebesar 5,53% (PERDA Propinsi
Jawa Barat, 2003 : 5).
Selama
kurun
waktu
1990-2000
kegiatan
sektor
industri
manufaktur menunjukan kontribusi yang makin besar, sedangkan sektor
pertanian, pertambangan dan penggalian menunjukan kontribusi yang
makin berkurang, namun Jawa Barat masih tetap merupakan wilayah yang
berfungsi sebagai lumbung padi nasional.
46
Ekonomi Propinsi Jawa Barat memiliki peran yang penting secara
Nasional, dimana ekonomi propinsi ini termasuk kelompok ekonomi yang
relatif sudah maju. Rata-rata kontribusi ekonomi Jawa Barat terhadap
perekonomian nasional sebesar 16,6% selama empat tahun terakhir.
Peranan ini sempat berkurang pada saat krisis, tetapi setelah krisis
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat meningkat pesat (Pendapatan nasional
Indonesia 1999-2002 : 3)
Struktur ekonomi suatu wilayah dapat tergambar melalui distribusi
peranan sektor dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sektorsektor ekonomi yang menjadi komponen utama PDRB dikelompokan
menjadi 9 sektor. Dalam struktur ekonomi nasional, Propinsi Jawa Barat
memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan PDB Nasional.
Hal ini tercermin dalam besarnya nilai kontribusi masing-masing sektor
dalam PDB Nasional, tergambar pada tabel 4.1
47
Tabel 4.1 Kontribusi Sektor Ekonomi Propinsi Jawa Barat Terhadap Ekonomi
Nasional Atas Dasar Harga Konstan 1993 (milyar Rupiah)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sektor
Pertanian
Kontribusi terhadap PDRB (%)
Kontribusi pada pertanian nasionl
2000
7.842,83
14,09
11,85
2001
8.087,03
13,99
12,09
2002
7.666,22
12,76
11,27
Pertambangan
Kontribusi terhadap PDRB (%)
Kontribusi pada pertambangan nasional
Industri Pengolahan
Kontribusi terhadap PDRB (%)
Kontribusi pada manufaktur nasional
3.487,45
6,27
9,97
21.833,14
39,23
20,79
3.273,48
5,66
8,42
22.908,17
39,62
20,96
3.126,11
5,20
7,86
23.631,81
39,32
20,79
Listrik, Gas dan Air Bersih
Kontribusi terhadap PDRB (%)
Kontribusi pada listrik,gas,dan air nasional
Bangunan
Kontribusi terhadap PDRB (%)
Kontribusi pada bangunan nasional
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Kontribusi terhadap PDRB (%)
Kontribusi pada perdagangan, hotel dan
restoran nasional
Pengangkutan dan Komunikasi
Kontribusi terhadap PDRB (%)
Kontribusi pada pengangkutan dan
komunikasi nasional
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Kontribusi terhadap PDRB (%)
Kontribusi pada keuangan, persewaan dan
jasa nasional
Jasa-jasa
Kontribusi terhadap PDRB (%)
Kontribusi pada jasa-jasa nasional
PDRB
1.800,09
3,23
27,38
1.904,92
3,42
8,18
9.139,87
16,4
14,39
1.919,11
3,32
27,11
1.875,25
3,24
7,73
9.499,50
16,43
14,2
2.072,93
3,45
27,58
2.032,15
3,38
8,05
10.308,09
17,15
14,87
2.708,61
4,87
9,32
2.890,10
5,00
9,26
3.220,58
5,36
9,57
2.226,12
4,00
8,11
2.470,84
4,27
8,70
2.719,73
4,53
9,08
4.717,18
8,47
12,39
55.660.20
4.901,36
8,48
12,62
57.842,84
5.319,15
8,85
13,43
60.096,78
Sumber : BPS 2000-2002 data diolah
Berdasarkan tabel 4.1 di atas terlihat bahwa kontribusi ekonomi
Propinsi
Jawa Barat
memberikan
kontribusi
yang besar dalam
pembentukan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari kontribusi masingmasing sektor terhadap sektor nasional. Berdasarkan kesembilan sektor
tersebut, sektor industri manufaktur sangat penting terhadap ekonomi
48
Propinsi Jawa Barat (kontribusi terhadap PDRB di atas 35%) dan sektor
ini memberikan kontribusi pada industri manufaktur nasional di atas 20%.
