Uploaded by User105239

PROPOSAL PTK Prana Jomantara

advertisement
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PESERTA DIDIK
PADA MATERI ATURAN SINUS DAN COSINUS
MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING
DI KELAS X IPA 1 SMA ALMUTTAQIN TASIKMALAYA
(Penelitian Tindakan Kelas terhadap Peserta Didik Kelas X IPA 1
SMA Almuttaqin Tahun Pelajaran 2019/2020)
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Loka Karya
Program Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan (PPG DalJab)
Oleh
Prana Jomantara, S.Pd.
19026818010153
PENDIDIKAN PROFESI GURU DALAM JABATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019
1
A. Judul Penelitian
Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Peserta Didik pada Materi Aturan Sinus dan Cosinus Menggunakan Model
Pembelajaran Problem Based Learning di Kelas X IPA 1 SMA Almuttaqin
Tasikmalaya.
B. Latar Belakang Masalah
Salah satu mata pelajaran yang penting untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) serta menunjang dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu pelajaran matematika. Hal ini karena matematika memberi peluang
berkembangnya kemampuan menalar yang logis, sistematik, kritis, cermat,
kreatif, menumbuhkan rasa percaya diri, serta mengembangkan sikap objektif
dan terbuka dalam menyelesaikan permasalahan. Kegiatan matematika dapat
memberikan sumbangan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir.
Hal ini sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan di dalam kehidupan
sehari-hari.
Matematika bersifat universal, karena matematika mencakup banyak
aspek kehidupan manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, Sumarmo (2014: 3)
berpendapat:
„Matematika dikenal pula sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematis
dalam arti bagian-bagian matematika tersusun seacara hierarkhis dan
terjalin dalam hubungan fungsional yang erat, sifat keteraturan yang
indah dan kemampuan analisis kuantitatif, yang akan membantu
menghasilkan model matematika yang diperlukan dalam pemecahan
masalah dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah
kehidupan sehari-hari.‟
Mengingat peran matematika yang sangat penting dalam proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka upaya untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika memerlukan perhatian yang serius, sehingga
diharapkan dapat menciptakan peserta didik yang aktif dan mahir dalam
menganalisis dan memecahkan masalah, khususnya pemecahan masalah
matematika yang kompleks.
2
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan
yang sangat penting, karena merupakan salah satu kemampuan yang banyak
dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses pembelajarannya, peserta
didik dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
keterampilan yang sudah dimilikinya untuk memecahkan masalah.
Pentingnya memiliki kemampuan pemecahan masalah dikemukakan
juga oleh Asikin (Sumarmo, 2014: 452) yaitu:
“Membantu siswa menajamkan cara berpikir, sebagai alat untuk menilai
pemahaman siswa, membantu siswa mengorganisasi pengetahuan
matematik mereka, membantu siswa membangun pengetahuan
matematikanya, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematik, memajukan penalarannya, membangun kemampuan diri,
meningkatkan keterampilan sosialnya, serta bermanfaat dalam
mendirikan komunitas matematik.”
Namun kenyataannya beberapa peserta didik masih kesulitan dalam
belajar matematika dan masih ada yang menganggap bahwa matematika hanya
sekedar berhitung atau sekedar menghafal rumus. Beberapa peserta didik
menerima pengajaran di sekolah apa adanya yang disampaikan oleh pendidik,
tanpa mempertanyakan dan tanpa tahu manfaat matematika dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti pada peserta didik
setiap tahunnya di SMA Almuttaqin Tasikmalaya, hasil ulangan pada materi
Aturan Sinus dan Cosinus selama 3 tahun terakhir rata-rata hanya 30% yang
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Masih banyak peserta didik
yang belum tuntas pada ulangan tersebut. KKM yang ditetapkan oleh pendidik
pada materi Aturan Sinus dan Cosinus adalah 75. Berbeda dengan nilai ulangan
harian pada materi eksponen dan logaritma, peserta didik mendapatkan nilai
yang lebih tinggi dibandingan dengan nilai ulangan harian pada materi Aturan
Sinus dan Cosinus dengan nilai KKM yang sama. Hal ini disebabkan karena
pada pokok bahasan Aturan Sinus dan Cosinus lebih menekankan kemampuan
pemecahan masalah matematika. Peserta didik dituntut harus mampu
menyelesaikan masalah secara sistematis.
3
Banyak faktor yang mempengaruhi belum tercapainya ketuntasan
belajar tersebut, diantaranya peserta didik saat menyelesaikan soal matematika
kurang mampu mengaitkan konsep-konsep matematika antara kosep yang satu
dengan kosep yang lainnya. Hal ini tercermin dari ketidakmampuan peserta
didik dalam menyelesaikan soal matematika berbentuk cerita yang diberikan
oleh guru. Ketika diberikan soal-soal latihan, mereka tidak tahu apa yang harus
dilakukan. Hal ini dikarenakan peserta didik tidak mampu memahami soal
dengan baik. Selain itu kebanyakan peserta didik kurang sistematis dan kurang
memperhatikan
langkah-langkah
penyelesaiannya.
Mereka
hanya
mementingkan hasil akhir jawaban sehingga banyak langkah-langkah yang
tidak ditempuh, padahal itu merupakan langkah yang menentukan hasil akhir
jawaban.
