Journal - Repository | UNHAS

advertisement
JURNAL TUGAS AKHIR
STUDI PERBANDINGAN KAPASITAS DUKUNG EMBANKMENT
DENGAN PERKUATAN GEOTEXTILE, CERUCUK TEGAK DAN
CERUCUK MIRING KAYU GALAM
Oleh :
SIAUW FANDISNATA
D111 09 309
JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
STUDI PERBANDINGAN KAPASITAS DUKUNG EMBANKMENT DENGAN
PERKUATAN CERUCUK TEGAK DAN CERUCUK MIRING KAYU GALAM
Tri Harianto1, M. I. Maricar 2 , Siauw Fandisnata3
ABSTRAK: Cerucuk kayu umumnya digunakan untuk meningkatkan daya dukung dan mereduksi penurunan di bawah
embankment pada tanah lunak. Kalimantan, yang umumnya terdiri dari lapisan tanah lunak, memiliki sumber daya kayu
galam yang melimpah. Kayu galam merupakan jenis kayu yang tidak mudah lapuk meskipun terendam air. Penelitian
ini menggunakan model numerik 2D (Plaxis 2D) untuk mempelajari perilaku embankment yang dibangun di ruas jalan
tol Samarinda-Balikpapan, Kalimantan Timur dengan menggunakan cerucuk kayu galam. Cerucuk kayu galam
dipasang dengan empat metode berbeda, yaitu posisi tegak menggunakan geotextile dan tidak menggunakan geotextile,
serta posisi miring (kemiringan 15o) menggunakan geotextile dan tidak menggunakan geotextile. Tujuan pemasangan
ini adalah mempelajari perilaku penurunan, deformasi horizontal, deformasi vertikal, dan kelebihan tekanan air pori
pada tanah lunak. Hasil numerik menunjukkan bahwa penggunaan cerucuk miring kayu galam menggunakan geotextile
lebih mampu mereduksi penurunan, deformasi horisontal, dan deformasi vertikal dibandingkan dengan metode lainnya.
Kata Kunci: Tanah lunak, cerucuk kayu galam, geotextile, embankment
ABSTRACT: Wood piles are commonly used to improve bearing capacity and to reduce settlements below embankments
on soft soil. Borneo, whose land mostly consists of soft soil, has lots of galam wood piles. The aforementioned piles
cannot easily be weathered when submerged in water. Numerical modeling 2D (Plaxis 2D) was used to analyze the
embankments constructed at the highway of Samarinda-Balikpapan, East Kalimantan. There were four methods of
galam wood pile installation: stand-up position using geotextile, stand-up position without using geotextile, oblique
position (slope 15o) using geotextile, and oblique position without using geotextile. The purpose of the installation were
to analyze settlement behavior, horizontal deformation, vertical deformation, and the excess of the pore pressure on soft
soil. The installation of the oblique galam wood piles using geotextile produced more reduction of the settlement,
horizontal deformation, and vertical deformation in comparison with the other installation methods.
Keywords: Soft soil, galam wood pile, geotextile, embankment
PENDAHULUAN
Permasalahan utama dalam bidang
konstruksi sipil umumnya berada pada lahan
yang akan dibangun. Tanah harus mampu
memikul beban dari setiap konstruksi teknik
yang diletakkan pada tanpa kegagalan geser
dan dengan penurunan yang dapat ditoleril
untuk konstruksi tersebut (Joseph E. Bowles
1992). Indonesia yang umumnya memiliki
daerah dengan kandungan tanah lunak,
mengakibatkan
pembangunan
harus
dilaksanakan pada daerah atau lahan dengan
kondisi tanah dasar lunak. Seperti yang
diketahui tanah lunak memiliki daya dukung
dan kuat geser yang rendah sehingga
diperlukan pemberian beban timbunan untuk
menaikkan kuat geser tanah. Untuk kasus
timbunan di atas tanah lunak, dibutuhkan
metode
untuk
menyelesaikan
masalah
rendahnya tingkat daya dukung. Peningkatan
daya dukung tanah dapat dilakukan dengan
penimbunan bertahap dan perkuatan cerucuk
kayu. Cerucuk kayu galam sebagai suatu
terobosan dalam rekayasa perbaikan perkua tan
tanah diharapkan mampu meningkatkan daya
dukung tanah.