Berdasarkan tabel di atas juga terlihat bahwa telah terjadi perubahan
struktur produksi. Perubahan struktur ini dapat terlihat dari penurunan
peran dari sektor primer seperti pertanian yang terus mengalami penurunan
dan sektor pertambangan yang juga terus mengalami penurunan. Peran
kontribusi PDRB mulai diambil alih oleh sektor sekunder seperti industri
manufaktur yang cenderung meningkat dan sektor tersier (jasa) yang
perlahan-lahan mulai mengalami peningkatan. Perubahan struktur ini akan
membawa dampak antara lain strruktur tenaga kerja, penyebaran
penduduk, munculnya migrasi dari desa ke kota, kebutuhan sarana dan
prasarana, dan kondisi masyarakat.
2. Kondisi Perindustrian Jawa Barat
Kebijaksanaan pembangunan kawasan industri di Jawa Barat
mengacu kepada Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat nomor :
593/SK.629/Bappeda/1990 yang mengalokasikan lahan bagi kawasan
industri seluas 18.000 Ha. Disamping alokasi 18.000 Ha juga terdapat
alokasi lahan kawasan industri seluas 11.246,77 Ha. Dan berdasarkan hasil
pendataan tahun 2000 perkembangan pembangunan kawasan industri di
Jawa Barat diperoleh gambaran sebagai berikut :
1. Lahan yang disetujui untuk kawasan industri seluas 29.247,77 Ha
2. Lahan yang telah dibebaskan seluas 16.270,74 Ha
3. Lahan yang siap dijual 8.269,48 Ha
49
4. Lahan yang telah terjual kurang lebih seluas 6000 Ha
a. Industri Manufaktur
Kontribusi terbesar dalam pembangunan ekonomi di Propinsi Jawa
Barat secara makro tahun 2002 di dominasi oleh sektor industri
manufaktur. Oleh karena hampir 60% industri pengolahan Indonesia
berlokasi di Jawa Barat, maka perekonomian nasional sangat dipengaruhi
oleh kinerja indutsri di daerah ini. Bahkan sektor industri pengolahan
merupakan lapangan usaha terbesar kedua dalam menyerap tenaga kerja
setelah
pertanian.
Untuk
itu,
kebijakan
pembangunan
dalam
pengembangan sektor ini sangatlah tepat, walaupun akhir-akhir ini sektor
industri pengolahan terhempas akibat krisis moneter yang melanda
perekonomian nasional.
Pada umunya industri di Jawa Barat berorientasi ekspor, sehingga
secara makro dapat meningkatkan penerimaan negara dalam bentuk
devisa. Namun karena industri yang dibangun bukan berbasis ekonomi
rakyat atau paling tidak mengunakan bahan baku industri dalam negeri,
maka sektor ini rentan terhadap krisis yang melanda dunia bisnis di tanah
air.
Dalam pengumpulan data statistik industri, yang dimaksud dengan
industri besar adalah perusahaan dengan jumlah pekerja minimal 100
orang, industri sedang dengan jumlah pekerja anatar 20 –99 orang. Industri
kecil mempunyai pekerja antara 5-19 orang dan perusahaan yang
mempunyai pekerja kurang dari 5 orang termasuk dalam kategori industri
50
rumah tangga. Berdasarkan hasil survei industri besar/sedang tahun 2001
di Jawa Barat terdapat 4.899 buah perusahaan dengan jumlah tenaga kerja
terserap sebanyak 1.183.725 orang dan apabila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya maka jumlah industri besar/sedang mengalami penurunan
sebesar 25,76%. Turunnya jumlah industri tersebut dikarenakan propinsi
Jawa Barat sudah terbagi 2 dengan Propinsi Banten (BPS, 2002 :225)
Dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2001, perkembangan sektor
industri khususnya industri besar sedang di Jawa Barat mengalami
fluktuasi yang beragam. Jumlah perusahaan industri besar sedang sampai
kurun waktu tahun 2001 sebanyak 4899 atau naik sebesar 7,18%
dibandingkan tahun 1996 yang berjumlah 4571. Selama kurun waktu
tersebut tercatat jumlah perusahaa industri pernah mengalami penurunan
pada tahun 1997 sebesar 1,14% dibandingkan tahun sebelumnya, tapi
untuk tahun-tahun berikutnya terus bertambah dan pada tahun 2001
jumlah perusahaannya sama dibandingkan tahun 2000.