Berdasarkan hasil observasi ini, maka diperlukan suatu upaya untuk
mengatasi masalah tersebut, yaitu pendidik perlu mendesain model
pembelajaran yang lebih tepat dan sesuai dengan karakter peserta didik.
Dengan pemilihan model dan metode yang tepat diharapkan peserta didik dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Arends (Suprijono,
2009: 46) menyatakan “model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang
akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahaptahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan
kelas.”
Salah
satu
model
yang
cocok
untuk
menunjang pendekatan
pembelajaran scientific dan memberdayakan peserta didik agar mandiri dalam
belajar adalah
Problem-Based Learning (PBL). Model PBL cocok jika
diimplementasikan dengan pendekatan scientific karena memiliki 5 sintaks
yang sesuai dengan pendekatan tersebut.
Salah satu keunggulan model Problem-Based Learning yaitu dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik
dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan
hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok (Kemendikbud, 2014: 187).
4
Berdasarkan keunggulan model pembelajaran Problem-Based Learning
ini maka diharapkan model PBL dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah peserta didik. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti akan melakukan
penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul “Upaya Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik pada Materi
Aturan Sinus dan Cosinus Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based
Learning di Kelas X IPA 1 SMA Almuttaqin Tasikmalaya”.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, peneliti
mengemukakan rumusan masalah dalam penelitian ini: Apakah kemampuan
pemecahan masalah matematika peserta didik dapat meningkat melalui
pembelajaran menggunakan model Problem-Based Learning?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini tujuannya
adalah untuk mengkaji kemampuan pemecahan masalah matematika melalui
penerapan model pembelajaran Problem-Based Learning.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat
langsung bagi peserta didik, pendidik, dan pihak sekolah. Manfaat tersebut
masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bagi peserta didik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
serta dapat memberikan pengalaman untuk meningkatkan motivasi belajar
dalam pembelajaran matematika, serta dapat menanamkan sikap saling
tolong menolong, kerjasama antar teman satu kelompok, dan saling
membantu
dalam
penyelesaian
persoalan
yang
dihadapi
dalam
kelompoknya terkait dengan soal pemecahan masalah matematika.
2. Bagi pendidik khususnya pada mata pelajaran matematika sebagai
masukan dalam memilih alternatif model pembelajaran bervariasi yang
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika
sehingga dapat menghasilkan tujuan pembelajaran yang optimal.
5
3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran, khususnya pada pelajaran matematika.
4. Bagi peneliti sebagai acuan untuk mempelajari dan mengetahui lebih
lanjut tentang prosedur penelitian serta bahan bagi peneliti lain yang akan
meneliti hal-hal yang relevan dengan penelitian ini.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan pemahaman dan perbedaan penafsiran
terhadap variabel yang digunakan, maka definisi operasional yang perlu
dijelaskan adalah:
1.
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu
model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis
dan
keterampilan
pemecahan
masalah,
serta
untuk
memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Model
pembelajaran PBL yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
Arends. Fase dari PBL adalah: (1) orientasi peserta didik kepada masalah;
(2) mengorganisasikan peserta didik untuk belajar; (3) membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok; (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya; (5) menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
2.
Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan peserta
didik dalam upaya mencari jalan keluar dari suatu persoalan matematika.
Penilaian kemampuan pemecahan masalah dapat diukur dengan cara
memberikan skor pada tiap fase penyelesaian soal, sehingga dapat
mengukur tiap tahap secara keseluruhan yang memuat keempat tahap
pemecahhan masalah menurut Polya (memahami masalah, merencanakan
penyelesaian, menyelesaikan masalah serta melihat kembali hasil).
G. Landasan Teori
1. Model Problem-Based Learning
Problem-Based Learning merupakan suatu model yang berbasis
pada permasalahan sehari-hari, dan melatih peserta didik untuk
6
memecahkan masalah. Menurut Kemendikbud (2014: 54) Problem-Based
Learning adalah
“Model pembelajaran yang dirancang agar siswa mendapat
pengetahuan yang penting, yang membuat mereka mahir dalam
memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta
memiliki kecapakan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk
memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.‟
Problem-Based Learning merupakan sebuah model pembelajaran
yang membantu peserta didik menjadi pembelajar yang mandiri, serta
dapat membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir,
berkomunikasi dan keterampilan pemecahan masalah. Sesuai yang
dikemukakan Margetson (1994) (Rusman,2013: 230) “kurikulum PBM
membantu untuk meningkatkan keterampilan belajar sepanjang hayat
dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif.
Kurikulum PBM memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah,
komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih
baik dibanding pendekatan yang lain”.
Model Problem-Based Learning tidak dirancang untuk membantu
pendidik memberikan informasi sebanyak-banyaknya, melainkan pendidik
hanya sebagai fasilitator. Kemendikbud (2014:54) menyampaikan peran
peserta didik dan pendidik dalam pembelajaran berbasis masalah seperti
pada tabel berikut ini.