Dari uraian diatas maka tujuan penelitian
ini adalah :
1. Menganalisis perkuatan tanah pada tanah
lunak menggunakan kayu galam dengan
metode numerik
2. Mengevaluasi pola dan besar deformasi
embankment jalan pada tanah lunak yang
telah diperkuat kayu galam.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian ini mengunakan data
pada kegiatan Pembangunan Ruas Jalan Tol
Samarinda-Balikpapan di Kecamatan Palarang,
Provinsi Kalimantan Timur dan cerucuk kayu
Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
3 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, INDONESIA
1
2
1
galam berasal dari Kalimantan Selatan.
Pengujian
kayu
galam
dilakukan
di
laboratorium Struktur dan Bahan Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Propertis Lapisan Tanah
Data propertis tanah yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Propertis Kayu Galam
Soil Type
Layer 1
Layer 2
Layer 3
Layer 4
Layer 5
Layer 6
(0,00 - 4,00) m (4,00 - 6,00) m (6,00 - 12,00) m (12,00 - 18,00) m (18,00 - 25,00) m (25,00 - 30,00) m
Clay
Fill
Sand
Slected Sand
and Gravel
gunsat [kN/m³]
12
12
13
15
16
16.5
19
gsat [kN/m³]
14.5
14.5
15
16
18
20
20
kx [m/day]
6.89E-04
6.89E-04
6.89E-04
6.89E-04
6.89E-04
2
2
ky [m/day]
1.38E-03
1.38E-03
1.38E-03
1.38E-03
1.38E-03
1
1
E [kN/m²]
-
-
-
-
-
8000
10000
v [-]
-
-
-
-
-
0.35
0.35
Cc [kN/m²]
0.9
0.9
0.85
0.6
0.4
-
-
Cs [kN/m²]
0.13
0.11
0.13
0.09
0.09
-
-
e0 [-]
2.2
2.2
2
1.8
1.5
-
-
j [°]
5
8
12
14
16.5
30
33
c [kN/m²]
10
12
20
25
30
1
1
woven geotextile TS = 52 kN/m sebanyak dua
lapis dan untuk mencegah kelongsoran
digunakan geotextile dengan panjang 7 m
untuk tiap ketinggian 0,7 m dari lapisan dasar
geotextile. Penimbunan direncankan sebanyak
3 tahap dan masing-masing tahapan setinggi
1,5 m. Rentang waktu antar setiap penimbunan
direncanakan selama 7 hari dan antara
penimbunan satu dengan yang lainnya
dikonsolidasikan selama 14 hari. Konstruksi
timbunan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Model Struktur Embankment
Propertis Kayu Galam
Data propertis kayu galam yang digunakan
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Propertis Kayu Galam
Nomor Sampel
Karakteristik
1
2
3
Kadar air (MPa)
21.62
23.68
23.53
Kuat tarik (MPa)
18.63
18.83
19.52
Rata-rata
4
5
17.06
15.30
17.87
Elastisitas tarik (MPa)
690.10 710.52 780.61 609.41 536.79
665.48
Kuat tekan sejajar serat (MPa)
24.88
24.52
23.34
Elastisitas tekan sejajar serat (MPa) 1244.22 767.48 1073.28 674.70 980.67
948.07
15.53
24.15
14.63
21.08
13.08
14.42
Elastisitas tekan sejajar serat (MPa) 467.92 776.36 566.25 675.57 412.91
579.80
Kuat tekan tegak lurus serat (MPa)
13.65
22.06
22.95
15.20
Kuat lentur (MPa)
97.45
99.89 107.20 99.89 102.33
101.35
Kuat belah (MPa)
26.97
28.19
27.46
27.46
26.97
27.70
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisa penurunan menggunakan
elemen hingga dengan masing-masing metode
dalam 1000 hari dapat dilihat pada Gambar 2.
Pola deformasi vektor dan shading tanpa
perkuatan cerucuk, cerucuk tegak tanpa
geotextile, cerucuk tegak dan geotextile,
cerucuk miring tanpa geotextile, dan cerucuk
miring dan geotextile dapat dilihat padaa
Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, Gambar 6,
dan Gambar 7.