Tabel 4.2 Jumlah Perusahaan Industri Besar Sedang di Jawa Barat 1996-2002
Tahun
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Jumlah
4.571
4.519
4.566
4.858
4.858
4.899
Perusahaan
Persentase 100.00
98.86 101.04 106.40 100.00 100.84
Sumber : Statistik Industri Besar Sedang Jawa Barat 2002, Buku 2
Dilihat dari tabel diatas terlihat bahwa peningkatan yang paling
tajam terjadi pada tahun 1999 sebesar 6,40% dibandingkan tahun
sebelumnya. Pada tahun 1997 dan 1998 memang kondisi perekonomian
51
Indonesia maupun dunia sedang dilanda krisis yang sampai sekarang pun
dampaknya masih terasa.
Peningkatan jumlah perusahaan ini lebih banyak terjadi di daearahdaerah yang potensial industrinya seperti Bekasi, Karawang dan Bandung
dimana didaerah tersebut banyak terdapat kawasan industri yang sengaja
didirikan oleh pemerintah dan akses terhadap sarana transportasi sudah baik
sehingga memudahkan untuk memasarkan produk dan memasok bahan
baku.
b. Ketenagakerjaan Sektor Industri di Jawa Barat
Pada akhir tahun 2001 terdapat sekitar 1.183.725 orang yang
bekerja di perusahaan industri besar sedang Jawa Barat. Jumlah tersebut
sudah termasuk pekerja sektor produksi yaitu pekerja yang langsung
bekerja di dalam proses produksi atau yang berhubungan dengan itu dan
pekerja lainnya yaitu pekerja selain pekerja produksi seperti pimpinan
perusahaan, staf direksi, pegawai administrasi, keuangan, pemasaran dan
lain sebagainya. Berikut ini adalah tabel perbandingan jumlah pekerja
industri dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2001
Tabel 4.3 Banyaknya pekerja Industri Di Jawa Barat 1997-2002
Tahun
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Pekerja
1.056.959
1.062.248
1.035.076
1.102.160
1.152.368
1.183.725
Persen
100,00
100,50
97,44
106,48
104,56
102,72
Sumber : Statistik Industri Besar Sedang Jawa Barat 2002
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa tenaga kerja yang diserap
oleh perusahaan dalam kurun waktu 1997-2002 selalu bertambah kecuali
52
pada tahun 1999 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya
sebesar 2,56 persen. Selama kurun waktu tersebut sudah ada penambahan
tenaga kerja sebanyak 126.766 orang
Semua pekerja di Jawa Barat hampir 44,81 persen bekerja di sektor
industri tekstil dan pakaian jadi atau sering diistilahkan tekstil dan produk
tekstil (TPT). Diikuti kemudian sektor industri makanan merupakan
penyerap tenaga kerja kedua terbesar dengan presentase sebesar 8,11 persen
(Jawa Barat Dalam Angka 2002 : diolah)
Berdasarkan
kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa
sampai tahun 2002 industri yang bergerak di sektor TPT masih berperan
besar dalam menyerap tenaga kerja.