7
Tabel 1
Peran Peserta Didik dan Pendidik dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah
Pendidik sebagai pelatih
Peserta didik sebagai
problem solver
Masalah sebagai awal
tantangan dan motivasi
o Asking about thinking o Peserta yang aktif o Menarik untuk
(bertanya tentang
o Terlibat langsung
dipecahkan
pemikiran)
dalam
o Menyediakan
o Memonitor
pembelajaran
kebutuhan yang ada
pembelajaran
o Membangun
hubungannya dengan
o Probing (menantang
pembelajaran
pelajaran yang
peserta didik untuk
dipelajari
berfikir)
o Menjaga agar peserta
didik terlibat
o Mengatur dinamika
kelompok
o Menjaga
berlangsungnya
proses
Sumber: Kemendikbud (2014:54)
Problem-Based Learning dikembangkan untuk membantu peserta
didik mengembangkan dan mengasah kemampuan yang sudah jadi dalam
benaknya
dan
mereka
mengkonstruksi
sendiri
pengetahuannya.
Wilkerson dan Gijselaers (White,2001: 1) menyatakan Problem-Based
Learning ditandai dengan pendekatan yang berpusat pada peserta didik,
pendidik sebagai "fasilitator bukan penyebar," dan masalah terbuka (di
Problem-Based Learning, ini disebut "ill-structured ") yang berfungsi
sebagai stimulus awal dan kerangka kerja untuk pembelajaran. Maksud
"ill-structured" dalam PBL yaitu masalah yang disajikan merupakan
masalah dunia nyata yang mengambang.
Pada model Problem-Based Learning, sebelum pembelajaran
dimulai peserta didik diberikan suatu masalah. Agar pembelajarannya
berjalan dengan baik maka menurut Amir (2009:32) “masalah yang
disajikan harus dirancang agar merangsang dan memicu peserta didik
untuk menjalankan pembelajaran dengan baik”. Maggi dan Claire
8
(Wulandari, 2013: 182) mengemukakan bahwa ada beberapa cara untuk
menyajikan suatu masalah yang dapat menarik minat peserta didik
sehingga proses pembelajaran tidak monoton dan membosankan.
Beberapa cara tersebut yaitu:
a. Dimulai dengan memberikan sebuah masalah yang sesuai
dengan pengetahuan dasar siswa sehingga akan menumbuhkan
rasa antusias siswa tersebut.
b. Menyajikan sebuah masalah yang mampu menggali rasa
keingintahuan siswa, misalnya sebuah masalah yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari.
c. Masalah yang disajikan masih berupa teka-teki yang harus
dipecahkan.
d. Pastikan bahwa penyampaian masalah tersebut menarik
minat siswa.
e. Masalah yang diangkat sebaiknya berkaitan dengan kehidupan
nyata.
Berdasarkan uraian tersebut model Problem-Based Learning
cocok untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta
didik, karena model Problem-Based Learning didahului dengan
permasalahan yang harus dipecahkan. Dasari (Sumarmo,2014: 384)
mengemukakan beberapa karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
atau Problem-Based Learning yaitu:
a. Masalah harus berkaitan dengan kurikulum,
b. Masalah bersifat tak terstruktur, solusi tidak tunggal, dan
prosesnya bertahap.
c. Siswa memecahkan masalah dan guru sebagai fasilitator.
d. Siswa hanya diberi masalah.
e. Penialaian berbasis performa autentik.
Pada pelaksanaannya agar pembelajaran berlangsung dengan baik
dan terarah, maka ada beberapa fase atau tahapan yang harus dilalui
dalam
Problem-Based
Learning.
Suprijono,
Agus
(2009:73)
mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase
dan perilaku. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan tindakan
berpola.
Pola
ini
diciptakan
agar
hasil
pembelajaran
dengan
pengembangan pembelajaran berbasis masalah dapat diwujudkan.
9
Sintaks pembelajaran berbasis masalah terlihat pada Tabel 2 (Suyanto
dan Jihad,2013: 155):
Tabel 2
Langkah-langkah pembelajaran Problem-Based Learning
Fase
ke-
Indikator
Aktivitas/Kegiatan Pendidik
1
Mengarahkan
peserta didik pada
masalah
Pendidik menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, memotivasi peserta
didik terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya.
2
Mengorganisasikan
peserta didik untuk
belajar
Pendidik membantu peserta didik
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan degan masalah yang
akan dipecahkan.
3
Membimbing
penyelidikan
individual maupun
kelompok
Pendidik mendorong peserta didik
untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah yang dihadapi
peserta didik.
4
Mengembangkan
Pendidik membantu peserta didik dan
dan menyajikan hasil merencanakan dan menyiapkan karya
karya
nyata yang sesuai seperti laporan,
video, dan model dan membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Pendidik membantu peserta didik
untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap hasil penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka
gunakan berupa langkah-langkah
pemecahan masalah dari masalah yang
muncul dan dihadapi oleh peserta
didik.
10
Berdasarkan uraian tersebut, pelaksanaan model Problem-Based
Learning terdiri dari 5 tahap, yaitu:
Tahap pertama, adalah proses mengarah peserta didik pada
masalah. Pada tahap pembelajaran dimulai dengan pendidik terlebih
dahulu menyampaikan tujuan pembelajaran, dan menginformasikan
bagaimana proses belajar yang akan dilaksanakan. Pada tahap ini juga
pendidik membagi peserta didik ke dalam kelompok-kelompok kecil
heterogen.