Model Struktur Embankment
Model struktur embankment direncanakan
memiliki lebar 30 m, kemiringan lereng 1,5
horisontal : 1 vertikal dan tinggi embankment
4,5 m. Tanah di dasar embankment diberi
perkuatan cerucuk kayu galam sedalam 6 m
yang tersusun dari 3 batang kayu diikat satu
sama lain dengan jarak pemasangan 1 m pola
bujur sangkar dengan kemiringan 15⁰. Untuk
mencegah masuknya material timbunan ke
tanah dasar maka di atas tanah dasar dipasang
Gambar 2. Variasi Penurunan Dengan MasingMasing Perkuatan (1000 hari)
2
Gambar 3. Pola Deformasi Dengan Perkuatan Geotextile
Gambar 4. Pola Deformasi Dengan Perkuatan Cerucuk Tegak Tanpa Geotextile
Gambar 5. Pola Deformasi Dengan Perkuatan Cerucuk Tegak Dengan Geotextile
3
Gambar 6. Pola Deformasi Dengan Perkuatan Cerucuk Miring Tanpa Geotextile
Gambar 7. Pola Deformasi Dengan Perkuatan Cerucuk Miring Dengan Geotextile
Berdasarkan dari hasil analisa numerik di
peroleh besar penurunan terbesar yaitu pada
perkuatan geotextile sebesar 3,12 m. Besar
penurunan dengan perkuatan cerucuk tegak
tanpa geotextile sebesar 2,13 m dan perkuatan
cerucuk tegak dengan geotextile mengalami
penurunan sebesar 1,95 m. Besar penurunan
dengan perkuatan cerucuk miring tanpa
geotextile sebesar 1,78 m dan perkuatan
cerucuk miring dengan geotextile mengalami
penurunan sebesar 1,72 m. Dari besar
penurunan yang terjadi, dapat diperoleh bahwa
efektivitas penggunaan cerucuk miring dan
geotextile mampu mereduksi penurunan hingga
44,9%, cerucuk miring tanpa geotextile
mereduksi penurunan hingga 42,9%, cerucuk
tegak dan geotextile mereduksi penurunan
hingga 37,5%, dan cerucuk tegak tanpa
geotextile 31,7%.
Pada Gambar 4 dan Gambar 5,
penggunaan geotextile untuk perkuatan
cerucuk tegak masih diperlukan karena terjadi
kelongsoran pada kaki timbunan dan hasil
penurunan juga mampu mereduksi penurunan
cukup signifikan. Pada Gambar 6 dan Gambar
7, penggunaan geotextile untuk perkuatan
cerucuk miring kurang efektif karena tidak
terjadi kelongsoran pada kaki timbunan dan
hasil
penurunan
memperlihatkan
tidak
mereduksi penurunan cukup signifikan.
Hasil grafik deformasi vertikal dan
deformasi vertikal untuk masing-masing
perkuatan dapat dilihat pada Gambar 8 dan
Gambar 9. Besar nilai deformasi dapat dilihat
pada Tabel 3 dan Tabel 4. Hasil grafik
kelebihan tekanan air pori dalam 1000 hari
untuk masing-masing perkuatan dapat dilihat
pada Gambar 10.
4
Tabel 4. Deformasi Horisontal
Deformasi Horisontal
(m)
Tanpa Geotextile
Geotextile
2.26
Cerucuk Tegak
0.94
Geotextile dan Cerucuk Tegak
0.32
Cerucuk Miring
0.41
Geotextile dan Cerucuk Miring
0.35
Jenis Perkuatan
Gambar 8. Deformasi Vertikal dengan MasingMasing perkuatan
Tabel 3. Deformasi Vertikal
Deformasi Vertikal
(m)
Tanpa Geotextile
Geotextile
3.13
Cerucuk Tegak
1.80
Geotextile dan Cerucuk Tegak
1.92
Cerucuk Miring
1.73
Geotextile dan Cerucuk Miring
1.72
Jenis Perkuatan
Dari grafik deformasi vertikal dan tabel
deformasi vertikal menunjukkan bahwa
perkuatan dengan menggunakan cerucuk
miring dan geotextile lebih mampu untuk
mereduksi
deformasi
arah
vertikal
dibandingkan dengan perkuatan yang lain. Dan
dari grafik deformasi horisontal dan tabel
deformasi horisontal menunjukkan bahwa
perkuatan cerucuk miring dan geotextile
mampu mereduksi deformasi arah horizontal
namun pada kedalaman 5,59 m terlihat bahwa
perkuatan cerucuk tegak dan geotextile lebih
mampu mereduksi deformasi.