c. Industri Tekstil
Sejak awal perkembangannya pada permulaan abad 19, Jawa Barat
dikenal sebagai pusat industri tekstil nasional, yang terpusat di kota
Bandung dan Majalaya. Prospek industri tekstil telah disadari sejak jaman
kolonial, hal itu terbukti dengan didirikannya pendidikan formal
pertekstilan oleh pemerintahan kolonial yang diberi nama Textile Inricting
Bandung, yang sekarang dikenal dengan Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil. Diharapkan dengan adanya institusi pendidikan formal ini
pembangunan industri tekstil Jawa Barat khususnya dan Indonesia pada
umumnya dapat terus ditingkatkan. Hasil nyatanya telah dirasakan saat ini
dimana struktur industri tekstil Jawa Barat kini relatif kuat. Terlihat dari
tingginya nilai ekspor tekstil Jawa Barat. Nilai ekspor tekstil Jawa Barat
53
untuk tahun 1991 mencapai US$647,47 juta, dan meningkat lebih dari dua
kali lipatnya pada tahun 1997 yang mencapai US$1.527,6 juta, dimana
kawasan di sekitar Eropa Timur merupakan negara tujuan ekspor utama
tekstil Jawa Barat dengan nilai ekspor mencapai 39% dari total nilai
ekspor tekstil Jawa Barat (West Java Textil directory 2000-2001 : xi-xiv)
Pentingnya peranan industri tekstil juga terlihat dari kontribusinya
terhadap industri tekstil nasional. Kontribusi Jawa Barat terhadap industri
tekstil nasional mencapai sekitar 60 persen. Iklim usaha yang kondusif ini
memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dimana Jawa
Barat menjadi sumber penghasil utama industri tekstil yang menentukan
suksesnya perekonomian nasional.
Berdasarkan data pada Direktori Tekstil Jawa Barat 2000-2001
menggolongkan industri tekstil ke dalam tekstil dan produk tekstil, dimana
yang termasuk dalam kategori tekstil adalah pembuatan serat (fiber
making),
pemintalan
(spinning),
pertenunan
(weaving),
perajutan
(knitting), dan tahap akhir (finishing), sedangkan yang di maksud dengan
produk tekstil adalah pakaian jadi (garment).
Statistik Industri besar Sedang Jawa Barat 2002 menyebutkan
bahwa pada tahun 2002, dari 4.899 perusahaan industri besar dan sedang
Jawa Barat, 1366 merupakan perusahaan tekstil dan pakaian jadi, dan
mampu menyerap tenaga kerja sejumlah 530.469 orang atau sekitar 45%
dari total tenaga kerja di sektor industri manufaktur besar dan sedang di
Jawa Barat.
54
Jumlah perusahaan tekstil terbanyak ada di Kabupaten Bandung
sebanyak 911 perusahaan dan mampu menyerap 314.145 orang tenaga
kerja, diikuti kemudian oleh Kabupaten bekasi dengan jumlah perusahaan
sebanyak 641 dan mampu menyerap 178.379 orang tenaga kerja.
Meskipun Jawa Barat merupakan pusat tekstil nasional, sampai saat
ini Jawa Barat masih belum bisa memenuhi kebutuhan kapas (sebagai
bahan dasar industri tekstil) sendiri. Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan
dasar industri tekstil, Jawa Barat masih harus mengimpornya dari luar
negeri, impor terbesarnya dari amerika. Hal ini disebabkan dari rendahnya
mutu kapas dalam negeri yang tidak terlalu diminati para pengusaha
tekstil.
Saat ini 216.864,56 ton kebutuhan serat kapas Jawa Barat
merupakan impor dari luar negeri, sedangkan 4.337,29 ton merupakan
impor domestik dari beberapa daerah di Indonesia (Sulawesi selatan,
Sulawesi tengah, NTB, dll). Jadi impor serat kapas Jawa Barat dari luar
negeri mencapai sekitar 98% dari total kebutuhan (Statistik Perdagangan
Luar Negeri 2002 :128)
d. Industri Kimia Dasar
Tingginya nilai Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat
Kepekaan dari industri kimia dasar menunjukan bahwa sektor ini dapat
dijadikan sebagai sektor strategis untuk Jawa Barat.
Tahun 2002 tedapat 251 perusahaan industri kimia dan barangbarang dari bahan kimia, dan mampu menyerap 65.801 orang tenaga kerja.