Tahap kedua, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar.
Pada tahap ini pendidik membantu peserta didik dalam mendefiniskan
mengorganisasikan tugas belajar peserta didik yang berhubungan dengan
masalah. Peserta didik membagi tugas kelompok dalam diskusi untuk
menyelsaikan permasalahan.
Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok. Tahap ini pendidik membantu peserta didik dalam
mengumpulkan informasi dan fakta yang sesuai dengan masalah yang
diberikan.
Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Setelah diskusi kelompok, perwakilan kelompok dipersilahkan untuk
menyajikan hasil diskusi kelompok mengenai bahan ajar, kelompok lain
memberi
tanggapan serta
pendidik memberikan klarifikasi
dan
meluruskan konsep apabila peserta didik mengalami kekeliruan.
Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Peserta didik melakukan evaluasi terhadap proses kegiatan
pembelajaran, dan pendidik membantu mengarahkan serta memberikan
penjelasan terhadap konsep yang tepat.
Problem-Based Learning merupakan suatu model pembelajaran
yang mempunyai banyak kelebihan, menurut Kemendikbud (2014: 187)
Kelebihan PBL diantaranya:
a. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta
didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka
akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha
11
mengetahui pengetahuan yang akan diperlukan. Belajar dapat
semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik
berhadapan dengan sitausi dimana konsep diterapkan.
b. Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan
pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
c. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi
internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan
interpersonal dalam bekerja kelompok.
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti
menyimpulkan model Problem-Based Learning adalah suatu model
pembelajaran yang diawali dengan sutau permasalahan kontekstual untuk
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui
langkah-langkah:
mengarahkan
mengorganisasikan
peserta
peserta
didik
untuk
didik
pada
belajar,
masalah,
membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik
Masalah merupakan sesuatu yang timbul karena adanya
kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, dan permasalahan
tersebut
harus
diselesaikan
dan
dipecahkan.
Proses
mengatasi
kesenjangan tersebut disebut sebagai proses memecahkan masalah.
Menurut Baroody (Husna, et.al, 2013: 84) masalah dapat didefinisikan
“Sebagai situasi puzzling, di mana seseorang tertarik untuk
mengetahui penyelesaiannya, akan tetapi strategi penyelesaiannya
tidak serta merta tersedia, lebih jelasnya suatu problems memuat 1)
keinginan untuk mengetahui; 2) tidak adanya cara yang jelas untuk
mendapatkan penyelesaiannya; dan 3) memerlukan suatu usaha
dalam menyelesaikannya.”
Permasalahan juga banyak terjadi di lingkungan sekolah, begitu
juga dalam pembelajaran matematika yang harus diselesaikan dengan
cara berpikir tingkat tinggi.
12
Krulik, Stephen dan Jesse A. Rudnick (1988:3) berpendapat
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu proses, di mana
seorang
individu
menggunakan
pengetahuan,
keterampilan
dan
pemahaman yang diperoleh sebelumnya untuk menemukan solusi dari
situasi atau masalah yang dihadapi.
Sumarmo
(2014:
76)
menyebutkan
pemecahan
masalah
matematika mempunyai dua makna, yaitu:
a. Sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk
menemukann kembali dan memahami materi/konsep/prinsip
matematika. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah
atau situasi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa
menemukan konsep/prinsip matematika.
b. Sebagai kegiatan belajar yang meliputi: mengidentifikasi
kecukupan data untuk pemecahan masalah, membuat model
matematika,
memilih
dan
menerapkan
strategi,
menginterpretasi hasil sesuai permasalahan asal, dan
memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.
Agar menjadi seorang pemecah masalah yang baik peserta didik
harus difasilitasi permasalahan secara kontekstual serta didukung oleh
keterampilan pemecahan masalah yang baik pula. Proses pemecahan
masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh
peserta didik sekolah menengah. Cooney (Sumarmo,2014: 445)
mengemukakan
“kemampuan
pemilikan
kemampuan
pemecahan
masalah membantu peserta didik berpikir analitik dalam mengambil
keputusan dalam kehidupan sehari-hari dan membantu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi situasi baru.”
Berdasarkan uraian sebelumnya, seorang peserta didik dapat
mengembangkan kemampuan berpikrinya jika dibiasakan menyelesaikan
soal-soal pemecahan masalah matematika. Kemudian untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah matematika diperlukan beberapa
indikator. Adapun indikator tersebut menurut Sumarmo (2014:128)
sebagai berikut:
13
a. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah.
b. Membuat model matematika dari suatu situasi atau masalah
sehari-hari dan menyelesaikannya.
c. Memilih dan menarapkan strategi untuk menyelesaikan
masalah matematika dan atau diluar matematika.
d. Menjelaskan atau menginterpretasi hasil sesuai permasalahan
asal, serta memeriksa kembali hasil atau jawaban.
e. Menerapkan matematika secara bermakna.
Dalam memecahkan suatu permasalahan terdapat beberapa
tahapan yang harus ditempuh, secara garis besar menurut Polya (1973:5),
first, we have to understand the problem; we have to see clearly
what is required. Second, we have to see how the various items
are connected, how the unknown is linked to the data, in order to
obtain the idea of the solution, to make plan. Third, we carry out
our plan. Fourth, we look back at the completed solution, we
review and discuss it
Jadi Polya menyatakan bahwa, agar peserta didik lebih terarah
dalam menyelesaikan masalah matematika, ada empat tahapan yang
harus ditempuh, yaitu:
i.