Gambar 10. Kelebihan Tekanan Air Pori
Dengan Masing-Masing Perkuatan (1000 hari)
Gambar 9. Deformasi Horisontal dengan
Masing-Masing perkuatan
Pada Gambar 10 memperlihatkan bahwa
kelebihan tekanan air pori terbesar terjadi pada
embankment dengan perkuatan geotextile. Hal
ini diakibatkan laju dissipasi air pori terjadi
secara perlahan-lahan karena jarak yang
ditempuh air pori menuju lapisan yang lebih
permeable lebih jauh. Kelebihan tekanan air
pori pada cerucuk tegak kayu galam dan
geotextile lebih kecil dibandingkan dengan
5
perkuatan geotextile karena berat timbunan
sebagian dipikul oleh cerucuk kayu galam.
Kelebihan tekanan air pori pada cerucuk miring
kayu galam dan cerucuk miring kayu galam
dan geotextile lebih kecil karena cerucuk yang
dipasang dengan posisi miring lebih mampu
menahan beban timbunan akibat pengaruh
kohesi pada tanah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil analisa data yang diperoleh
dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Analisis embankment jalan dengan tipe
perkuatan geotextile dan cerucuk miring
merupakan tipe perkuatan paling efektif
dalam mereduksi penurunan dibandingkan
dengan jenis perkuatan lainnya.
2. Hasil analisis deformasi vertikal dan
deformasi horisontal menunjukkan bahwa
tipe perkuatan geotextile dan cerucuk
miring lebih efektif dibandingkan dengan
jenis perkuatan lainnya.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, diusulkan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Penyelidikan tanah seperti tes triaksial
consolidated
undrained
(CU)
atau
consolidated drained (CD) sebaiknya
dilakukan untuk memperoleh parameter
efektif. Hal ini diperlukan dalam input
parameter tanah dengan permodelan
PLAXIS. Parameter tanah sangat penting
untuk memperoleh hasil analisis yang
lebih akurat.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut melalui
model fisik laboratorium dan uji skala full
untuk mengetahui efektifitas cerucuk
miring dalam mereduksi penurunan tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Ir, MMT, MT, (2003), “Analisa
Penurunan Preloading dengan Sistem
Matras Bambu pada Tanah Lunak Ruas Tol
Waru – Juanda Surabaya” Neutron Vol 3
No. 01
Barry, A.J. (2003), “Trial Embankment On
North Java Soft Clay” 12th Asian Regional
Conference Singapore
Departemen Pekerjaan Umum. (2005),
“Stablitas Dangkal Tanah Lunak Untuk
Konstruksi Timbunan Jalan ( dengan Semen
dan Cerucuk)” Pedoman Konstruksi dan
Bangunan
Hamdi, W. (2010), “Perencanaan Perbaikan
Tanah Dasar Lunak dengan Pemakaian
Cerucuk dan Geotextile untuk Konstruksi
Jalan Akses Bandara Lombok” Tugas Akhir
– RC09 – 1380
Indraratna, B. (2009), “Recent Advances In
The Application Of Vertical Drains And
Vacuum Prealoding In Soft Stabilisation”,
EH Davis Memorial Leacture-Australia
Geomechanics Society.
Irsyam, M, Krisnanto S. (2008), “Pengujian
Skala Penuh Dan Analisis Perkuatan
Cerucuk Matras Bambu Untuk Timbunan
Badan Jalan Diatas Tanah Lunak Di Lokasi
Tambak Oso Surabaya” makalah Forum
Teknik Sipil No.XVIII/I
Nawir, H. (2012), “Prediksi Penurunan Tanah
Menggunakan Prosedur Observasi Asaoka
Studi Kasus : Timbunan di Bontang,
Kalimantan Timur” Jurnal Teknik Sipil Vol.
19 No. 2
Noor, A.A. (2011), “Analisis Deformasi
Floating Piles Sebagai Perkuatan Tanah
Lunak di Bawah Geogrid – Reinforced
Embankment” Teodolita Vol. 12 No.2
Sari, P.T.K. “Studi Kecepatan Waktu
Konsolidasi 3 Dimensi Pada Tanah Mampu
– Mampat Dengan Metode Numerik”
Soetjiono, C. (2008), “Perbaikan Tanah Untuk
Penerapan Teknologi Konstruksi di Atas
Tanah Lunak” JSDA Vol.4, No. 2
Surjandari, N.S. “Analisa Penurunan Pondasi
Rakit Pada Tanah Lunak”
6
Teparaksa, W. “Simulation Of Vacuum
Consolidation On Soft Ground By Triaxial
Test And Its Aplication”
7
Download