55
Jumlah ini terbilang menurun jika dibandingkan tahun 1999 yang
mencapai 312 perusahaan dan menyerap tenaga kerja 84.372 orang
(statistik Industri besar dan Sedang Jawa Barat 2002,diolah). Hal ini
disebabkan UU nomor 23 tahun 2000 yang menyatakan bahwa wilayah
Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi ditetapkan
menjadi Propinsi Banten Namun begitu, industri kimia masih menempati
posisi kedua setelah industri tekstil dalam hal invesatsi untuk PMDN dan
PMA dengan nilai investasi sebesar Rp719,270 miliyar, sedangkan
industri tekstil mampu menyerap investai sebesar Rp2,261 triliyun.
B. Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini juga membahas mengenai hasil perhitungan dari total
penyerapan tenaga kerja dalam kaitannya ke depan maupun ke belakang
industri manufaktur. Telah diterangkan sebelumnya bahwa penelitian ini akan
menggunakan tabel Input-Output Jawa Barat tahun 2000 sebagai alat analilis.
Dalam tabel input output tercatat bahwa angka koefisien input atas dasar
harga produsen tertinggi sektor industri manufaktur.Jawa Barat adalah sektor
industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet & plastik dengan nilai
koefisiennya sebesar 0,41055, disusul kemudian industri tekstil, pakaian jadi
kulit & alas kaki dengan nilai koefisien sebesar 0,36940. Dari masing-masing
sektor tersebut kemudian dipilih sub-sub sektor yang juga memiliki nilai
koefisien input tertinggi.
Berdasarkan sub-sub sektor ini, nilai tertinggi adalah sektor industri
kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet & plastik adalah sektor industri
56
kimia dasar kecuali pupuk sebesar 0,29296. Sedangkan koefisien tertinggi
untuk industri tekstil, pakaian jadi, kulit & alas kaki adalah sektor industri
tekstil dengan nilai koefisien sebesar 0,38584.
Untuk menentukan mata rantai keterkaitan masing-masing sektor ini
digunakan data yang bersumber dari Statistik Industri Besar Sedang Jawa
Barat tahun 2002. Untuk industri tekstil, digunakan pula data dari Direktori
Industri Tekstil Jawa Barat 2000-2001. Dari kedua sumber data tersebut
diperoleh klasifikasi untuk kedua sektor tersebut sebagai berikut :
Tabel 4.4
Gol. pokok
17
18
23
Klasifikasi Sektor Industri Pengolahan Jawa Barat
Nama sektor
Industri Tekstil
Industri pakaian
jadi
Industri kimia dan
barang-barang dari
bahan kimia
15
Golongan
Nama sektor
171
Industri pemintalan, pertenunan,
pengolahan akhir tekstil
172
Industri barang jadi tekstil dan
permadani
173
Industri perajutan
174
Industri kapuk
181
Industripakaian jadi kecuali untuk
pakaian jadi berbulu
241
Industri bahan kimia industri
242
Industri barang-barang kimia
lainnya
243
Industri serat buatan
251
Industri karet dan barang dari karet
252
Industri barang dari plastik
Industri karet,
barang dari karet
dan barang dari
plastik
Sumber : Statistik Industri Besar dan Sedang Jawa Barat, 2002 : 110-111
Dari masing-masing sektor yang sudah diklasifikasikan tersebut
kemudian dicari jumlah perusahaannya dan dikalikan dengan jumlah tenaga
kerja yang terserap.
57
1. Keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan
Setelah dilakukan penghitungan total penyerapan tenaga kerja dari
sektor industri tekstil dan sektor industri kimia berdasarkan data dari statistik
industri besar dan sedang Jawa Barat 2002, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.5 Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Industri Tekstil dan
Industri Kimia Dasar Jawa Barat Tahun 2002
No
1.
2.