Understand the Problem (Memahami Masalah)
Pada tahap ini peserta didik harus memahami terlebih dahulu
masalah yang dikerahui, dan peserta didik harus melihat dengan jelas
apakah datanya sudah cukup, atau apa saja data yang dibutuhkan
dalam masalah tersebut.
ii.
Devising a Plan (Merencanakan Penyelesaian)
Setelah memahami masalah, selanjutnya peserta didik
melakukan rencana penyelesaian masalah. Menemukan hubungan
antara data yang diperoleh dengan hal-hal yang belum diketahui
serta mencari solusi ataupun strategi pemecahan masalah.
iii.
Carry Out the Plan (Menyelesaikan Masalah)
Tahap selanjutnya yaitu menjalankan rencana atau melakukan
perhitungan untuk menemukan solusi, periksalah tiap langkah
dengan seksama untuk membuktikan bahwa cara itu benar.
14
iv.
Look Back (Melihat Kembali Hasil)
Tahap terakhir, melihat kembali hasil terhadap solusi yang
didapat.
Penilaian kemampuan pemecahan masalah dapat diukur dengan
cara memberikan skor pada tiap fase penyelesaian soal, sehingga dapat
mengukur tiap tahap secara keseluruhan memuat keempat tahap
pemecahhan masalah.
Berdasarkan
uraian
tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika adalah salah satu
kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik. Pemecahan
masalah juga sebagai upaya mencari jalan keluar dalam mencapai tujuan,
berarti dalam pembelajaran pemecahan masalah lebih mengutamakan
proses dan strategi peserta didik dalam menyelesaikan masalah daripada
sekedar hasil.
3. Materi Aturan Sinus dan Cosinus
Berdasarkan Kurikulum 2013 revisi 2017 materi aturan sinus dan
cosinus disampaikan pada peserta didik SMA kelas X semester genap.
Tabel 3
Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Materi Aturan Sinus dan Cosinu
Kompetensi Dasar
3.12 Menerapkan aturan sinus
dan cosinus
Indikator Pencapaian
Kompetensi
3.12.1 Menentukan panjang sisi
atau besar sudut suatu
segitiga dengan aturan
sinus
3.12.2 Menentukan panjang sisi
atau besar sudut suatu
segitiga dengan aturan
kosinus
15
4.12 Menyelesaikan permasalah
4.12.1 Menerapkan aturan sinus
kontekstual dengan aturan
dalam menyelesaikan
sinus dan kosinus
masalah kontekstual
4.12.2 Menerapkan aturan
kosinus dalam
menyelesaikan masalah
kontekstual
Sumber: Permendikbud Tahun 2016 Nomor 24 Lampiran 16
a. Aturan Sinus
Dalam tiap segitiga ABC, perbandingan panjang sisi dengan
sinus sudut yang berhadapan dengan sisi itu mempunyai nilai yang
sama, dirumuskan sebagai berikut.
b. Aturan Cosinus
Pada segitiga A
berlaku aturan cosinus yang dapat
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut.
Jika dalam
diketahui sisi-sisi , , dan maka besar
sudut-sudut A, B, dan C dapat ditentukan melalui persamaan
16
H. Hipotesis Tindakan
Ruseffendi (2005:23) menyebutkan “hipotesis itu adalah penjelasan
atau jawaban tentatif (sementara) tentang tingkah laku, fenomena (gejala),
atau kejadian yang akan terjadi, bisa juga mengenai kejadian yang sedang
berjalan”. Maka dari itu peneliti merumuskan bahwa hipotesis dari penelitian
ini adalah Kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik
meningkat melalui pembelajaran menggunakan model Problem-Based
Learning.
I. Metode Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Almuttaqin Tasikmalaya
yang beralamat di Jl. Ahmad Yani, Sukamanah, Kec. Cipedes,
Tasikmalaya, Jawa Barat.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Oktober 2019 sampai
dengan bulan April 2020. Untuk lebih jelasnya, jadwal penelitian dapat
dilihat dalam tabel 4.
Tabel 4
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Bulan/ Minggu ke
No
Oktober
Kegiatan
I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pematangan dan
konsultasi topik PTK
Penyusunan proposal
PTK
Penyususnan
instrument PTK
Pelaksanaan siklus I
Analisis data
Pelaksanaan siklus II
Analisis data
Penyusunan Laporan
PTK
Pendaftaran seminar
hasil PTK
II
III
Februari
IV
I
II
III
Maret
IV
I
II
III
April
IV
I
II
III
IV
17
10
11
Seminar hasil PTK
Revisi Laporan Hasil
PTK
3. Jenis Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Ebbus (dalam Rochiati Wiriaatmadja, 2008) mengemukakan penelitian
tindakan adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan
praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakantindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil
dari tindakan-tindakan tersebut. Sedangkan Elliot (dalam Rochiati
Wiriaatmadja, 2008) melihat penelitian tindakan sebagai kajian dari
sebuah situasi sosial dengan kemungkinan tindakan untuk memperbaiki
kualitas sosial tersebut.