Nama Sektor
Jumlah
Perusahaan
Jumlah Pekerja
Pekerja
Pekerja
Jumlah
Produksi Lainnya
- 1.195.241
2.076,9
664.608
55
31.369
4.530
35.899
INDUSTRI TEKSTIL
a. Perkebunan Kapas
b. Industri Persiapan Serat
Tekstil
c. Industri Pemintalan Benang
d. Industri Penyempurnaan
Benang
e. Industri Pertenunan
f. Industri perajutan
g. Industri Penyempurnaan Kain
h. Industri Percetakan
i. Industri Barang Jadi Tekstil,
Kecuali Untuk Pakaian Jadi
j. Industri Batik
k. Industri Bordir/sulaman
l. Industri Pakaian Jadi Dari
Tekstil
m. Industri Pakaian Jadi Lainnya
Dari Tekstil
INDUSTRI KIMIA DASAR
a. Industri Pengilangan Minyak
Bumi, Pengolahan Gas Bumi
dan Industri Barang Hasil
Kilang Minyak
b. Industri Kimia Dasar
Organik, Yang Bersumber
dari Minyak Bumi dan Gas
Bumi serta dari Batu Bara
c. Industri Kimia Dasar
Organik Yang Menghasilkan
Bahan Kimia Khusus
d. Industri Damar Buatan
(Resin Sintetis) dan Bahan
Plastik
e. Industri Barang Dari Plastik
38
19
17.607
4.793
2.790
640
20.397
5.433
328
192
63
37
66
128.878
61.311
10.021
11.426
10.991
24.618
6.756
1.259
1.707
1.443
153.490
68.067
11.280
13.133
12.434
18
996
174
1.170
8
453
20
343
159.329
2.160
59
17.101
338
402
176.430
2.498
10
220
280
41.471
500
12
822
321
1.143
14
538
653
1.191
6
737
221
958
201
32.082
5.597
37.679
Sumber : Statistik Industri Besar dan Sedang Jawa Barat, 2002
58
Untuk mengetahui besarnya keterkaitan ke depan dan ke belakang
sektor industri tekstil dan industri kimia dasar, berikut ini adalah diagram
rantai keterkaitan dari masing-masing sektor.
a. INDUSTRI TEKSTIL
Backward lingkage
Forward lingkage
D
A
B
C
H
E
F
G
I
Gambar 4.1 Diagram keterkaitan ke belakang dan ke depan industri tekstil
Keterangan :
A. Perkebunan Kapas
B. Industri persiapan serat tekstil
C. Industri pemintalan
D. Industri pertenunan
E.
Industri perajutan
F.
Industri penyempurnaan kain
G. Industri percetakan kain
H. Industri barang jadi tekstil kecuali untuk pakaian jadi
I.
Industri pakaian jadi
Perhitungan keterkaitan ke belakang industri tekstil yang berupa sektor
perkebunan kapas, merupakan perhitungan proyeksi penyerapan tenaga kerja
yang terserap oleh sektor tersebut. Tahun 2002, Jawa Barat memiliki areal
seluas 2.076,9 Ha lahan yang belum diusahakan dan potensial untuk
59
dikembangkan sebagai lahan perkebunan kapas. Data Warintek menunjukan,
dari seluruh tahapan pengerjaan perkebunan kapas mampu menyerap tenaga
kerja sebanyak 320 orang. Berikut ini adalah tabel tentang tenaga kerja yang
terserap dari masing-masing tahapan
Tabel 4.6 Penggunaan tenaga kerja Per Ha Usaha Pekebunan Kapas
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Tahapan Pengerjaan
Jumlah Tenaga Kerja (HKP)
Persiapan lahan
4
Pengolahan lahan
64
Penanaman
20
Pemupukan
25
Pengairan
23
Pembubunan
54
Penyiangan
25
Pelihara saluran
35
Lain-lain
20
Panen
50
Total
320
Sumber : www.warintek.progressio.or.id
HKP : Hasil Kerja Setara Pria
Jadi total tenaga kerja yang terserap dari areal perkebunan kapas seluas
2.076,9 Ha sebanyak 664.608 orang tenaga kerja (2.076,9 ha dikalikan dengan
320 orang tenaga kerja).
Industri persiapan serat tekstil Jawa Barat tahun 2002 mampu menyerap
tenaga kerja sebanyak 35.899 orang, dan industri ini menyebabkan munculnya
industri pemintalan benang yang mampu menyerap 20.398 orang tenaga kerja.