Penelitian tindakan kelas oleh guru dapat merupakan kegiatan
reflektif dalam berpikir dan bertindak dari guru. Dewey (dalam Rochiati
Wiriaatmadja, 2008) mengartikan berpikir reflektif dalam pengalaman
pendidikan sebagai selalu aktif, ulet, dan selalu mempertimbangkan segala
bentuk pengetahuan yang akan diajarkan berdasarkan keyakinan adanya
alasan-alasan yang mendukung dan memikirkan kesimpulan dan akibatakibatnya ke mana pengetahuan itu akan membawa peserta didik.
Sedangkan tindakan reflektif pendidik dalam praktek sehariharinya, yang harus banyak melakukan pengambilan kesimpulan, dan
untuk mencapai kesimpulan yang benar itu ia perlu bereksperimen dan
melakukan tes. Logika pertumbuhan menyuruhnya memikirkan saransaran perbaikan, mengujinya melalui pengamatan objek dan peristiwa,
mengambil kesimpulan, mencobanya dalam tindakan, yang membuktikan
kehandalan perbaikan itu, atau menyambut perbaikan, atau menolaknya
sama sekali (Dewey dalam Rochiati Wiriaatmadja, 2008).
Pelaksanaan PTK ada empat tahap menurut Suharsimi Arikunto
(2009) yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Model
siklus PTK digambarkan sebagai berikut.
18
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan
Gambar 1. Bagan Siklus PTK (Suharsimi Arikunto, dkk, 2009)
Kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap adalah sebagai berikut:
a) Perencanaan (planning). Dalam tahap perencanaan ini peneliti akan
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja
Peserta Didik (LKPD), lembar pengamatan, menentukan skor dasar
individu yang diperoleh dari hasil ulangan pada materi sebelumnya,
dan mengelompokkan peserta didik. Pada tahap perencanaan ini
peneliti berdiskusi dengan guru matematika SMA Almuttaqin
Tasikmalaya yang dalam hal ini akan menjadi pengamat dalam
penelitian. Diskusi ini bertujuan untuk merumuskan hal-hal teknis
yang akan peneliti gunakan dalam menganalisis dan meningkatkan
pemahaman atau tindakan peneliti di kelas. Selain itu, diskusi ini juga
berguna agar peneliti dan pengamat sama-sama memahami prosedur
yang akan peneliti terapkan di kelas penelitian.
b) Pelaksanaan Tindakan (action). Pada tahap ini, peneliti bertindak
sebagai pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran yang
berpedoman pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah
disusun. Peneliti melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan
19
RPP-1 sampai RPP-3 yang dilaksanakan pada siklus I, sedangkan
RPP-4 sampai RPP-6 yang dilaksanakan pada siklus II.
c) Pengamatan (observing). Pengamatan dalam penelitian ini akan
dilakukan oleh guru matematika SMA Almuttaqin Tasikmalaya.
Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah kondisi objektif pada saat
tindakan dilakukan. Guru sebagai pengamat akan mengamati peneliti
tentang bagaimana proses belajar mengajar berlangsung yang akan
ditinjau dari aspek peserta didik, peneliti, materi, media pembelajaran,
dan model pembelajaran yang akan digunakan, serta bagaimana hasil
belajar yang dicapai oleh peserta didik.
d) Refleksi (reflecting). Pada tahap ini, peneliti dan guru pengamat
membahas hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran setiap
pertemuan. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan rekonstruksi
terhadap proses pembelajaran yang telah peneliti lakukan sehingga
memberikan dasar perbaikan pada perencanaan tindakan berikutnya.
4. Subjek Penelitian
Sugiyono (2013: 61) menyatakan bahwa subjek penelitian adalah
orang-orang yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah peserta didik kelas X IPA 1
SMA Almuttaqin Tasikmalaya tahun pelajaran 2019/2020 yang terdiri dari
36 siswa.
5. Perencanaan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini mengikuti model Kemmis dan
Taggart yang dilakukan dalam bentuk siklus, masing-masing siklus terdiri
dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi. Siklus berakhir apabila hasil penelitian yang diperoleh sudah
mencapai indikator keberhasilan penelitian. Pelaksanaan penelitian ini
melibatkan guru mata pelajaran matematika yang mengajar kelas X IPA 1
SMA Almuttaqin Tasikmalaya, melalui langkah-langkah sebagai berikut.
20
a. Siklus I
Siklus I dengan kompetensi dasar menerapkan rumus aturan
sinus. Adapun langkah-langkah yang dilakukan yaitu:
1) Perencanaan
Rencana pelaksanaan tindakan merupakan rencana yang
terstruktur, namun tidak menutup kemungkinan untuk mengalami
perubahan sesuai dengan situasi dan keadaan yang tepat. Adapun
perencanaannya adalah sebagai berikut:
a) Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
untuk 2 siklus yang dirancang sesuai model Problem-Based
Learning, materi yang disampaikan adalah aturan sinus.
b) Melakukan kolaborasi dengan guru mata pelajaran, peneliti
bertindak sebagai pendidik dan guru mata pelajaran sebagai
observer.
c) Membuat bahan ajar dan Lembar Kerja Peserta Didik untuk
materi aturan sinus.
d) Menyiapkan penghargaan yang akan diberikan kepada masingmasing kelompok.
e) Merancang tes formatif yaitu untuk mengetahui kemampuan
pemecahan masalah peserta didik dan jawabannnya yang
digunakan untuk penilaian, dan membuat lembar observasi
aktivitas peserta didik dan pendidik.