Disusul kemudian dengan muncul pula industri penyempurnaan benang
dengan kemampuan menyerap tenaga kerja sebesar 5.433 orang.
Adanya industri penciptaan benang, mendorong munculnya industri
kain, yang meliputi industri penyempurnaan dan percetakan kain dengan
60
masing-masing mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 11.280 dan 13.133
orang.
Dengan adanya sektor industri pemintalan, pertenunan, & pengolahan
akhir tekstil ini, mendorong terciptanya industri barang jadi tekstil lainnya
kecuali untuk pakaian serta industri pakaian jadi, yang masing-masing mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak 178.928 orang untuk tahun 2002. Dan sektor
industri pakaian jadi inilah yang merupakan keterkaitan ke depan sektor
industri tekstil.
Dengan demikian, total keteraitan ke belakang (bsckward lingkage)
industri tekstil sebesar 735.680 orang tenaga kerja, sedangkan keterkaitan ke
depannya (forward lingkage) sebesar 178.928 orang tenaga kerja.
b. INDUSTRI KIMIA DASAR
Untuk mengetahui besarnya nilai keterkaitan baik keterkaitan ke depan
maupun keterkaitan ke belakang dari sektor industri kimia dasar, berikut ini
disajikan diagram rantai keterkaitannya :
Backward Lingkage
A
Forward Lingkage
B
C
D
Gambar 4.2 Diagram Keterkaitan Ke Depan dan Ke Belakang Industri Kimia
Dasar
Keterangan :
A. Industri Pengilangan Minyak Bumi, Pengolahan Gas Bumi dan Industri
Barang Hasil Kilang Minyak
B Industri Kimia Dasar Organik Yang Bersumber Dari minyak Bumi dan
Gas Bumi Serta Dari Batu Bara
61
C. Industri Damar Buatan (Resin Sintetis) Dan Bahan Plastik
D. Industri Barang Dari Plastik
Dalam digram terlihat bahwa yang merupakan keterkaitan ke belakang
industri kimia dasar adalah A yaitu industri pengilangan minyak bumi yang
pada tahun 2002 mampu menyerap 500 orang tenaga kerja Jawa Barat.
Adanya industri ini mendorong munculnya industri kimia dasar organik yang
bersumber dari minyak bumi yang menyerap 1.143 orang tenaga kerja.
Kemudian muncul pula industri damar buatan (resin sintetis) dan bahan plastik
yang menggunakan bahan baku kimia dasar organik yang bersumber dari
minyak bumi sebagai bahan dasarnya, dan industri ini mampu menyerap
tenaga kerja Jawa Barat sebanyak 958 orang.
Selanjutnya dari indutri damar buatan dan bahan plastik ini mendorong
pula tumbuhnya industri barang dari plastik yang mampu menyerrap tenaga
kerja sebanyak 37.679 orang. Industri barang dari plastik inilah yang
merupakan keterkaitan ke depan industri kimia dasar.
Dengan demikian, total keterkaitan ke belakang (backward lingkages)
sektor industri kimia dasar menyerap tenaga kerja sebanyak 500 orang.
Sedangkan total keterkaitan ke depannya (forward lingkages) mampu
menyerap 40.971 orang tenaga kerja Jawa Barat untuk tahun 2002.
Jadi, keterkaitan ke belakang (backward lingkage) dan keterkaitan ke
depan (forward lingkage) sektor industri manufaktur dalam kaitannya dengan
penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut :
62
Tabel 4.7 Total Keterkaitan Ke Belakang (backward lingkage) dan
Keterkaitan Ke Depan (forward lingkagei) Industri Manufaktur
Tahun 2002
No.
1.
2.
Sektor Industri
Industri Tekstil
Backward Lingkage
664.608
Forward lingkage
530.633
500
40.971
665.108
571.604
Industri Kimia Dasar
Total
Sumber : data diolah, 2002
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Melihat besarnya nilai koefisien input sektor industri manufaktur,
khususnya sektor industri kimia dasar (0,41055) dan industri tekstil (0,36940),
serta Rencana Strategis Jawa Barat 2003-2008 yang mencantumkan sektor
industri manufaktur sebagai salah satu sektor yang akan dikembangkan Jawa
Barat untuk tahun 2003-2008, maka penulis mencoba mengangkat sektor
industri manufaktur Jawa Barat sebagai tema skripsi.