2) Pelaksanaan
Dalam tahap ini apa yang telah direncanakan pada tahap
perencanaan akan dilaksanakan sesuai jadwal yang telah dibuat.
Pelaksanaan penelitian ini tidak mengganggu kegiatan di sekolah,
karena urutan materi berjalan sesuai dengan kurikulum yang sudah
ada di sekolah.
Adapun tindakan yang dilakukan tiap siklus adalah :
a) Pendahuluan
(1) Melakukan presensi terhadap peserta didik
21
(2) Menyampaikan tujuan pembelajaran
(3) Melakukan apersepsi
(4) Memberikan motivasi belajar kepada peserta didik dalam
mempelajari materi aturan sinus
b) Kegiatan Inti
Pada saat awal pembelajaran peserta didik dikondisikan dalam
kelompok-kelompok yang telah dibuat oleh pendidik.
Kemudian melakukan tahap-tahap sesuai dengan sintak model
Problem-Based Learning
(1) orientasi peserta didik kepada masalah,
(2) lalu pendidik mengorganisasikan peserta didik untuk belajar,
(3) dan peserta didik diminta untuk menyelidiki permasalah
tersebut dengan bimbingan pendidik,
(4) setelah melakukan penyelidikan secara individu dan kelompok,
peserta didik menyajikan hasil karyanya,
(5) setelah semua tahapan dilakukan peserta didik menganalisa
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
c) Penutup
Pendidik memberikan tugas rumah dan memberi informasi materi
pada pembelajaran selanjutnya.
3) Observasi dan Evaluasi
Observasi
terhadap
kegiatan
belajar
dilakukan
saat
implementasi untuk mengetahui jalannya proses pembelajarannya.
Pada akhir siklus pertama diakhiri dengan tes. Berdasarkan hasil tes,
maka tahap berikutnya dapat dilaksanakan.
4) Refleksi
Pada tahap ini peneliti sekaligus pendidik melakukan
evaluasi dari pelaksanaan tindakan pada siklus I yang digunakan
sebagai bahan pertimbangan perencanaan pembelajaran siklus
berikutnya. Jika hasil yang diharapkan belum tercapai maka
22
dilakukan perbaikan yang dilaksanakan pada siklus kedua dan
selanjutnya.
b. Siklus II
Pelaksanaan siklus II dilaksanakan setelah mempelajari hasil
refleksi pada siklus I yaitu bagaimana hasilnya, apa kekurangannya, apa
akibatnya dan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Hal ini dilakukan
agar pada siklus II dilaksanakan tindakan yang lebih efektif. Tahaptahap pada siklus II sama dengan yang dilakukan pada siklus I dengan
materi yang disampaikan adalah aturan cosinus.
6. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data adalah:
a. Instrumen pembelajaran
Instrumen
pembelajaran
pada
penelitian
adalah
silabus
pembelajaran dan RPP kelas X materi Aturan Sinus dan Cosinus.
b. Instrumen pengumpulan data
1) Tes Kemampuan pemecahan masalah
Pada
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan
soal
tes
kemampuan pemecahan masalah matematika untuk mengetahui
kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik. Soal tes
kemampuan pemecahan masalah matematika berbentuk uraian
sebanyak 2 soal untuk setiap siklus. Masing-masing diberi skor
sesuai dengan pedoman penskoran pemecahan masalah berikut:
23
Tabel 5
Rubrik Pemberian Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Indikator Pemecahan
Masalah Matematika
Jawaban
Tidak ada jawaban
Mengidentifikasi data
diketahui, data
ditanyakan, kecukupan
data untuk pemecahan
masalah
Mengidentifikasi
strategi yang dapat
ditempuh
Menyelesaikan model
matematika disertai
alas an
Memeriksa kebenaran
solusi yang diperoleh
0
Mengidentifikasi data diketahui, ditanyakan, dan kecukupan
data/unsur serta melengkapinya bila diperlukan dan
menyatakannya dalam simbol matematika yang relevan
Menyusun model matematika masalah dalam bentuk
gambar dan atau ekspresi matematika
Mengidentifikasi beberapa strategi yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan model matematika yang bersangkutan
Menetapkan/memilih strategi yang paling relevan dan
menyelesaikan model matematika berdasarkan gambar dan
ekspresi matematika yang telah disusun
Memilih atau menentukan solusi yang relevan
Memeriksa kebenaran solusi ke masalah asal
c. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran diisi oleh observer,
dengan kisi-kisi sebagai berikut:
Tabel 6
Kisi-kisi Lembar Observasi Pendidik dalam Pelaksanaan
Pembelajaran Matematika
No.