Berdasarkan hasil analisis dan beberapa keterangan dari bab-bab
sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil adalah :
1. Jumlah total nilai keterkaitan ke belakang dari sektor industri manufaktur
Jawa Barat tahun 2001 dengan sub sektor industri tekstil dan industri
kimia dasar dalam hal penyerapan tenaga kerja adalah 736.180 orang
tenaga kerja. Dengan nilai masing-masing sektor adalah 735.680 orang
tenaga kerja untuk sektor industri tekstil, dan 500 orang tenaga kerja untuk
sektor industri kimia dasar.
Jumlah total nilai keterkaitan ke depan dari sektor industri manufaktur
Jawa Barat tahun 2001 dengan sub sektor industri tekstil dan industri
kimia dasar dalam hal penyerapan tenaga kerja adalah 216.607 orang
tenaga kerja. Dengan nilai masing-masing sektor adalah 178.928 orang
64
tenaga kerja untuk sektor industri tekstil dan 37.679 orang tenaga kerja
untuk sektor industri kimia dasar.
2. Total jumlah tenaga kerja yang mampu diserap sektor industri manufaktur
Jawa Barat tahun 2002 sebanyak 1.236.712 orang.
3. Propinsi Jawa Barat secara potensial ada kemungkinan untuk membuka
lahan perkebunan kapas yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
664.608 orang tenaga kerja dari lahan seluas 2.076,9 ha.
B. Keterbatasan Studi
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Sulitnya menentukan sektor-sektor yang masuk dalam suatu rantai
keterkaitan dikarenakan tidak adanya ketentuan baku mengenai hal
tersebut, sehingga kemungkinan masih ada sektor-sektor lain yang
merupakan kelanjutan dari mata rantai sektor yang digunakan dalam
penelitian ini, yang juga berarti bahwa kemungkinan masih ada tenaga
kerja yang tidak terhitung dari sektor-sektor ini.
2. Kurangnya data Jawa Barat dari sektor-sektor yang dibutuhkan untuk
tahun terbaru, yang pengaruhnya adalah kurang bisa memperlihatkan
kondisi terbaru perekonomian Jawa Barat.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diambil dalam penelitian ini, maka saran
yang dapat diajukan adalah sebagai berikut :
65
1. Dilihat dari besarnya nilai keterkaitan sektor industri dalam hal
penyerapan tenaga kerja, Pemerintah Propinsi Jawa Barat sebaiknya
memberikan prioritas utama terhadap sektor industri tekstil dan juga
sektor industri kimia dasar karena kedua sektor ini memiliki rantai
keterkaitan yang panjang dibandingkan dengan sektor lainnya.
2. Karena besarnya kontribusi sektor industri tekstil, baik dari segi
penerimaan PDRB maupun dari penyerapan tenaga kerja, Pemerintah
Propinsi
Jawa
Barat
sebaiknya
mempertimbangkan
pengadaan
perkebunan kapas yang berkualitas tidak kalah dengan produk kapas
impor, karena etrnyata perkebunan kapas mampu menyerap banyak
tenaga kerja, yang diharapkan bisa mengatasi masalah ketenagakerjaan
nasional pada umumnya dan Jawa Barat khususnya.
D.
Implikasi Kebijakan
Implikasi yang bisa diperoleh dari kesimpulan ini adalah :
1. Penggunaan alat analisis tabel input output yang digunakan dalam
penelitian ini cukup bermanfaat untuk memahami struktur keterkaitan
antar sektor industri dan dampak pengaruh perubahan struktur terhadap
perilaku dan kinerja suatu sektor industri.
2. Metode analisis dengan menggunakan input output ini merupakan
salah satu metode yang banyak digunakan dalam proses penusunan
rencana pembangunan regional dan sektoral.
66
67
Download