Indikator
1. Pendahuluan
2. Mengarahkan peserta didik pada
masalah
3. Mengorganisasikan peserta didik
untuk belajar
4. Membimbing penyelidikan
individu atau kelompok
5. Mengkondisikan peserta didik
untuk mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
6. Menganalisis dan mengevaluasi
proses pembelajaran dengan model
Problem-Based Learning
7. Penutup
Skor
Nomor Butir
0-3
0-3
0-2
0-3
0-2
0-2
24
7. Teknik Pengumpulan Data
a. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik
Teknik pengumpulan data untuk mengukur kemampuan
pemecahan masalah matematika peserta didik, yaitu dengan diberikan
tes kemampuan pemecahan masalah matematika berupa soal uraian,
yang akan diberikan di setiap akhir siklus.
b. Data lembar pengamatan (observasi) keterlaksanaan pembelajaran
yang diisi oleh observer dengan mengacu pada kategori pengamatan
yang sudah ditentukan.
8. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul dari hasil observasi, tes tertulis, dan
angket diolah dihitung berdasarkan persentase.
a. Data kemampuan pemecahan masalah
1) Daya serap perorangan, seorang peserta didik disebut tuntas
belajar jika telah mencapai nilai KKM 75.
2) Daya serap klasikal suatu kelas dapatlah disebut tuntas belajar
bila di kelas tersebut terdapat 80% yang telah mencapai KKM 75.
∑
∑
= jumlah peserta didik yang mendapat nilai lebih dari
atau sama dengan 75
jumlah peserta didik keseluruhan
∑
, dimana ∑ = jumlah nilai
b. Data observasi keterlaksanaan pembelajaran
Pengolahan data hasil observasi dilakukan dengan cara
menghitung persentase komponen yang diobservasi, dengan rumus:
A = Persentase komponen yang diobservasi
F = banyaknya komponen harapan yang diobservasi.
S = Jumlah keseluruhan komponen yang diobservasi.
25
Selanjutnya penentuan persentase jawaban peserta didik untuk
masing-masing
item
pernyataan/pertanyaan
dalam
lembar
pengamatan, digunakan kriteria berikut:
Tabel 7
Kriteria Penafsiran Lembar Pengamatan
Persentase Jawaban (%)
90 – 100
75 – 69
55 – 74
40 – 54
0 - 39
Kriteria
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang
Sangat Kurang
9. Kriteria Keberhasilan Tindakan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penilaian dengan tes (data hasil kemampuan pemecahan masalah
peserta didik)
1) Perorangan: Peserta didik dianggap tuntas belajar jika mencapai
KKM ≥ 75.
2) Kelompok: kelas dianggap tuntas belajar jika kelas tersebut
terdapat 80% dari peserta didik yang mencapai KKM ≥ 75.
b. Penilaian non tes
Keterlaksanaan pembelajaran model Problem-Based Learning
dilakukan dengan observasi secara langsung terhadap pendidik.
Observasi dengan menggunakan checklist ya atau tidak, kemudian
hasilnya dipersentase dan diterjemahkan secara kualitatif.
26
Daftar Pustaka
Amir, Taufiq. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning.
Kencana. Jakarta.
Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif,
Progresif, dan Kontekstual. Prenadamedia Group. Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Hamzah, Ali dan Muhlisrarini. 2014. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran
Matematika. Rajawali Pers. Jakarta.
Kasim, M. (2013). Kurikulum 2013 Menekankan Praktik, Bukan Hafalan.
[Online]. Tersedia di:
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/13/12/11/mxn1xq
kurikulum-2013-menekankan-praktik-bukan-hafalan. Diakses 9 Agustus
2017
Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai
Pengembangan Profesi Guru. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Muniroh, Alimul. 2015. Academic Engagement: Penerapan Model Problem
Based Learning di Madrasah. LKIS Pelangi Aksara. Yogyakarta.
Muri Yusuf. 2015. Asesmen dan Evaluasi Pendidikan. Prenadamedia Group.
Jakarta.
Depdikbud. 2014. Permendikbud No. 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah. Kemendikbud. Jakarta
Depdikbud. 2016. Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemendikbud. Jakarta.
Depdikbud. 2016. Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian
Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemendikbud. Jakarta.
Depdikbud. 2016. Permendikbud No. 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan
Kompetensi dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan
Dasar dan Menengah. Kemendikbud. Jakarta.
Rochiati Wiriaatmadja. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.
27
Sahriah, S. 2012. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal
Matematika Materi Bentuk Operasi Aljabar Kelas VII SMP Negeri 2
Malang. (Online). http//jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikel9EEC
8FEB3F87AC825C375098E45CB689.pdf. (diakses 7 Oktober 2017)
Slameto, 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.
Jakarta.
Sudjana. 2000. Strategi Pembelajaran. Falah Production. Bandung.
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Suharsimi Arikunto. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Suyono dan Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Widjajanti, Djamilah Bondan. 2011. Problem Based Learning dan Contoh
Implementasi. Makalah 10 Maret 2011. FMIPA UNY. Yogyakarta.
Zulkarnain dan Susda Heleni. 2011. Strategi Pembelajaran Matematika.
Universitas Riau. Pekanbaru.
Zulkarnain, 2011. Pembelajaran yang Diawali dengan Pemberian Soal Cerita
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dan Sikap Terhadap
Matematika Siswa Kelas V-A SDN 004 Rumbai Pekanbaru. Jurnal
Pendidikan,
2(01).
(Online).
https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JP/article/view/659/652 (diakses 19
Desember 2017)
Download